Senin, 29 Juni 2009

BELAJAR DARI JALAN CINTA JALALUDIN RUMI

http://www.youtube.com/watch?v=js-cKpZydfE&list=RD02aub2pfzGgx0

Jalaludin Rumi seorang Sufi dari Timur Tengah tepatnya Konya, ibu kota Anatolia, sekarang wilayah ini disebut Afganistan. Kita akan belajar dari perjalanan hidup Rumi yang dibesarkan dalam keluarga Muslim yang terpandang di wilayahnya, ayahnya seorang imam besar yang ternama pada masanya.

Dalam pertemuannya dengan sahabat spiritualnya, Syams dari Tarbiz, Rumi mengalami perubahan drastis dalam jalan hidupnya. Sahabat spiritualnya inilah yang membawa Rumi kepada Jalan Cinta yang bagi orang-orang kebanyakan dianggap gila. Karena jalan hidup yang berbeda ini pula mampu membawa Rumi pada permenungan dan refleksi yang dalam tentang hidup spiritualitas. Dari hasil permenungannya ini, karya-karya berupa puisi sufi yang indah dan bernilai luhur tercipta. Karya-karya inilah yang melambungkan nama Rumi sepanjang zaman.

Rumi melihat bahwa kerinduan, keterpisahan, ketersiksaan, perjumpaan, kebersatuan, serta ketunggalan semua menjadi anak tangga menuju Yang Ilahi. Hilangnya sesuatu yang berharga sering disebabkan oleh ketidakmampuan seseorang yang cemburu untuk melihat sesuatu ‘yang lain’ di balik yang tampak.

Dalam salah satu syairnya Rumi berkata:
‘Apalah arti M A W A R, tapi carilah yang punya nama’
Semua yang terlihat hanyalah penanda atau ayat yang harus diikuti untuk mengetahui, memahami, dan merasakan kehadiran pertanda yang tak lain adalah ASAL dari segala yang ada.

Rumi adalah pijar cahaya yang nyalanya menyebar lewat kata-kata bijak yang ia wariskan. Kata-katanya indah dan bijaksana. Katanya-katanya bisa menunjuk kepada ALLah, tetapi tak satu pun bisa membawa kepada-Nya. Agar sampai kepada DIA kita harus melalui Jalan Cinta kita sendiri. Kita harus melanjutan akhir perjalanan itu dalam diam karena jalan sufi adalah JALAN CINTA. Dan Jalan Cinta sebenarnya senantiasa mengatup mulut dalam hening. Ning… hening… bening…

(Teh Nung yang sedang terinspirasi dengan Jalaludin Rumi)

Rabu, 24 Juni 2009

PUISIKU

DOA IBU

Anakku, lanang dan wadon
Kalian berdua anugrah Allah yang terbesar
Yang harus kami jaga
Dari berbagai virus dunia

Kami jaga kalian
Dengan taruhan jiwa raga
Sudah separuh nyawa kami beri
Dan seluruh jiwa kami bagi

Tanggung jawab kami pada Sang Pencipta
Membawa kami pada untaian doa
Yang tak kan pernah usai kami daraskan

Anakku lanang dan wadon
Bila dunia punya aneka rupa yang menjerat
Membuat kalian lena
Kami punya cinta yang lebih besar dari dunia

Kami tahu
Tak mungkin kalian terus dalam pelukan kami
Satu saat kalian kan berjalan menjauh
Menempuh takdirmu yang sudah diukir Pencipta

Satu hal tak boleh lupa
Pelita iman di hatimu
Kan menuntun jejak langkahmu
Menuju pulau harapan

Ayah bundamu akan berjaga
Menghembuskan energi cinta
Melalui doa dan air mata


(sajak ini kutulis mengiringi langkah anak-anaku: Metta dan Aga yang tumbuh semakin dewasa. Terutama Metta yang akan pergi dari rumah menempuh pendidikan di lain kota atau mungkin di lain negri)

PUISI PERJALANAN

JEJAK PERJALANAN

Kusinggahi setiap tempat dan kota
Dalam pemenuhan hidupku
Lalui berbagai peristiwa
Dengan tawa dan air mata

Kala kuliaht mundur
Dari tempat kuberpijak kini
Kusadari bahwa Engkau bersamaku
Dalam setiap jejak langkahku

Terkadang tak kusadari
Bahwa semua itu berarti
Dalam membentuk jati diri
Hingga kumampu tegak berdiri

Untuk setiap langkah
Dan untuk setiap tempat dan kota
Telah kuukir sejarah hidupku
Dalam pemenuhan takdirku

Tangan-Mu erat kugenggam
Dalam setiap langkahku
Kehangatan erat memelukku
Menuntunku mencapai tujuan

Senin, 15 Juni 2009

YERUSALEM…YERUSALEM SAMBUTLAH RAJAMU!

(Ch. Enung Martina)


Yerusalem, Yerusalem lihatlah Rajamu
Hosana, terpujilah,
Yesus, penebus manusia


Begitulah, potongan lagu itu kami nyanyikan dengan penuh semangat dan dengan segenap perasaan. Kami akhirnya memasuki kota ini. Kota yang terkenal di seantero dunia. Saat itu hari menjelang petang. Matahari sudah benar-benar terbenam.
Semakin dekat memasuki kota, keadaan semakin terang dan semakin ramai layaknya kota besar pada umumnya.

Sementara itu di tempat yang sama dan suatu masa yang berbeda:
Dan sementara Yesus mengendarai keledai itu, orang banyak menghamparkan pakaiannya di jalan.Ketika Dia mendekati Yerusalem, di tempat menurun dari Bukit Zaitun, mulailah semua murid yang mengiringi Dia bergembira dan memuji Allah dengan suara nyaring oleh karena segala mujijat ang telah mereka lihat. Mereka berseru:
“ Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan, damai sejahtera di sorga dan kemuliaan di tempat yang maha tinggi.”

Keharuanku makin nyata kala kami melihat bagaimana suasana kota. Meskipun ada persamaan dengan kota besar lain, contohnya Jakarta dengan gedung pencakar langit dan kendaraan yang tak pernah surut, Yerusalem tetap mempunyai keindahan dan nuansa yang berbeda yang tak dimiliki kota lain. Mungkin karena ada sejarah iman yang melatarbelakanginya.

Dua ribu tahun yang lalu, Sang Guru mengatakan kepada murid-Nya tentang Yerusalem:
“Apabila kamu melihat Yerusalem dikepung tentara-tentara, ketahuilah, bahwa keruntuhannya suah dekat. Pada waktu itu orang-orang ang berada di Yudea harus melarikan diri ke pegunungan, dan orang-orang yang berada di dalam kota harus mengungsi, an orang-orang yang berada di pedusunan jangan masuk agi ke dalam kota, sebab itulah masa pembalasan di mana akan genap semua yang ada tertuli.”

Akhirnya bis kami berhenti di salah satu gedung pencakar langit. Rupanya gedung ini hotel tempat kami akan menginap selama kami berziarah di Yerusalem. Kedem Tower Hotel, nama gedung itu.

Kami dibagi kartu untuk masuk kamar dan juga stiker sesuai nomor kamar untuk ditempelkan pada kopor-kopor kami yang akan dibawa oleh bellboy ke kamar masing-masing. Semua berada di lobi untuk mendengarkan dulu pengarahan dari tour leader kami.
Pengarahan selesai, kami menuju kamar masing-masing dengan perasaan bersemangat meskipun kantuk rasanya sudah berada di pelupuk mata kami. Kamarku di lanatai 9. Kamar yang nyaman. Dari jendela pemandangan sangat bagus ke arah penjuru kota.
Ruang makan di hotel ini sangat besar karena memang tamu yang menginap pun banyak sekali. Menu yang ada di sini hampir sama dengan di Tiberias. Namun, ketika kami mencicipinya kami baru bisa membedakannya. Roti di Tiberias lebih fresh dan lezat daripada di sini. Di Tiberias selalu ada sup, di sini tidak ada. Salad dan mustradnya sama rasanya. Buah zaitun yang sudah diasinkan pun selalu ada. Bagi lidahku yang tidak biasa memang agak asing rasanya. Karena mengingat faedahnya bagi kesehatan tubuh, aku makan juga sedikit-sedikit. Kami pun menikmati makan malam pertama kami di Yerusalem.

Di kota ini juga pernah ada perjamuan makan malam yang diselenggarakan oleh Sang Guru untuk makan malam bersama murid-murid terkasih pada perayaan Paskah Yahudi yang tercatat menjadi sebuah sejarah cinta kasih:

Hari Raya Roti Tak Beragi adalah hari di mana orang harus menyembelih anak domba Paskah, makan roti yang tak beragi, untuk mengenangkan perjalanan kebebasan Mesir menuju kebebasan dan juga pengembaraan serta tantangan keyakinan dan kesetiaan akan sesuatu yang tidak pasti.Sesuatu janji kebesan,kesejahteraan, damai, dan kebahagiaan yang teramat sukar untuk digapai.Mengenangkan pahlawan kelas kakap seperti Musa.

Lalu Dia menyuruh Petrus dan Yohanes, katanya: “ Pergiah, persiapkanlah perjamuan Paskah bagi kita supaya kita makan.”

Ketika tiba saatnya, Dia duduk makan bersama para rasul-Nya. Katanya kepada mereka: “ Aku sangat rindu makan Paskah ini bersama-sama denagn kamu, sebelum aku menderita. Sebab aku berkata kepadamu: Aku tiak akan memakannya lagi sampai ia beroleh kegenapannya dalam Kerajaan Allah.”

Perut kenyang dan kini aku terbaring di atas ranjang nan empuk ini. Bila kupandang ke seluruh penjuru kota dari jendela kamarku, aku tidak bisa membayangkan Yerusalem pada zaman Yesus. Yang jelas zaman itu aneka mobil, gedung pencakar langit, dan mall tidak ada. Ada kalanya segalanya berubah, tetapi langit dan tanah tetap sama dari dahulu. Kupandang juga langit malam. Gelap, tak tampak bintang atau bulan. Kota tetap benderang dengan cahaya ribuan lampu.Kesibukan kota masih nampak dengan lalu lalangnya kendaraan di jalan. Yerusalem tetap elok di kala malam.


Di suatu malam yang juga mungkin seelok malam ini, hanya tanpa lampu jalan warna-warni seperti sekarang. Sosok tubuh tampak terpekur larut dalam khusuknya doa di sebuah sudut taman di luar tembok kota:
Setelah tiba di Taman Zaitun,  Dia, Lelaki itu berkata kepada yang mengikuti-Nya: “ Berdoalah supaya kamu tidak jatuh ke dalam pencobaan.” Kemudian Lelaki itu menjauhkan diri dari mereka kira-kia sepelempar batu jaraknya, lalu Dia berlutut dan berdoa, kata-Nya:” Ya, BapakKu, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini daripadaKu; tetapi bukanlah kehendakKu, melainkan kehendakMu-lah yang terjadi. “ Lelaki itu makin ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah.

Perasaan syukur memenuhi seluruh rongga dadaku. Sambil kupandang langit Yerusalem pada malam itu, seluruh perjalananku di tanah Israel tergambar. Sebagian sudah menjadi masa laluku yang akan terkenang sepanjang hayatku. Sebagian lagi masih akan kualami beberapa hari lagi. Masih akan ada lagi cerita dan kesan yang mendalam di tanah ini. Malam bertambah larut. Kutinggalkan pemandangan indah Yerusalem di kala malam. Kuhening sejenak untuk larut dalam doa syukurku. Akhirnya aku pulas dalam pelukan selimut malam kota Yerusalem.

Sementara di waktu dan masa ribuan tahun lalu, malam semakin beranjak: Sementara Lelaki yang terpekur dalam doa dan ketakutan-Nya tadi, kini sedang digiring oleh pasukan melewati jalan terjal dari arah Taman Getemani, jalan berbatu menuju rumah Imam Besar. Deretan pohon jaitun di taman itu bisu menyaksikan drama dan aroma pengkhianatan dari seorang murid kepada Sang Guru. Malam makin larut. namun, itu bukan malam elok yang penuh kedamaian, tetapi sebuah malam awal dari penderitaan Lelaki yang selama ini berkarya dalam mujijat dan menujukkan kebesaran Allah Sang Pencipta yang agung.


(Teh Nung mengingat kembali perjalanan yang membuat semangat)

Jumat, 12 Juni 2009

PUISI TENTANG SEMESTA

KITA DAN SEMESTA
Aku bertanya pada angin
Apakah kita pernah berjumpa
Pada waktu pertama semesta ada

Kupejam mata: kelam, biru dalam diam
Kita sampai pada sebuah titik
Hingga waktu mempertemukan ruhku dan ruhmu

Kitab tua berkata
Penciptaan tentang Adam dan Hawa
Debu tanah dan ruh
Menjelma menjadi sempurna

Kau Adam, aku Hawa
Atau kau Hawa, aku Adam?
Tak jauh beda karena kita adalah semesta

(Teh Nung :untuk semua orang yang ditakdirkan Tuhan berjumpa denganku dan mempunyai relasi denganku)

Rabu, 10 Juni 2009

PUISI UNTUK AGA

LELAKI YANG PERNAH BERDIAM DALAM RAHIMKU
(Untuk Aga)




Hai kau lelaki yang terlahir pada jumat kliwon
Tanggal satu suro jam 24.00
Sesudah beberapa lama peringatan Sidharta Gautama lahir
Ketika rembulan sudah tak lagi purnama

Hai kau lelaki yang ditakdiran
Menjadi anak lanangku
Semesta menyambutmu
Untuk menjadi hadiah yang bermakna

Kau menjelma dalam rahimku
menjadi mahluk mungil yang selalu bergerak
Aku merasakan detak jantungmu
Karena kau dan aku bernafas dalam irama yang sama

Rahasia hidup membawa kau masuk dalam garbaku
Menjelma menjadi embrio
Membengkakan seluruh tubuhku
Membuat aku tak bisa bertingkah leluasa

Kau mengikatku untuk menjadi ibu
Sebuah kata yang terdefinisikan dalam sejumlah bahasa
Dengan makna cinta yang menjadi dasar
Kau dan aku terikat dalam jalinan erat tak kan terpisahkan
Meski dunia berhenti berputar kau tetap anakku dan aku ibumu

Lelaki yang mendiami garbaku
Kini sudah menjelma menjadi pemuda tampan
Dengan kumis tipis di atas bibirmu
Aku bangga menjadi ibumu

Ruhku dan ruhmu disatukan Pencipta
Yang akan terus terikat sampai kapan pun

Hanya satu doaku raihlah impianmu
Gapailah semua asamu
Karena bulan sudah tak lagi perawan
Kau akan mencapainya bukan lewat puisi
Tapi sains dan iman yang akan membawamu menjelajahinya

Lelakiku yang terlahir dari liang garbaku
Berdeguplah bersama irama jantungmu
Menaklukan dirimu untuk meraih kesempurnaan.

(Puisi teh Nung untuk anak lanang (Aloysius Gonzaga Ilham Sidharta) yang berulang tahun ke-15)

Selasa, 09 Juni 2009

SANG MOTIVATOR

Akhir-akhir ini profesi yang sedang menanjak dan banyak dilirik orang adalah menjadi motivator. Motivator adalah orang yang memberikan motivasi pada orang lain agar orang lain bersemangat dan termotivasi untuk melakukan tindakan yang positif dan diharapkan tindakan tersebut membawa hasil yang memuaskan bagi orang tersebut dan juga bagi orang di sekitarnya. Pendek kata menjadi berkat bagi orang lain, menjadi gift bagi lingkungan.

Aku pernah menyaksikan, mendengarkan, dan melihat motivator saat memberikan motivasinya. Ada banyak yang diperoleh ketika mendengarkannya. Dan tumbuh motivasi dalam diri untuk melakukan kiat-kiat yang disaranan untuk menjadi sukses dan menjadi bahagia.

Menjadi motivator menurutku tidak mudah. Mengapa? Karena menjadi motivator kita harus mampu berbicara dengan sangat baik, mampu membangkitkan semangat, menguasai ilmu untuk mendapat perhatian pendengar, menarik perhatian dengan gaya bicara juga penampilan, menguasai materi yang akan disampaikan, menguasai keadaan juga diri sendiri, dan juga harus punya pengalaman pribadi yang layak dikagumi. Tidak hanya jarkoni saja ( hanya ujar -bicara ora ngelakoni –tidak menjalani ). Bagian terakhir itu yang sukar. Perkara ilmu bisa dipelajari, tetapi teladan yang baik, itu yang terkadang memerlukan komitmen yang tak mudah.

Banyak motivator handal yang kita kenal sekarang ini. Ada yang alirannya menurut agama tertentu atau keyakinan tertentu, ada juga yang sifatnya universal. Banyak yang bagus, ada juga yang biasa-biasa saja. Keberhasilan dari kiat-kiat yang disampaikan oleh sang motivator tidak tergantung pada hebatnya si motivator, tetapi pada bagaimana seseorang melakukan saran atau kiat-kiat itu dengan baik. Tidak hanya bersemangat beberapa saat saja, sesudah itu melempem lagi. Tidak hanya niat untuk menjadi yang terbaik saja, tetapi bagaimana melaksanakannya.

Menurutku, justru bagi kita yang diberi motivasi, yang paling berat dan perlu ketekunan adalah pada saat melaksaakannya dan berkomitmen untuk terus melakukan petunjuk tersebut. Perubahan dari diri kita tergantung pada diri kita lagi. Seseorang bisa berubah ke arah yang lebih baik bila ada kesadaran pada orang tersebut untuk berubah. Untuk memperoleh kesadaran pun ternyata perlu perjuangan yang juga tidak mudah. Dalam penyadaran diri tersebut kita perlu kerendahan hati untuk mengakui berbagai kelemahan dan juga kelebihan kita. Menyadai kelemahan dan kelebihan ternyata tidak mudah juga rupanya. Dalam kerendahan hati akan muncul keterbukaan untuk menerima kelebihan dan kekurangan kita.

Keberhasilan tidak ditentukan pada siapa yang member motivasi. Terkadang motivator tidak harus selalu datang dari para pembicara handal, bahkan orang sederhana yang tak kita anggap pun bisa menjadi motivator kita. Sebetulnya motivasi yang paling lama bertahan pada diri seseorang bukan karena berasal dari si pembicara handal, tetapi justru motivasi yang datangnya dari diri kita sendiri ( motivasi intrinsik ). Bila motivasi itu berasal dari dalam diri kita, apa pun yang terjadi pasti kita tetap bersemangat tak tergoyahkan oleh rintangan apa pun.

Karena itu, mari kita tetap bersemnagt dan tetap memelihara motivasi dalam diri kita masing-masing untuk melakukan yang terbaik untuk diri kita, yang tentunya juga akan menjadi bermanfaat bagi orang-orang di sekitar kita. Jadilah sang motivator untuk diri kita sendiri!

(Teh Nung yang lagi tergelitik dengan kata motivator)

Senin, 08 Juni 2009

KAMASUTRA (karya: Bhagavan Vatsyayan)


Sudah sejak lama aku ingin membaca dan mempelajari kitab ini. Sejak jaman kuliahku di Yogya dulu, aku tak menemukannya. Sampai mencari ke tempat buku bekas pun tak berjodoh dengan kitab ini. Waktu muda dulu penasaran karena orang bercerita yang aneh-aneh seputar sexualitas yang dimuat dalam kitab ini. Ketika aku suah tua seperti ini aku pun belum berjodoh dengan kitab aslinya, baru merupakan turunan yang ditulis oleh Adnan Krisna. Ya, sudah, luayan untuk sedikit memuaskan rasa ingin tahuku tentang isi kitab ini.
Kama sutra berasal dari bahasa Sansekerta: kama artinya: keinginan dan sutra berarti formula.

Kitab ini ditulis oleh Bhagavan Vatsyayan untuk melihat bahwa sex adalah seni yang indah yang tak boleh dilecehkan. Sebetulnya beliau menulis kitab ini untuk petunjuk bagi para pria agar bisa menghargai perempuan dari segi sexualitas. Namun, banyak orang yang suka menerjemahkan salah. Yang perlu diketahui lagi bahwa Kamasutra tidak hanya berisi tentang sexualitas saja, melainkan juga pelajaran hidup yang lain di luar sexualitas. Bab tentang sex hanya bagian terakhir dari kitab tersebut.

Bhagavan Vatsyayan menulis kitab ini dalam rangka memberikan ajaran kepada para pria tentang cara-cara meraih kebahagiaan sempurna di dalam hidup. Salah satunya adalah kebutuhan naluriah manusia, yaitu sex. Menurut Sang Begawan, sex merupakan anugrah kehidupan yang tak boleh dilakukan sembarangan.

Sang Begawan beranggapan sex education perlu diberikan pada pria. Dalam kitabnya beliau memberikan pelajaran sex pada pria karena menurut beliau para perempuan sudah tak perlu diajari lagi. Perempuan biasana dijadikan budak/objek sex oleh para pria. Para lelakilah yang harus dididik untuk menghargai sexualitas supaya bisa mencapai kebahagiaan yang sempurna di antara pasangan. Tidak hanya satu pihak saja yang menikmatinya, sementara pihak yang lain tak menikmatinya.

Kamasutra mengatakan jangan menyimpan obsesi terhadap sex. Artinya penuhilah hasrat sexual dengan benar. Bhagavan Vatsyayan berpenapat sex tidak hanya menjadi kebutuhan biologis semata, tetapi menuju suatu kebutuhan yang lebih tinggi daripada itu. Hingga mencapai kesadaran rohani tertinggi.

Adnan Krisna berpendapat bahwa kesadaran para lelaki (sampai tua pun) berada di sekitar payudara perempuan. Kesadaran masih pada seputar cakra di bawah pusar (naluri sexual). Seorang pria selambat-lamatnya dalam usia 40 tahun sudah harus mencapai titik klimaks dalam kehidupan sexualnya. Artinya, sesudah usia itu, ia sudah harus masuk pada alam cinta.

Pada zaman sekarang banyak orang (pria) yang sudah berusia lanjut pun masih terobsesi dan berpusat seputar kehidupan sex. Sering kita mendengar, melihat, menyaksikan bagaimana seorang pria yang terhormat dalam masyarakat hidupnya berakhir tragis gara-gara pria itu hidupnya masih berpusat sekitar kebutuhanyna di bawah pusar. Dengan kata lain para pria harus mampu me- manage syahwatnya sebelum me – manage yang lain. (maaf perkataannya sangat indah).

Menurut Adnan Krisna, perkembangan sexualitas seorang pria yang baik dan benar adalah: dari sex (birahi) ke cinta. Dari cinta ke kasih. Sex adalah kebutuhan manusia, seperti makan dan minum. Seperti makan dan minum juga, kita tidak boleh berlebihan agar semuana menjadi sehat jasmani dan juga rohaninya. Sex dapat membuka lebar pintu cinta dalam kehidupan manusia sehingga kepuasan raga dan jiwa terpenuhi.

Demikian Bhagavan Vatsyayan menyampaikan kebijaksanaan dalam karyanya yang terkenal itu. Ulasan ini hanya merupakan secuil kebijaksanaan dari yang disampaikan Sang Begawan. Semoga membawa kita pada setitik pencerahan tentang keagungan kita sebagai ciptaan yang sempurna sebagai citra Allah.

(Teh Nung Martina)

Jumat, 05 Juni 2009

PEREMPUAN ITU

Dalam usiamu yang mulai renta kau tetap bertahan dan ingin terus bertahan. Mengibarkan auramu yang berpendar. Berusaha untuk terus bersinar di tengah-tengah dunia yang kelabu.

Terkadang aku melihat singa betina yang garang dalam dirimu. Siap menerkam bila ada sesuatu hal yang mengancammu, juga mengancam milikmu, keluarga besarmu. Kau tunjukkan taringmu. Kau cakarkan kukumu. Kaulakukan semata karena hanya ingin kau katakana: jangan macam-macam denganku dan jangan ganggu keluargaku!

Lain waktu aku juga melihat merpati putih yang tulus ada pada dirimu. Memberikan cinta putihmu pada yang menurutmu perlu dibantu. Sisi lain, aku juga melihat dirimu adalah induk ayam yang selalu menjaga anak-anaknya. Terus memperhatikan anak-anaknya agar selalu dalam keadaan baik-baik saja.

Hai, engkau perempuan yang membukakan hatiku dan mencelikkan mataku untuk hal-hal yang dulu tak kulihat.

Pertama aku berjumpa denganmu dalam wawancara kerja. Aku si pelamar dan kau calon bosku, suster kepala. Kau bertanya dengan kritis seputar pengalaman kerja.

Perjumpaan kita yang kedua dalam rapat tahun ajaran baru. Kau memimpin rapat : singkat, padat, tanpa basa-basi. Aku terpana.

Pertemuan ketiga dalam pertemuan guru dan TU dari semua unit (TK,SD,SMP). Kau memanggil semua guru baru yang baru bergabung dengan keluarga besar Santa Ursula BSD.

Dari ketiga perjumpaan awal kita, aku punya kesan bahwa kau bukan biarawati yang biasa. Kau bukan suster yang seperti aku kenal selama ini.

Kesanku tentangmu terus meluas, melebar, dan terus berkembang, dan berubah seiring dengan berbagai peristiwa yang melatarbelakangi perjumpaan kita baik langsung atau tak langsung. Aku melihat pribadimu dari berbagai sisi. Keburukanmu yang suka marah-marah tanpa memperhitungkan tempat, waktu, atau keadaan. Persis seperti iklan cocacola kapan saja dan di mana saja serta kepada siapa saja.

Ketika kau marah marah, sungguh… situasi yang paling tidak aku sukai. Awal-awal aku berada di Ursula BSD aku takut ketika kau marah. Untuk berikutnya, aku ikut merasa marah dan jengkel. Aku jengkel padamu mengapa sih harus marah-marah begitu rupa kalau segala sesuatu bisa dibicarakan dengan baik-baik. Untuk tingkatan berikutnya aku merasa sedih ketika kau marah, terutama kalau kau marah pada seseorang yang menurut anggapanmu atau laporan yang samapai padamu orang itu bersalah, padahal sebenarnya tidak. Terkadang kau tak mau melihat latar belakang mengapa seseorang melakukan kesalahan. Lama-lama kesedihan berubah menjadi rasa kasihan. Aku kasihan padamu karena aku merasa bahwa marah itu bagimu juga menyiksa: menyita energi, menaikkan tekanan darah, menimbulkan kesan negatif, merusak relasi,dll. Terkadang kemarahanmu menghancurkan semua yang telah kau bangun dengan susah payah, seperti rasa hormat, respek, rasa cinta, dll. Setiap kemarahanmu semakin membawamu jauh dari pendar auramu. Aku kasihan sekaligus sedih. Kau tahu bahwa kau adalah salah satu dari tiga perempuan yang aku kagumi setelah Bunda Maria dan ibuku sendiri.

Hatiku sering tergetar karena haru saat kau mati-matian membela anak-nakmu. Akhir-akhir ini aku nelihat sosokmu yang kian renta karena usia. Apalagi ketika kau naik tangga untuk mencapai ruang yayasan di lantai 3 dengan tulang tuamu. Kenapa sih kantor yayasan tidak pindah ke bawah saja? Aku melihat kelelahan ada padamu, tetapi kau tetap berusaha membangun semangat. Kelelahana itu mungkin karena kau sering merasa khawatir yang menderamu karena kau melihat kami para guru, tu, karyawan, atau warga sekolah ini amat bebal untuk dididik sesuai cita-citamu yang sangat ursulin itu. Mungkin kau berpikir lembaga yang besar ini mau dibawa ke mana sementara kau merasa bahwa kenyataannya kau bukan mahluk abadi. Kau selalu berkata: tak ada yang seperti saya. Memang betul perkataanmu itu: tak ada yang sepertimu.

Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku mengagumimu, mencintaimu, sekaligus mengasihanimu, dan terkadang menyebalimu. Namun, yang paling besar perasaanku adalah kekaguman padamu. Di tanagnmu lahir banyak perempuan hebat bangsa ini. Dengan tangan besimu sebagai pendidik, perempuan generasi muda itu kau tempa sehingga mereka alot dan siap untuk menghadapi tantangan zaman.

Kau selalu diingat murid-muridmu. Dan muridmu menyebar ke seluruh penjuru dunia. Aku masih teringat ketika kita berada di Israel, tepatnya Gunung Tabor. Saat itu aku berjalan di belakangmu. Sengaja kulakukan karena aku khawatir ketika kau berjalan ada apa-apa dengan dengkul tuamu. Meskipun aku tahu kau paling tidak suka dikasihani dan dibantu. Tiba-tiba dari jauh seorang perempuan setengah baya berlari ke arahmu dengan lolongan bak serigala betina bertemu jantannya. “Susterku….!” Dia memelukmu dan menciumu. Aku terpana: sejauh ini, di puncak gunung Tabor kau juga bertemu dengan muridmu. Dan ajaibnya kau tahu siapa nama muridmu itu. Hebat! Kau memang pendidik sejati.

Satu hal yang tak akan kulupakan adalah perkataanmu yang kau sitir dari Injil (aku lupa nama penulisnya). Kata-kata itu selalu terngiang-ngiang di telinga dan di hatiku: Kita harus cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.

Itulah dirimu. Seorang suster, biarawati, seorang ibu, oma, sekaligus juga seorang yang selalu mencari hal-hal baru. Aku masih harus belajar banyak darimu tentang arti nilai-nilai hidup. Terima kasih untuk didikan yang kausampaikan padaku melalui nasihat, teguran, bahkan juga kemarahanmu. Karena dengan itu semua aku menjadi seorang perempuan yang mempunyai komitmen dalam hidupku untuk semua hal yang sudah kupilih dan sedang kukerjakan.

( Teh Nung yang sedang didera rasa kasihan melihat susternya yang makin tua)

Rabu, 03 Juni 2009

PENYEMANGAT

LIVING OUT YOUR DREAMS

Tuhan mempunyai sebuah cara untuk mengatur kehidupan sejak hari pertama kita muncul di bumi ini. Karena itu kita mempunyai hak untuk meraih impian-impian kita. Namun, dalam kenyataannya terkadang impian-impian itu, kita lupakan begitu saja karena ada hal lain yang harus kita kejar. Hingga pada satu titik tertentu, kita kembali menemukan diri kita bahwa kita mempunyai impian yang mungkin menjadi angan-angan masa kanak-kanak kita.

Bersyukulah dan berbahagialah bila seseorang yang dalam pendidikannya, karirnya, dalam hidup perkawinannya, atau sisi lain hidupnya sesuai dengan impiannya. Orang yang demikian akan melakukan semua itu dengan lebih bersemangat karena dia sedang menjalani impiannya. Namun, kenyataannya tidak semua orang seperti itu.

Suatu waktu di masa lalu membuat kita membiarkan saat-saat penting atau keadaan tertentu yang akhirnya menjadikan diri kita berubah. Seiring dengan berlalunya waktu, juga perubahana dalam diri kita, impian kita pun ada yang terabaikan. Proses mengenali bagaimana Tuhan telah bekerja dalam diri kita akan membantu mengantar impian kita menjadi kenyataan.

Pada saat tertentu kita merasa bahwa kita ini sangat biasa (ordinary), tak ada perbedaan, tak ada gereget, tak ada keunggulan, benar-benar sangat-sangat biasa. Namun, dalam hati kita terdalam, diri kita yang sejati, ingin sekali menjadi pribadi yang sesungguhnya. Ingin menjadi orang yang luar biasa (extra ordinary). Orang yang luar biasa itu adalah impian bagi setiap orang.

Kita semua mempunyai kapasitas meraih impian. Satu syarat untuk bisa meraih impian itu adalah hanya bila diri kita telah siap menerimanya saat kesempatan itu datang. Renungkan hal ini sejenak. Mungkin dalam hidup, kita telah melampaui gelombang pasang surut yang terkadang membuat kita terhempas bahkan hampir tenggelam. Namun, gelombang pasang-surut tadi justru dibutuhkan untuk maju ke tahap berikutnya meraih impian kita.

Kekurangan kita selama ini, kita tidak mengidentifikasikan impian kita dengan tepat. Bahkan mungkin kita tidak yakin bahwa kita memiliki sebuah impian. Namun, jauh di dalam hati, kita percaya bahwa kita dipersiapkan untuk sesuatu yang luar biasa, sesuatu yang hebat, sesuatu yang besar dalam hidup kita. Sesuatu itu bisa menjadi seseorang yang menanamkan kualitas citra Tuhan dalam diri anak-anak kita, dan akhirnya membimbing orang lain menuju Tuhan.

Mulailah kita bergerak maju untuk meraih impian, tetapi hendaknya kita tetap waspada. Seringkali kehidupan kita atau kehidupan yang dekat dengan kita, tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Fakta ini sering kali membuat kita tidak bersemangat, bahkan putus asa. Hal tersebut tidak akan membuat kita putus asa bila kita menyadari bahwa Tuhan adalah pemimpin yang mengatur keadaan sehari-hari dan mengolahnya menjadi sesuatu yang baik, bahkan luar biasa.

Hal-hal yang kita hadapi, kejadian yang membuat tidak bersemangat, membuat putus asa, kejadian yang tidak adil, kejadian buruk yang menimpa kita atau orang lain, jangan pernah membuat menjadikan surutnya impian-impian kita. Jangan pernah juga membiarkan api kecil impian kita mati karena kita akan menemukan di tikungan berikutnya perjalanan hidup kita dan membuktikan kepada kita bahwa Tuhan bekerja di bawah baying-bayang keyakinan kita. Kita mungkin tidak melihat-Nya atau merasakan-Nya, tetapi DIA hadir sepanjang waktu: melindungi, menenangkan, menguatkan, dan mempersiapkan kita untuk meraih impian kita. DIA memiliki barisan malaikat pelindung yang berwujud orang-orang yang peduli pada kita dan siap menolong kita di kala kita membutuhkan-Nya. Kita sering khawatir dengan banyak hal, termasuk keuangan. Dan perlu kita ingat bahwa uang bukan masalah bagi-Nya. Yang jadi masalah adalah diri kita.

Kehidupan merupakan sebuah petualangan yang lengkap dengan tikungan, lorong gelap, lembah dalam, dan juga sukacita setinggi gunung. Jalan di tempat, jalan memutar atau mundur dalam hidup kita bukanlah sesuatu yang buruk terkadang. Mengapa? Karena dengan demikian kita bisa mencari Tuhan di antara kekurangan kita dan mengenal DIA lebih dekat. Itulah alasannya mengapa kita haris mempunyai impian.

(Teh Nung yang mempunyai semangat untuk meraih impian)

SAYAP - SAYAP PEMIKIRAN GIBRAN 5

GIBRAN tentang KEMATIAN

Gibran percaya akan keabadian jiwa . Ia beranggapan bahwa kematian sebagai tingkat puncak kesempurnaan dalam eksistensi manusia. Manusia adalah mahluk sampai kematiannya tiba. Mati berarti memenuhi tujuan realitas manusia sebab menjadi manusia mengimplikasikan akan kelahiran, menderita, mencintai, bekerja, memenuhi tanggung jawab, dan mati.

Kematian adalah situasi eksistensial yang tak seorang manusia besar pun bisa lari darinya. Kematian sebagai pelepasan ruh dari badan materi. Kematian memberikan kebebasan bagi ruh.

Ungkapan Gibran tentang kematian:
“ apakah sesungguhnya kematian, selain telanjang di tengah angin?
Serta luluh dalam sinar surya?
Dan apakah arti nafas berhenti,
selain membebaskannya dari antara pasang dan surut
gelombang yang gelisah
sehingga bangkit mengembang lepas
tanpa rintangan menuju Ilahi”

(Teh Nung)