Jumat, 25 November 2016

HARI GURU: MENJAGA INTEGRITAS DIRI GURU SEBAGAI PENDIDIK


Guru diberikan kehormatan dengan cara  negara memberikan  setiap tanggal 25 November sebagai hari untuk menghormati profesi ini. Ini menunjukkan bahwa profesi guru dihargai dan dihormati sebagai sebuah profesi yang membawa dampak baik bagi bangsa ini. Anak bangsa akan menjadi cerdas dengan bimbingan para guru. Berkat pendampingan dan pengajaran mereka para anak bangsa mempunyai harkat yang baik karena mereka mempunyai pendidikan. Pendidikan yang mengngkat seseorang menjadi lebih berharkat.

Guru dengan pendidikan tak bisa dipisahkan. Ibarat cabai denagn pedasnya, gula dengan manisnya, dan garam dengan asinnya. Menjadi senyawa yang tak terpisahkan. Ketika garam tak lagi asin maka dia tak lagi disebut garam. Demikian juga guru. Bila guru tak lagi mendidik dia bukan lagi sebagai seorang guru yang layak digugu atau ditiru.

Guru bukan lagi sebagai sebuah profesi dengan ijasah dan pendidikan keguruan di belakangnya  belaka. Profesi guru bersenyawa dengan kepribadian guru tersebut. Profesi guru menuntut seseorang menghayati profesinya dan sekaligus menjadikan kepribadiannya juga layak disebut guru. Ada sejumlah persyaratan tak tertulis yang harus dipenuhi seseorang  ketika dia memutuskan untuk menjadi guru. Ada integritas yang harus dipenuhi ketika seseorang menjadi guru.

Dalam fase kehidupan manusia seorang pendidik mempunyai andil pada proses pembentukan karakter. Guru yang memiliki makna “digugu lan ditiru” (dipercaya dan dicontoh) secara tidak langsung juga memberikan pendidikan karakter pada peserta didiknya. Oleh karena itu, profil dan penampilan guru seharusnya memiliki sifat-sifat yang dapat membawa peseta didiknya ke arah pembentukan karakter yang kuat. (M.Furqon Hidayatullah, 2009).

Dari  pendapat diatas, kita dapat memberikan persepsi mengenai makna dari guru itu sendiri. Sebagai guru yang dituntut untuk profesional, memberikan makna bagi sarjana pendidikan yang akan menjadi penopang estafet mendidik anak bangsa untuk memberikan suatu realita contoh dari diri mereka. Sikap yang ditunjukkan didalam diri mereka kepada anak didik merupakan suatu bukti nyata dari hasil kombinasi etika dan moral yang dimiliki oleh seorang guru. Jika rusak etika dan moral mereka sebagai guru, maka rusaklah sikap mereka kepada anak didik dan tidak patut dijadikan sebagai contoh dan panutan. Namun pertanyaannya adalah bagaimana seharusnya yang dilakukan oleh seorang sarjana pendidikan sebagai guru dan penerus estafet didalam mendidik anak didik? Inilah yang perlu dikaji secara mendalam dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan saat ini dengan kesejahteraan guru yang semakin meningkat.

Moral dan Etika merupakan bentuk kontributif dari sikap yang ditunjukan oleh guru kepada anak didiknya. Jika Moral dan Etika buruk, maka buruk juga sikap guru dimata anak didiknya, dan terkadang anak didik menjadikan panutan didalam kehidupan sehari-hari mereka. Untuk mencapai moral dan etika yang baik kepada siswa, sudah selayaknya sebagai guru yang profesional, mampu mengkonstruksi kembali perencanaan pendidikan yang akan dilakukan kepada anak didik. Untuk mendapatkan apresiasi yang baik dari anak didik, maka terlebih dahulu guru membenahi moral dan etika mereka dihadapan anak didik dan bukan menjadikan moral sebagai topeng. Karena jika moral dan etika hanya dijadikan sebagai topeng, maka suatu saat moral buruk akan kembali dan merusak tatanan sebelumnya sehingga menjadikan topeng baik menjadi topeng buruk.

Sudah selayaknya moral dan etika guru sebagai wajah yang selalu tertanam didalam diri manusia. Bukan sebagai topeng yang sekali waktu bisa tergantikan denagn topeng yang lainnya.
Kurangnya respon guru terhadap anak didik didalam pembelajaran atau sebaliknya memberikan andil didalam menurunkan moral dan etika seorang guru. Terkadang ketika didalam proses belajar mengajar siswa kurang memberikan apresiatif terhadap guru yang sedang mengajar didepan kelas, misalnya ribut. Jika siswa ribut, terkadang guru sering lepas emosi, alhasil memberikan citra buruk kepada guru tersebut dihadapan peserta didik. Siswa menganggap guru killer, dan tidak mustahil dapat berimbas pada minat maupun motivasi siswa terhadap mata pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut. Oleh karena itu, selayaknya seorang guru mampu mengontrol emosinya pada saat keadaan yang tidak terkendali.

Sebagai seorang pengajar yang akan memberikan materi penlajaran kepada siswanya seharusnya seorang guu memberikan inovasi-inovasi didalam pengajarannya dengan model-model pembelajaran dan pemanfaatan teknologi yang menarik bagi siswa, tetapi tetap disesuaikan dengan kondisi sekolah dan permasalahan siswa. Selain itu, sudah selayaknya seorang guru memberikan apresiasi besar kepada siswa dengan apa yang dilakukan oleh mereka didalam proses belajar mengajar serta menjadikan anak didik sebagai mitra didalam proses pembelajaran bukan menjadikan anak didik sebagai pesuruh ataupun lainnya yang bersifat memberikan kesenjangan dengan siswa. Peserta didik sebagai subjek, bukan sebagai objek.

Menurunnya moral seorang guru juga dapat disebabkan oleh kurangnya komunikasi antar guru. Dengan kurangnya komunikasi antar guru, terkadang sesama guru tidak dapat mengembangkan inovasi pembelajaran yang efektif dan efisien. Kurangnya komunikasi antar guru juga dapat berakibat pada tidak terselesaikannya permasalahan yang terjadi pada anak didik, misalnya prestasi belajar, dan permasalahan administratif. Terkadang juga dengan kurangnya komunikasi antar guru memberikan sikap kaku didalam sekolah.

Dengan demikian, sangatlah penting seorang guru memberikan sikap saling pengertian dengan guru lainnya, saling komunikatif, dan menciptakan suasana yang kondusif didalam sekolah itu sendiri. Dengan semakin komunikatifnya guru didalam sekolah dapat menguntungkan satu sama lain, yaitu dapat melakukan penelitian terhadap permasalahan didalam pembelajaran kepada anak didik. Sesama guru dapat saling membantu untuk memecahkan permasalahan didalam pembelajaran.  

Permasalahan internal dari guru itu sendiri juga memberikan andil didalam mempengaruhi moral seorang guru. Kita tidak dapat memungkiri, terkadang beberapa guru mencampuradukan permasalahan internal, baik itu permasalahan keluarga maupun lainnya ke dalam kewajibannya didalam mengajar. Sehingga terkadang membuat guru tersebut malas mengajar atau tidak respek dengan apa yang dilakukan siswa didalam proses belajar mengajar. Alhasil guru bersifat masa bodoh dan acuh tak acuh sehingga mengesampingkan makna pendidikan itu sendiri. Sudah seharusnya seorang guru bersifat profesional dan mampu memilah antara permasalahan internal dan proses belajar mengajar.

Kurangnya religiusitas yang berdampak pada kurangnya kecerdasan spiritual seorang guru  juga turut member andil didalam penurunan moral dan etika dari seorang guru. Dengan kurangnya kecerdasan spiritual, guru terkadang cepat emosi dan keluar dari koridor-koridor yang semestinya. Namun sebaliknya, dengan adanya pendidikan religi batasan-batasan yang perlu dilakukan oleh seorang guru dapat terwujud dan meningkatkan moral dan etika pendidik.

Oleh karenanya, pihak sekolah dan dinas kementrian pendidikan nasional perlu mengevaluasi tingkat moral dan etika dari seorang guru yang menjadi tanggung jawab mereka. Dengan adanya evaluasi, diharapkan dapat meminimalisir permasalahan yang mengakibatkan penurunan moral dan etika yang dapat berakibat pada permasalahan-permasalahan krusial, seperti tindak asusila, korupsi, dan tindak lainnya. Perlunya pemahaman moral-sosial dengan pelatihan-pelatihan dan menejemen konflik juga diharapkan dapat meminimalisir dekadensi moral dari para guru.

Guru  sebagai seorang pendidik yang memang lahir dan berkarya untuk pendidikan sudah selayaknya menjadi seseorang  yang memiliki integritas yang tinggi. Integritas artinya selarasnya   moral dan etika dengan tidakan nyata  yang dilakukannya dalam kehidupan kesehariannya.  

Peningkatan kualitas prestasi anak didik merupakan tanggung jawab dari seorang pendidik. Pendidikan tidak hanya mencakup pada tersampainya materi pembelajaran, tetapi juga tercapainya pendidikan karakter pada siswa yang dapat dilihat dari kepribadian siswa keseharian. Moral peserta didik  menjadi bagian dari tanggung jawab guru sebagai pendidik. Jangan salahkan anak didik jika mereka sering mencontek, karena pendidiknya pun acuh tak acuh dan tidak respon dengan baik atau buruknya kegiatan yang mereka lakukan. Sudah selayaknya guru sebagai pendidik menjadi model bagi peserta didik.  Baik atau buruknya moral seorang pendidik berpengaruh besar kepada anak murid yang dididiknya. Pendidik adalah panutan untuk memunculkan potensi positif didalam diri anak didik bukan sebaliknya.

 (Ch. Enung Martina)

Senin, 07 November 2016

Cerpen tentang Kematian

TABIR TIPIS KEMATIAN

Masih ingatkah akan cerpen saya tentang alam yang berjudul Cerita Sebuah Pohon Tanjung? Cerpen ini diunggah 10 Februari 2013 sehari sebelum saya ulang tahun ke-49. Cerpen itu berkisah tentang hati saya yang biru dan lebam karena 2 pohon tanjung besar di rumah saya ditebang karena lahan di dekatnya akan dibangun rumah, padahal pohon tanjung itu pohon peneduh di pinggir jalan.  Pohon tanjung itu sudah berusia sekitar 18 tahun kala ia ditebang. Hati saya merana sampai rasanya sakit saat saya bernafas. Kala itu saya benci terhadap orang yang akan jadi calon tetangga saya yang membangun rumahnya disamping rumah saya denagn mengorbankan pohon tanjung besar yang saya cintai.

Ini adalah lanjutan kisah sesudah 3 tahun lebih peristiwa itu berlalu.  Kami dengan penebang pohon tanjung ini menjadi tetangga. Ada asam dan manis menjadi tetangga. Awalnya saya agak canggung ketika bertegur sapa denagn keluarga ini. Apalagi saat saya mengingat dua pohon tanjung, hati saya teriris lagi. Namun, dengan bergeraknya waktu yang ajaib, kami menjadi tetangga yang baik. Anak-anaknya 3 orang anak laki-laki mulai bermain ke rumah kami. Main bersama si bungsu, Abhimanyu. Terutama anak nomor dua yang usianya selisih 1 tahun dengan bungsu saya.  Nonton yutube bersama, main game bersama, naik sepeda bersama, makan bareng, jatuh bareng, nakal bareng. Pokoknya menjadi sahabat baik. Alvin, nama anak kedua tetangga baru ini hampir setiap hari main ke rumah saya. Mungkin karena di rumah ada vasilitas internet dan laptop yang bisa dijadikan dua anak generasi Z ini bermain. Jadilah kedua anak ini menjadikan rumah saya jadi amrkas mereka.

Saya sendiri sudah jatuh cinta dengan Alvin. Anak laki-laki yang rambutnya selalu dipotong plontos itu sangat pandai membawakan diri saat bermain dengan Abhimanyu. Demikian pula kami orang tua, akhirnya mulai berperilaku layaknya tetangga,  saling mencicipi oleh-pleh bila habis bepergian, berbagi masakan yang kami masak. Hati saya sudah tidak biru lagi. Pohon tanjung masih ada dalam ingatan saya, tetapi sakit hati mulai terkikis. Itu keajaiban waktu.

Kebetulan pula bahwa saya orang Sunda dan keluarga ini suami istri dari kabupaten yang sama denagn saya. Bahkan, sang istri satu kecamatan dengan saya. Jadilah kami sering mengobrol dengan bahasa Sunda yang sangat langka saya gunakan di sini karena tak ada lawan.  Begitulah kami akhirnya menjadi tetangga yang baik.

Memang ada beberapa hal dari keluarga ini yang tak cocok denagn prinsip saya, contohnya  dalam hal lingkungan dan pola pengasuhan anak. Namun itu hal lumrah karena tidak tiap orang harus sama dengan apa yang saya mau. Dalam hal lingkungan keluarga ini saat membangun  rumah memindahkan batas jalan umum untuk memperlebar batas tanahnya. Waktu itu salah satu dari warga blok kami sudah ada yang mengingatkan, tetapi tetangga baru saya tak menggubriusnya.  Masih dalam hal lingkungan, keluarga ini tidak membuat bak sampah dekat rumahnya, melainkan menempatkan pot besar sebagai pengganti tempat sampah di samping bak sampah saya yang dibangun permanen. Dalam pola pengasuhan anak, tak ada batasan waktu anak bermain di luar atau ke rumah tetangga. Anak akan dibiarkan pulang sendiri. Terkadang saya harus mengusir Alvin pulang karena sudah kelamaan di rumah saya.

Hal-hal demikian bukan menjadi pengahalang dalam bertetangga itu pikir saya. Namun, untuk melebarkan batas tanah sempat menjadi bahan pemikiran saya. Itu karena saya dibesarkan dalam budaya pertanian yang sangat menghargai tanah, tanaman, dan air. Ayah saya almarhum pernah memberikan petuahnya bahwa jangan pernah kita melebihkan batas tanah kita dengan mengambil batas tanah orang lain. Itu pamali. Saya masih ingat karena saat itu tidak puas dengan pernyataan pamali. Lantas saya bertanya : Kenapa? Ayah saya bilang tanah itu menyangkut ‘hurip’ kehidupan. Semua mahluk bumi hidup dari tanah dan air. Karena itu kalau kamu memindahkan batas,  kamu sudah mencurangi kehidupan. begitu penjelasan ayah saya. Pasti ada akibatnya. Waktu saya bertanya apa akibatnya? Tapi Emak (ibu saya) bilang kalau pamali itu  tak usah dipertanyakan karena itu aturan leluhur yang juga diturunkan dari sononya. Mereka membuat aturan itu berdasarkan pengalaman mereka. Jadi saya tidak bertanya lagi.

Nah, kata-kata ayah saya jadi terngiang lagi ketika tetangga baru saya memindahkan batas itu. Tapi karena banyak perkara lain yang  menyita pikiran saya, hal tersebut tidak berkepanjangan, dengan sendirinya hilang begitu saja.

Hingga pada suatu hari Kamis tanggal 18 Agustus 2018, saya pulang dari tempat kerja melewati rumah tetangga baru saya sebelum masuk ke pintu pagar saya. Saya melihat di gang sudah dipasang tenda. Saya lewat saja karena pikir saya mungkin Papa Alvin mau menyelenggarakan pesta. Ketika saya masuk, Abhimanyu sedang menonton chanel yutube kesukaannya, tiba-tiba mengatakan, “Ibu, Alvin meninggal tadi pagi.”

Saya sontak melepaskan barang bawaannya saya dari tangan saya, seolah petir di siang bolong berita itu masuk ke kepala saya. “Kenapa Alvin, Abhi?”
“Alvin sudah dipanggil Tuhan. Tapi kamu gak usah sedih.”

Sudah pasti sedih dan kaget. Meskipun Abhimanyu berpesan begitu. Masih terlihat di sudut mata saya, Alvin duduk berdua dengan Abhimanyu di kursi yang sekarng diduduki Abhimanyu saat melihat chanel yutube atau bermain game bersama. Masih terbayang di pelupuk mata kaus – celana setelan hijau ada strip kuning di lengannya dengan gambar pahlawan power ranger di depannya. Di halaman rumah, tepatnya jalan gang blok kami, Alvin akan main bola atau main kayu bersama adiknya. Semuanya nyata di mata saya yang sekarang basah bersimabha air mata.

Tanpa mengganti seragam kerja berwarna biru ngejreng yang melekat di tubuh saya, saya langsung menyambangi tetangga baru saya. Keluarga inti Alvin tak ada di rumah. Mereka membawa jenazah Alvin ke kampung ibunya, berarti ke daerah saya, untuk memakamkannya di sana. Yang menyambut saya adalah paman dan bibinya yang dipercaya menjaga rumah.

Saya bertanya pada mereka penyebab Alvin meninggal. Mereka mengatakan Alvin panas 3 hari, ini hari keempat ia meninggal. Tubuh Alvin membiru saat meninggal, terutama di bagian kuku dan lidahnya. Saya kaget sekali. Saya penasaran apa yang menyebkan kematian bocah ini. Namun, mereka menjelaskan saat dibawa ke RS Medika, Alvin sudah meninggal sehingga tak bisa diketahui apa penyebabnya.

Saat saya berbincang dengan teman sekerja saya yang sekaligus tetangga saya selang satu rumah, topik kami  masih pertanyaan seputar penyebab kematian Alvin. Pak Jaka kawan saya akhirnya menelepon adiknya yang seorang dokter. Adik Pak Jaka menyatakan kalau dengan tanda seperti itu, kematian itu disebabkan kekurangan oksigen. Apakah Alvin mempunyai penyakit asma? Saya tak berani menanyakan pada orang tuanya hingga saat ini. Saya bertemu dengan mereka tak pernah menyinggung Alvin. Saya tahu hal itu akan melukai mereka.

Saya dan Abhimanyu khususnya mendoakan Alvin saat doa malam kami. Dua hari setelah kematian Alvin, berarti itu hari ketiganya Alvin tiada, Abhimanyu minta sendiri untuk mendoakan Alvin. Kami berdoa dimualai dengan doa Abhimanyu untu Alvin dan untuk supaya tidak mimpi buruk, melainkan mimpi indah. Lalu doa saya lanjutkan juga masih untuk Alvin. Selesai kami membuat tanda salib tanda doa berakhir, Abhimanyu tiba-tiba berkata, “Bu, kok kamar kita wangi sekali. Apa ada minyak wangi yang tumpah? Coba Ibu cium!” Tapi saya tak mencium apa pun. Sampai saya cari di seputar kamar bahkan ke luar dekat jendela, saya tak menemukan apa-apa. Namun, Abhimanyu tetap ‘keukeuh’ menyatakan bahwa kamarnya wangi sekali, wangi parfum dengan aroma manis, begitu ia mendeskripsikan.

Saya tidak diberi berkat untuk mencium wangi itu. Wangi itu hanya khusus UNTUK ABHIMANYU SAJA. Ketika ia bertanya itu wangi apa, saya agak sukar untuk menjawab pertanyaan itu. Saya ngarang bahwa mungkin itu wangi yang dibawa angin ke rumah kita lalu mampir di kamarmu. Begitu saya menjelaskan. Untung dia mengantuk sehingga pertanyaan tidak bersambung.
Setiap malam acara rutin saya bermeditasi (Zen Qi Sirkulasi) untuk tujuan kebugaran tubuh. Biasanya dilakukan sesudah doa malam atau sebelum rutinitas pagi. Pukul 3 .30 pagi saya bangun, lalu doa dilanjutkan meditasi. Lumayan kalau ada masalah tidak langsung nyamber ke titik emosi negatif saya, kepala jadi agak adem.

Penyebab kematian Alvin masih bersarang di otak saya. Karena itu akhirnya saya bawa dalam meditasi pernafasan saya. Apa yang didapat saudara? Ingatan kembali ke tahun 2013 saat tetangga baru saya membabat habis pohon tanjung dan membuat hati saya biru lebam. Otak saya menghubungkan pohon tanjung itu adalah sumber oksigen untuk tiap mahluk yang ada di sekitarnya. Pohon adalah pabrik oksigen. Pohon ditebang artinya kita menghancurkan pabrik oksigen. Artinya merampas oksigen dari mahluk  yang membutuhkannya. Alvin mati kekurangan oksigen. Bapaknya Alvin 3 tahun lalu menghilangkan sumber oksigen.  Bapak Alvin mengubah batas tanah yang merupakan jalan umum- hajat hidup orang banyak untuk memperluas tanahnya sendiri. Sekarang hidup Alvin terenggut?

Dalam meditasi itu air mata saya menetes deras. Saat itu saya sangat takut dengan hukum alam. Atau huku karma. Atau hukum sebab akibat. Atau hukum pamali yang ayah saya katakan. Saya sangat takut. Otak neokortek saya yang merupakan otak akal budi menepis hasil analisis otak reptilia dan otak mamalia saya. Saya bertanya apakah pamali yang Ayah saya ajarkan itu benar terjadi? Apakah benar ketika kita melakukan tindakan gegabah pada alam bisa berdampak langsung seperti itu? Tapi kenapa kalau itu  benar terjadi apda anak kecil yang tak mengerti apa-apa?

Itu semua analisis di otak reptilia dan otak mamalia saya saat meditasi.  Salah satu Suhu pernah menyatakan bermeditasi itu adalah proses otak untuk menganalisis, memilah, mengungakp, menimbang, membangun,  dan akhirnya memaparkan. Namun, benar atau tidaknya, Walallahu Alam.
(Ch. Enung Martina)