Minggu, 17 Maret 2019

Gua Maria Sawer Rahmat di Desa Cisantana



Tulisan kali ini penulis mengajak umat Ambrosius berkunjung ke Tatar Pasundan.
Gua Maria Sawer Rahmat terdapat di sebuah desa di Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat bernama Desa Cisantana. Cisantana terletak di lereng sebelah timur kaki Gunung Ciremai pada ketinggian lebih kurang 700 meter dari permukaan laut. Menurut data di HP, koordinat GPS : S6°56'57.9" E108°26'43.2" Akses jalan : S6°56'51" E108°26'47.5". Daerah tersebut merupakan wilayah pertanian dengan suhu udara yang cukup dingin. Menurut catatan di Gereja Cisantana, umat Katolik di daerah ini berjumlah lebih kurang 1.200 orang yang sebagian besar hidup dari pertanian dan beternak sapi perah.

Berbicara tentang awal pembangunan gua ini, mengingatkan penulis pada pengalaman penulis tahun 1989 ketika pertama kali  penulis bertugas mengajar sebagai guru SMP Yos Sudarso, Cigugur, Kuningan. Kala itu, selain sebagai guru, penulis juga menjadi asisten pimpinan rohani untuk Legio Maria Junior di Paroki Kristus Raja, Cigugur, Kuningan Jawa Barat. Sebagai legioner, anak-anak remaja yang menjadi anak asuh penulis sering mendapat tugas membantu dalam pembangunan Gua Maria Sawer Rahmat yang letaknya di Bukit Totombok. Tugas mereka mengangkut bantu dari lembah menuju ke puncak bukit (yang sekarang jadi gua dan salib)
Tugas yang berat memang. Namun, para remaja desa ini kuat dan bersemangat. Seperti pada umumnya remaja desa, mereka sudah terbiasa bekerja membantu orang tua di sawah atau di ladang. Namun, mereka juga tetap mempunayai komunitas sebagai anak remaja Katolik.

Sungguh saya merindukan masa itu. Kami berjalan kaki dari Cigugur mendaki sampai Cisantana. Tak lupa membawa bekal makan minum. Lalu mulailah kami memindahkan bongkahan batu dari lembah menuju ke bukit. Kami bekerja sambil bercanda (heureuy) dalam bahasa Sunda. Sangat seru dan akrab. Sesudahnya kami menikmati bekal kami di bawah naungan pohon – pohon rindang dan semilirnya angin gunung. Roamntis sekali bukan?

Gua Maria Sawer Rahmat dibangun atas inisiatif umat Paroki Cigugur-Cisantana. Gua ini terletak di sebuah bukit yang bernama Bukit Totombok, sebelah barat Desa Cisantana.  Menurut cerita rakyat, bukit itu diberi nama Totombok karena daerah itu hampir tidak pernah mendatangkan keberuntungan jika dijadikan areal persawahan. Dengan kata lain, Totombok adalah bukit yang selalu menombok. Dari  bukit inilah orang dapat memandang lepas kota Kuningan dan sekitarnya. Dahulu Bukit Totombok dianggap angker oleh penduduk setempat. Namun, setelah adanya Gua Maria,  Sawer Rahmat kini telah menjadi tempat wisata rohani yang  seringkali menjadi tempat prosesi keagamaan. Peresmian Gua Maria Sawer Rahmat ini dilakukan pada tanggal 21 Juli 1990.
Perjalanan dimulai dari lembah. Di sini dibangun sebuh area Taman Getseani. Dari area ini ke arah kanan dimulai dengan alur untuk prosesi jalan salib dengan 14 perhentian. Di setiap perhentian ada lukisan  sesuai dengan peristiwa sengsara Yesus menurut Injil. Selain itu ada juga altar yang digunakan umat untuk berdoa dan menyalakan lilin.

Pada perhentian kedua belas, terdapat salib besar,  letaknya di Bukit Totombok yang mengarah ke Waduk Darma. Bila pepohonan tidak menghalangi, panorama Waduk Darma bisa tampak. Salib besar ini merupakan peringatan  ketika Yesus wafat di kayu salib. Salib ini juga merupakan tanda menancap dan mengakarnya iman umat Katolik di Tatar Sunda. Setelah melalui 14 perhentian, tibalah umat di Gua Maria Sawer Rahmat. Di gua ini air alami perbukitan gemercik bagai musik alam yang mengiringi doa yang terpanjatkan dari para peziarah.

Patung Bunda Maria berdiri tegak dan anggun pada sebuah gua yang di bawahnya mengalir air yang jernih. Air ini berasal dari sebuah curug (air terjun). Curug tersebut berada di kaki sebelah selatan bukit dan penduduk mengenalnya dengan Curug Sawer (jatuhnya air seperti yang "disawerkan"). Itu sebabnya gua itu disebut Gua Maria Sawer Rahmat.

Setiap malam Jumat Kliwon, atau Jumat Agung, di Gua Maria ini berlangsung acara Misa Suci. Pada upacara Jumat Agung itu, prosesi dimulai dengan upacara pembukaan di Taman Getsemani. Acara itu kemudian dilanjutkan dengan "kisah sengsara" melalui prosesi jalan salib. Lalu, penghormatan salib di salib besar di bukit itu, tabur bunga di makam Yesus, dan upacara komuni di Gua Maria. Acara ini biasanya terbuka untuk umum.
Dalam perjalanan pulang, umat Katolik menuruni anak tangga yang terpisah dari perjalanan mendaki. Itu dimaksudkan agar umat yang telah selesai berdoa tidak mengganggu perjalanan ibadah peziarah yang baru datang.
Sesampainya di area parkiran, di salah satu pojok, kita dapat melihat area pemakaman desa. Pemakaman  sederhana ini  sebagaimana pemakaman di desa-desa yang lain. Yang menarik adalah bentuk nisan di pemakaman ini  bermacam-macam bentuknya. Kita bisa melihat terdapat nisan berbentuk salib, sebagaimana ciri makam umat Kristen, dan nisan berbentuk pipih lonjong, sebagaimana ciri nisan pada makam umat Islam. Dan yang saya ketahui tak pernah ada sengketa tentang pemakaman ini antara pemeluk Keristen atau Muslim seperti yang viral di media yang terjadi di beberapa daerah/tempat.

Sekedar informasi bagi yang ingin berziarah ini  yang bisa membantu:
GUA MARIA SAWER RAHMAT Alamat:  Cisantana, Cigugur, Kuningan.
Rute: a. Jakarta - Cirebon - Kuningan, sebelum masuk kota Kuningan, diterminal Cirendang belok kanan menuju Cigugur (3 km) dari Cigugur naik ke Cisantana
b. Jakarta - Bandung - Tasikmalaya - Kuningan - Cirebon. Sebelum masuk kota Kuningan (sesudah Waduk Darma) atau di Cigadung belok ke kiri melewati Cigugur kemudian naik ke Cisantana.
Akomodasi: Penginapan : ada penginapan di Cisantana untuk 50-60 orang atau hotel di Kuningan. Makan : Hubungi WKRI Cisantana attn. Ibu Gunawan (0233) 875234

(Ch. Enung Martina)

Rabu, 13 Maret 2019

SEBUAH MIMPI


MIMPI MENUJU STATSIUN KHERUGMA


Jam 02,48 dini hari, Kamis 14 Maret 2019. Terbagun dalam keadaan sadar=sesadar-sadarnya. Bangun dari pembaringan dan duduk perlahan menurunkn kaki untuk menapak lantai. Rupanya saya bermimpi. Mimpi yang menarik. Saya berada di suatu rumah yang entah rumah siapa. Menantikan bis yang akan membawa saya ke suatu tujuan. Saya sudah memesan bis tersebut dan memastikan bahwa saya akan menaikinya. Pemesanan melalui HP. Saya merasa sangat yakin bahwa saya pasti tak akan ditinggalkan oleh bis tersebut. Saya sudah berdandan dengan baju yang sepertinya baju kerja. Namun, saya belum memakai sepatu saya. Tiba-tiba seseorang memberitahu bahwa bis sudah dekat. Lantas bergegas saya menggunakan sepatu saya dan berlari ke pinggir jalan untuk mengahadang bis. Telat! Bis sudah menderu sekitar 10 meter di depan saya. Saya berteriak, tapi bis tetap melaju. Lantas beberapa lama kemudian ada bis lain di belakangnya. Namun, bis itu tidak lewat di jalan tempat saya berdiri. Ia langsung berbelok di tikungan sebelum menuju jalan kea rah saya. Kemabli saya berteriak-teriak. Namun, tetap bis tak melihat saya.

Saya kecewa dan jengkel sekali. Tiba-tiba teman saya Ibu Rini datang. Ia menyatakan bahwa untuk tiba di tempat yang ingin saya tuju ada alat transportasi lain yaitu kereta barang. Saya bisa mencegatnya dan menumpang kereta itu di perempatan jalan. Di sana kereta akan melambat maka biasanya orang-orang akan meloncat untuk menaikinya.

Saya merasa tersemangati karena ada harapan lain sampai di empat yang akan saya tuju. Hingga saya bangun tempat yang akan saya tuju tak jelas. Namun, saya merasa tempat tersebut tempat saya bekerja.

Akhirnya saya memutuskan diri untuk berjalan menuju perempatan tempat kereta api barang itu ada. Maka saya berjalan menyusuri jalan pedesaan itu. Benar saja saya melihat ada kereta barang yang lewat dan beberapa orang mulai menaikinya. Kereta itu berlalu. Saya jadi yakin bahwa kereta itu memang ada dan sewaktu-waktu bisa lewat.

Lantas saya berjalan lagi. Akhirnya saya menemukan ada jalan semacam rel. namun jalan itu sangat berkabut atau tepatnya penuh kepulan asap sehingga pemandangan tak begitu jelas. Saya merasakan bahwa ini memang jalan yang dimaksud. Saya mendengar akan ada satu kendaraan yang lewat di situ. Maka saya minggir ke tepi takut tertabrak.

Saya maasih melihat situasi. Tiba-tiba di antara kabut itu ada seorang perempuan yang memegang kertas. Saya mengira itu adalah tiket. Saya meminta kertas itu. Perempuan tersebut memberikannya pada saya. Dia memandang saya seolah ingin minta uang. Tapi tak terucap untuk meminta uang. Saya ragu memberi uang atau tidak. Tapi saya memutuskan tak memberinya uang.

Saya membawa kertas tersebut ke arah perempatan tempat orang-orang menghadang kereta barang. Saaya berjalan lagi. Dan tiba di sana. Benar saja banyak orang yang sudah mengantri di sana. Saya melihat mereka berbicara bukan dalam bahasa yang saya kenal. Mereka orang asing. Dugaan saya mereka turis. Saya melihat kebangsaan mereka dari sosok dan warna kulit mereka. Sepertinya mereka orang Asia (Jepang) dan perpaduan denga bule (Eropa atau Amerika).

Tiba-tiba ada seorang perempuan lain yang meminta kertas yang diberi perempuan sebelumnya. Ia menyatakan bahwa itu bukan karcis. Lantas dia menunjukkan karcis yang ada pada tangaannya. Saya meminta apakah saya boleh menukarnya. Ia mengangguk. Saya menukarkan kertas saya dengan karcis yang bentuknya seperti karcis pesawat. Saya memutuskan untuk memberi uang pada perempuan kedua. Saya menyorongkan uang selembar 20.000 yang warnanya masih sangat hijau karena itu uang baru. Perempuan itu menerimanya.

Karcis sudah ada di taangan saya. Lantas saya clingak-clinguk untuk mencari info tentang cara-cara saya naik. Kemudian saya melihat ada seorang laki-laki  petugas yang mengatur langsir kereta di sana di antara suasana temaram dan kabut sekitar saya. Dia menatap saya dan mengatakan satu kata yang tak begitu jelas. Saya membaca gerak bibirnya. Lantas saya mendengar sekilas bahwa  saya harus turun di statsiun Yoima atau Kherigma. Dua kata itu berseliweran di telinga dan otak saya.

Ketika saya bangun saya masih memikirkan 2 kata itu. Lantas saya memutuskan untuk bermeditasi karena saya tak bisa tidur lagi.

Dalam meditasi saya, impian tadi ahdir kembali. Lantas saya mengingat bahwa sore tadi saya sempat menangis di ruang cuci di alntai 2 rumah saya. Biasanya saya mencuci sore hari ketika saya selesai memasak dan membereskan lantai bawah rumah saya. Tempat cucian saya ada di lantai 2 karena sekalian ada tempat penjemuran. Biasanya saat saya menunggu mesin cuci membersihkan pakaian yang saya masukkan, saya akan duduk di sudut raunagn sambil bermeditasi sebisa saya. Tujuan meditasi saya untuk menimba energi karena dari pagi hingga sore saya pecicilan. Nah, ada kesempatan duduk sendiri di ruang cucian di antara tumpukan baju kotor dan derunya mesin cuci.

Saat meditasi sore itu, ingatan lantas tertuju pada peristiwa yang saya alami di tempat kerja. Hari itu memang sangat tidak nyaman bagi saya dan teman-teman sejawat. Perasaan itu muncul saat saya bermeditasi. Lantas saya mempertanyakan: Bapa, saya nggak ngerti dengan apa yang terjadi. Saya juga nggak ngerti tentang pribadi yang menjadi atasan/boss saya. Saya nggak ngerti kenapa cara yang diambil untuk mengingatkan seseorang dan memecahkan suatu masalah kok selalu mencari cara yang kasar dan menyinggung perasaan banyak orang. Saya merasa sangat lelah dan bosan. SAYA SUDAH TERLUKA. Saya sangat muak! Kini banyak orang yang juga terluka.  Saya mempertanyakan: Bapa adakah cara yang lebih baik dari yang selama ini digunakan. Bapa kepada siapa lagi kami harus bercerita? Kami tak punya tempat untuk mengadu. 
Senja itu, saya curhat pada Tuhan. Saya menangis dan masih dengan pernyataan: Saya tidak mengerti!

Rupanya kecamuk hati saya terbawa sampai ke mimpi. Namun, kala saya bermeditasi pada dini hari itu, saya merasakan bahwa Bapa Surgawi saya sangat mencintai saya. Saya menerjemahkan mimpi saya yang absurd itu dengan menghubungkannya dengan situasi saya dan pekerjaan saya di kantor/sekolah.

Pengertian dalam meditasi tentang mimpi saya tertuju pada 2 kata yang diucapkan laki-laki di tempat langsir kereta. Namun kata yang tertangkap yaitu kherigma. Saya teringat dengan kata itu. Kata itu saya ketik saat saya membuat laporan tahunan Legio Maria bulan Oktober tahun lalu (2018). Kherigma atau kherugma adalah salah satu bidang dari 5 hal yang harus dilakukan oleh seorang legioner. Sebenarnya itu merupakan pancatugas Gereja.  Kelima hal itu adalah: liturgia, kherugma (pewartaan), martyria (pengorbanan), koinonia (persekutuan, dan diakonia (pelayanan).  

Dalam meditasi itu, saya tercekat. Karena pengertian saya dibawa bahwa saya harus turun di Statsiun Kherigma untuk melanjutkan ke tempat tujuan saya yang berikutnya. Laki-laki di tempat langsir kereta tahu bahwa saya akan menuju suatu tempat. Tapi saya harus turun dulu di Statsiun Kherigma untuk bisa sampai di tempat yang akan saya tuju. Dari Statsiun Kherigma itu akan ada kereta lain yang membawa saya ke tempat tujuan saya.

Di pagi buta itu saya merasa betapa Bapa Surgawi mencintai saya dengan sepenuh hati. Betapa dia memberikan penghiburan dan petunjuk kepada saya. Pertanyaan dan kegalauan saya kala senja kemarin di tempat cucian itu,  jawabannya adalah permasalahan kamu harus dibawa dalam kherigma. Statsiun Kherigma adalah statsiun untuk melanjutkan ke satu tujuan yang dikehendaki oleh Bapa Surgawi.

Saya tahu bahwa saya tiap hari berdoa. Namun, Bapa Surgawi menghendaki doa saya jauh lebih intens dan lebih dalam daripada yang selama ini saya lakukan. Saya harus duc in altum melebihi dari yang saya lakukan selama ini. Selain itu saya juga diharapkan menjadi pewarta kabar sukacita. Saya diharapkan menjadi orang yang membawa suka cita di antara orang-orang yang saya temui. Bukan orang yang membawa kepanikan atau kesedihan. namun, membawa terang yang membuat orang mempunyai harapan. Jawaban dari pertanyaan saya akan ditunjukkan oleh Dia. Juga ke amna saya harus menuju akan ditunjukkan setelah saya melalui Statsiun Kherigma.

Sementara kata Yaoma ketika saaya cari maknanya di internet ini yang saya dapat:

Yaoma-Yaoma (permainan tradisional)

Cara memaninkannya: Ini merupakan permainan yang saling mengadu nyanyian. Dua kelompok anak masing-masing bergandeng dengan kelompoknya lalu secara bergantian menyanyikan semboyan Kami ini orang kaya yaoma-yaoma. Kemudian kelompok lain membalas Kami ini orang miskin yaoma-yaoma. Titik penghabisan permainan ini adalah ketika salah satu kelompok yang mengaku miskin menyanyikan semboyan bahwa mereka menginginkan anak dari kelompok yang kaya, atau sebaliknya. Di antara yang kaya dan yang miskin sama-sama boleh meminta anak ataupun memberikan anak. Hingga habislah anak mereka, permainan akan diulang kembali. (http://sayangianak.com/mainan-anak-yang-jarang-dimainkan-oleh-anak-masa-kini-dan-cara-memainkannya/)

Apa maknanya bagi saya? Saya belum merenungkannya lebih jauh. (Ch. Enung Martina)