Sabtu, 30 Desember 2017

CATATAN AKHIR TAHUN 2017


LIVING OUT YOUR DREAMS !




Tahun 2017 akan segera berlalu dan tahun 2018 akan segera tiba. Banyak hal yang sudah terlewati pada tahun 2017. Keberhasilan, kegagalan, pertemuan, perpisahan kesenangan, kesusahan, suka cita, duka cita, pengharapan, keputusasaan, dan aneka hal yang terjadi pada kehidupan tiap orang.  Pada ambang waktu Antara yang berlalu dan yang akan dating ini maka kali ini saya mau berbicara tentang impian, harapan, cita-cita, asa, atau angan yang ingin diwujudkan menjadi suatu kenyataan. Semua orang memilikinya. Ada yang kuat pendarannya, ada yang sedang-sedang saja, ada juga yang lemah, redup, bahkan hampir padam.  Namun, semua orang mempunyai apa itu impian.

Impian itu membawa seseorang pada suatu tahapan hidup untuk memperjuangkannya. Membawa roh semangat untuk mewujudkannya. Namun, terkadang nyalanya terlalu lemah dan akhirnya membawa kita pada hidup yang biasa saja. Tak bergairah, tak bersemangat. Seperti kerakat tumbuh di batu, hidup segan mati tak mau. Seperti pelita yang kehabisan minyaknya, nyala menjelang padam. Impian itu seharusnya membawa seseorang untuk terus bersinar sepanjang hari.

Dalam misteri iman impian juga termasuk salah satu di antara tiga, yaitu iman, harapan, dan kasih. Tanpa harapan (saya menerjemahkannya menjadi impian) hidup seseorang akan hampa. Hari-hari akan dijalani dengan monoton, kurang gairah. Bila kita memlihara impian, maka semangat tetap menyala. Kesusahan dan beban hidup yang terasa mendesak akan menjadi terasa ringan karena ada harapan.

Tuhan mempunyai sebuah cara untuk mengatur kehidupan sejak hari pertama kita muncul di bumi ini. Karena itu kita mempunyai hak untuk meraih impian-impian kita. Namun, dalam kenyataannya terkadang impian-impian itu, kita lupakan begitu saja karena ada hal lain yang harus kita kejar. Hingga pada satu titik tertentu, kita kembali menemukan diri kita bahwa kita mempunyai impian yang mungkin menjadi angan-angan masa kanak-kanak kita. 

Bersyukulah dan berbahagialah bila seseorang yang dalam pendidikannya,  karirnya, dalam hidup perkawinannya, atau sisi lain hidupnya sesuai dengan impiannya. Orang yang demikian akan melakukan semua itu dengan lebih bersemangat karena dia sedang menjalani impiannya. Namun, kenyataannya tidak semua orang seperti itu.

Suatu waktu di masa lalu dengan kejadian tertentu membuat kita membiarkan saat-saat penting atau keadaan tertentu yang akhirnya menjadikan diri kita berubah. Seiring dengan berlalunya waktu, juga perubahana dalam diri kita, impian kita pun ada yang terabaikan. Kita menjadi tidak peduli lagi akan hal itu.

Proses mengenali bagaimana Tuhan telah bekerja dalam diri kita akan membantu mengenali kembali impian-impian kita. Dengan proses ini pula bisa mengantar impian  kita menjadi kenyataan.

Pada saat tertentu kita merasa bahwa kita ini sangat biasa (ordinary), tak ada perbedaan, tak ada gereget, tak ada keunggulan, benar-benar sangat-sangat biasa. Namun, dalam hati kita terdalam, diri kita yang sejati, ingin sekali menjadi pribadi yang sesungguhnya. Ingin menjadi orang yang luar biasa (extra ordinary). Menjadi orang yang luar biasa itu adalah impian bagi setiap orang.

Kita semua mempunyai kapasitas untuk meraih impian. Satu syarat  untuk bisa meraih impian itu adalah hanya bila diri kita telah siap menerimanya saat kesempatan itu datang. Renungkan hal ini sejenak. Mungkin dalam hidup, kita telah melampaui gelombang pasang surut  yang terkadang membuat kita terhempas bahkan hampir tenggelam. Namun, gelombang pasang-surut tadi justru dibutuhkan untuk maju ke tahap berikutnya meraih impian kita.

Kekurangan kita selama ini adalah  kita tidak mengidentifikasikan impian kita dengan tepat. Bahkan mungkin kita tidak yakin bahwa kita memiliki sebuah impian. Namun, jauh di dalam hati,  kita percaya bahwa kita dipersiapkan untuk sesuatu yang luar biasa, sesuatu yang hebat, sesuatu yang besar dalam hidup kita. Sesuatu itu bisa menjadi seseorang yang menanamkan kualitas citra Tuhan dalam diri anak-anak kita, dan akhirnya membimbing orang lain menuju Tuhan. Bisa juga menjadi seorang sahabat yang baik untuk orang lain. Menjadi seorang ayah/ibu yang dikagumi dan dicintai anak-anaknya. Menjadi seorang pekerja yang ulet dan bertanggung jawab. Menjadi seorang pelajar/murid yang belajar dengan sungguh dan mempertahankan semangat. Menjadi penyemangaat bagi orang-orang di sekitarnya. Menjadi apa saja yang sederhana, tetapi hebat di mata Tuhan dan di mata manusia.

Mulailah kita bergerak maju untuk meraih impian, tetapi hendaknya kita tetap waspada.  Seringkali kehidupan kita atau kehidupan yang dekat dengan kita, tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Fakta ini sering kali membuat kita tidak bersemangat, bahkan putus asa. Hal tersebut tidak akan membuat kita putus asa  bila kita menyadari bahwa Tuhan adalah pemimpin yang mengatur keadaan  sehari-hari dan mengolahnya menjadi sesuatu yang baik, bahkan luar biasa.

Hal-hal yang kita hadapi, kejadian yang membuat tidak bersemangat, peristiwa yang membuat putus asa, kejadian yang tidak adil, kejadian buruk yang menimpa kita atau orang lain,atau apa pun yang rasanya negatif, sekali pun  jangan pernah membuat dan menjadikan surutnya impian-impian kita. Jangan pernah juga membiarkan api kecil impian kita mati.

Kita akan menemukan di tikungan berikutnya perjalanan hidup kita perwujudan impian kita. Semua membuktikan kepada kita bahwa Tuhan bekerja di bawah bayang-bayang keyakinan kita. Kita mungkin tidak melihat-Nya atau merasakan-Nya, tetapi DIA hadir sepanjang waktu: melindungi, menenangkan, menguatkan, dan mempersiapkan kita untuk meraih impian kita. DIA memiliki barisan malaikat pelindung yang berwujud orang-orang yang peduli pada kita dan siap menolong kita di kala kita membutuhkan-Nya.  Kita sering khawatir dengan banyak hal, termasuk salah satunya  keuangan. Perlu kita ingat bahwa uang bukan masalah bagi-Nya. Yang jadi masalah adalah diri kita.

Kehidupan merupakan sebuah petualangan yang lengkap dengan tikungan, lorong gelap, lembah dalam, dan juga sukacita setinggi gunung. Jalan di tempat, jalan memutar atau mundur dalam hidup kita bukanlah sesuatu yang buruk terkadang. Mengapa? Karena dengan demikian kita bisa mencari Tuhan di antara kekurangan kita dan mengenal DIA lebih dekat.  Dalam perjalanan petualangan kita itu, kita akan berjalan dalam impian-impian kita. Di tengah perjalanan itu beberapa impian terwujud, yang lain gagal, yang lain lagi masih menunggu. Namun, meski ratusan kali mimpian itu gagal, kita jangan menyerah karena masih ada impian lain yang menunggu untuk diperjuangkan. Impian itu bukannya gagal untuk kita raih, tetapi masih menunggu saat yang paling tepat untuk terwujud. Masih akan ada mimpi-mimpi dalam hidup kita. Itu artinya masih akan ada semangat untuk meraihnya dan mewujudkannya. Tetaplah peliharalah mimpi-mimpimu! Selamat berjuang untuk meraihnya di tahun 2018 dan waktu-waktu mendatang. (Oleh: Ch. Enung Martina)


Sabtu, 16 Desember 2017

KECEWA KARENA TOKOH IDOLA


Pernahkan Anda merasa bahwa kekaguman pada seseorang yang selama ini diidolakan makin hari makin memudar?  Ada kenyataan bahwa orang yang kita idolakan makin ketahuan kelemahannya. Ada perasaan kecewa dan  tercelikkan  bahwa  idola pun manusia yang ternyata memang manusiawi bila itu tak sempurna. Namun, hal itu tetap saja membuat membuat hati kecewa. Ada harapan yang tak terpenuhi dari idola saya yang sebenarnya itu adalah harapan pada diri saya. Karena saya tak punya hal tersebut saya mengidolakannya karena saya merasa mereka mempunyai apa yang tak saya punyai. Eh, ternyata saya tahu bahwa idola saya pun sama dengan saya. Bahkan, ternyata lebih lemah dari saya. 

Hari Jumat, 15 Desember 2017, saya mengalami hal yang membuat saya merasa tokoh yang saya harapkan buah pikirannya hebat seperti yang saya bayangkan, ternyata tidak sesuai dengan bayangan saya. Tokoh ini sebetulnya bukan idola utama saya. Hanya dari sekian orang yang saya temui, dia adalah orang yang pemikiriannya saya kagumi. Karyanya juga nyata ada.  Saya membayangkan buah pikirnya dia akan mendalam dan memperteguh apa yang saya jalani sebagai panggilan hidup saya yaitu menjadi pendidik. 

Namun, harapan saya dari buah pikirnya yang saya bayangkan akan mendalam, reflektif, dan impementatif bagi para guru, khususnya saya. Ternyata harapan tinggal sebuah bayangan yang memudar. Saya dibantingkan pada kenyataan ternyata buah pikir yang saya idamkan ternyata tak sehebat dalam bayangan saya. 

Ketika saya pulang ke rumah dan melihat kembali buku yang terdiri dari 39 halaman ini harapan saya tentang buah pikir yang mendalam, reflektif, dan implementatif tersebut tetap tak terpenuhi. Saya merasa ada yang kurang pas pada diri  saya. Ada apa dengan saya? 

Saat anak perempuan saya pulang dari kantornya, kami punya kebiasaan mengobrol sekitar  setengah jam untuk bercerita ini itu. Saya pun menceritakan kekecewaan saya itu. Lantas Metta mengatakan bahhwa itu adalah kelekatan. Metta mengatakan dalam ajaran Budha kesedihan dan kekecewaan yang saya alami itu karena adanya kemelakatan. Memang betul. Saya merasa lekat pada tokoh yamg saya idolakan. Saya tidak objektif  memandang tokoh idola saya. Saya memimpikan tokoh idola harus sesuai dengan gambaran saya.  Tokoh idola harus memnuhi apa yang tidak bisa saya penuhi. 

Rupanya saya masih melekat pada apa yang saya imajinasikan. Saya tidak hidup dalam kenyataan saya. saya hidup dalam angan-angan saya tentang sesuatu yang ideal. Saya berangan-angan tokoh idola saya harus dalam pemikirannya. Saya menginginkan pikiran yang tidak ecek-ecek dan dangkal dari tokoh saya. Saya menginginkan tokoh saya itu bisa menunjukkan refleksinya seperti apa yang selama ini minta dari saya, dari kami para guru. Saya menginginkan tokoh saya ini memberi contoh untuk berpikiran dalam, tidak cetek, tidak dangkal seperti yang dia selalu gembor-gemborkan kepada kami. Saya rupanya menginginkan ada model yang memebri contoh konkrit. Tidak omong doang. 

Rupanya saya ini bosan dengan omong doang. Di mana-mana yang saya lihat hanya omong doang. Orang berbicara tentang ini itu, banyak yang sebatas wacana.  Orang berbicara tentang aneka ide yang ada dalam pikirannya, hanya sebatas wacana, sebatas ide, kalau tak ada pembuktian yang nyata. Saya ini tipe Thomas Didimus yang selalu minta bukti nyata. 

Saya sekarang jadi tahu, kenapa saya kecewa dengan tokoh saya yang saya mengharapkan buku yang ditulisnya itu berbobot, mendalam, reflketif, dan implementatif. Rupanya karena selama ini tokoh yang saya harapkan ini sering kali hanya omong. Kenyataan yang dia lakuakan sering kali melanggar dengan apa yang dia ajarkan dan dia tuntut dari orang lain. 

Saya sekarang melihat tokoh ini adalah yang sangat lekat dengan kekuasaan, penghormatan, nama baik, harga diri, dan aneka hal yang sifatnya sangat manusiawi dan duniawi. Meski saya tahu bahwa tokoh saya ini seorang biarawati. Saya tahu mengapa saya kecewa dengan tokoh ini. Saya melihat dia bukan tokoh yang integral antara omongan dengan tindakannya. 

Saya merasa kecewa karena untuk meneerbitkan buku ini betapa banyak energi yang dikeluarkan. betap-a banyak korban perasaan dan korban hati karena terluka. Saya tahu karena saya mendengar curhat teman yang diperlakukan begitu tak layaknya dalam pekerjaannya. Begitu banyak energi kemarahan yang digunakan oleh tokoh ini untuk meraih apa yang dia inginkan.

Lantas saya bertanya: Apakah harus energi kemarahan selalu digunakan untuk meraih sebuah project  atau kegiatan atau apa pun namanya. Apakah tak ada cara lain dengan energi relasi yang asertif, relasi yang bermartabat, relasi yang menempatkan orang lain juga terhormat,  relasi yang setara anatara kedua belah pihak? Apakah tidak lelah menggunakan energi kemarahan terus-menerus? Saya yang melihatnya saja capek! Saya atau orang lain yang terkena dampaknya terluka  dan mengeristal. Bila orang yang suka menumpuk sampah pada hatinya, lama-lama keadaan ini bisa membawa penyakit. 

Apakah mengibarkan nama itu begitu penting bagi tokoh saya ini? Apakah jati diri seseorang itu harus tercepai dengan mengibarkan nama yang melibatkan orang lain dengan energi kemarahan? Apakah semuanya tidak cukup? Apakah masih kurang kekuasaan, penghormatan, pemujaan, kepatuhan dari tiap orang yang menjadi bawahanmu? Apakah tokoh ini tidak merasa bahwa begitu banyak parasait yang memanfaatkan dia dengan cara menjilat-jilatnya dan memuja-mujinya? Apakah dia tak menyadari begitu banyak hati yang terluka karena kemarahan yang dilakukannya?

Saya tidak tahu. Namun, saya merasa begitu banyak hal yang membuat saya kecewa sekaligus saya kasihan. Saya kasihan kepada tokoh saya ini karena usia semakin renta dan fisik semakin lemah. Seiring itu ketajaman pikiran pun makin menurun. Strategi yang selama ini digunakan makin nampak bahwa itu sebuah strategi yang tidak sampai mendasar. Strategi itu sebagai strategi majikan buruh yang terbentuk karena ada manfaat. Bila tak ada uang maka bos ditinggalkan. Bila tak dapat uang bos boleh diabaikan. Apakah tokoh saya ini tak sadar bahwa begitu banyak orang yang mennipunya  demi tujuan egois mereka? 

Dalam kekecewaan saya, saya hanya bisa berdoa dengan tulus untuk dia tokoh idola saya yang sekaligus juga tokoh yang membuat saya melihat diri saya  untuk bercermin.  Segala  upaya yang dia telah lakuakn untuk saya banyak manfaatnya. namun, banyak cara juga yang terkadang membuat saya merenungkannya untuk sebuah relasi dan untuk sebuah kebebasan untuk tidak melekat pada nama baik, kekuasaan, penghormatan, dan puji-puja. Karena segala kuasa, keagungan, kebesaran, dan puji-puja hanya milik DIA semata yang mencipta segala. 
(Ch. Enung Martina)







Rabu, 13 Desember 2017

SPIRITUALITAS DALAM KITAB KAMASUTRA



Bila kita mendengar kata kamasutra, pikiran orang langsung tertuju pada sebuah buku atau kitab  yang berisi tentang sex. Pendapat umum kamasutra  merujuk hampir semua buku yang mengutas tentang aturan-aturan bercinta. Memang secara harfiah, pengertian kamasutra adalah ajaran atau aturan mengenai gairah. Tentu gairah yang dimaksud disini adalah gairah seksual. Merujuk pada istilah kamasutra umum ini, ada banyak kamasutra lain yang tersebar di wilayah Asia. Seperti, kamasutra India, kamasutra Arab, kamasutra Cina, hingga kamasutra Jawa.
Pada tulisan ini, saya akan mengetengahkan The Book of Love yang berasal dari India. Kamasutra India   sebenarnya merujuk pada sebuah kitab Kamasutra yang ditulis oleh Vatsyayana sekira 1800 tahun silam. Kama adalah keinginan, sedangkan sutra bermakna suatu metode/formula. Jadi Kamasutra sendiri dapat diartikan sebagai metode/formula bagaimana memaknai kehidupan sebagai sebuah seni dalam menyalurkan keinginan manusia dari yang terbawah (seks) menuju pada kemuliaan (cinta) dan mengapai keillahiaannya (kasih).
Menjelaskan tema seputar seks bagi masyarakat berbudaya timur kadang tidak segamblang menanamkan pengertian, misalnya tentang adab dan sopan santun atau sejumlah mata pelajaran umum seperti matematika, biologi atau fisika. Rasa tabu dan sikap pakewuh kerap menyertai suasana pembahasan tentang seks.

Karena itulah Kitab Kamasutra pun menjadi hal yang kontroversi. Sebetulnya Kamasutra India ditujukan untuk keharmonisan dan keserasian pasangan dalam hubungan seks. Pembahasan seks dalam Kamasutra yang ditemukan kembali oleh Resi Vyasa ini hanya mengulas satu bab saja tentang berbagai postur-postur sanggama. Bab-bab  yang lainnya berbicara lebih kepada arah relasi antara pasangan.  Jadi seks dalam kamasutra bukan hal yg diutamakan, tetapi relasi yang membawa pada persatuan 2 jiwa menuju yang lebih luhur itu  sangat penting. Postur-postur dalam kamasutra bertujuan utk menjadikan pasangan suami istri tidak mengalami kebosanan, serta dapat melakukan eksplorasi mengeluarkan segala " keliarannya" dng cara yg beradab.
           Kamasutra bicara secara holistik. Di dalam Kamasutra diajarkan bagaimana mencapai kepuasan lewat persatuan lelaki dan perempuan. Diulang kembali persatuan antara lelaki dan perempuan! Ini penting berkaitan dengan keseimbangan energi yang berasal dari alam semesta.  Namun kepuasan tersebut tidak hanya kepuasan fisik semata tapi juga utk mencapai kepuasan dari 5 lapisan kesadaran dari manusia. Lima lapisan kesadaran manusia mulai dari fisik, energi, mental, intelegentia, dan spiritual.
Seks adalah seni. Jika tidak dipahami secara tepat,maka perbuatan seks seorang dua anak manusia tidak lebih baik dari hewan.Karena manusia merupakan mahluk yang dianugerahi dengan potensi untuk terus dikembangkan.
           Kamasutra berbicara tentang kebebasan yang tidak bisa dibakukan. Dibutuhkan pengetahuan yang benar dan tepat tentang seks dan kesehatan. Pendidikan yang benar dan relevan tentang seks. Di Indonesia sejak zaman dahulu pendidikan seks ini telah di ajarkan oleh para resi-resi kerajaan. Candi Cetho dan Sukuh merupakan candi tempat  untuk belajar  Kamasutra, tentang bagaimana   menjalin  hubungan yang sehat dan 'nonviolence' (berkualitas).
Pemahaman masyarakat akan seks hanya sebatas untuk memenuhi kāma (keinginan nafsu birahi). Sehingga ini merupakan pemahaman yang dangkal. Apabila diperdalam pemahaman tentang kāma, dapat diketahui bahwa dalam ajarana agama Hindu khususnya yang terdapat pada pustaka Hindu yaitu Kāma Sūtra menyatakan bahwa seks bukan hanya sekadar untuk pemenuhan terhadap kāma dalam wujud nafsu, melainkan bagaimana menjadikan kāma sebagai wujud cinta dan kasih. Dengan demikian kāma dalam wujud cinta dan kasih akan membawa seseorang pada tingkat yang tertinggi yaitu untuk mencapai tujuan hidup yang paling utama (moksa) atau penyatuan (unity) antara jiwa (atman) dan Tuhan (Brahman).

            Pengetahuan serta pendidikan seks dibutuhkan sehingga tidak terjadi salah arah, mengartikan kebebasan seks sebagai sebuah kebebasan yang tanpa norma aturan/menggunakan aturan agama sebagai dalih pembenaran. Kebebasan yang tidak bertanggung-jawab ini akan membawa manusia turun ke bawah dalam tataran sebagai manusia yang utuh dan mulia. Pengetahuan yang menyeluruh dalam seni kehidupan kamasutra akan membawa manusia menjadi pribadi yang dewasa. Seks dipahami bukan sekedar pelepasan nafsu semata,namun juga dihayati dan dirasakan sebagai penyatuan jiwa. Ada entitas yang lebih tinggi daripada sebuah kenikmatan sekejap
Menurut  beberapa sumber yang saya baca hal yang ingin diungkapkan oleh Vatsyayana dalam Kāma Sūtra sesungguhnya memberikan gambaran bagaimana manusia dapat mencapai sadhana (tingkat/fase/aspek) spiritual melalui penyatuan (unity) tubuh dengan disiplin spiritual. Untuk mencapai disiplin spiritual, maka harus dilakukan dengan penuh etika. Sehingga dalam Kāma Sūtra hubungan badan itu merupakan pro kreasi, yaitu memperoleh keturunan yang baik (suputra), juga mencapai nilai spiritual luhur,  bukan rekreasi, hanya untuk mencari kesenangan nafsu (kāma) belaka.
           Puncak tertinggi dari sebuah pertemuan atau ikatan manusia dalam perkawinan adalah bagaimana mengembangkan tiap pribadi sesuai dengan potensinya. Saling mendukung,saling mensupport dalam kebaikan-kebaikan yang tetap membuat setiap individu tetap dengan keunikannya yang khas. Inilah persahabatan yang sungguh indah. Demikianlah dari anak tangga seks, manusia dilembutkan dengan cinta antara dua hati dalam geraknya mencapai keilahian yang tak terbatas.
Untuk mencapai spiritual seseorang harus mampu mengubah kāma dalam wujud nafsu menjadi kāma dengan penuh cinta dan kasih. Seseorang yang mampu mengubah kāma dalam wujud cinta dan kasih, maka dia sesungguhnya sudah memiliki kesadaran Tuhan. Segala ungkapan cinta kasih dengan kesadaran Tuhan itu dipersembahkan. Hal itulah yang menjadi kekuatan (spiritual) bagi seseorang yang sudah mampu mencapai kāma dengan penuh cinta dan kasih. “Hasil dari semua perkawinan yang baik adalah cinta kasih (Maswinara, 1997 : 165)”. Itu yang dikatakan I Wayan Winara dalam bukunya Kamasutra.

Dalam sebuah perkawinan sexualitas itu penting. Sex merupakan bagian dalam sebuah perkawinan. Dengan begitu kita bisa melihat dalam Kāma Sūtra bahwa suatu perkawinan adalah untuk membangun cinta kasih dalam suatu keluarga. Perkawinan yang penuh dengan cinta kasih akan membawa keluarga tersebut dalam kebahagiaan. Hal ini tidak terlepas dari bagaimana seorang suami istri membangun kehidupan yang selaras dan harmonis.

Demikian yang saya baca tentang Kamasutra.
(disarikan dari berbagai sumber- Ch. Enung Martina)





Jumat, 08 Desember 2017

Melayani dengan Kerendahan Hati


(Asrama Providentia, Bandung)
RENUNGAN
Minggu, 10 Desember 2017HARI MINGGU ADVEN IIYes. 40:1-5,9-11; Mzm. 85:9ab-10,11-12,13-14; 2Ptr. 3:8-14; Mrk. 1:1-8


Pada masa saya bersekolah di SPG (Sekolah Pendidikan Guru) di St. Angela, Bandungpada   tahun   1980-an,   saya   mengenal   seorang   biarawati   dari   Ordo   Ursulin.   Beliau bernama Sr. Krisentia, OSU (almarhum). Saya sangat terkesan dengan Sr. Kris, begita para   asramawati   memanggil beliau. 
(Rumah St. Angela di Jl. Supratman, Bandung)

Mengapa   saya   terkesan   pada   beliau?   Sebagaiseorang   warga   negri   belanda,   dia   rela   menanggalkan   kewarganegaraannya   untuk menjadi WNI. Beliau pernah menyatakan, “Tidak masalah saya makan dengan sambal saja. Asal saya bisa melayani di Indonesia.” Beliau melayani sebagai suster Ursulin bukan di tempat mentereng dengan sekian jabatan struktural. Beliau melayani di dapur,di kebun, dan di kandang anjing. Namun, beliaulah yang akan dicarai para asramawati pada saat kami galau dan menghadapi permasalahan kami. Beliau adalah ibu yang siap memberikan seluruh dirinya bagi kami.  Sr Kris melayanai dengan kerendahan hati.
Hal ini juga yang dilakukan oleh tokoh kita pada minggu ini, yaitu Yohanes atau Yahya Si Pembaptis. Perlu diketahui bahwa nama Yahya tercatat juga dalam Al Quran. Inilahyang diberitakannya: "Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak.Aku membaptis engkau dengan air, tetapi Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus (Mark. 1: 7-8). Yohanes adalah penyedia jalan bagi yang akan hadir kemudian yaitu Yesus Kristus.     Yohanes dikenal dengan kesederhanaan, kejujuran, dan  dan keberanian dalam pelayanannya.
Seorang   penyair   dan   apologet   Kristen   yang   bernama   C.S.   Lewis   pernah   berkata,"Kerendahan   hati   yang   sejati   bukanlah   merendahkan   diri   sendiri,   melainkan   tidak memusatkan   perhatian   pada   diri.”   Hal   ini   pula   yang   diperlihatkan   oleh   Yohanes Pembaptis.   Kalau Yohanes mau, ia bisa saja membanggakan diri atas keberhasilan dan ketenarannya. Namun ia tidak  mengambil kemuliaan itu untuk dirinya. Ia justrumengembalikan popularitas dan kemegahan itu kepada yang seharusnya menerima. Ditengah popularitasnya, ia memberitahu kepada orang banyak bahwa ada Pribadi lain yang   jauh   lebih   berkuasa   dan   lebih   mulia,   sampai   membuka   tali   kasut-   Nya   pun  ia   tidak   layak.  
Ternyata   Yohanes   Pembaptis   bukan   hanya   sederhana   di   dalam penampilan, tetapi juga rendah hati dalam pelayanan. Hal ini  disebabkan karena ia menyadari  dengan   sunguh   bahwa   dirinya  bukanlah   tokoh   utama,   melainkan   hanyautusan   yang   mendahului   kedatangan   sang   tokoh   utama,   yaitu   Yesus   Kristus.      Dalam pelayanan, terkadang kita lupa bahwa sesungguhnya diri kita hanyalah utusan. Kita seharusnya menunjukkan kepada orang lain tentang siapakah Yesus yang adalah Juru Selamat kita. Yang terjadi justru sebaliknya, yaitu kita menunjukkan keberhasilan pelayanan agar kita mendapat pujian dari orang lain.
Ketika pelayanan kita berhasil  dan dikenal banyak orang, masih bisakah kita mengembalikan segala kemuliaan hanya untuk   Tuhan?   Atau   kejadian   lain   adalah   melayani   untuk   tujuan   mempromosikan dagangan saya kepada umat lain. Tujuan yang mempunyai tendensi seperti itu kuranglayak.   Seandainya   memang   terjadi   bahwa   nama   seseorang   jadi   besar   karena pelayanan dan dagangannya jadi laris karena dibeli oleh panitia acara di gereja atau umat   lain,   itu   merupakan   berkat.   Bukan   tujuan.   Nilai   spiritualnya   berbeda.  
Bila pelayanan tujuannya  untuk hal yang duniawi, maka kita akan hanya dapat itu saja. Namun,   ketika   tujuannya   yang   spiritual,   maka   segalanya  akan   ditambahkan   Tuhan untuk   kita.   Karena   itu,   marilah  kita   melayani  dengan   rendah   hati   karena   Dia   yang datang dari Bapa pun melayani dunia dengan rendah hati sampai kesudahan-Nya.
(Ch Enung Martina)

Selasa, 05 Desember 2017

KEHENDAK BEBAS


Kehendak bebas (bahasa Inggris: free will) adalah kemampuan yang dimiliki seseorang atau sesuatu makhluk untuk membuat pilihan secara sukarela, bebas dari segala kendala ataupun tekanan yang ada.   Hal ini terkait erat dengan konsep tanggung jawab, pujian, kesalahan, dosa, dan penilaian-penilaian lain yang hanya berlaku pada tindakan-tindakan yang dipilih secara bebas. Selain itu juga berhubungan dengan konsep nasihat, persuasi, pertimbangan, dan larangan. Biasanya hanya tindakan-tindakan yang dikehendaki secara bebas yang dipandang layak untuk dibenarkan atau dipersalahkan. Terdapat banyak kekhawatiran berbeda terkait ancaman-ancaman terhadap kemungkinan adanya kehendak bebas, bervariasi berdasarkan bagaimana sebenarnya pemahaman akan hal ini, yang terkadang menjadi bahan perdebatan.

Secara sederhana pengertiannya begini: Manusia bisa taat (melakukan kehendak Allah) atau melanggar perintah Allah (berdosa). Beberapa kalangan memahami kehendak bebas sebagai kemampuan seseorang untuk membuat pilihan yang hasilnya belum ditentukan oleh peristiwa-peristiwa masa lalu.

Perlu diingat bahwa kehendak bebas menurut para theolog hanya dimiliki oleh Allah, malaikat, dan manusia. Binatang dan tumbuhan tidak mempunyai kehendak bebas. Mereka hidup berdasarkan insting. Malaikat dan Tuhan merupakan mahluk Tuhan yang juga mempunyai kehendak bebas. Kehendak bebas manusia dipengaruhi oleh dorongan biologis dan juga rohani. 

Bapa Gereja Ireneus, pernah mengatakan "Manusia itu berakal budi dan karena ia citra Allah, diciptakan dalam kebebasan, ia tuan atas tingkah lakunya" (St. Ireneus, Against Heresies/Adv. Haeres. 4,4,3).

Alkitab mengkonfirmasi tentang kehendak bebas itu, bahwa ciptaan Allah bisa berkata 'tidak' kepada Allah. Allah tidak memaksa/ memprogram manusia untuk percaya kepadanya. Dia juga tidak mengatur seseorangpun untuk menolak Allah. Iman/ kepercayaan manusia kepada-Nya sama sekali tidak dipaksakan oleh Allah. Maka, iniah kehendak bebas itu. Meski Allah bersedih ketika manusia meninggalkan Dia, dan manusia itu lebih memilih kehidupan keberdosaan, tetapi Allah tidak pernah memaksa manusia untuk mengasihi-Nya.

Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang berakal budi dan telah memberi kepadanya martabat seorang pribadi, yang bertindak seturut kehendaknya sendiri dan menguasai segala perbuatannya. Maka dengan pengertian ini, kita memahami bahwa Allah tidak dengan secara aktif menentukan segala sesuatu bagi manusia tanpa melibatkan kehendak bebas manusia, sebab jika demikian, manusia hidup seperti robot saja, yang diprogram di segala tingkah lakunya, jika demikian, ia tidak mungkin dapat dikatakan berakal budi dan mempunyai citra Allah.

Apakah kehendak bebas benar-benar bebas ? Ya. Namun,  kebebasan itu mempunyai konsekwensi. Tidak ada kebebasan mutlak. Kebebasan selalu dibatasi oleh naturnya.  Secara rohani manusia bisa melakukan kehendak Allah, tetapi karena kedagingannya ia bisa jatuh ke dalam dosa. Natur manusia sebagai ciptaan.  Ada batas kosmologis yang tidak bisa dilanggar.  Apabila manusia memilih melawan Allah, berdosa, meninggalkan Allah. Ia menanggung akibat dari ketidak-taatannya itu. Sebetulnya konsekwensi itu merupakan akibat atau buah dari perbuatan yang dilakukan oleh seseorang ketika dia melakukan tindakan-tindakannya. 

Kalau “kehendak bebas” yang didefinisikan sebagai: Allah memberi manusia kesempatan untuk membuat pilihan yang betul-betul mempengaruhi nasib mereka, maka, ya, manusia benar-benar memiliki kehendak bebas. Oleh karena itu, Dia yang memilih, juga mengizinkan individu-individu untuk memilih. 

Dengan kehendak bebas ini, Allah sungguh menghargai manusia, sehingga manusia dapat secara bebas untuk masuk dalam hubungan pribadi dengan Allah. Masuk dalam hubungan pribadi dengan Allah, yang adalah menjadi tujuan akhir manusia, sesungguhnya mensyaratkan pemberian diri secara bebas. Katekismus Gereja Katolik  (KGK) 1730  menyatakan : Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang berakal budi dan telah memberi kepadanya martabat seorang pribadi, yang bertindak seturut kehendak sendiri dan menguasai segaIa perbuatannya. 

Katekismus Gereja Katolik menyatakan : Kebebasan mewarnai perbuatan yang sungguh manusiawi. Ia menjadikan manusia bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan yang dikerjakan dengan kehendak bebas. Perbuatan-perbuatan yang dikehendaki manusia, tetap dimilikinya. (KGK 1745 ) Namun, kalau sampai seseorang salah dalam menggunakan kehendak bebasnya, maka hal ini tentu bukan kesalahan Allah, melainkan tanggung jawab orang tersebut, yang tidak mampu menggunakan kehendak bebasnya secara bertang gungjawab.

Dengan kehendak bebas ini, Allah sungguh menghargai manusia, sehingga manusia dapat secara bebas untuk masuk dalam hubungan pribadi dengan Allah. Masuk dalam hubungan pribadi dengan Allah, yang adalah menjadi tujuan akhir manusia, sesungguhnya mensyaratkan pemberian diri secara bebas. 

Demikian pula ketika manusia itu berhubungan dengan sesamanya, manusia lain dan juga dengan ciptaan Allah yang lain,   manusia diberi kebebasan untuk melakukan relasinya dan melakukan yang dikehendakinya. Namun, sekali lagi bahwa semua kehendak bebas yang dilakukan seseorang  itu membawa konsekwensi dan dampak pada diri orang yang melakukan kehendak bebas itu, pada manusia lain di sekitarnya, pada alam lingkungannya, dan pada keseimbangan semesta pada umumnya. 

Apakah Anda dan saya sudah melakukan kehendak bebas dengan bertanggung jawab?
(Ch. Enung Martina – disarikan dari berbagai sumber)