Perjalanan Umat Manusia
Perjalanan yang panjang membaca buku Sapiens : Riwayat Singkat Umat Manusia, karya Yuval Noah Harari, akhirnya selesai juga. Saya membaca sejak bulan Januari 2025 dan selesai 15 November 2025. Sepuluh bulan setengah bukanlah waktu yang singkat. Namun, selama jangka waktu tersebut saya juga membaca buku-buku lain yang lebih ringan. Sepertinya buku ini benar adanya bahwa ini merupakan riwayat hidup umat manusia.
Secara ringkas bahwa buku ini berisi tentang perjalanan umat manusia dari zaman semono sampai zaman semene. Secara garis besar beginilah isi buku itu: Cognitive Revolution → manusia mulai berpikir simbolis dan bekerja sama dalam skala besar. Agricultural Revolution → masyarakat menetap, populasi meningkat, ketimpangan sosial muncul. Unification of Humankind → uang, kekaisaran, dan agama menyatukan dunia. Dan yang keempat adalah
Scientific Revolution → ilmu, teknologi, kapitalisme membentuk dunia modern dan membuka era rekayasa kehidupan.
Revolusi Kognitif merupakan titik balik yang membuat Homo Sapiens melampaui spesies manusia lainnya. Ketika manusia mulai berpikir secara simbolis, mereka tidak hanya menamai benda atau menggambarkan peristiwa, tetapi juga menciptakan makna: mitos, nilai, aturan, serta kisah-kisah yang memberi arah bagi hidup bersama. Kemampuan membayangkan sesuatu yang tidak kelihatan secara fisik, seperti roh, bangsa, atau masa depan, memungkinkan manusia merencanakan, mengingat, dan menata hidup dengan cara yang tidak bisa dilakukan makhluk lain. Dalam konteks ini, bahasa menjadi alat utama yang membuka ruang kreativitas intelektual sekaligus memperluas cakrawala berpikir manusia.
Dari sini kita tahu bahwa manusia itu tak hanya homo Sapiens saja jenisnya. Ada aneka jenis manusia. Diperkirakan ada sekitar 10 jenis manusia selain homo sapiens. Misalnya saja saya menyebutkan dua contohnya yaitu Homo neanderthalensis (Neanderthal) yang hidup di Eropa dan Asia Barat dengan ciri-ciri tubuh berotot, otak besar, adaptif terhadap cuaca dingin. Contoh jenis kedua adalah Homo erectus, yaitu salah satu spesies manusia paling lama bertahan. Lokasi hidup pertama kali keluar dari Afrika dan menyebar ke Asia. Serta berbagai jenis manusia yang lain.
Dibandingkan dengan jenis manusia yang lain, homo sapiens mampu bertahan hidup dan menjadi satu-satunya spesies manusia yang tersisa karena memiliki kemampuan berpikir simbolis dan berimajinasi yang jauh lebih maju, memungkinkan terciptanya mitos, aturan, serta identitas bersama yang mengikat kelompok besar. Bahasa yang kompleks membuat mereka dapat berkomunikasi secara detail, menyimpan pengetahuan, dan merancang kerja sama dalam skala luas, jauh melampaui batas keluarga. Fleksibilitas kognitif yang tinggi menjadikan sapiens cepat belajar dan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan, sekaligus mendorong inovasi teknologi yang terus berkembang. Selain itu, kecerdasan sosial mereka memungkinkan pembentukan jaringan pertemanan, aliansi, dan struktur sosial yang rumit, sehingga mendukung keberlangsungan hidup komunitas. Gabungan semua kemampuan ini memberi Homo sapiens keunggulan dalam persaingan ekologis dan sosial, hingga akhirnya membuat mereka mampu mengungguli dan menggantikan spesies manusia lainnya.
Kemampuan berpikir abstrak itu kemudian membuat manusia mampu bekerja sama dalam kelompok yang jauh lebih besar dan kompleks. Jika hewan lain hanya bisa bekerja sama dalam kelompok kecil yang saling mengenal, manusia dapat membentuk komunitas ratusan hingga ribuan orang berkat kepercayaan bersama, entah itu tradisi, hukum, atau keyakinan spiritual. Kerja sama skala besar inilah yang menjadi fondasi lahirnya budaya, masyarakat, dan peradaban. Dalam arti tertentu, Revolusi Kognitif bukan hanya perubahan dalam cara manusia berpikir, tetapi juga awal mula manusia membangun dunia sosial yang terus berkembang hingga hari ini.
Bagian kedua dari buku Sapiens adalah Revolusi Pertanian. Revolusi ini membawa perubahan besar dalam cara manusia hidup. Ketika masyarakat mulai menetap dan mengandalkan budidaya tanaman serta hewan ternak, jumlah populasi meningkat pesat karena makanan lebih stabil dan ruang hidup menjadi lebih teratur. Namun, perubahan ini juga membuat manusia bekerja lebih keras untuk mengolah tanah, menjaga ladang, dan mengelola panenan. Jika dibanding dengan masa berburu-meramu, tampaknya memang lebih fleksibel. Cara hidup menetap menciptakan fondasi awal bagi desa, kota, hingga peradaban besar yang kemudian berkembang selama ribuan tahun.
Di balik kemajuan itu, Revolusi Pertanian juga memunculkan ketimpangan sosial. Mereka yang memiliki tanah atau menguasai hasil panen menjadi lebih berkuasa, sementara kelompok lain bekerja keras untuk mempertahankan hidup. Kepemilikan dan surplus makanan menciptakan hierarki: tuan tanah, pekerja, pemimpin, dan kelas bawah. Dengan demikian, pertanian tidak hanya mengubah cara manusia makan, tetapi juga cara mereka memandang status, kekuasaan, dan struktur sosial. Revolusi ini menjadi titik awal munculnya masyarakat kompleks beserta segala peluang dan tantangannya.
Ketiga adalah penyatuan umat manusia. Proses penyatuan umat manusia terjadi ketika uang, kekaisaran, dan agama mulai berperan sebagai kekuatan bersama yang menghubungkan kelompok-kelompok berbeda. Uang menjadi alat yang dapat diterima semua orang, terlepas dari suku atau budaya, sehingga memudahkan pertukaran barang, membangun perdagangan jarak jauh, dan menciptakan ketergantungan ekonomi antarwilayah. Kekaisaran, dengan sistem hukum dan administrasinya, menyatukan banyak kelompok di bawah aturan yang sama, sehingga menciptakan stabilitas, jaringan perdagangan, dan pertukaran budaya yang semakin memperluas cakrawala peradaban. Bersamaan dengan itu, agama universal menyatukan manusia melalui nilai-nilai moral, harapan hidup, dan keyakinan spiritual yang tidak terbatas pada satu suku, tetapi dapat dianut berbagai bangsa.
Proses penyatuan umat manusia terjadi ketika uang, kekaisaran, dan agama mulai berperan sebagai kekuatan bersama yang menghubungkan kelompok-kelompok berbeda. Uang menjadi alat yang dapat diterima semua orang, terlepas dari suku atau budaya, sehingga memudahkan pertukaran barang, membangun perdagangan jarak jauh, dan menciptakan ketergantungan ekonomi antarwilayah. Kekaisaran, dengan sistem hukum dan administrasinya, menyatukan banyak kelompok di bawah aturan yang sama, sehingga menciptakan stabilitas, jaringan perdagangan, dan pertukaran budaya yang semakin memperluas cakrawala peradaban. Bersamaan dengan itu, agama universal menyatukan manusia melalui nilai-nilai moral, harapan hidup, dan keyakinan spiritual yang tidak terbatas pada satu suku, tetapi dapat dianut berbagai bangsa.
Ketiga kekuatan ini pada akhirnya menciptakan jaringan global pertama yang memungkinkan manusia melihat dirinya sebagai bagian dari komunitas yang lebih besar. Uang menggerakkan kerja sama praktis, kekaisaran membangun struktur dan ketertiban, sedangkan agama memberikan makna dan tujuan bersama. Melalui interaksi ketiganya, manusia dari berbagai latar belakang mulai berbagi sistem kepercayaan, norma, dan cara hidup yang relatif serupa. Penyatuan ini bukan tanpa konflik, tetapi justru melalui berbagai pertemuan, pertentangan, dan penyesuaian, dunia perlahan bergerak menuju satu ruang sosial yang saling terhubung. Itulah cikal bakal globalisasi yang kita rasakan hingga sekarang.
Revolusi Sains menandai momen ketika manusia mulai mengakui ketidaktahuan sebagai pintu menuju penemuan baru. Alih-alih hanya mengandalkan tradisi atau otoritas lama, manusia mulai mencari kebenaran melalui pengamatan, eksperimen, dan metode ilmiah. Sikap ini menghasilkan lonjakan pengetahuan yang belum pernah terjadi sebelumnya, dimulai dari astronomi, kedokteran, hingga fisika. Semuanya yang secara bertahap mengubah cara manusia memahami alam semesta dan dirinya sendiri. Ilmu pengetahuan membuka ruang bagi rasa ingin tahu yang tak terbatas, menjadikan pencarian pengetahuan sebagai motor penggerak peradaban.
Dampak Revolusi Sains tidak hanya dirasakan dalam dunia pengetahuan, tetapi juga dalam cara hidup manusia sehari-hari. Penemuan-penemuan baru melahirkan teknologi yang mempercepat pertanian, transportasi, komunikasi, dan kesehatan. Ekonomi modern bertumpu pada penelitian dan inovasi, sementara negara-negara mulai membangun kekuatan melalui ilmu pengetahuan dan industri. Pada akhirnya, Revolusi Sains menciptakan dunia yang serba berubah dan bergerak cepat. Pastinya membawa harapan akan kemajuan, sekaligus tantangan etis dan ekologis yang masih terus kita gumuli hingga hari ini.
Secara keseluruhan, Sapiens menggambarkan perjalanan panjang manusia dari makhluk kecil di Afrika menjadi penguasa planet berkat kemampuan berpikir simbolis, membangun kerja sama besar, menciptakan pertanian, menyatukan dunia melalui uang, kekaisaran, dan agama, hingga melahirkan revolusi sains yang mengubah wajah peradaban. Namun, di balik kemajuan yang luar biasa, terutama teknologi modern yang memungkinkan manusia menjelajah angkasa, menciptakan kecerdasan buatan, dan mengubah struktur hidup. Dari semenjak keberadaan manusia, kehidupan manusia tetap penuh perjuangan seperti para leluhur kita. Kita masih mencari makna, bergelut dengan ketidakpastian, menghadapi ketimpangan, dan berusaha memahami arah perkembangan dunia. Buku ini mengingatkan bahwa meskipun manusia telah berkembang jauh, hakikat kita tetap sama: makhluk yang terus belajar, beradaptasi, dan bertanya tentang tujuan keberadaan di tengah perubahan yang tidak pernah berhenti.
Membaca Sapiens adalah perjalanan reflektif yang mengajak kita melihat diri sendiri dari kejauhan, seolah menengok sejarah panjang umat manusia sambil bertanya kembali siapa kita hari ini. Setiap bagian buku ini membuka kesadaran bahwa segala yang kita anggap “biasa” dalam hidup modern (agama, negara, uang, ilmu, bahkan identitas) adalah hasil rangkaian pilihan, kebetulan, dan kreativitas yang dibangun ribuan tahun. Saat menutup buku ini, kita disadarkan bahwa kemajuan teknologi, kenyamanan hidup, dan berbagai pencapaian masa kini tidak menghapus pertanyaan mendasar tentang makna, tujuan, dan arah hidup manusia. Dengan demikian, membaca Sapiens bukan hanya menambah pengetahuan sejarah, tetapi juga menajamkan kepekaan tentang betapa rapuh, namun sekaligus luar biasanya perjalanan kita sebagai manusia. Meskipun banyak tantangan dalam hidup, saya tidak bosan menjadi manusia. (Ch. Enung Martina, 3 Desember 2025)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar