Minggu, 29 Maret 2020

Khasanah Gereja: Salus Populi Romani



Gambar ajaib, Pelindung Wanita Romawi termasuk salah satu yang dipersiapkan untuk ibadat  yang dipimpin Paus Fransiskus di teras Basilika St. Petrus, Vatikan. Pada kesempatan itu Paus  memberikan berkat “Urbi et Orbi” dan “Indulgensi Penuh” tanpa kehadiran umat, Jumat, 27/3, pukul 18.00 (waktu Roma), atau pukul 24.00 WIB.

Salus Populi Romani begitu gambar itu dijuluki. Gambar ajaib ini adalah ikon Maria yang paling dicintai dan dihormati di Roma, Italia. Terletak di Cappella Paolina dari Saint Mary Major Basilica di Roma, yang dikenal oleh para peziarah berbahasa Inggris sebagai Kapel Lady. Gereja, Saint Mary Major - St.  Maria Maggiore, Roma   dianggap sebagai basilika patriarki Romawi ketiga. Gereja dan Kapel Maria ini berada di bawah perlindungan khusus para paus.

Seperti pada umumnya kita ketahui seni dalam Gereja Katolik, ikon merupakan seni yang merupakan pemujaan dalam tradisi  Bizantium. Ikon ini merupakan gambar Madonna dan Sang Anak,  Kristus yang memegang buku Injil.  

Beberapa pihak berwenang mengklaim gambar Salus Populi Romani dapat ditelusuri ke periode pasca-ikonoklastik abad kedelapan.

Paling lambat pada abad ke - lima, itu dihormati sebagai gambar ajaib, dan sejak saat itu dianggap gambar yang sangat dihormati dan kemudian digunakan oleh para Yesuit untuk mendorong devosi kepada Bunda Allah. Nama yang diberikan untuk jenis gambar Maria ini dalam ikonografi adalah "Hodegetria," kata yang berarti "Panduan Jalan." Kata, "Hodegetria" - sebagaimana diterapkan di sini - berasal dari dasar biara "pemandu," "Hodegon," di Konstantinopel. Diperkirakan bahwa gambar jenis ini pernah terletak di sebuah kapel di sana.

Seperti yang terlukis di ikon itu, Yesus bersandar di lengan kiri Bunda Maria, lengan kanannya sedikit terangkat penuh berkat. Di tangan kirinya ia memegang sebuah buku (Injil),  Dia tampak menatap ibu-Nya; Pandangan Maria memandang ke arah orang-orang. Kebanyakan gambar Hodegetria menggambarkan tangan kanan Maria menunjuk kepada Kristus. Di Salus Populi Romani, tangan kanan Maria menyilang di atas kirinya dalam pelukan lembut anak itu.

Maria digambarkan sebagai wanita yang memandang ke arah orang-orang, memandang mereka dengan tatapannya untuk berpusat pada putra ilahinya. Putranya, Yesus, bersandar dengan ringan, hampir tanpa beban di lengannya. Dia memberkati orang-orang yang dilihat-Nya, Dia memandangnya, ibu-Nya, sebagai salah satu dari mereka, tetapi terutama sebagai orang yang berbagi paling intim dalam Inkarnasi-Nya.

Breviary Romawi menyatakan, Setelah Konsili Efesus (431) di mana Bunda Yesus diakui sebagai Bunda Allah, Paus Sixtus III mendirikan sebuah basilika di Roma, tepatnya  di Bukit Esquiline.  Sebuah basilika yang didedikasikan untuk menghormati Bunda Suci Allah. Setelah itu disebut Saint Mary Major dan itu adalah gereja tertua di Barat yang didedikasikan untuk menghormati Santa Perawan Maria.

" Salus Populi Romani adalah salah satu dari yang disebut "gambar Lukas." Ada banyak di seluruh dunia yang dikaitkan dengan Santo Lukas. Asal usul "gambar Lukas" tidak diketahui, tetapi legenda atau tradisi telah menyimpannya  selama berabad-abad. Terungkap bahwa setelah Penyaliban, ketika Bunda Maria pindah ke rumah St. Yohanes, ia membawa serta beberapa barang pribadi - di antaranya adalah meja yang dibuat oleh Penebus di bengkel Santo Yosef.

St. Lukas melukis potret Bunda Allah. Hal itu dilakukannya di  atas meja ini (buatan Yesus)  yang digunakan untuk mengabadikan gambarnya. Sambil menggunakan kuas dan catnya, St Lukas mendengarkan dengan cermat ketika Bunda Yesus berbicara tentang kehidupan putra-Nya, fakta-fakta yang kemudian dicatat oleh sang Penginjil dalam Injilnya.

Legenda tersebut  juga memberi tahu kita bahwa lukisan itu tetap berada di dalam dan sekitar Yerusalem sampai ditemukan oleh St. Helena pada abad keempat. Bersama-sama dengan relik suci lainnya, lukisan itu diangkut ke Konstantinopel di mana putranya, Kaisar Constantine the Great, mendirikan sebuah gereja untuk penobatannya. "(Joan Carroll Cruz, Gambar Ajaib Our Lady, 1993, hlm. 137)

Berbeda  dengan tradisi di atas tentang ikon ini disebutkan bahwa  gambar khusus ini sendiri tidak dapat ditelusuri persis waktu pembuatannya. Ditaksir  dibuat antara abad ketiga belas - kelima belas terakhir.  Ikon ini  umumnya dihormati sebagai mukjizat dan kemudian dianggap sebagai Madonna Jesuit.

Apa yang membuat gambar ini ajaib?
Jawabannya ditemukan dalam asal-usul misterius yang terbungkus dalam sejarah keberadaan ikon ini.  Fakta bahwa ikon ini  telah bertahan  dari waktu ke waktu, dan banyak kisah ajaib perlindungan yang dikaitkan dengan Bunda Maria yang dicitrakan di dalamnya.

Kisah keajaiban itu Antara lain:
Selama masa kepausan St Gregorius Agung (590-604) wabah menyerang orang-orang Roma dengan kejam, membunuh seluruh keluarga. Paus  Gregorius dengan sungguh-sungguh berdoa kepada Bunda Maria. Selama festival Paskah ia membawa gambar tersebut  dalam prosesi khidmat. Sesampainya di Mausoleum Hadrian (sekarang bernama San Angelo), sebuah paduan suara malaikat terdengar menyanyikan nyanyian Kebangkitan yang menggembirakan:
Regina coeli, laetare, alleluia;
Quia quem meruisti portare, alleluia;
Resurrexit sicut dixit, alleluia.
Tanpa ragu-ragu, Paus suci menambahkan:
Ora pro nobis Deum, alleluia.

Konon katanya setelah Paus Gregorius mengucapkan kata-kata ini, di atas Mausoleum Hadrian muncul seorang malaikat, yang dipercaya sebagai St. Michael.  

Para paus di masa lalu dan masa kini mengungkapkan devosi mereka kepada Maria di depan gambar tersebut. Demikian pula halnya Paus Fransiskus yang kita lihat mengusung ikon Bunda Maria ini dalam Ibadat Petang yang beliau pimpin pada hari Jumat, 27 Maret 2020 jam 18.00 waktu Roma.

Beberapa Bapak Gereja yang juga berdevosi kepada Maria di depan ikon ini adalah St. Stanislaus Kostka; Ignatius Loyola (pendiri Yesuit), yang merayakan Misa pertamanya di sini pada malam Natal tahun 1538; dan Santo Fransiskus dari Borgia, jenderal ketiga Yesuit. Fransiskus dari Borgia adalah orang pertama yang mengajukan petisi kepada Paus untuk memperbanyak gambar (ikon) ini untuk rumah-rumah belajar Yesuit.

Di seminari Bavaria (Jerman).   di sana gambar itu dikenal sebagai Mater-admirabilis, kemudian,  Mother Thrice Admirable. Seluruh spiritualitas berkembang dari implikasi teologis Maria sebagai Bunda Allah, dan Bunda Penebus.  

Perlu dicatat tentang "menyalin" gambar Salus Populi Romani oleh para seniman di berbagai tempat dan negara terdapat kesamaan, tetapi juga sedikit nuansa yang membuat "salinan" unik untuk setiap tempat. Contohnya penyebarannya ke Cina, di sana  ia dikenal sebagai Madonna dari Singanfu. Salinan Cina abad keenambelas yang tepat terletak di Museum Sejarah Nasional Chicago Field.

Keinginan untuk berhubungan dengan tradisi kuno tempat devosi Maria yang pertama di gereja Roma memiliki peran yang harus dimainkan. Gambarnya tidak sama, tetapi tautannya atau hubungannya tetap ada. Terhubung pada yang asli, Salus Populi Romani, Sang Bunda Pelindung Roma.

Disarikan oleh C. Enung Martina dari:
https://udayton.edu/imri/mary/s/salus-populi-romani.php
http://romojostkokoh.blogspot.com/2018/02/pesta-translasi-ikon-sp-maria-salus.html



Sabtu, 28 Maret 2020

Urbi et Orbi dari Sri Paus Fransiskus (Jumat, 27 Maret 2020)



Pada hari Jumat 27 Maret 2020 pukul 18.00 waktu Roma atau pukul 24.00 WIB, Bapa Suci Fransiskus memimpin ibadat Adorasi Sakramen Maha Kudus dan Berkat Urbi et Orbi di Lapangan Santo Petrus tanpa kehadiran umat beriman.

Urbi et Orbi, terjemahan langsungnya "kepada kota [Roma] dan kepada dunia," adalah sebuah kalimat pembukaan baku dari pengumuman-pengumuman Gereja Katolik Roma. Kalimat ini sekarang digunakan untuk menandakan sebuah pernyataan kepausan dan pemberkatan apostolik yang ditujukan kepada Kota Roma dan kepada seluruh dunia.
Sebetulnya berkat ini diberikan oleh Paus biasanya pada Hari Raya Natal dan Paskah. Namun, Urbi et Orbi kali ini dilakukan untk situasi khusus. Ibadah ini bertujuan untuk mengajak umat Katolik dan Kristen bersatu bersama Paus Fransiskus menghadapi kesulitan dunia akibat merebaknya penyebaran covid-19 yang telah menewaskan ribuan nyawa di seluruh dunia.

Inilah berkat khusus yang diberikan Sri Paus dalam suasana sedih, di mana hampir setengah populasi dunia mengalami kondisi lockdown atau kuncitara (kunci sementara) sehubungan penyebaran Coronavirus Disease atau COVID-19.

Dalam suasana hening dan khidmat beriring rinai hujan, Sri Paus Fransiskus yang berusia 83 tahun berbicara kepada seluruh umat Kristiani di pelbagai belahan dunia. Seluruhnya terhubung lewat sarana telekomunikasi serba modern. Mulai radio, televisi, streaming YouTube, serta Facebook, dan perangkat online yang lain.

Sudah berminggu-minggu hingga sekarang kita dalam keadaan muram," kata Paus. “Kegelapan yang tebal telah menyelimuti  alun-alun kita, jalan-jalan kita,  dan kota-kota kita. Kemuraman itu telah mengambil alih hidup kita, mengisi segala sesuatu dengan keheningan yang menekan, dan kekosongan yang menyedihkan.  Kehampaan yang menghentikan kesibukan; kita merasakannya di udara, kita melihatnya dalam gerakan orang-orang, dan tatapan mereka. "

Beliau menyatakan dalam situasi ini, kita merasa takut dan tersesat, seperti para murid yang perahunya dalam bahaya akan tenggelam,  sementara itu Yesus tidur di buritan. Pandemi Covid-19 telah mengingatkan kita bahwa kita semua berada di kapal yang sama. Jadi kita  berseru kepada Yesus sepertipPara murid bertanya kepada-Nya, "Guru, apakah kamu tidak peduli jika kita binasa?" Pastinya kata-kata tersebut akan mengguncangkan Yesus.  Karena Yesus lebih dari siapa pun peduli pada kita. 

Paus Francis kemudian mengambil pertanyaan Yesus: “Mengapa kamu takut? Apakah kamu tidak memiliki iman? " Di lautan badai kita sekarang, kita sekarang berteriak: "Bangun, Tuhan!" Sekarang bukan waktu penghakiman Allah, tetapi waktu kita sendiri: "waktu untuk memilih apa yang penting dan apa yang berlalu, waktu untuk memisahkan apa yang perlu dari apa yang tidak."

Paus mengatakan bahwa kita dapat mengambil pelajaran dari banyak orang yang - meskipun takut - telah bertindak dengan memberikan nyawa mereka, termasuk tenaga medis, pegawai supermarket, petugas kebersihan, pastor, petugas polisi, dan sukarelawan. Beliau menyatakan “adalah kekuatan Roh dicurahkan dan dibentuk dalam penyangkalan diri yang berani dan murah hati pada orang-orang ini.”

Situasi sekarang ini membuat kita melihat kembali tentang arti kemandiriaan kita atau lebih tepatnya keegoisan kita. Iman dimulai “ketika kita menyadari bahwa kita membutuhkan keselamatan” dan tidak mandiri. Iman memerlukan juga orang lain. Tuhan membawa ketenangan ke dalam badai kita, karena dengan Tuhan yang hidup kita tidak akan mati. ”

Jadi Tuhan meminta kita sekarang, di tengah-tengah badai, "untuk membangunkan kembali dan mempraktikkan solidaritas dan harapan yang mampu memberikan kekuatan, dukungan, dan makna pada jam-jam ini ketika segala sesuatu tampak menggelepar karena ketakutan."

disarikan oleh Ch. Enung martina dari sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Urbi_et_Orbi
https://katoliknews.com/2020/03/26/jumat-27-maret-paus-fransiskus-sampaikan-berkat-urbi-et-orbi/
https://www.vaticannews.va/en/pope/news/2020-03/pope-francis-urbi-et-orbi-blessing-coronavirus.html


Senin, 23 Maret 2020

ARTIKEL TENTANG SOLITUDE


DALAM SOLITUDE KUTEMUKAN JAWABAN

pic by Bob Martopranoto
Kata solitude bila diterjemahkan secara sederhana artinya adalah keadaaan menyendiri/sendirian, tapi tidak merasa kesepian/sendirian malahan justru menghantarkan kita kepada kesadaran diri/mawas diri. Bahkan menemukan pencerahan.

Solitude is a state of being alone without being lonely and it can lead to self-awareness (sumber: psychology today).

pic by Bob Martopranoto

Solitude bukan loneliness. Solitude  adalah positive state karena kita memilih untuk tenang dan mengisi waktu di ruang batin kita dengan nilai-nilai yang positif yang memulihkan jiwa dan tubuh kita. Bahkan mungkin hal yang spiritual. Sedangkan loneliness adalah negative state, kita merasa nelangsa, sepi dan kosong. Pada akhirnya kekosongan itu merusak jiwa dan tubuh kita. Walaupun, cenderungnya orang yang berdiam diri di tengah keramaian akan merasakan kesepian. Namun, ada juga yang tidak. Justru kebalikannya karena dia sepenuhnya menyadari yang terjadi di sekeliling. 

Nah, orang yang sedang dalam posisi solitude tidaklah demikian. Sejatinya yang harus terjadi ketika kita berdiam diri (solitude) bukanlah kesepian namun menyadari tentang dua hal. Pertama, mendengar suara kita sendiri dan kedua mendengar ada suara lain, ada orang lain, suara semesta, dan menyadari  ada pribadi lain yang selalu memperhatikan yaitu Sang Pencipta kita.

pic by Bob Martopranoto

Dalam situasi dunia yang terpapar pandemic virus corona, semua orang dipaksa untuk berada di rumah masing-masing. Pada  situasi ini diharamkan untuk berkelompok, berserikat, bersekutu, atau berada dekat bersama-sama. Semua kembali ada dirinya amsing-masing. Jauh-jauh dengan orang lain dulu untuk beberapa waktu yang tak tentu hingga keadaan terpantau aman dan sehat.

Banyak orang merasa terganggu dengan situasi ini. Orang merasa keepian, bosan, dan takut karena sendiri. Ya, kesendirian memang menyebalkan. Tapi kesendirian juga  adalah sepenggal bagian dari proses pendewasaan. Tak perlu merasa gundah gulana. Situasi ini memang berat, tapi ada banyak hikmah yang didapat jika kita mampu bersikap dengan tepat. Kesendirianmu bukanlah akhir dari segalanya. Dunia masih berputar dan mataharipun terbit membawa harapan. Nikmatilah saat-saat sendiri dan terisolasi yang seperti ini.

pic by Bob Martopranoto

Kesendirian adalah keintiman dalam sepi. Inilah momentum yang tepat bagi diri kita untuk lebih produktif dan kreatif dalam berkarya untuk mengerjakan apa yang selama ini tertunda. Misalnya menyiangi bunga di pot-pot, membereskan halaman, merapikan rumah, membereskan lemari dan memilah isinya, merapikan file di laptop, membuang sampah di HP, belajar memasak, belajar memasukkan benang ke jarum, membaca buku yang sudah dibeli tapi masih tersimpan manis di rak, membaca Al Kitab, belajar ngaji. Dan banyak lagi kegiatan positif dan membangun yang bisa dilakukan.

pic by Bob Martopranoto

Apapun itu. Jangan dulu kita jatuh dalam keluhan dan marah-marah, ngomel panjang pendek karena bete. Pandang momen ini sebagai kesempatan yang baik bagi dirimu untuk melakukan eksplorasi personal secara mendalam.

Ya memang ini berat. Apalagi bagi orang yang terbiara dengan keramaian, kesibukan, dan relasi sosial. Kita seolah-olah ditelan waktu yang kian melambat dan melumat diri. Taklukanlah! Buatlah ini sebagai satu titik balik untuk melakukan refleksi dan evaluasi atas hidup yang telah, sedang, dan akan kita lalaui. Percayalah, ketika berhasil menjinakkan ruh negatif dalam diri, kita akan menjadi pribadi yang menanggapi berbagai tantangan dan keadaan  dengan lebih bijak.

Bersyukurlah atas kesendirian ini sebab tidak setiap saat kita berdaulat atas waktu di dunia. Kita saat ini menerima  salah satu anugerah paling mewah, yakni waktu. Sebab, kesendirian membuat kita merasa bahwa waktu begitu melimpah. Tidak usah terburu-buru bangun dan mencari kendaraan ke tempat kerja atau ke sekolah. Kita bekerja dan belajar dari rumah. Jangan sampai keadaan ini berubah menjadi kekecewaan ketika kita tak dapat memanfaatkan anugerah waktu yang telah diberikan.

pic by Bob Martopranoto

Sadarilah, keadaan ini bisa membawa kita pada keberadaan kita yang SOLITUDE.  Meski kita bekerja dan belajar dalam kesendirian tak akan membuat kita kehilangan relasi bersama dunia luar.  Kita bisa masih tetap  memelihara pertemanan kita, yang paling utama dari itu kita juga mempunyai waktu yang lebih lama bersama keluarga kita. Biasanya setiap anggota keluarga mempunyai urusan dan acaranya masing-masing. Urusan kantor, sekolah, kuliah, pergaulan, menggereja, dan aneka acara yang sepertinya tak pernah selesai. Nah, sekarang kita selo. Waktunya untuk menikmat rumah. Sambil mengerjakan tugas sekolah dan tugas kantor atau berbisnis dari rumah, kita juga menikmati setiap sudut rumah kita.

pic by Bob Martopranoto

Selain waktu yang melimpah, kepekaanmu dan kesadaran  terhadap sekeliling akan meningkat. Kita baru menyadari bahwa hal yang remeh temeh dan kecil-kecil itu ternyata penting dan membuat kita aman serta seimbang. Misalnya suara tetangga yang selama ini tak pernah kita simak. Mungkin selama ini terdengar, tetapi kita tidak mendengarkan. Karena kita belajar dan bekerja di rumah, anak tetangga yang nangis dan berceloteh ternyata lucu ya. Atau ternyata di halaman rumah kita ada tumbuh kerokot dan tumbuhan lain yang tak kita kenal.

Dengan adanya virus corona yang mengancam banyak orang ini, kita mulai menyadari detail-detial kehidupan yang selama ini dianggap hanya membuat rumit, sebaliknya, kita menyadari bahwa  detail-detail kecil kehidupan itu sangat berharga. Anugerah ini membuat hidup kita berjalan sesuai iramanya. Bila salah satunya terhenti, maka akan mengganggu ritual kehidupan ini.  Misalnya yang selama ini terabaikan adalah detail kecil pencernaan dalam tubuh kita, suhu tubuh, helaan nafas, detak jantung, denyut nadi, dan aneka ritme tubuh kita.

pic by Bob Martopranoto

Kesendirian membawa kita juga pada permenungan tentang kenapa semua hal ini terjadi dalam hidup kita? Pengalaman suka-dulka yang teralami silih berganti muncul. Yang jelas bahwa dalam situasi yang dianggap sangat buruk pada saat itu, ternyata bisa terlewati juga. Kita  sadari bahwa jalan keluar berasal dari langkah-langkah terdekat dan detail kecil yang tepat. Atau justru dari sederetan langkah yang muncul melalui kekuatan hati dan pikiran dengan suatu bimbingan yang kita tak tahu sumbernya. Sebagian kita menyadari bahwa itu bimbingan Ruh atau Tuhan atau Semesta atau apa pun orang menyebutnya. Jika sudah demikian, bukankah kita  telah mengetahui dan menyadari  akan harapan di masa mendatang?  Sebab, kita menjadi  terbiasa memperhitungkan dan memperhatikan  yang selama ini luput tak diperhatikan oleh orang lain juga diri kita. Untuk itu, tak perlulah merasa bosan, cemas, takut dengan situasi dan  dalam proses semua ini.

pic by Bob Martopranoto

Sekali lagi, ini adalah kesempatan untuk berada dekat dengan diri sendiri juga keluarga. Kehidupanmu adalah berkah yang paling istimewa dan hakiki. Kita semua pasti akan memperjuangkannya.

Satu yang paling penting : melalui peristiwa dan keadaan ini,  kita belajar bagaimana menghargai kesendirian (solitude) seutuh mungkin. Kehidupanmu akan penuh dan tak pernah lagi ragu untuk saling menghargai.  Kita selalu menempatkan penemuan dan pertemuan  kita dalam kehidupan  dengan selalu melihat sisi baik dari setiap individu dan juga peristiwa. Selanjutnya, kita banyak menyadari dan diteguhkan tentang betapa manusia tidak dilihat adari aagamnya, jabatannya, hartanya, atau juga rasnya. Muncul sebuah keyakinan bahwa sifat yang peka, menghargai, dan menghormati, dan peduli satu sama lain merupakan bagian dari kehidupan yang tak bisa lagi ditawar.

pic by Bob Martopranoto

Ya, dalam kesendirian yang solitude kita menemukan jawaban bahwa semesta sedang menyeimbangkan dirinya. Akan ada perubahan yang terjadi setelah semua ini berlalu. Perubahan akan pandangan hidup, value, juga termasuk pandangan tentang ritual kepercayaan, serta hakikat manusia sebagai ciptaan yang merupakan bagian dari semesta yang terhubung.

Mari tetap saling mendoakan dan memberi semangat untuk selalu bersyukur dalam merayakan kehidupan. (Ch. Enung Martina)

Minggu, 15 Maret 2020

REFLEKSI TENTANG VIRUS CORONA


VIRUS CORONA V.S. IBADAT YANG SEJATI

Laut ambon


Setelah bergulirnya virus corona, saya melihat begitu besar dampaknya pada kehidupan manusia. Tidak hanya berkaitan dengan hal sifatnya material saja, tetapi juga dengan hal yang rohani.

Virus corona bukan hanya merenggut ribuan nyawa tetapi juga mengubah tata cara kehidupan manusia di seluruh dunia mulai dari interaksi sesama maupun proses berhubungan dengan Tuhan.



Saya dengan anak perempuan saya membicarakan hal ini. Betapa ritual keagamaan benar-benar berubah dengan munculnya virus ini.

Lantas saya merenungkn hal ini. Umat Hindu di Bali hari Rabu (25/3/2020) akan merayakan Hari Raya Nyepi. Prosesi berdiam diri selama seharian tanpa melakukan aktivitas apapun menjadi bentuk penyucian menyambut Tahun Baru Saka. Namaun, sekarang dunia sudah mulai masuk dalam suasana ‘nyepi’ yang tidak direncanakan.

Desa di Ambon

Banyak kota-kota besar dengan keramaiannya dan kesibukannya dalam hidup perekonomian yang hingar-bingar duniawi, kini seperti kota mati. Demikian juga tempat ibadat tempat orang melakukan ritual agama dan kepercayaan kini juga sepi.  

Beberapa orang mengurung diri di rumah, menghindari tempat keramaian, dan menunda perjalanan ke tempat lain. Sebagian lainnya mengubah tata cara bersalaman dari berjabat tangan dan berpelukan menjadi salam menggunakan siku dan kaki.


Wabah virus corona juga berdampak dalam kehidupan keagamaan umat manusia. Sejumlah gereja, masjid, kuil, dan sinagoga mengubah tata cara ibadah demi menahan penyebaran penyakit Covid-19.

Dari pantauan berita kita mengetahui bahwa Masjidil Haram di Mekah biasanya dipenuhi oleh ribuan peziarah, tetapi jumlah itu kini berkurang drastis. Masjidil Haram telah dibuka kembali usai menjalani sterilisasi, tetapi di sekitar Ka'bah tetap dipasang penghalang agar orang-orang tidak menyentuhnya. Larangan mengunjungi Mekah dan Madinah juga masih diberlakukan. Berbagai umat Muslim dari seluruh dunia biasanya datang untuk menjalani ibadah umrah yang berlangsung sepanjang tahun. Kemudian ada sekitar delapan juta umat Muslim menunaikan ibadah haji ke sana setiap tahun. Kini menangguhkannya.

Ambon -Lengang

Demikian juga dengan umat Hindu. Bagi umat Hindu, saat ini adalah waktunya Holi - "festival warna" - dirayakan. Perayaan Holi merupakan peringatan kemenangan kebaikan atas kejahatan, serta musim semi, cinta dan kehidupan baru. Sebagai bagian dari perayaan, orang-orang melemparkan bubuk berwarna di udara dan saling melukis wajah. Perdana Menteri India, Narendra Modi, mengatakan tidak akan ambil bagian dalam perayaan publik Holi kali ini. Ia menyarankan agar orang-orang menghindari pertemuan ramai dan besar. Walau demikian, masih banyak umat Hindu India turun ke jalan merayakan Holi selama akhir pekan, meskipun mereka tetap mengambil tindakan pencegahan, seperti mengenakan masker wajah.

Tak ketinggalan pula Yahudi. Kepala Rabi Israel David Lau telah mengeluarkan imbauan untuk tidak menyentuh atau mencium mezuzah, yaitu gulungan berisi ayat-ayat agama yang ditempatkan di tiang pintu rumah. Mezuzah biasanya disentuh atau dicium ketika memasuki bangunan atau ruangan. Konferensi rabi Eropa juga telah menyarankan orang untuk tidak mencium barang-barang seperti gulungan Taurat. Rabi Tabick mengatakan bahwa tidak mencium mezuzah bukan soal besar dalam kehidupan kaum Yahudi, tetapi "beberapa hal seperti itu telah menjadi rutinitas".

Jaffa-Israel

Tak jauh berbeda pula dengan Kristen. Di Vatikan, Paus Fransiskus memilih untuk tidak menyampaikan berkat tradisional Minggu dari teras jendela yang menghadap Lapangan Santo Petrus. Sebagai gantinya ia menyampaikan berkat Minggu secara langsung melalui media internet, dalam upaya untuk mengurangi keramaian di Vatikan. Ini dilakukan saat jutaan orang di Italia bagian utara tengah menjalani karantina. Gereja-gereja Katolik dari Ghana hingga Amerika Serikat dan Eropa telah mengubah cara melaksanakan Misa guna menghentikan infeksi. Para imam gereja meletakkan hosti atau roti sakramen di tangan para jemaat daripada di lidah. Mereka juga berhenti memberi anggur di piala komunal.

Semua ritual kepercayaan dan keagamaan untuk sementara waktu tidak dilakukan atau lebih disederhanakan.


Hari ini, Minggu 15 Maret 2020, penulis dan keluarga masih mengikuti Missa di Peroko Vila Melati Mas, Gereja St. Ambrosius. Peribadatan berjalan seperti biasanya. Yang membedakan adalah bangku gereja yang baisanya penuh membludak, sekarang cukup lengang. Anak-anak dan remaja biasanya hilir mudik, sekarang lebih diam. Sepertinya banyak keluarga yang tidak membawa anak-anak ke ibadah Minnguan ini. Pihak Gereja menyediakan cairan sanitasi di tiap pintu amsuk gereja. Salam damai yang biasanya dilakukan dengan berjabat tangan, kini dilakukan dengan menangkupkan kedua belah tangan di dada, sambil membungkukkan badan, dan menebar senyuman.

Ada ritual yang hilang. Mengganjal di otak memang. Karena ritual itu sudah terbiasa dilakukan, giliran tidak, menjadikan perasaan ada  sesuatu yang kurang pas. Karena memang manusia hidup dari kebiasaan dan ritual.

Katedral Ambon

Bacaan Injil hari ini diambil dari Yohanes 4 : 21 – 24 tentang percakapan Yesus dengan seorang perempuan Samaria. Isi percakapan berkisar tentang air kehidupan. Dalam percakapan tersebut Tuhan Yesus menolong wanita Samaria untuk memahami beberapa kebenaran penting tentang ibadah yang benar, yang sesuai dengan keinginan Bapa di Surga.
What? Ibadah yang benar? Ini yang sedang berkecamuk dan menjadi bahan pertanyaan bersamaan dengan berjangkitnya vius corona ini yang berpengaruh terhadap ritual keagaan eperti uraian di atas. Memang bagi Allah taka da yang kebetulan. Maka kegalauan hati saya pun, Dia jawab hari ini dalam Misa Minggu Prapaskah ke-3.

Jawabannya adalah:  

Ide mengenai menyembah Allah dalam "roh dan kebenaran" diambil dari percakapan Yesus dengan wanita di sumur di dalam Yohanes 4:6-30. Dalam percakapan ini, wanita ini sedang berdiskusi mengenai tempat beribadah dengan Yesus, ia mengatakan bahwa para Yahudi beribadah di Yerusalem, sedangkan orang Samaria beribadah di Gunung Gerizim. Yesus baru saja mengungkapkan bahwa Ia tahu tentang banyaknya suaminya, dan bahwa lelakinya yang sekarang bukanlah suaminya. Ini membuat dia tidak nyaman, sehingga ia mencoba mengalihkan perhatianNya dari kehidupan pribadinya kepada hal agama. Yesus menolak perhatianNya dialihkan dari pelajaranNya mengenai persembahan yang semestinya: "Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian" (Yohanes 4:23).

Katedral Ambon

Pelajaran yang berkeseluruhan mengenai penyembahan Allah dalam roh dan kebenaran ada pada pengertian bahwa penyembahan Allah tidak dapat dibatasi kepada suatu lokasi geografis atau penyediaan sementara dalam hukum Perjanjian Lama. Dengan datangnya Kristus, perpisahan antara Yahudi dan non-Yahudi sudah tidak relevan, sama-halnya dengan sentralnya bait dalam beribadah. Dengan datangnya Kristus, semua anak-anak Allah mendapatkan akses yang sama kepada Allah melaluiNya. Beribadah menjadi bagian dari hati seseorang, bukan praktik eksternal, dan dibimbing oleh kebenaran - bukan oleh upacara.

Dalam Ulangan 6: 5, Musa mengumumkan kepada Israel cara mereka harus mengasihi Allah mereka: "Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu." Penyembahan kita akan Allah dituntun oleh kasih kita kepadaNya; sebagaimana kita mengasihi, begitu pula kita menyembahNya. Ide "kekuatan" di dalam bahasa Ibrani membahas konsep keseluruhan, Yesus memperluas istilah ini untuk mencakup "pikiran" dan "kekuatan" (Markus 12:30; Lukas 10:27). Menyembah Allah dalam roh dan kebenaran bersangkutpaut dengan mengasihi Dia dengan seluruh hati, jiwa, pikiran, dan kekuatan.


Menyembah Allah hanya dapat dilakukan ketika seeorang memiliki pengenalan secara pribadi terhadap Allah yang disembahnya. Bagaimana mungkin seseorang dapat menyembah Allah dengan benar, jika ia sendiri belum mengenal Allah dan sifat-sifat-Nya? Wanita Samaria itu beranggapan bahwa dirinya adalah bagian dari masyarakat Samaria yang menyembah Allah di gunung Samaria, sebagaimana diajarkan turun temurun oleh nenek moyang mereka.

Akan tetapi sikap hidup wanita Samaria itu, tidak menunjukkan bahwa ia mengenal Allah yang diajarkan oleh Kitab Suci. Jika seorang mengenal Allah dengan benar, maka orag tersebut pastilah hidup dalam penyerahan dan ketaatan pada Firman Allah. Ia akan rajin mempelajari Firman Allah untuk mengenal Allah dengan benar dan dengan itu ia mengalami perubahan-perubahan hidup sesuai dengan tuntutan/ ajaran Tuhan.


Allah adalah Roh yang tidak dibatasi oleh tempat dan waktu. Pengenalan akan natur Allah yang seperti itu memungkinkan orang menyembah-Nya lepas dari tempat tertentu dan waktu-waktu tertentu. Artinya, orang tidak lagi terikat pada tempat tertentu untuk dapat menyembah Tuhan. Ia dapat melakukannya dimana saja dan kapan saja. Wanita Samaria itu masih saja terikat pada tradisi yang membatasinya untuk berpikir bahwa Orang Samaria beribadah di gunung dan Orang Yahudi di Yerusalem. Kebebasan untuk menyembah Allah, dimana saja dan kapan saja, merupakan hak istimewa dan sukacita setiap orang yang mengenal Allah dengan benar, Allah yang hadir dimana saja. Setiap saat, setiap tindakan, setiap tarikan nafas, setiap pikiran, perasaan, dapat merupakan penyembahan kepada Tuhan – jika dilakukan dengan penuh kesadaran akan kehadiran-Nya yang tak terbatas itu.

Bagi pengikut Kristus, penyembahan kepada Allah yang sejati, hanya dapat dilakukan melalui Yesus sang Kristus/ Mesias. Hanya Dialah yang dapat memberikan air hidup yang tidak akan pernah berhenti mengalir dalam diri seorang percaya. Air yang terus-menerus membersihkan, mengubahkan seseorang untuk menyembah Tuhan dengan benar. Pengenalan akan Yesus menuntun seseorang pada pengenalan akan Allah yang sejati. Tuhan Yesus menyatakan diri-Nya dengan jelas kepada wanita Samaria itu: “…Akulah Dia (Sang Mesias)….”, yang akan memberitahukan segala sesuatu kepada umat-Nya. Wanita Samaria itu berubah, ia percaya dan dengan penuh keberanian masuk ke dalam kota untuk mengajak orang-orang bertemu dengan Yesus Sang Mesias itu, karena ia sendiri telah bertemu dengan Mesias secara pribadi.


Penyembahan yang benar harus ada "dalam roh", yakni, melibatkan keseluruhan hati. Kecuali ada gairah bagi Allah, penyembahan dalam roh tidak mungkin. Bersamaan dengan ini, penyembahan harus dilakukan "dalam kebenaran", yaitu dengan pengertian yang benar. Kecuali kita mengerti Allah yang kita sembah, tidak ada penyembahan dalam kebenaran. Keduanya diperlukan untuk melakukan penyembahan yang memuaskan dan memuliakan Allah. Roh tanpa kebenaran membawa kita kepada pengalaman yang dangkal dan terlampau emosional sehingga jika emosi tersebut hambar, maka penyembahan itu pula akan hambar. Kebenaran tanpa roh akan berakibat pada suatu perjumpaan yang garing dan tak bergairah yang seringkali membawa kita kepada legalisme yang tak menyenangkan. Perpaduan dari kedua aspek penyembahan menghasilkan penghayatan yang sukacita sebagaimana diulas oleh Firman. Seiring dengan bertambahnya pengetahuan kita akan Allah, demikian pula bertambahnya apresiasi akan Dia. Makin besar apresiasi kita, semakin dalam penyembahan kita. Semakin dalam penyembahan kita, semakin dipermuliakannya Allah.


Perpaduan roh dan kebenaran dalam penyembahan telah dirangkumkan dengan baik : kita tentunya telah menyadari bahwa hanyalah kebenaran yang dapat benar-benar mempengaruhi emosi dalam cara yang mempermuliakan Allah, sang Pencipta. Kebenaran tentang Allah, yang tak ternilai, hanya layak dihargai dengan gairah yang tak terbatas. Penyembahan ini tidak tergantung pada ritual atau tempatnya. Namun, jauh melampaui semua itu yaitu di dalam diri kita sebagai Bait Allah tempat RohAllah bersemayam di dalamnya.

Dengan demikian, maka ‘nyepi’hening menjadi penting kala seseorang masuk apda Bait Allah dalam dirinya. Benar apa yang diajarkan dalam Hindu. Nyepi mengandung makna dan tujuan yang sangat dalam dan mulia. Seluruh rangkaian Nyepi merupakan sebuah dialog spiritual yang dilakukan umat Hindu agar kehidupan ini selalu seimbang dan harmonis sehingga ketenangan dan kedamaian hidup bisa terwujud. Sehingga filosofi dari Nyepi bagi saya dan masyarakat Hindu Bali seperti 'mengistirahatkan' dalam sehari dari berbagai aktivitas yang dapat membuat alam itu rusak,"


Kiranya virus corona yang menghebohkan ini, dapat juga mendatangkan hikmat bagi kita semua. Hikmat yang membawa kita pada ibadat yang sejati bagi Dia, Sang  Pencipta segala. Hikmat bagi alam untuk juga boleh beristirahat dari kehingaran dan aneka polusi dampak kegiatan manusia. Hikmat pada diri kita masing-masing untuk lebih dekat dengan ‘aku’yang ada dalam diri kita. Hikmat juga untuk alam beristirahat dan  mengatur kembali sehingga dengan indahnya burung-burung pun datang untuk memuji Sang Ilahi mengelilingi Kabah. hikmat agar kita lebih sadar dan peduli pada keshatan tubuh kita. Hikmat lebih menyadari betapa berharganya kehidupan.  hikmat bahwa kita tergantung pada suatu kuasa di luar kendali kita. 

Selamat menjalankan penziarahan di masa Prapaskah bagi umat Katolik dan menghadapi Nyepi bagi umat Hindu Bali. Juga selamat menjalankan ibadat sejati bagi semua mahluk di Bumi ini. Damai di Bumi dan damai di hati. (Ch. Enung Martina)



Sabtu, 14 Maret 2020

JEJAK LANGKAH 35


GEREJA MAKAM KUDUS DAN PERISTIWA 

KEBNGKITAN YESUS


Markus 16:1-6:
“Setelah lewat hari Sabat, Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus, serta Salome membeli rempah-rempah untuk pergi ke kubur dan meminyaki Yesus. Dan pagi-pagi benar pada hari pertama minggu itu, setelah matahari terbit, pergilah mereka ke kubur. Mereka berkata seorang kepada yang lain: "Siapa yang akan menggulingkan batu itu bagi kita dari pintu kubur?" Tetapi ketika mereka melihat dari dekat, tampaklah, batu yang memang sangat besar itu sudah terguling. Lalu mereka masuk ke dalam kubur dan mereka melihat seorang muda yang memakai jubah putih duduk di sebelah kanan. Merekapun sangat terkejut, tetapi orang muda itu berkata kepada mereka: "Jangan takut! Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu? Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini.”

Peristiwa saat kebangkitan Yesus tak ada yang menyaksikannya. Namun, para perempuan dan juga para murid hanya menyaksikan tanda-tanda bahwa Yesus telah bangkit. Tanda-tanda itu adalah: batu penutup kubur sudah terbuka (… mereka melihat dari dekat, tampaklah, batu yang memang sangat besar itu sudah terguling.) 

Nampaknya yang sangat mengetahui tentang peristiwa live (langsung) kebangkitan Yesus adalah Malaikat yang mengambil rupa seorang pemuda berjubah putih. Ia duduk di sebelah kanan pintu kubur Yesus yang telah terbuka.



Nampaknya bagi orang Indonesia tidak mudah untuk membayangkan kubur Yesus. Bagi orang-orang yang sudah pergi ke Israel gambaran kubur batu sudah dapat dibayangkan. Sekedar sebuah gambaran tentang makam Yesus adalah:

Makam tersebut terdapat di dalam sebuah gua batu. Dalam gua batu tersebut ada 2 ruangan. Setelah pintu masuk ada ruangan pertama semacam ruang perantara untuk menuju ke dalam makam tempat jenazah dibaringkan di atas batu.  Di ruang pertama ini ada 2 patung malaikat yang berdiri di sebelah kiri dan kanan pintu menuju ruang pemakaman utama. Akan ada seorang biarawan biasanya mereka dari Gereja Ortodok Yunani, Armenia, atau Katolik Roma. Biasanya biarawan tersebut berjubah coklat tua atau hitam. Saya menduga mereka punya jadwal untuk setiap harinya menjaga di makam tersebut. Tugas dari biarawan ini adalah untuk mengatur para peziarah yang masuk bertiga-tiga ke dalam raung makam uatma. Setelah ruangan pertama baru kita masuk di ruang pemakaman utama tempat batu jenazah berada. Di raung ini kita akan menemukan sebuah batu granit berlapis kaca. Ada kain kafan yang tergulung sebagi asesori dan pengingat peristiwa kebangkitan Yesus yang tertulis dalam Injil. Para pezirah akan berlutut dan berdoa atau mencium batu granit tersebut. Tidak boleh berlama-lama berada di situ karena yang mengantri panjang sekali. 


EDICULE (rumah kecil) menutupi tempat di mana Yesus pernah dimakamkan setelah peristiwa penyaliban tersebut. 




Dan Yusuf (dari Arimatea) pun mengambil mayat itu, mengapaninya dengan kain lenan yang putih bersih, lalu membaringkannya di dalam kuburnya yang baru, yang digalinya di dalam bukit batu, dan sesudah menggulingkan sebuah batu besar ke pintu kubur itu, pergilah ia." (Matius 27:59-60)

Bagian pertama dari makam ialah sebuah batu pipih yang besar, seperti batu penggilingan. Batu itu digulingkan di alur yang dibuat di kaki dinding tambang. Itulah pintu yang menutup jalan masuk ke makam. Batu Yerusalem berwarna coklat keemasan. Bagian makam selanjutnya ialah sebuah kapel atau ruang doa kecil.


Ada bangku-bangku di sepanjang dinding batu yang digunakan oleh kaum keluarga atau tamu-tamu yang datang untuk berdoa. Kemungkinan besar para malaikat menampakkan diri kepada para wanita di ruangan ini. Tidaklah mungkin menaksir berapa tepatnya luas ruangan, karena telah hancur. Sebuah pintu yang rendah membawa kita masuk ke dalam ruang kubur. Di sebelah kanan terdapat sebuah ceruk untuk meletakkan jenasah. Kemungkinan ruangan ini memiliki penyangga atas untuk menahan berat batu yang berada diatasnya. Makam seperti itu dalam bahasa Ibrani disebut Kochim atau dalam bahasa Latin disebut Arcosolia (lekuk di dinding).



Menurut tradisi Yahudi pemakaman dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama jenazah ditempatkan di penyangga dari batu. Gaharu dan rempah-rempah lain ditaburkan di sekeliling jenasah untuk mengawetkannya sementara waktu serta untuk menutupi bau jenasah yang membusuk. Setahun kemudian tulang-belulang akan diambil dan dimasukkan ke dalam kotak kecil yang terbuat dari tanah liat. Kotak ini disebut ossuary atau “kotak tulang”. Kemudian kotak tulang ditempatkan di sebuah relung kecil di dinding sebagai pemakamannya yang terakhir. Jenasah Yesus tidak pernah sampai pada tahap ini karena Ia telah bangkit sebelum tubuh-Nya membusuk.


“Allah telah membangkitkan Dia [Yesus] dari antara orang mati dan Ia tidak akan diserahkan kembali kepada kebinasaan. Hal itu dinyatakan oleh Tuhan dalam firman ini: Aku akan menggenapi kepadamu janji-janji yang kudus yang dapat dipercayai, yang telah Kuberikan kepada Daud. Sebab itu Ia mengatakan dalam mazmur yang lain: Engkau tidak akan membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan. Sebab Daud melakukan kehendak Allah pada zamannya, lalu ia mangkat dan dibaringkan di samping nenek moyangnya, dan ia memang diserahkan kepada kebinasaan. Tetapi Yesus, yang dibangkitkan Allah, tidak demikian.”



Banyak tanda lain
Setelah kematian dan kebangkitan-Nya dari kematian, Yesus berulang-ulang menampakan diri kepada para murid dan banyak orang. Bahkan dalam ayat-yat  Injil  dicatat, masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus setelah kebangkitan-Nya. Melalui kebangkitan-Nya, Yesus membuktikan bahwa IA adalah Tuhan yang hidup. Ini berarti iman percaya kita kepada Yesus adalah iman yang hidup.  Oleh iman itu kita memperoleh hidup dalam nama-Nya

Ada sebuah pola yang terus menerus disampaikan setelah peristiwa kebangkitan Yesus, yang pada akhirnya pola ini menjadi salah satu ciri dari pertumbuhan dan kebangunan rohani orang-orang percaya / Gereja Tuhan.  Pola yang dimaksud adalah bagaimana orang-orang percaya berani bersaksi tentang kebangkitan Yesus. Markus 16:8b mencatat murid-murid memberitakan kebangkitan Yesus itu sebagai berita yang kudus dan tak terbinasakan.


Kisah Para Rasul 4:31 dan 5:12 mencatat dampak yang terjadi dari kesaksian para murid dan orang-orang percaya pada waktu itu, terjadi kebangunan rohani yang besar, mereka dipenuhi dengan kuasa Roh Kudus, banyak tanda dan mujizat yang terjadi, bahkan jumlah orang percaya juga semakin bertambah. Kisah Para Rasul 2:36-41 mencatat bahwa dengan kuasa kebangkitan itu, Petrus berani berkhotbah dan bersaksi tentang Yesus yang disalibkan dan yang telah bangkit dari kematian. Petrus menyerukan agar semua orang bertobat dan percaya kepada Yesus. Akibatnya, tiga ribu orang menjadi percaya dan memberi diri mereka dibaptis; dan kemudian mereka bertekun dalam pengajaran dan persekutuan yang kuat.


Berdasarkan kenyataan ini, kita dapat memahami bahwa Gereja yang hidup adalah Gereja yang berulang-ulang dan terus menerus bersaksi tentang kuasa kebangkitan Yesus. Jika kita berani bersaksi tentang Yesus yang hidup, percayalah kita juga akan bergerak dalam kebangunan rohani yang besar. Kebangunan rohani yang dimaksud bukan saja terjadi secara persekutuan melalui Gereja lokal, tetapi juga terjadi secara pribadi dalam hidup orang percaya.


Kebangkitan-Nya adalah sebuah fakta yang memiliki bukan sedikit, tetapi ratusan saksi mata. Lebih jauh lagi, kebangkitan Yesus bukan hanya merupakan realitas sejarah, efek-efeknya pun terus berlanjut sampai sekarang, sama kuatnya seperti ketika peristiwa itu terjadi. Seperti yang telah kita mengerti, setelah percaya kepada kebangkitan Yesus dan mengakui Dia sebagai Tuhan (Roma 10:9), kita: dilahirkan kembali, kita dibenarkan, dan Roh Kudus dikaruniakan kepada kita sebagai anugerah, plus kita dibangkitkan bersama-sama dengan Dia dan kita duduk bersama-sama dengan Dia di sorga. Semua ini adalah fakta, realitas, dan semua ini sampai sekarang tetap merupakan realitas karena Yesus sudah dibangkitkan dari antara orang mati.


( Sumber : sekitar makam Yesus. http://yesaya.indocell.net/id530.htm
Romo Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com

(Ch. Enung Martina: Teriring ucapan terima kasih tak terhingga kepada : Sr. Francesco Maryanti,OSU yang menjadi jalan semua ini teralami, Romo Hendra Suteja, SJ pembimbing rohani yang kepada beliau kebijaksanaan diberikan Tuhan, kepada Romo Sugeng yang mempunyai talenta untuk menghibur, kepada Mas Edi dan Mas Engki yang tak lelah melayani,  kepada seluruh tour guide, crew di bis, dan seluruh peserta ziarah dari Keluarga besar Santa Ursula BSD.)