Minggu, 28 April 2019

Crux Sacra Gaudii Mei


BIARLAH SALIB SUCI KRISTUS MENJADI SUMBER SUKACITAKU

( Crux Sacra Gaudii Mei)


Kenangan penuh syukur tahbisan imamat:

Redemptus Febri Ferdinand Laleno, OSC

Robertus B. Evodeus Karunia Lembaga, OSC

Peter Elvin Atmaja Hidayat, OSC


Rabu, 24 April 2019, pukul 17.00 WIB, Gereja Santo Ignatius, Baros, Cimahi, Jawa Barat. Senja di Kota kecil Cimahi menjadi saksi tiga putra dari tiga keluarga mengikatkan janji dengan berkaul untuk mengabdikan diri mereka keapada Tuhan di bahawah naungan Salib nan Suci. Perarakan masuk dari pintu utama ke panti imam secara berurutan dari seremoniarius, pembawa peupaan beraroma, pembawa lilin, para putra altar, tiga orang Diakon yang akan ditahbiskan, para Diakon petugas, para Imam Konselebran, para Imam asisten, dan Bapa Uskup sebagai selebran utama yang diikuti dua putra altar yang membawa mitra, buku perayaan, dan membawa tongkat gembala Uskup.

Di depan altar para peserta perarakan berlutut. Semua konselebran menuju ke altar berdua-dua secara bergantian mencium altar. Kemudian mereka duduk di bangku di panti umat yang telah disediakan. Uskup Bandung, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC mendupai salib dan altar. Berikutnya Bapak Uskup giliran yang didupai putra altar. Dengan didampingi para Imam Asisten, Bapak Uskup berdiri di depan katedra. Sementara perarakan berlangsung, koor dengan syahdu menyanyikan lagu Salib Pembawa Damai.  

Ketika perarakan itu masuk, saya melihat satu persatu mereka memasuki ruangan dengan pakaian liturgi meraka. Mereka tampak pas dan gagah dengan pakaian tersebut. Saya melihat bebarapa wajah yang saya tak asing lagi dengan mereka. Di antaranya para pastur yang beberapa waktu berselang pernah saya menjadi umat mereka. Yang kentara tampak berbeda adalah Pastur Rutten dengan sosok bulenya. Tampak ia berjalan dengan agak limbung menandakan bahwa usia tak lagi mampu disembunyikan. Ada perasaan hangat yang mengalir pada tubuh saya ketika mereka masuk. Ada kekaguman yang terselip di hati menyaksikan para pria yang dengan keberanian mereka mengikrarkan diri untuk setia menjalani panggilan hidup mereka menjadi seorang pastur. Inilah para pria yang berani mengambil jalan hidup mereka untuk melampau kodrat mereka sebagai laki-laki. Saya tahu itu pasti tak mudah. Itulah kekaguman saya pada mereka.

Bacaan pertama yang diambil pada Ekaristi Agung ini diambil dari Kisah Para Rasul 10: 37-43. Bacaan kedua diambil dari Roma 12: 4-8.  Injil yang dibawakan saat itu dari Yohanes 15: 9-17.

Setelah, liturgi sabda, tibalah pada ritus tahbisan imam. Dengan mengenakan mitra, Bapak Uskup duduk di depan altar. Imam Asisten 1 memanggil para diakon calon imam. Para calon imam menjawb sambil berdiri di tempat yang ditentukan. Para daikon calon imam satu persatu menghadap Bapak Uskup; mereka terlebih dahulu memberi penghormatan kepada Bapak Uskup dengan membungkukkan badan. Iamam Asisten 1, Pastor Basilius Hendra Kimawan, OSC, selaku Pastor Provinsial OSC di Indonesia, mendampingi para calon imam, beliau berdiri di samping mereka dan mengajukan para calon imam. “Bapak Uskup yang mulia, Bunda Gereja yang kudus  dan seluruh umat Allah memohon agar Bapak Uskup menahbiskan saudara-saudara kita ini ke dalam tugas pelayanan sebagai imam.” Ada Tanya jawab tentang layak tidaknya para calon imam. Ketika dikatakan bahwa mereka layak, maka Uskup menyatakan memilih ketiga calon imam tersebut untuk ditahbiskan menjadi imam.

Khotbah Bapak Uskup dalam Ekaristi tersebut seputar panggilan hidup. Bahwa karunia panggilan itu aneka macamnya. Semuanya saling melengkapi. Karunia itu berlaku tanpa syarat, tanpa kondisi. Kita mempunyai karunia berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugrahkan Tuhan kepada kita. Gunakanlah karunia itu dalam panggilan kita.

Setelah homily dilakukanlah ritus janji calon imam. Para calon imam berdiri di hadapan Bapak Uskup. Terjadilah dialog Antara Bapak Uskup dengan calon imam sesuai panduan yang berlaku.

Setelah ucap janji para calon imam, semua berlutut, sementara itu para calon imam merebahkan diri di hadapan altar sebagai ungkapan pasrah dan ketidakpantasan. Kemudian litany Para Kudus pun dinyanyikan bergantian oleh solis dan umat. Setelah litany selesai, Bapak Uskup berdiri, lalu beliau berdoa dengan tangan terentang. Calon imam tetap meniarap dan umat tetap berlutut.

Setelah semua umat berdiri dengan tertib, Diakon Petugas memebrikan penjelasan bahwa sebentar lagi Bapak Uskup akan menumpangkan tangan ke atas saudara-saudara  yang telah dipilih untuk ditahbiskan menjadi imam. Seluruh imam yang hadir di situ juga akan melakukan hal yang sama. Umat diminta mengikuti ritus ini dengan khidmat.

Setelah Bapak Uskup dan para imam yang hadir menumpangkan tangan pada para calon imam terpilih, para calon masih tetap berlutut di hadapan Bapak Uskup. Bapak Uskup melambungkan doa tahbisan imam. Para imam konselebran pun turut mengulurkan tangan kanan ke arah para calon terpilih secara bersamaan.

Doa tahbisan selesai. Bapak Uskup duduk dengan mengenakan mitranya. Para imam asisten berdiri di sampingnya. Para orang tua iamam baru sudah siap di belakang putranya masing-masing. Imam baru satu persatu berlutut di hadapan Bapak Uskup. Stola diakon dilepas diganti dengan stola imam. Bapak Uskup menyerahkan stola dan kasula kepada imam baru dengan menyebutkan nama lengkap imam baru sambil berkata: Jadilah pelayan umat yang baik. Masing-masing imam baru menjawab: Mohon doa Bapak Uskup. Para imam baru mengenakan kasula dan stola dibantu oleh orang tua masing-masing. Sementara itu koor menyanyikan lagu Panggilan Hidupku hingga selesai pengurapan tangan.

Sementara umat dan koor menyanyikan lagu Panggilan Hidupku, Bapak Uskup mengurapi tangan para imam baru satu persatu dengan minyak krisma sambil berkata: Melalui kuasa Roh Kudus, Allah bapa telah mengurapi Tuhan Yesus Kristus. Semoga Ia mendampingi engkau demi pengudusan umat kristiani dan demi persembahan kurban bagi Allah. Setelah usai pengurapan, Bapak Uskup dan imam baru membersihkan tangan dengan roti. 


Ritus yang berikutnya adalah masuk ke persembahan. Wakil-wakil keluarga membawa persembahan. Koor dan umat menyanyikan lagu Trimalah Harum Setanggi. Persembahan yang dibawa oleh wakil keluarga adalah piala dan patena yang berisi hosti besar, wakil kedua membawa ampul berisi air dan anggur, yang ketiga membawa sibori berisi hosti-hosti kecil, dan yang lainnya membawa buah dan bunga.

Persembahan itu diserahkan oleh para wakil keluarga kepada Bapak Uskup. Bapak Uskup menerimanya. Lalu Bapak Uskup menyerahkan persembahan itu  kepada imam baru satu per satu untuk diletakkan di altar sambil berkata: (Menyebutkan nama lengkap imam baru) Terimalah bahan persembahan ini, yang dibawa oleh umat Allah yang kudus, sadarailah yang engkau lakukan; hayatilah yang engkau rayakan, selaraskanlah hidupmu dengan Misteri Salib Tuhan.

Setelah itu Bapak Uskup berdiri dan memberikan salam damai kepada para imam baru sambil berkata: Damai Tuhan bersamamu. Lalu dijawab para imam baru: Bersama Bapak Uskup juga. Para imam konselebran pun memberikan salam sebagai tanda kolegialitas presbiterat (rasa setia kawan terhadap teman sejawat.sesama imam).

Sementara itu koor menyanyikan lagu Unum in Deum. Para iamam baru mempersiapkan altar untuk Liturgi Ekaristi. Setelah beres, salah satu mempersilakan Bapa Uskup. Mereka berdiri di dekat Bapak Uskup. Para iamam asisten mengapit mereka. Ritus ini diiringi lagu persiapan persembahan.

Selesai persembahan, maka masuklah pada Doa Syukur Agung. Saat lagu Kudus dinyanyikan Misdimar mengambil wiruk-dupa dan berlutut di depan altar.

Bapak Uskup menumpangkan tangan (epiklesis) di atas roti dan anggur. Para imam konselebran juga melakukan tata gerak epiklesis, tetapi hanya dengan tangan kanan terulur ke arah roti dan anggur.  Dengan tangan terentang, bergantian dengan Bapak Uskup, para imam baru mendoakan Doa Syukur Agung. Saat Doksologi hanya dinyanyikan oleh para imam konselebran. Sementara itu, daikon petugas mengangkat piala dan para imam baru yang berdiri persis di sebelah Bapa Uskup mengangkat tinggi sibori-sibori. Demikian juga bapak Uskup mengangkat sibori. Berjalanlah pembagian komuni seperti pada umumnya.

Pada ritus penutup, petugas mengajak para umat berdiri dan mempersilakan para imam baru tampil di depan altar untuk memberikan berkat pertama.

Para imam baru kembali ke panti imam, bergabung dengan para konselebran. Bapak Uskup kembali ke altar. Diakon petugas mengajak umat berdiri untuk menerima berkat meriah. Hening sejenak. Lalu Bapak Uskup mengenakan mitra dan mengulurkan tangannya ke arah umat sambil memberikan berkat meriah untuk pemimpin gereja, untuk umat Allah, untuk kehadiran para gembala sejati di tengah umat Allah, dan untuk umat yang hadir di situ. Berkt diakhiri dengan perutusan.

Akhirnya, Bapak Uskup meninggalkan Gereja dengan urutan seperti pada perarakan masuk pertama tadi. Lagu pengiring pun dinyanyikan yaitu Yesus Mengutus Murid-Nya. Maka selesailah Misa Pentahbisan. Masih dilanjutakn dengan sambutan dari panitia, wakil orang tua imam baru, imam baru, juga Pastor Provinsial OSC.

Hari sudah petang. Cimahi sudah berselimut kegelapan. Cahaya lampu kota dan  kendaraan menerangi kota kecil ini. Perlahan kami bergerak kea rah depan untuk memberikan selamat keada ketiga imam baru. Akhirnya, diterangi lampu jalanan kendaraan kami membawa kami kembali ke BSD untuk menembus kemacetan di sana-sini. Dalam hati, kami berharap akan masa depan pelayanan para imam baru ini. saya berdoa setulus hati untuk mereka. (Ch. Enung Martina)


Senin, 22 April 2019

ARTIKEL KESETIAAN PEREMPUAN


KESETIAAN MARIA PADA SANG PUTRA

“Ad Jesum per Mariam” (Menuju Yesus melalui Bunda Maria).  Bagi saya, kata-kata itu tidak mudah untuk dijalankan. Barangkali proses pemahaman tentang hal ini akan memakan waktu sepanjang hidup saya, dan kiranya  hari demi hari Tuhan menambahkan kepada kita pemahaman yang semakin mendalam.


Dari kutipan itu, kita melihat bahwa Maria diberi kedudukan tinggi oleh Sang Putra. Kita mengetahui bahwa bagaimana Sang Bunda dalam seluruh hidupnya mengikuti Sang Putra. Sang Bunda adalah pengikut pertama Sang Putra. Dalam setiap kehidupan Sang Putra,  bahkan sejak dalam rahimnya, Bunda selalu ada untuk Sang Putra. Karena itu, Maria adalah tokoh historis dalam tradisi kekristenan, diakui atau tidak oleh gereja-gereja di luar Gereja Katolik.

Bunda Maria adalah figure seorang ibu yang setia berada di sisi perjalanan hidup Sang Putra. Refleksi kita tentang  Sang Bunda adalah dari tokoh ini kita  menemukan pesan seluruh hidupnya mengarah pada Ilahi,  juga tentang kesetiaan yang dimilikinya dalam menjalankan perannya sebagai ibu sejak saat diberi kabar oleh Malaikat Gabriel, kehamilannya yang menghebohkan, kelahirannya yang bermasalah,  pegasuhannya yang penuh kesabaran, pendampingannya yang tiada tara, bahkan kesetiaan dan ketabahan saat Sang Putra meregang nyawa.

Bunda Maria melakoni semuanya dengan penuh hikmat. Maria tidak hanya menjalani perannya tersebut seperti kebanyakan perempuan lain menjalankan perannya. Namun, beliau melakonimya dengan segenap jiwa dan raganya. Saya sebagai perempuan yang sekaligus seorang ibu pun tak terbayangkan bagaimana beliau melakoni semua dengan begitu tabah, setia, dan sangat elegan.  Saya dan juga para perempuan, serta para ibu di dunia ini tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan ketabahan dan kesetiaan beliau.
Bagi perempuan ini, Maria, kesetiaan sebagai sebuah harga mati yang tak bisa ditawar dengan nilai-nilai apapun atau tak dapat dikompromikan dengan pertimbangan-pertimbangan manusiawi apapun.  Hal yang akan menjadi sangat istimewa ketika kita merenungkan dan mrefleksikan kesetiaan tokoh ini. Kita akan merasakan betapa ke-Ilahi-an ada pada dirinya. Betapa jiwa yang dalam dan luas ada padanya. Betapa cinta yang besar bersemayam pada dirinya. Dan betapa iman yang tak terukur mendasari semua yang dilakukannya.

Bila saya berbicara tentang  perempuan hebat ini, adanya hanya kekaguman yang tak terhingga untuk Bunda Termulia. Rasa hormat dan cinta saya dapat saya rasakan di dalam dada saya hingga air mata saya menggenang di pelupuk. Begitu pula para pelukis, para penyair, para pujangga, dan para seniman melukiskan hormat dan kagum mereka pada permepuan ini. Betapa banyak karya seni yang tercipta karena inspirasi dari perempuan ini.

Adalah memahami apa itu kesetiaan, tak semudah mengatakannya. Jika kesetiaan itu hanya sampai pada pengalaman untuk memilih satu nilai yang dianggap lebih penting dari nilai yang lainnya dan keputusan untuk terus berpegang pada nilai itu, tentu saja tidak ada yang istimewa pada figure Maria. Lalu apakah kesetiaan itu?

Maria, Perawan yang Setia

Seluruh perjalanan hidup Maria menampilkan seorang pribadi yang memiliki di dalam dirinya teladan kesetiaan. Sejak kalimat yang diucapkan di hadapan Malaikat Gabrie : Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku sesuai kehendak Allah….. Jawaban hamba yang diberikan Maria kepada utusan Allah itu merupakan sebuah uangkapan kesadaran dirinya untuk taat pada kehendak Allah dan segala hal yang terjadi di dalam hidupnya sebagai konskuensi pilihan untuk taat. Pilihan menjadi hamba Tuhan tidak hanya menuntut Maria untuk taat pada kehendak Allah melainkan juga setia melakukan kehendak Tuhan di dalam hidupnya.

Kesetiaan Maria kepada kehendak Allah tidak hanya terungkapkan dari jawaban kata-kata belaka. Seluruh hidup dan keputusan Maria merupakan jawaban yang kuat untuk setia kepada kehendak Allah. Maria tidak hanya sampai pada jawaban “YA” secara verbal, tetapi kemudian juga terungkap dari ketaatannya untuk melahirkan putera Allah yang menjadi manusia dan kemudian dengan setia pula memelihara dan membesarkannya. Menjadi seorang ibu pada usia yang sangat muda bukanlah hal yang tidak memiliki tantangan. Namun tantangan tidak menghalangi kesetiaan Maria untuk merawat, melahirkan dan membesarkan Yesus.

Demikian pula ketika puteranya mulai berkarya, Maria dengan setia datang menemui-Nya. Ia tidak memikirkan segala kesibukan dirinya. Saya membayangkan, Maria juga ibu rumah tangga biasa yang punya setumpuk pekerjaan di rumahnya. Namun,  ia  meninggalkan semuanya itu dengan lebih memilih untuk mendampingi puteranya. Maria telah setia di sisi puteranya sejak kecil.  Saat Sang Putra tertinggal di Bait Allah, sebagai seorang ibu ia kuatir putranya hilang. Ia berpikir seperti para ibu pada umumnya. Ke mana pun anaknya pergi selalu ada di bawah pengawasannya. Apalagi dia sangat sadar bahwa putranya bukan anak sembarang anak. Namun, semua itu dia simpan di dalam hatinya. Ia menyimpan segala perkara dalam hatinya.

Hidup Yesus bukan hanya untuk berkarya melalui pewartaan melainkan juga melalui kerelaan mengambil bagian dalam penderitaan dan salib. Pengalaman salib ini bukan hanya menjadi pengalaman Yesus melainkan juga pengalaman Maria yang sejak awal telah memilih untuk setia. Bahkan di dalam pengalaman ini pun, Maria tetap tampil sebagai ibu yang setia mendampingi Yesus dalam pergulatan-Nya.

Kesetiaan Maria boleh saja dilihat sebagai salah satu keutamaan yang ada pada dirinya dan membuat diamini sebagai wanita yang disebut berbahagia oleh sekalian bangsa. Akan tetapi, lebih dari sekadar keutamaan yang ada pada dirinya, kesetiaan menjadi bagian dari hidup Maria yang menemani perjalanannya menjawab panggilan Allah.

Maria menjadi Bunda Gereja

Tidak hanya berhenti sampai Yesus disalib. Kesetiaan Maria hingga ketika Yesus bangkit mulia, dan naik ke Surga. Bahkan,dalam perjalanan gereja dewasa ini, kesetiaan Maria bukan hanya menyangkut ketataan kepada kehendak Allah melainkan juga kesediaan yang terus menerus untuk menjadi pengantara rahmat Allah kepada anak-anak manusia. Manusia dari jaman ke jaman masih saja menikmati rahmat Allah yang dikaruniakan dengan perantaraan Maria. Maria menjadi wanita yang setia untuk menjadi pengantara setiap doa dan harapan manusia.

Akhir dari perjalanan hidup Maria di dunia ini adalah dengan pengangkatannya ke surga dengan jiwa dan raganya. Ini bukan pertama-tama tentang fakta historis melainkan ungkapan iman yang mendalam tentang Maria. Kehidupan wanita ini sunggguh sebuah kehidupan yang istimewa dan terluput dari dosa duniawi.

Kekudusan Maria selama hidupnya, membuat dia diimani sebagai wanita istimewa yang dikaruniai pengangkatan ke Surga. Selain itu juga kesetiaannya sebagai bunda kepada Yesus di dunia ini tidak dapat dihentikan begitu saja oleh persoalan-persoalan ataupun pengalaman-pengalaman duniawi melainkan kesetiaan itu adalah kesetiaan untuk selama-selamanya. Kesetiaan keduanya tidak lain adalah ungkapan cinta yang mendalama antara ibu dan anak. Itu sebabnya juga, pengalaman-pengalaman duniawi bahkan tak mampu memisakan cinta yang mesra antara ibu dan anak ini. Maka pengangkatan Maria ke surga juga merupakan buah dari kesetiaannya kepada sang Putera.

Maria pada saat yang sama menerima tugas untuk menjadi ibu bagi anggota-anggota gereja. Mengapa gereja? Sebagai mempelai Kristus tentu saja Kristus sengat mengasihi gereja-Nya. Maka kehadiran Yohanes (murid yang dikasihi Yesus) dan Maria di bawah salib tidak lain menjadi lambang kehadiran Maria dan gereja di bawah salib.

Maka, di bawah salib, Maria mendapat tugas baru yakni mendidik mempelai Kristus yang tak lain adalah Gereja itu sendiri agar oleh keutamaan-keutamaan hidup seperti yang dimiliki Maria, Gereja juga mengalami proses peng-Ilahi-an dirinya. Namun demikian, usaha itu hanya dapat tercapai manakala setiap anggota Gereja mau terbuka menerima Maria dan menyerahkan diri untuk dibimbing oleh keutamaan-keutamaan ibu yang setia ini. Kiranya kasih setia Tuhan ada pada kita semua sehingga kita mampu meneladani kesetiaan dari Bunda Gereja, Bunda Segala Bngsa. Bunda Maria doakanlah kami, anak-anakmu. (Disarikan oleh Ch. Enung Martina)

Pustaka:
Montfort, Louis Marie Grignion., Bakti Sejati Kepada Maria, Bandung: SMM, 2009
_____ ., Rahasia Maria, Bandung: SMM, 2009
Stinissen, Wilfried., Maria Dalam Kitab Suci Dan Dalam Hidup Kita, Malang: Dioma, 2005



Jumat, 19 April 2019

(PUISI RENUNGAN JUMAT AGUNG 2019)



SIAPAKAH AKU DI HADAPAN SANG SABDA?



Pada mulanya adalah Firman ;
Firman itu bersama-sama dengan Allah  dan Firman itu adalah Allah.

AKU bukan dari dunia ini begitu DIA bilang
indra manusiawiku tak mampu mencerna
aku tak mampu memahami misteri
aku tak beda dengan para rasul : merasa ragu

masing-masing kita mengambil jalan sendiri

Ia dihina dan dihindari orang, hingga sekarang
Ia sangat dihina,
Dia dianiaya
Dia  tidak membuka mulut-Nya
Ia mengambil alih hukuman yang sebenarnya pantas aku terima,
Dia yang tak berdosa menderita sebagai pendosa.

Biarlah bumi sunyi-senyap pada hari ini, karena inilah hari di mana Penciptanya mati.
Namun, Ia akan membenarkan banyak orang oleh hikmat-Nya

Kematian dan kebangkitan-Nya membuka peluang surga bagiku
Namun, ampunan itu miliku
suatu realitas yang dapat kucicipi di sini dan sekarang

(Ch. Enung Martina- kala hujan sangat deras setelah penyembahan Salib, Vila Melati Mas, St. Ambrosius, 19 April 2019)



Kamis, 18 April 2019

RENUNGAN PRIBADI PADA JUMAT SUCI 2019 (Matius 20:1-16)


Orang Upahan di Kebun Anggur


Sejak dulu saya sangat penasaran dengan cerita tentang orang upahan di kebun anggur. Setiap kali saya membaca, saya melihat memang tidak adil. Mata manusia saya tidak melihat keadilan. Memang hal ini didasarkan pada pengalaman pribadi sendiri sebagai orang upahan. Ada beberapa pengalaman pribadi yang mirip denagn cerita ini. Dengan pengalaman pribadi ini saya cenderung menjadi orang yang bersungut-sungut karena merasa tak adil juga. Bila dibandingkan dengan cerita tersebut, saya merupakan orang upahan yang bekerja dari pagi buta hingga matahari terbenam. Jelaslah, bahwa saya merasa diperlalkukan tak adil oleh majikan saya.

Namun, pada Tahun Hikmat ini, saya mendapat enlightment ‘pencerahan’ tentang cerita ini. Pencerahan ini saya dapatkan ketika saya mengikuti seminar Kitab Suci yang diberikan oleh Romo Josef Sutanto, Pr. di St. Ambrosius, Vila Melati Mas.

Mari kita lihat utuhnya cerita tentang orang upahan di kebun anggur di bawah ini:

“Adapun hal Kerajaan Allah sama seperti seorang pemilik kebun anggur yang  pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya.

Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar lagi dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar. Katanya kepada mereka: Pergilah juga kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan kepadamu. Lalu mereka pun pergi.

Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia keluar dan melakukan sama seperti tadi.

Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan melakukan sama seperti tadi. Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? Kata mereka kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku.

Ketika hari malam pemilik kebun itu berkata kepada mandornya: Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka, mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk pertama.

Lalu datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul kira-kira pukul lima dan mereka menerima masing-masing satu dinar. Kemudian datanglah mereka yang masuk pertama, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi mereka pun menerima masing-masing satu dinar juga.

Ketika mereka menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada pemilik kebun itu, katanya: Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari.

Tetapi pemilik kebun itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk gterakhir ini sama seperti kepadamu. Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?

Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang pertama dan yang pertama akan menjadi yang terakhir. (Mat 20:1-16) 

Untuk bisa memahami cerita ini kita harus lihat latar belakang pembagian waktu berdasarkan tradisi Yahudi. Pembagian waktu dalam tradisi Yahudi atau jadwal tradisional dalam tradisi Yahudi seperti berikut: Matins (12 PM) (tengah malam), Lauds (jam 3 AM/pagi), Prime (6-9 AM),  Underne (9-12AM), Sexte (12-3PM-siang), None (3-6 PM/sore), Vesper (3-6 PM – senja), Compline (9-12 PM/malam).

Dalam cerita dikatakan bahwa Pemilik Kebun Anggur pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. Diperkirakan itu sekitar pembagian waktu Prime ( 6-9 PM). Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya. Romo Josef menjelaskan bahwa saat itu adalah zaman susah. Kalau orang mendapatkan pekerjaan itu adalah hal yang dinanti-nantikan. Mereka adalah para buruh lepas yang bukan pegawai tetap. Jadi bisa dibayangkan bahwa ketika mendapat pekerjaan pada hari itu mereka sudah sangat beruntung sehingga bisa mendapat upah untuk hari itu, 1 dinar. Jika dirupiahkan setara dengan gaji buruh harian (UMR) kira-kira Rp 125.000.

Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar lagi dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar. Ini berarti Pemilik Kebun Anggu keluar lagi mencari pekerja pada pembagian waktu Underne. Romo Josef menjelaskan bahwa  kalau golongan pertama tadi para upahan ini beruntung karena mereka mendapat pekerjaan dari pagi. Semenatra orang-orang golongan kedua adalah para lelekai yang sedang kongko di pasar menantikan orang yang menawari pekerjaan. Mereka sudah merasa kuatir, takut tidak mendapat pekerjaan untuk hari itu. Begitu mendapat tawaran dari Pemilik Kebun Anggur, pasti mereka seneng. Hati mereka ayem karena mendapat upah untuk kari ini. Artinya anak istri di rumah tidak kelaparan.

Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia (pemilik kebun anggur)  keluar dan melakukan sama seperti tadi. Ini artinya pembagian waktu pada kuadran 3- Sexte. Itu berarti hari semakin siang. Para pekerja yang mendapat pekerjaan akan mengalami deg-degannya lebih daripada golongan 1 dan 2. Mereka membayangkan bahwa sudah siang mereka belum mendapat pekerjaan. Artinya  hari ini anak-istri bakal kelaparan. Tak ada tepung untuk membuat roti atau sayuran sekedarnya atau sedikit tetelan daging. Untuk makan malam nanti. Golongan pekerja yang mendapat pekerjaan pada kurun waktu ini, rasa syukurnya lebih banyak.

Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan melakukan sama seperti tadi. Jam kerja di sana berakhir pukul 6 sore. Kita bisa membayangkan bahwa pekerja dari kelompok yang keempat ini adalah buruh yang nyaris tak mendapat pekerjaan. Nyaris menganggur hari itu. Anak istri nyaris kelaparan karena kepala keluarga tak mendapat uang untuk hari itu. Kita membayangkan betapa mereka sudah berdoa dari pagi hingga siang. Mungkin kala matahari tergelincir ke barat, mereka sudah melepaskan harapan mereka untuk hari itu. Kita perhatikan bahwa mereka bukan orang malas. Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? Kata mereka kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Betapa mereka akan sangat bersyukur ketika Pemilik Kebun anggur menawarkan pekerjaan. Mungkin mereka akan mau ketika diminta untuk kerja lembur. Demi memberi nafkah anak istri, mereka akan sanggup melakukan pekerjaan hingga jauh malam sekali pun. Saya membayangkan kalau situasi itu diri saya, saya akan sujud syukur mendapat pekerjaan di penghujung hari.

Ketika saya mendapat pencerahan ini, rasa ketidakadilan yang selama ini saya rasakan ketika membaca cerita ini, seketika sirna. Dulu saya sebel banget ketika Si Pemilik Kebun Anggur berkata: Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati? Namun, ketika saya mendapatkan pengetahuan ini saya merasakan bahwa diri saya meleleh dan lumer oleh rasa yang sangat bersyukur. Saya bersyukur karena saya tergolong upahan tetap yang bekerja tanpa harus kuatir untuk tidak mendapat pekerjaan pada hari itu. Saya sangat bersyukur karena segalanya lebih dari cukup untuk saya dan keluarga. Saya berlimpah dengan berkat yang diberikan untuk saya.

Maka meneteslah air mata syukur di pelupuk mata saya.  

(Christina Enung Martina, Jelupang, Jumat Agung 2019)







Selasa, 16 April 2019

HIKMAT ADALAH .....




SIAPAKAH HIMKAT?

Hikmat  tidak hanya sekedar kata
Dia tidak bebal
Dia menggunakan pengetahuan dengan benar
Dia adalah kebajikan yang penting
Dia personifikasi Metis sang pemilik kepandaian
dan Athena putrinya yang perkasa, bijaksana, dan ringan tangan
Dia keluar dari kepala Zeus
Dia adalah kesaktian yang empunya kekuatan gaib

Hikmat adalah pemikiran sekaligus pemahaman
Dalam dan tajam persepsi dan penilaiannya
Pertimbangan dan pengetahuannya universal: tak memihak
Dia adalah kecerdasan
Kebijaksanaan
Akal budi
Akal sehat
kecerdikan

Dia  filo dan sofia
Dia meresap dalam dialog filsuf
Sekaligus yang metafisik
Dialah pemahaman sebab-akibat
Dia tahu jawaban dari mengapa
lebih dalam dari sekadar mengetahui bahwa
yang diminta Salomo
dia berlandaskan pada rasa takut akan Sang Hikmat

Hikmat berseru nyaring di jalan-jalan
ia memperdengarkan suaranya
ia hadir bersama Sang Pencipta sebelum permulaan penciptaan
bahkan turut mengambil bagian dalam penciptaan itu sendiri
orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran  darinya
sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta
melainkan hati yang di dalam dada
bila tak mampu mengenalinya
                                                             (pencari hikmat: Enung Martina)