Rabu, 10 Februari 2016

Segala Sesuatu Berubah

      

       Berbicara tentang perubahan mengingatkan saya pada seorang Filsuf  Yunani, Herakleitos yang hidup pada tahun 550-480 SM (abad 6-5 SM).  Dia hidup di Efesus, sebuah kota penting di Pantai Ionia, Asia Kecil.  Menurut Herakleitos, tidak ada satu pun hal di alam semesta yang bersifat tetap atau permanen. Tidak ada sesuatu yang betul-betul ada, semuanya berada di dalam proses menjadi. Semuanya mengalir dan tidak ada sesuatupun yang tinggal tetap. Perubahan yang tidak ada henti-hentinya.
       Pemikiran Herakleitos ini menegaskan bahwa tidak ada yang stabil sama sekali karena terjadi perubahan terus menerus di alam semesta. Perubahan itu sendiri merupakan siklus yang akan selalu terjadi dalam kosmos. Perubahan yang terjadi ini mengambil sungai yang mengalir sebagai contoh untuk menggambarkan bagaiman air terus bergerak dan tidak tetap.
      Perubahan inilah yang saya rasakan akhir-akhir ini. Perasaan ini terbawa setelah liburan Natal 2015, tepatnya setelah saya pulang kampung dan melihat kondisi ibu saya sekarang. Saya memanggil beliau Emak. Emak sekarang berusia 77 tahun. Usia yang tidak muda lagi. Perubahan fisik jelas nyata. Dahulu Emak berbadan gemuk, tetapi kencang karena dia pekerja keras di sawah atau di ladang. Sekarang bertambah kurus termakan usia.
     Pada usia ke-70 tahun beliau terkena radang lutut sehingga ladang dan sawah bukan  arena bermainya lagi. Terpaksa dia meninggalkan medan perjuangannya karena menyerah pada penyakitnya.  Setelah itu, beliau lebih banyak di rumah dan di halaman yang juga merupakan kebun yang luasnya sekitar 1000 m persegi. Rumah kami di kampung terletak di tengah-tengah kebun juga.
     Selain perubahan fisik yang kian nyata saya rasakan adalah perubahan dalam tindakan dan pemikiran. Dahulu, Emak adalah seorang perempuan tangguh yang pantang menyerah. Sangat tegas, disiplin, dan cerewet seperti pada umumnya kaum ibu. Kami ketiga putrinya sangat mengandalkan ibu kami dalam segala situasi pada saat kami kecil, remaja, hingga kami dewasa seperti ini. Kini Emak sudah berubah, kami tidak lagi bisa mengandalkan dia sepenuhnya seperti dulu lagi tentunya. Beliau tidak secerewet dulu lagi, gerakannya sudah agak lamban karena radang ladang lutut yang dideritanya. Sekarang terkadang beliau membicarakan topik yang sama lebih dari satu kali. Pemikirannya sudah tidak setangkas dulu algi. Namun, untuk semua nama anak, menantu, dan para cucu, serta para saudara sendiri atau ipar, satu pun tak ada yang lupa. Kebiasaan berdoa yang sejak dulu dilakukannya, kini lebih beratmbah lagi.
       Melihat perubahan ini, ada perasaan sedih menelusup diam-diam dalam dada saya. Namun, saya tahu perubahan ini tidak bisa dihindari. Segalanya memang terus berubah setiap detik yang kita alami. Pribadi manusia yang hidup di alam semesta ini mengalami perkembangan secara bertahap. Manusia lahir, betumbuh, menjadi tua, dan akhirnya meninggal. Perkembangan itulah yang disebut sebagai perubahan. Dalam mengalami perkembangannya itu, manusia tetap berada di alam semesta yang juga mengalami siklus perubahan. Demikian pula Emak, ibu saya, juga saya, dan juga Anda.
      Namun, yang terpenting bagi saya adalah kesadaran akan kehidupan yang berlangsung di alam semesta dan pentingnya keselerasan lewat perbedaan. Menyadari apa yang sedang terjadi dan berlangsung di sekitar membuat saya hidup secara utuh dan sadar bahwa diri saya benar-benar hidup dan berkembang. Sedangkan keselarasan lewat perbedaan membuat saya memahami arti penting kehidupan, kesehatan, kedamaian, dan kebalikannya, kematian, rasa sakit, dan peperangan. Itu semua telah ada, sedang berlangsung, dan akan terus berjalan di alam semesta.
     Semesta dan isinya memang berubah. Namun, sementara itu  Pengkhotbah 1:9 berkata lain bahwa : Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi;  tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari. Ayat ini tidak berarti bahwa tidak ada penemuan baru, hanya bahwa tidak ada bentuk kegiatan baru. Pencarian, sasaran, dan keinginan umat manusia tetap sama. Nas ini mau berkata kepada kita bahwa dunia tampaknya berjalan terus sesuai dengan pola tertentu tanpa ada yang berubah. Umat manusia tidak bisa berharap bahwa alam akan memberi tahu makna untuk hidup mereka di dunia, mereka juga tidak dapat menemukan kepuasan total di dalamnya. Alam beredar dan berputar-putar menurut hukum dan aturan tetap. Dan inilah yang menjadi rangka tetap bagi kehidupan manusia.
      Beberapa orang penafsir Al Kitab menjelaskan bahwa seluruh kegiatan kita di atas muka bumi ini tidak ada artinya dan tidak ada tujuannya ketika dilakukan terlepas dari kehendak Allah, persekutuan, dan kegiatan kasih Allah di dalam kehidupan kita.  Tujuan penulis ialah menghancurkan semua harapan palsu umat manusia kepada dunia sekular semata-mata; ia ingin pembacanya melihat kenyataan-kenyataan serius dari kejahatan, ketidakadilan, dan kematian serta menginsafi bahwa hidup terlepas dari Allah itu sia-sia dan tidak akan menghasilkan kebahagiaan sejati. Pemecahan persoalan ini terdapat di dalam iman dan percaya kepada Allah; hanya ini yang menjadikan hidup ini bermakna. Kita harus melihat lebih jauh dari hal-hal duniawi kepada hal-hal sorgawi untuk menerima pengharapan, sukacita, dan damai sejahtera.
      Jadi meski segala sesuatu yang tampak oleh mata itu berubah, tetapi ada hal yang tetap, bahkan ada yang abadi. Sehubungan denagn Emak, saya tahu dan percaya kasih beliau tak akan pernah lekang kepada kami anak-anaknya, demikian juga kepada orang-orang yang dikasihinya. Meski saya tahu, suatu waktu nanti dia akan pergi meninggalkan dunia ini.
(Ch. Enung Martina -catatan setelah liburan Natal 2015)