Sabtu, 16 Februari 2019

BERLITERASI KRITIS DALAM HENING MEMBAWA MENUJU PRIBADI BERHIKMAT




Proses komunikasi pada zaman ini sangat dipicu oleh pertanyaan yang langsung ditindaklanjuti dengan pencarian berbagai jawaban. Sarana-sarana pencari di internet dan jaringan sosial telah menjadi titik awal dari komunikasi banyak orang, yang berusaha menemukan berbagai nasihat dan saran, ide-ide, informasi, dan jawaban yang dirasa sesuai.

Sesungguhnya manusia zaman sekarang secara terus menerus dibombardir dengan berbagai informasi dan jawaban  atas pertanyaan-pertanyaan yang tidak pernah mereka ajukan, dan dengan berbagai kebutuhan yang tidak mereka sadari. Seseorang belum tentu ingin mengetahui tentang satu informasi. Namun, media sosial menampilkan topik tertentu. Akhirnya, seseorang dengan sengaja atau tidak sengaja, dengan niat atau tidak niat, toh informasi tersebut terbaca juga.

Dalam derasnya informasi seperti ini, diperlukan suatu hikmat untuk mampu memilah informasi yang akan dibaca. Bahkan sekali waktu seseorang perlu menolak informasi yang tak ingin ia ketahui.  Keputusan untuk memilah dan menolak suatu informasi itu adalah hak seseorang. Jika kita ingin mengenali pertanyaan-pertanyaan yang benar-benar penting saja dan berfokus pada hal-hal itu, maka keheningan adalah sebuah sarana berharga yang memampukan kita untuk mempunyai ketrampilan membedakan secara baik apa yang sungguh penting itu, di tengah meningkatnya kuantitas informasi dan data yang kita terima.

Bagaimanapun, di tengah kompleks dan beragamnya dunia komunikasi, banyak orang kemudian menemukan dirinya berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan fundamental dari keberadaan umat manusia dan informasi: Siapakah aku? Apa yang dapat aku ketahui? Apa yang seharusnya aku lakukan? Apa yang dapat aku harapkan? Apakah aku memrlukan hal tersebut? Mengapa aku memrlukannya? Adakah maknanya buatku? Adakah dampaknya bagi orang lain? Bisakah membawaku pada yang kucari?

Adalah penting untuk mendukung mereka yang mempertanyakan semua itu, dan untuk membuka kemungkinan-kemungkinan terhadap sebuah permenungan yang melahirkan refleksi dan karya reflektif. Atau membawa pada dialog yang sehat, melalui sarana kata-kata dan tukar pikiran, dan juga kepada panggilan untuk mengolahnya dalam keheningan. Sesuatu yang seringkali lebih berharga daripada sebuah jawaban yang terburu-buru, dan memungkinkan si pencari jawaban menjangkau kedalaman keberadaan mereka, membuka diri mereka kepada jalan pengetahuan yang telah diukir oleh Sang Sumber di dalam hati manusia.

Pertanyaan-pertanyaan menunjukkan kegelisahan umat manusia, yang tak henti-hentinya mencari kebenaran, mulai dari yang terpenting hingga yang kurang penting, yang mampu memberikan arti dan harapan bagi hidup mereka. Kegelisahan itu membawa mereka pada ketergesaan untuk mencari data dan informasi sehingga semua yang di dapat bersifat dangkal di permukaan. Tak hanya dangkal, juga dapat mendaatangkan malapetaka bagi dirinya dan sesame. Sehingga kegelisahan bukannya sirna malah berganti dengan kemarahan dan penderitaan.

Beberapa orang tidak mau berhenti dan tidak merasa puas dengan tukar pikiran yang mengundang pertanyaan dan jawaban hanya bersifat superfisial / permukaan saja. Banyak  pendapat-pendapat yang skeptis tentang kehidupan – pada masa ini.  Karena itu meraka berada  dalam pencarian akan kebenaran dan memendam kehausan akan kebenaran yang mereka rindukan.  Di situlah letaknya mereka saling berabgi kebenaran. “Ketika manusia saling bertukar informasi, sesungguhnya mereka sedang saling berbagi diri mereka sendiri, saling berbagi pandangan mereka akan dunia, harapan-harapan mereka, dan cita-cita mereka” (Message for the 2011 World Day of Communications).

Dalam pencarian informasi inilah, diperlukan kegiatan berliterasi yang kritis. Kritis terhadap informasi yang dibaca. Kriris terhadap diri kita untuk mempertanyakakn seberapa pentingnya informasi ini untuk kita, seberapa mendesaknya informasi itu kita perlukan?

Kekritisan kita akan lebih tajam bila kita berliterasi dalam hening. Hening yang dimaksud adalah dengan pikiran jernih dan hati yang lapang. Tidak tergesa-gesa dan tertekan. Melainkan semua disadari penuh.

Perhatian harus diberikan kepada berbagai jenis situs web, aplikasi, dan jaringan sosial yang dapat membantu manusia zaman ini menemukan waktu untuk permenungan dan mempertanyakan hal-hal yang otentik, serta untuk menciptakan waktu-waktu hening sebagai kesempatan untuk saat teduh, bermeditasi, atau saling berbagi hal yang positif dan menginspirasi. Melalui kalimat-kalimat yang singkat namun padat, kata-kata yang membangkitkan motivasi.

Sebaliknya perlu diwaspadai berbagai situs, web, jejaring sosial, dan aplikasi yang isinya membawa pada perpecahan. Konten yang memanipulas, yang memalsukan dan memutar balik kenyataan bahwa yang salah jadi benar, sementara yang benar menjadi salah.

Manusia pada umumnya ingin hidup damai dan sejahtera. Namun, bila ada situasi perpecahan, itu karena ada kerakusan yang menguasai manusia sehingga mereka mencari cara untuk memuaskan kerakusan tersebut. Mereka mencari cara untuk memanipulasi berbagai macam, termasuk data dan informasi yang diputarbalikan.

Di sinilah hikmat berlaku untuk menjadikan kejernihan hati dan pikiran dalam membedakan yang benar dan yang salah. Hikmat membuat manusia berani menyatakan bahwa yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah.  Hikmat yang mampu membawa manusia kepada hakikat yang sebenarnya sebagai Citra Allah. Hikmat akan hadir pada kala hening ada dalam setiap hati.

Tidaklah mengherankan bahwa berbagai tradisi agama yang berbeda, sama-sama menghargai kesendirian dan keheningan sebagai sebuah keadaan yang berharga yang membantu manusia menemukan jati dirinya kembali dan menemukan Kebenaran yang memberi makna kepada segala hal. Dengan demikian akan membawa manusia pada hikmat yang membuat hidup mereka lebih terarah bukan hanya pada dirinya sendiri an kelompok atau golongannya (eksklusif),  melainkan membawa manusia pada sesamanya siapa saja, bahkan yang bersebrangan dengannya (inklusif). (Ch. Enung Martina)