Minggu, 27 Oktober 2019

JEJAK LANGKAH 20


GEREJA TRANSFIGURASI - GUNUNG TABOR



Kita kembali menjejakkan kaki kita di tempat yang berikutnya dalam langkah perjalanan kita, yaitu Gunung Tabor.

Menurut satu tradisi Kristen, Gunung Tabor adalah lokasi Transfigurasi Kristus, tempat Yesus dimuliakan di atas gunung, berubah wajah menjadi bersinar-sinar dan kelihatan berbicara dengan Musa dan Elia. Kisah ini dicatat dalam Injil Sinoptik (Injil Matius, Injil Markus dan Injil Lukas), dan juga disinggung dalam 2 Petrus 1:16-18, tetapi tidak ada catatan mengenai identitas nama "gunung yang tinggi" itu. Identifikasi paling awal gunung tempat transfigurasi ini adalah dari Origen pada abad ke-3 Masehi. Juga disinggung oleh St. Cyril dari Jerusalem dan Hieronimus pada abad ke-4. Kemudian disebut dalam  Transitus Beatae Mariae Virginis pada abad ke-5. 


wikipedia.org menulis tentang Gunung Tabor ini: Gunung Tabor (Ibrani: הַר תָּבוֹר, bahasa Arab: جبل طابور‎; bahasa Yunani: Όρος Θαβώρ; bahasa Inggris: Mount Tabor) terletak di bagian selatan Galilea (Lower Galilee), di batas sebelah timur Lembah Yizreel, 11 mil (18 km) sebelah barat Danau Galilea, di Israel. Merupakan lokasi perang antara Barak dan tentara raja Yabin, yang dipimpin oleh panglimannya, Sisera selama masa pemerintahan hakim Debora pada pertengahan abad ke-14 SM. Diyakini oleh banyak orang Kristen sebagai lokasi Transfigurasi Kristus.[1] Juga dikenal sebagai Har Tavor, Itabyrium, Jebel et-Tur, dan The Mount of Transfiguration (Gunung Transfigurasi).
Ternyata nama Gunung Tabor sudah juga disebut dalam Perjanjian Lama. Gunung ini disebut pertama kali dalam Alkitab Ibrani atau Perjanjian Lama di Alkitab Kristen dalam Kitab Yosua 19:22, sebagai batas wilayah tiga suku: Zebulon, Isakhar dan Naftali. Pentingnya gunung ini adalah karena dapat mengontrol persimpangan jalan utara-selatan dan timur-barat dari lembah Yizreel di Galilea secara strategis. Debora, seorang hakim dan nabi wanita Yahudi memanggil Barak dari suku Naftali dan memberikan perintah Tuhan, “Pergilah menuju gunung Tabor, dan bawalah sepuluh ribu orang dari suku Naftali dan Zebulon” (Kitab Hakim-hakim: Hakim-hakim 4:6). Turun dari gunung itu, orang Israel menyerang dan mengalahkan Sisera dan orang Kanaan. Pertempuran Gunung Tabor dalam Alkitab terjadi pada zaman Kitab Hakim-Hakim (tercatat dalam pasal 4 dan 5) antara pasukan Kanaan dari raja Hazor dan pasukan Israel pimpinan Barak dan Deborah.

Di puncak gunung ini terdapat Basilika Transfigurasi serta biara Fransiskan (OFM). Sejak abad ketiga Masehi di gunung ini telah berdiri tiga kapel yang dipersembahkan kepada Yesus Kristus, Musa dan Elia. Di zaman Perang Salib, ketiga kapel ini disatukan menjadi sebuah basilika yang indah. Tembok-tembok maupun bangunan kokoh yang berdiri sampai sekarang di puncak gunung ini, berasal dari abad ke-12 hingga abad ke-13.
Transfigurasi Kristus adalah peristiwa di mana Yesus dimuliakan di gunung, serta bertemu dengan Musa dan Elia di atas gunung itu. Muka-Nya bercahaya dan penuh dengan kemuliaan. Hal ini merupakan puncak spiritualitas dari Yesus. Pada waktu peristiwa itu, terdapat tiga murid Yesus bersama dengan Dia; Petrus, Yakobus dan Yohanes. Cahaya kemuliaan yang memancar dari wajah Yesus itu untuk memberikan pengajaran kepada para murid, bahwa di balik peristiwa yang menyedihkan yang akan dialami Yesus. Peristiwa yang akan membawa pada kemenangan, kemuliaan, bahwa di balik hinaan dan caci maki akan ada kemuliaan yang akan menguatkan para murid dalam kehidupan mereka dalam mengikuti guru (Yesus) mereka itu.

Peristiwa ini kemudian menjadi tradisi umat Kristen dalam menghayati salah satu peristiwa hidup Yesus Kristus. Waktu untuk melaksanakan transfigurasi ini berlangsung pada minggu sebelum merayakan Hari Raya Jumat Agung sebagai peringatan kematian Yesus. Transfigurasi ini dijadikan titik sentral dalam karya Yesus sebagai Mesias menurut rencana Allah. Peristiwa ini dapat diketahui dalam Alkitab pada Injil Matius 17:1-12, atau di Injil Markus 9: 2-13 atau di Injil Lukas 9: 28-36.


Di tengah-tengah dataran rendah, tanpa ditemani gunung yang lain, Gunung Tabor tampak sangat megah. Tingginya 588 m. Sambil memandang Gunung Tabor dan Gunung Hermon, pemazmur pernah berdoa, ‘Engkaulah yang menjadikan utara dan selatan, Gunung Tabor dan Hermon bersorak-sorai bagi-Mu’ (Mzm 89:13). Untuk sampai ke puncaknya, peziarah harus menempuh jalan yang berputar-putar dan membuat sedikit using, sebab melewati tebing-tebing yang curam. Puncaknya berbentuk datar sepanjang 1200 m dan lebar 400 m.
Hampir seluruh puncak itu dikelilingi dengan benteng yang didirikan pada abad XIII. Untuk sampai ke basilika yang terletak di puncaknya, harus lewat Gapura Angin (Bab al-Hawa) dari zaman Perang Salib. 

Ternyata gunung ini dipandang suci sejak Palestina masih sepenuhnya di bawah kuasa orang-orang Kanaan. Di sinilah mereka menyembah dewa Baal, dewa tanah, dan dewa-dewi pagan lain. Dalam Perjanjian Baru, nama gunung ini tidak disebut sama sekali.
Namun sejak abad III, menurut tradisi Kristen, di gunung inilah Yesus berubah rupa sesudah Petrus mengakuinya sebagai Mesias. Kisahnya dapat dibaca dalam Injil Matius, Markus dan Lukas (bdk. Mrk 9:2-13). Menurut tradisi Kristen gunung ini pula dipandang sebagai tempat perutusan para pengikut Yesus ke segala bangsa. (Mat 28:16-20).
Untuk mencapai puncak, kita harus melewati jalan yang berbelok– belok dan curam, bus yang digunakan selama perjalanan akan berhenti di area parkir yang terdapat di depan
terminal taksi. Dan selanjutnya kita akan menunggu taksi yang akan membawa kita ke puncak Gunung Tabor. 


Sejak abad III Masehi di gunung ini sudah ada tiga kapel yang dipersembahkan kepada Kristus, Musa dan Elia. Di zaman Perang Salib, ketiga kapel ini disatukan menjadi sebuah basilika yang indah. Tembok-tembok maupun bangunan kokoh yang berdiri sampai sekarang di puncak gunung ini, berasal dari abad XII-XIII. Basilika yang ada sekarang ini adalah hasil renovasi pada tahun 1919-1924 yang diadakan menurut rancangan arsitek Italia A. Barluzzi.

Basilika ini dibangun menurut gaya Siro-Romana. Dua menara di sebelah menyebelah tempat sentral basilika, didirikan di atas Kapel Musa dan Elia dari zaman dulu. Sebab menurut cerita Injil, setelah menyaksikan Yesus ditemani oleh Musa dan Elia, Petrus mengajukan usul agar di tempat itu didirikan tiga kemah (Mat.17:4). Ruangan sentral basilika ditutup dengan sebuah kubah yang dihiasi mosaik emas. Mosaik itu menggambarkan peristiwa perubahan rupa, kedua nabi di samping Yesus serta ketiga rasul yang menyaksikannya, yaitu Petrus, Yakobus dan Yohanes. Mosaik ini adalah karya A. Villani.
Di bagian bawah basilika terdapat sebuah kapel indah. Di belakang altar utamanya terdapat kaca artistik yang menggambarkan burung merak, lambang keabadian. Pada tembok kapel ini, dari kiri ke kanan, digambarkan empat perubahan lain Yesus, yaitu : kelahiran, Ekaristi, kematian dan kebangkitanNya. Di bawah kapel inilah ditemukan tanda-tanda penyembahan dewa Baal kuno. Di sebelah utara basilika ada Kapel Bunda Maria Tak Bernoda, sedangkan di sebelah selatannya – Kapel St. Fransiskus Assisi.

Di sebelah utara basilika dapat disaksikan reruntuhan biara OSB (St. Benedictus). Di sebelah tenggara basilika terdapat sisa mosaik dari zaman Bizantium serta menara indah yang dulu dipakai oleh tentara Islam. Puncak Gunung Tabor terbagi dua dan dipisahkan dengan tembok.

Bagian selatan adalah milik para Biarawan OFM, sedangkan bagian utaranya – milik gereja Ortodoks Yunani. Di tempat milik Ortodoks Yunani itu berdiri Gereja St. Elia yang telah dibangun di atas reruntuhan sebuah gereja dari zaman Perang Salib.
Pada tahun 1183, pasukan Saladin, karena tidak berhasil memasuki biara Katolik, memasuki biara Ortodoks serta merampasnya habis-habisan sambil membunuh banyak biarawan. Di sebelah barat gerejanya, para biarawan Ortodoks menunjukkan sebuah gua yang dulu konon didiami oleh Imam Melkisedek.

Di kaki gunung ini terletak desa yang dalam kitab Yosua 19:12 disebut Dobrat dan kini bernama Dabburiya. Kiranya di desa inilah para rasul menunggu Yesus yang pergi ke puncak bersama tiga rasul pilihanNya. Sambil menunggu Yesus, para rasul itu diminta menyembuhkan seorang anak, tetapi mereka tidak berhasil (bdk. Mrk 9:14-29). Di pusat desa ini ditemukan reruntuhan gereja (22 m panjang dan 10 m lebar) yang dulu berdiri di sini untuk memperingati peristiwa tersebut. Tiga kilometer dari Gunung Tabor ke arah selatan, terletak desa Nain. Di situ Yesus membangkitkan putra seorang janda (Luk 7:11-17). Untuk mengenang peristiwa itu, di Nain berdiri sebuah gereja kecil.
Letaknya yang unik menjadikan gunung ini mudah dikenali dan menjanjikan pemandangan menarik bagi yang mengunjunginya. Secara tradisional, Gunung Tabor diyakini sebagai tempat terjadinya transfigurasi Yesus. Kisah mencengangkan ini dicatat dalam Mat. 17:1-8, Mrk. 9:2-8 dan Luk. 9:28-36. Saat itu para murid yang menyertai-Nya melihat Yesus berubah rupa. Wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya putih bersinar laksana terang. Setelah itu Dia nampak bercakap-cakap dengan Musa dan Elia. Peristiwa tersebut jelas bukan sesuatu yang biasa karena secara tegas membuktikan keilahian Yesus.
Di puncak gunung itu, terdapat Gereja Transfigurasi yang dibangun dengan tiga bagian. Sebuah basilika yang diapit oleh dua kapel di kedua sisinya. Ketiga bagian ini mengingatkan kita akan pernyataan Petrus untuk membangun tiga kemah, satu untuk Yesus, satu untuk Elia dan satu lagi untuk Musa.


Pada bagian kanan adalah Kapel Elia. Di dindingnya terdapat lukisan Elia yang sedang berdoa dan nyala api turun dari langit melahap kurban yang telah disediakan di atas mezbah (1 Raj. 18:20-46). Di bagian kiri terdapat Kapel Musa. Musa dilukiskan dengan kedua tangan memegang dua loh batu (Kel. 20 :1-17).

Sejak abad ke-3 di gunung ini sudah ada tiga kapel yang dipersembahkan untuk Yesus, Musa dan Elia. Pada zaman Perang Salib, ketiga kapel ini disatukan menjadi sebuah basilika yang indah. Tembok-tembok maupun bangunan kokoh yang berdiri sampai sekarang di puncak gunung ini, berasal dari abad ke-12.
Basilika yang ada sekarang ini adalah hasil renovasi yang diadakan antara tahun 1919-1924 menurut rancangan seorang arsitek Italia, Antonio Barlucci. Di belakang altar utamanya terdapat kaca dengan gambar burung merak, yang merupakan lambang keabadian. Pada tembok kapel ini, dari kiri ke kanan, digambarkan empat perubahan Yesus yang lainnya, yaitu: kelahiran, perjamuan terakhir, kematian dan kebangkitan-Nya. Di sebelah utara basilika ada Kapel Bunda Maria Tak Bernoda, sedangkan di sebelah selatannya terdapat Kapel St. Fransiskus Assisi.
(Ch. Enung Martina: Teriring ucapan terima kasih tak terhingga kepada : Sr. Francesco Maryanti,OSU yang menjadi jalan semua ini teralami, Romo Hendra Suteja, SJ pembimbing rohani yang kepada beliau kebijaksanaan diberikan Tuhan, kepada Romo Sugeng yang mempunyai talenta untuk menghibur, kepada Mas Edi dan Mas Engki yang tak lelah melayani,  kepada seluruh tour guide, crew di bis, dan seluruh peserta ziarah dari Keluarga Besar Santa Ursula BSD.)
Link video yang mendukung: https://www.youtube.com/watch?v=3P87cIddVaU

Minggu, 20 Oktober 2019

JEJAK LANGKAH 19



Gereja Primat Petrus dan Menza Kristi



Di Tabgha terdapat 2 tempat penting bagi para peziarah yaitu Gereja 5 roti 2 ikan (Church of the Multiplication of loaves and fishes) yang sudah kita bahas sebelumnya pada JEJAK LANGKAH 18 dan Gereja Primat Petrus (Church of St.Peter Primacy).

Gereja ini berada tidak jauh dari Penggandaan, tempat ini diyakini sebagai tempat di mana dahulu Yesus pernah makan bersama dengan beberapa murid - Nya setelah Yesus bangkit dari mati dan di tempat ini pulalah Yesus pernah berkata kepada Petrus untuk menggembalakan domba-domba Nya.

Gereja ini dahulu dibangun pada abad pertengahan dan diberi nama Tabula Domini atau Mensa Christi (Meja Kristus / Tuhan) dan dibangun kembali pada tahun 1934 oleh Ordo Fransiscan. Di dalam gereja ini terdapat sebuah batu karang yang diyakini pernah digunakan oleh Yesus dan para Murid Nya ketika mereka makan bersama.

Gereja Keutamaan Santo Petrus adalah gereja Fransiskan yang terletak di Tabgha, Israel, di pantai barat laut Danau Galilea. Gereja Petrus Primat dibangun di atas batu karang di pinggir danau Galilea. Sebagaimana dengan banyak peristiwa lain di Holyland yang diperingati dengan pendirian sebuah Gereja,  gereja ini merupakan penanda peringatan akan peristiwa  Yesus mengangkat  Petrus sebagai kepala para rasul dan kepala Gereja (umat beriman pengikut Kristus).
Struktur gereja  modern dibangun pada 1933 dan menggabungkan bagian dari Gereja abad ke-4 sebelumnya. Kapel Fransiskan ini dibangun di situs ini pada 1933. Gereja ini termasuk dalam lokasi kunjungan  perjalanan Paus Paulus VI dan Yohanes Paulus II selama kunjungan mereka ke Israel pada 1964 dan Maret 2000.  Di dasar dindingnya, di seberang altar utama, pondasi dari gereja abad ke-4  terlihat. Pada abad ke-9, Gereja ini disebut sebagai tempat bara-arang. Nama ini merujuk kepada peristiwa penyiapan makanan yang dilakukan Yesus bagi para rasul-Nya. Yesus membuat api dan arang untuk memasak ikan.
Di dalam gereja terdapat batu kapur berbentuk meja di depan altar,  yang disebut sebagai  "Mensa Christi", bahasa Latin untuk meja Kristus. Menurut tradisi ini adalah tempat di mana Yesus dikatakan telah meletakkan sarapan roti dan ikan untuk para rasul.  Di tempat ini pula Yesus mengatakan kepada Petrus untuk  "menggembalakan domba-domba-Nya". Ini merupakan  ketiga kalinya Yesus menampakkan diri kepada mereka setelah kebangkitan-Nya. (Yohanes 21:1-24).

Gereja Primat Petrus disebut juga Gereja Penampakan Tuhan, atau  disebut pula sebagai  Church of the Primary of St.Peter sebab pada penampakan ini,  Yesus menunjuk Petrus menjadi kepala dari para Rasul / pra murid - Nya. Kisah penunjukan itu bisa kita baca dalam Yoh 21: 15-23 dimana Yesus bertanya kepada Petrus apakah Petrus mengasihi-Nya yang diulang sampai 3x. Setelah Petrus berkata, “Tuhan, Engkau tahu segala-galanya, Tuhan tahu saya mencintai Tuhan” (Yoh 21:17), maka Yesus mempercayakan tugas memimpin Gereja kepada Petrus dengan berkata, “Gembalakanlah domba-domba-Ku”. 

Bangunan gereja ini tidak terlalu besar tapi sungguh apik dan mempesona. Dindingnya yang berwarna abu-abu kebiruan ditambah jendela-jendelanya  yang melengkung bercat putih menambah keindahan bangunan tsb. Kalau kita memandang ke samping kanan gereja, kita akan melihat hamparan taman bunga yang bermekaran dan teduh pepohonan rindang yang ditata dengan apik.  Sedangkan di samping kiri Gereja pantai  Danau Galilea dengan airnya yang berwarna biru menawan. Di Antara pepohonan di depan Gereja, terdapat patung yang menggambarkan perutusan Yesus kepada Petrus.

Di dalam Gereja suasana terasa hening dan tenang. Tepat di depan altar, terdapat batu cadas yang letaknya di lantai altar yang dinamakan Mensa Christi (meja Kristus), karena di situlah dulu Yesus duduk makan ikan bersama para rasul-Nya. Lihatlah mozaik di jendela belakang altar, begitu tertimpa sinar matahari maka gambarnya semakin bercahaya. Betapa  indah seperti dalam lukisan yang pernah saya lihat.
Sambil duduk di bangku umat, tak henti-hentinyanya saya mengucap syukur karena saya boleh datang yang kedua kalinya ke tempat ini. Saya sangat beruntung mempunyai Tuhan sebaik Yesus yg sangat menyayangi saya dan juga semua umat-Nya. 

Selesai berdoa pribadi saya keluar dan duduk di teduhnya pepohonan di taman sekitar gereja. Sambil duduk saya berimajinasi tentang Petrus kala peristiwa dalam kisah Al Kitab terjadi. Membayangkan Petrus sebagai nelayan yang dipilih Yesus untuk menjadi pemimpin ‘domba-Nya’.
Saya penasaran dengan pribadi sederhana Simon atau Petrus ini yang kepada dia Tuhan Yesus mempercayakan ‘domba-Nya’. Hasil penelususran saya melihat tentang ‘Primat Petrus
’ apa maksudnya?

“Pertama Simon, yang disebut Petrus.”[5] Dengan penekanan penting ini terhadap primat St. Petrus, St. Matius menyertakan daftar Keduabelas Rasul ke dalam Injilnya, yang juga dimulai dengan nama Simon dalam dua Injil sinoptik lainnya dan dalam Kisah Para Rasul[6]. Daftar ini, yang memiliki daya pembuktian besar, dan pasase Injil lainnya[7] memperlihatkan dengan jelas dan sederhana bahwa kanon Perjanjian Baru menerima apa yang Kristus katakan kepada Petrus dan perannya dalam kelompok Keduabelas[8]. Jadi, dalam komunitas Kristen awal, dan sesudahnya di seluruh Gereja, citra Petrus tetap kokoh sebagai Rasul yang kendati memiliki kelemahan insani, namun ditugaskan Kristus di tempat pertama di antara Keduabelas dan dipanggil untuk melaksanakan tugas khusus yang berbeda di dalam Gereja. Ia adalah batu karang yang di atasnya Kristus membangun Gereja-Nya[9]; ia adalah seseorang, setelah bertobat, yang imannya tidak gugur dan yang akan menguatkan saudara-saudaranya[10]; terakhir, ia adalah Gembala yang menuntun seluruh komunitas murid Tuhan.[11] 


Dalam pribadi, misi dan pelayanan Petrus, dalam kehadiran dan wafatnya di Roma yang disaksikan oleh literatur kuno dan tradisi arkeologis – Gereja melihat realitas mendalam yang secara hakiki terkait dengan misteri persekutuannya dan keselamatan: “Ubi Petrus, ibi ergo Ecclesia”[12]. Sedari awal dan dengan kejernihan yang kian bertambah, Gereja telah memahami bahwa, sama seperti terdapat suksesi Para Rasul dalam pelayanan Uskup, demikian pula pelayanan kesatuan yang dipercayakan kepada Petrus tergolong ke dalam struktur permanen Gereja Kristus dan suksesi ini ditetapkan di takhta kemartirannya.

Karena itu, atas dasar kesaksian Perjanjian Baru, Gereja Katolik mengajarkan, sebagai doktrin iman, bahwa Uskup Roma adalah Penerus Petrus dalam pelayanan primatnya di dalam Gereja universal[13]; suksesi ini menjelaskan pra-keunggulan Gereja Roma[14], yang diperkaya juga oleh pewartaan dan kemartiran St. Paulus.

Dalam rencana ilahi, primat sebagai “jabatan yang diberikan secara individual oleh Tuhan kepada Petrus, yang pertama dari antara Para Rasul, dan yang diteruskan kepada penerusnya”[15], kita telah memahami tujuan karisma Petrus, yakni “kesatuan iman dan persekutuan”[16] semua umat beriman. Paus Roma, sebagai Penerus Petrus, adalah “prinsip dan fondasi kesatuan yang kekal dan kasatmata bagi Para Uskup dan segenap umat beriman”[17] dan karenanya ia memiliki rahmat pelayanan khusus guna melayani kesatuan iman dan persekutuan yang perlu bagi Gereja untuk memenuhi misi penyelamatannya.[18]

“Gereja yang berziarah, dalam institusi dan sakramennya, yang tergolong ke zaman ini, memikul tanda dunia ini yang sedang berlalu.”[44] Untuk alasan ini pula, hakikat primat Penerus Petrus yang kekal secara historis telah diungkapkan dalam bentuk-bentuk pelaksanaan yang berbeda sesuai dengan situasi Gereja yang berziarah di dunia yang berubah-ubah ini.
Dalam tradisi Katolik, dasar jabatan paus sungguh kita temukan terutama dalam Matius 16:13-20. Di sana dikisahkan Yesus bertanya, “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” Para rasul menjawab, “Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi.” Lalu Yesus bertanya kepada mereka: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?”

St Petrus, yang waktu itu masih dikenal sebagai Simon, menjawab, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” Kristus tahu bahwa jawaban ini berasal dari Allah, “Bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga.”
Karena jawabnya ini, Kristus berkata kepada Petrus, pertama, “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.” Perubahan nama itu sendiri, dari Simon menjadi Petrus, menyatakan bahwa rasul tersebut dipanggil untuk suatu peran kepemimpinan yang istimewa. Kata “batu karang” juga mengandung makna istimewa. Di satu pihak, “batu karang” merupakan ungkapan bangsa Semit (termasuk di dalamnya adalah bangsa Yahudi dan Arab) untuk menunjukkan dasar yang kokoh di mana suatu komunitas akan dibangun.


Yesus mengatakan, “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga.” Dalam Perjanjian Lama, orang “nomor dua” dalam kerajaan selalu diserahi kunci. Dalam Yesaya 22:19-22 kita dapati kisah tentang Elyakim, kepala istana Raja Hizkia (2 Raja-raja 18:17 dst), kepada siapa diserahkan kunci rumah Daud. Sebagai tanda jabatannya, ia yang memegang kunci mewakili raja, bertindak dengan wewenangnya, dan harus berbuat sesuai kehendak raja.
Dalam Perjanjian Baru, dalam Kitab Wahyu, Yesus memegang kunci Surga, Neraka dan Api Penyucian, “Yang Kudus, Yang Benar, yang memegang kunci Daud; apabila Ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila Ia menutup, tidak ada yang dapat membuka…” (Wahyu 3:7) dan “Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut” (Wahyu 1:17-18). St Petrus ambil bagian dalam wewenang yang menembus hingga ke dunia baka.

Terakhir, Yesus mengatakan, “Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.” Ini adalah istilah rabbinic. Seorang rabbi dapat mengikat, memaklumkan suatu perbuatan sebagai terlarang atau menjatuhkan hukuman ekskomunikasi kepada seorang karena suatu dosa berat; atau, seorang rabbi dapat melepaskan, memaklumkan suatu perbuatan sebagai diperkenankan atau memulihkan seorang pendosa yang dikenai ekskomunikasi ke dalam komunitas. Di sini, Yesus mempercayakan suatu wewenang istimewa kepada St Petrus untuk melestarikan, menafsirkan serta mengajarkan kebenaran-Nya.
Wewenang ini dipertegas setelah kebangkitan, ketika Yesus menampakkan diri kepada para rasul di Danau Tiberias (atau Galilea) (bdk. Yoh 21:1-19). Di hadapan para rasul yang lain, Yesus bertanya tiga kali kepada St Petrus, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” yang dijawab St Petrus dengan, “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Dan setelah setiap jawaban St Petrus, Yesus berkata kepadanya, “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Di sini, Kristus menegaskan peran St Petrus sebagai pemimpin gembala Gereja. Di akhir perikop, Kristus menyatakan bagaimana St. Petrus akan wafat, dan lalu berkata kepada St Petrus, “Ikutlah Aku.” 
Sebab itu, St Petrus dan masing-masing penerusnya mewakili Kristus di dunia ini sebagai Vicar Kristus dan memimpin kawanan umat beriman Gereja menuju Kerajaan Surga. Pemahaman atas Matius 16 dan Yohanes 21 ini tak tersangkal.

(Ch. Enung Martina: Teriring ucapan terima kasih tak terhingga kepada : Sr. Francesco Maryanti,OSU yang menjadi jalan semua ini teralami, Romo Hendra Suteja, SJ pembimbing rohani yang kepada beliau kebijaksanaan diberikan Tuhan, kepada Romo Sugeng yang mempunyai talenta untuk menghibur, kepada Mas Edi dan Mas Engki yang tak lelah melayani,  kepada seluruh tour guide, crew di bis, dan seluruh peserta ziarah dari Keluarga Besar Santa Ursula BSD.)

video link yang setema : https://www.youtube.com/watch?v=ktJbiIim2Lk
https://www.youtube.com/watch?v=ktJbiIim2Lk








Sabtu, 19 Oktober 2019

JEJAK LANGKAH 18

Gereja Penggandaan – Tabgha

Tabgha (Arab: الطابغة, Al-Tabigha; Ibrani: עין שבע, Ein Sheva yang berarti  "7 musim semi " adalah sebuah daerah yang terletak di barat laut pantai Danau Galilea di Israel. Secara tradisional diterima sebagai tempat mukjizat penggandaan  roti dan ikan (Markus 6:30-46) dan penampakan kebangkitan keempat Yesus (Yohanes 21:1-24) setelah penyaliban-Nya. Sementara sumber lain menyatakan nama situs ini berasal dari nama Yunani Heptapegon    ( "tujuh mata air "). Nama ini kemudian berubah menjadi  "Tapego ", dan akhirnya diubah menjadi  "Tabgha " .

Bangunan paling awal di Tabgha adalah sebuah Kapel kecil yang dibangun pada abad ke-4 Masehi (sekitar 350) oleh orang Yahudi yang masukmenjadi  agama Kristen, Yusuf dari Tiberias. Menurut Epiphanius, Yusuf adalah seorang pegawai ahli Kaisar Konstantinus. Ia  seorang cendekiawan dan juga seorang rabbi, anggota Sanhedrin dan murid Hillel II. Setelah menjadi Kristen, Kaisar Konstantinus memberinya pangkat dan memberinya izin untuk membangun gereja di Galilea, khususnya, di kota Yahudi yang belum memiliki komunitas Kristen.  Wilayah Galilea (termasuk Laut Galilea), adalah daerah dengan mayoritas Yahudi. 
Gereja yang dibangun Yusuf dari Tiberias ini  mungkin adalah tempat ibadat  yang digambarkan oleh Egeria peziarah pada akhir abad ke-4. Kapel  kecil abad ke-4, pada 480 kemudian dibangun menjadi sebuah kapel besar oleh Martyrius dari Yerusalem, seorang patriark Yerusalem dari taun 478 sampai 486. Martyrius adalah orang Mesir, dan ini mungkin menjadi alasan mengapa lantai kapel  ditutupi dengan mosaik Nil yang indah, gaya seni yang populer di zaman Bizantium. Mosaik itu menggambarkan lanskap dari Sungai Nil.
Di tempat inilah  (tidak jauh dari Kapernaum) menghadap Danau Galilea merupakan  tanah yang berair sehingga  rumput subur tumbuh di sana, juga  banyak pohon yang tumbuh dengan baik. Di dekatnya terdapat tujuh mata air yang menyediakan perairan berlimpah. Di Taman subur ini Yesus menyepi dari orang banyak. Namun, orang tersebut malah berdatangan mencarinya. Karena itulah Yesus memberi makan 5000 orang dengan lima keping roti dan dua ikan yang dilipatgandakan melalui mujizat yang dibuat-Nya.

Gereja Penggandaan Roti dan Ikan, atau kependekannya adalah Gereja Penggandaan, atau Gereja Multifikasi, adalah sebuah gereja Katolik Roma yang terletak di Tabgha, di tepi barat laut Laut Galilea di Israel. Gereja inilah yang dibangun untuk mengingat peristiwa di atas. 

Biara besar dan sebuah gereja dibangun pada abad kelima. Sementara beberapa tanggal penghancuran situs ke waktu penaklukan Arab, Gereja kemungkinan besar hancur pada 614 selama invasi Persia.  Dengan berbagai cara, pasukan salib menaklukkan situs ini dan akhirnya  dilupakan. Namun, akhirnya  ditemukan kembali hanya pada abad ke-20.
Di zaman kuno, tempat yang kini dikenal sebagai Tabgha, dulu bernama Heptapegon, artinya Tujuh Mata Air. Menurut tradisi Kristen yang amat tua, wilayah di sekitar Tabgha paling disukai oleh Yesus. Gema tradisi ini dapat ditemukan dalam sebuah dokumen yang dikenal sebagai Catatan perjalanan Eteria yang berziarah ke Tanah Suci pada tahun 393-396. Eteria bercerita bahwa tidak jauh dari Kapernaum dapat dilihat tangga batu yang pernah diinjak oleh Tuhan Yesus. Di situ terdapat pula padang rumput dengan banyak pohon palem.

Gereja Penggandaan Roti
Sesuai dengan laporan Eteria, Yesus memang menggandakan roti dan ikan di tempat yang kini disebut Tabgha. Hal ini terbukti dari penggalian arkeologis yang dilakukan di situ. Peristiwa penggandaan roti ajaib itu dilestarikan dengan didirikannya sebuah gereja pada awal abad IV. Tetapi karena gereja pertama itu hancur akibat gempa bumi dahsyat pada tahun 419, maka pada pertengahan abad V dibangunlah gereja kedua dalam bentuk basilika. Diketahui bahwa gereja kedua itu panjangnya 30 m dan lebarnya 20 m. Gereja itu dihiasi dengan mosaik-mosaik yang indah hasil karya seorang seniman dari Mesir.
Gereja Tabgha atau dalam bahasa Yunani Heptageon yang artinya tujuh mata air. Situs ini dipercaya sebagai tempat Yesus memberi makan 500 orang dengan lima potong roti dan dua ekor ikan. Di Gereja Tabgha juga terdapat mozaik terindah di dunia yang terpasang pada seluruh lantai gereja.
Burung yang digambarkan pada mosaik itu melambangkan manusia, ular melambangkan setan, sedangkan burung flamingo melambangkan Kristus. Mosaik yang mengabadikan penggandaan roti ( bakul berisi roti dan ikan ), dapat disaksikan di depan altar; dibuat pada abad V atau VI. Gereja yang ada sekarang, dibangun atas fundamen konstruksi dari zaman Bizantium. Gereja ini maupun biara di sampingnya diurus oleh para biarawan OSB ( St. Benediktus ) dari Jerman. Seluruh kompleks ini dibangun berkat sumbangan umat Katolik Jerman.
Tradisi Kristen menyatakan bahwa mukjizat itu terjadi di tepi barat laut Danau Galilea, di lokasi Gereja yang diberi nama Church of Multiplication sekarang berdiri di wilayah Tabgha ini.
Sebelumnya, menurut catatan Eisenber, di Church Multiplication di Tabgha memiliki sebuah mosaik yang menunjukkan dua ikan tetapi hanya empat roti. Ini sedikit berbeda dari yang digambarkan dalam mosaik Gereja Burnt, yang sama persis dengan kisah yang diceritakan dalam Perjanjian Baru.

Interpretasi Injil Matius 14:13-21   (Penggandaan Roti)
Kalau kita melihat konteksnya, maka perikop ini terjadi setelah Yohanes Pembaptis dipenjara dan kemudian dibunuh oleh Herodes, sang raja di wilayah itu (lih. Mat 14:1-12; Mrk 6:14-29; Luk 9:7-9; Luk 3:19-20). Di dalam Injil, disebutkan ada empat Herodes: (a) Herodes Agung atau Raja Herodes (Mat 2:1), (b) Herodes Antipas, yang membunuh Yohanes Pembaptis (Mat 14:1-12) dan yang mengolok-olok Yesus yang menderita (Luk 23:7-11), (c) Herodes Agripa I – keponakan dari Herodes Agung, yang membunuh Yakobus, saudara Yohanes (Kis 12:1-3) dan yang memenjarakan rasul Petrus (Kis 12:4-7) serta yang meninggal secara mendadak dan misterius (Kis 12:20-23), (d) Herodes Agripa II – yaitu anak Herodes Agripa I, yang kepadanya Paulus dihadapkan untuk menjawab tuduhan dari kaum Yahudi ketika Paulus dipenjara di Kaisaria (Kis 25:23).
Mengapa Yesus harus menyingkir?
Beberapa interpretasi dari Bapa Gereja mungkin dapat membantu. Alasan mengapa Yesus menyingkir adalah karena memang waktu yang ditetapkan oleh Bapa atau kematian Yesus belum tiba, seperti yang dikemukakan oleh St. Yohanes Krisostomus. Dan alasan ini juga dikemukakan oleh rasul Yohanes yang menuliskan “Mereka berusaha menangkap Dia, tetapi tidak ada seorangpun yang menyentuh Dia, sebab saat-Nya belum tiba.” (Yoh 7:30, lih. Yoh 8:20) Santo Hieronimus memberikan tambahan penjelasan bahwa menyingkirnya Yesus merupakan bentuk belas kasih Yesus kepada musuhnya, sehingga Dia tidak menambah dosa Herodes yang telah membunuh Yohanes Pembaptis dan kemudian nantinya harus membunuh Yesus. ((lih. St. Thomas Aquinas, Catena Aurea, commentary on the Gospel of Matthew 14:13-14)) Alasan yang lain adalah karena Yesus ingin menghindari paksaan umat Yahudi yang ingin menjadikan Dia seorang raja (lih. Yoh 6:15). Kemungkinan yang lain adalah karena Yesus dan para murid-Nya memang membutuhkan istirahat, karena mereka sama sekali tidak mempunyai waktu untuk makan (lih Mrk 3:20) dan beristirahat (lih. Mrk 6:31). Dan memang walaupun Yesus dan para murid-Nya menyingkir ke tempat yang sunyi, namun orang-orang mendengar tentang hal ini dan mencoba menemukan mereka. Dan orang-orang yang melihat ke mana mereka pergi, kemudian menyusul mereka lewat jalan darat (lih. Mrk 6:33). (http://www.katolisitas.org/mukjizat-penggandaan-roti-adalah-gambaran-akan-sakramen-ekaristi/


Renungan Pribadi di Gereja Penggandaan:
Perikop ini familiar sekali dan sebagian orang beriman kepada Yesus pernah mendengar dan mengetahui hal ini. Berhubung sudah sering sekali merenungkan perikop ini yang banyak mengupas tentang sesuatu yang tidak mungkin bagi manusia tetapi bagi Tuhan adalah semua dapat terjadi. Bagaimana menurut manusia adalah mustahil dapat terjadi ternyata 5 roti + 2 ikan yang diubahkan menjadi roti yang dapat memberi makan 5000 laki-laki dan ternyata masih tersisa 12 bakul.

Dalam kondisi kebingungan ini, kini para murid mulai melihat apa yang mereka punyai pada saat itu. Injil Matius dan Lukas melaporkan bahwa para murid mengatakan bahwa mereka hanya mempunyai lima roti dan dua ikan (Lih. Mat 14:17; Luk 9:13). Injil Yohanes menuliskan bahwa Andreas, saudara Petrus melaporkan bahwa ada seorang anak kecil yang membawa lima roti dan dua ikan (lih. Yoh 6:9). Namun, di ayat yang sama, Rasul Andreas berkata, “tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?“

Di tempat ini kita mau merenungkan lebih dalam lagi, bukan hanya terbatas pada hal-hal mukjizat berkat saja melainkan mau merenungkan makna mukjizat penggandaan memberi dampak perubahan sikap hidup kita.



Para murid tidak yakin, bahwa apa yang mereka punyai cukup untuk memberi makan begitu banyak orang. Kita pun demikian sering tak yakin dengan apa yang kita miliki. Kita jauh dari percaya diri akan kemampuan diri. Bahkan Yesus masih kurang bisa menjadi andalan.  Kita kurang yakin bahwa Allah akan menolong kita kalau hanya mengandalkan doa kita. Maka dicarilah orang pintar untuk memberikan petunjuk. Kita lebih mempercayai kelenik daripada hal yang logis, masuk akal, dan bisa dinalar.

Terkadang ketakutan kita lebih besar daripada rasa percaya kita akan Allah. Banyak kuatir dan takut menguasai diri kita mulai dari hal remeh temeh sampai yang besar. Mulai dari kebutuhan perut, sandang, papan, pendidikan anak, kendaraan, meningkatkan gengsi, kedudukan, jodoh, keluarga, kesehatan,  relasi,  harga diri, kehormatan, nama baik,  kepopuleran,  serta aneka rupa kekuatiran manusiawi kita. 



Kita sering rendah diri dan kurang percaya. K Kita mempercayai kata orang ada ini dan itu. Kita gentar mendengar berita di media tentang ini itu menyangkut bangsa dan Negara dan perpolitikan. Kita stress dengan aneka tuntutan pekerjaan yang tak pernah ada hentinya. Kita tak pernah bebas dari semua itu. Semua seolah membelenggu kita.

Mengapa? Karena kita mengijinkan semua itu membelenggu kita. Kita bukan lagi pribadi bebas untuk mengatakan bahwa biarlah semua itu berlalu. Toh bila semua itu ada sekitar kita, jika Allah tidak mengijinkan semua permasalahan itu menimpa kita, maka tak satu pun akan menimpa kita. Namun, bila memang melalui permasalahan itu Allah mengijinkan itu terjadi untuk menunjukkan kemuliaan-Nya, maka biarlah terjadi. Jangan lari dari apa yang seharusnya kita pikul. Hadapi dengan penuh kepercayaan pada Sang Pencipta yang tak akan membiarkan selembar rambut pun rontok dari kepala kita, tanpa sepengetahuan-Nya. Semua sudah dirancang-Nya. Karena rancangan DIA adalah rancangan kehidupan dan damai sejahtera. 


 Dengan demikian,tak pantas kita merasa rendah diri akan keterbatasan kita. Justru Tuhan memilih orang-orang yang terbatas kemampuannya, sehingga kemuliaan dan kuasa Tuhan menjadi sempurna (lih. 2Kor 12:9). Namun, satu hal yang harus kita lakukan agar mukjizat dapat terjadi adalah membawa semua yang ada pada diri kita, baik waktu, harta, talenta dan juga semua kelemahan kita di hadapan Tuhan. Oleh karena itu, Yesus berkata, “Bawalah kemari kepada-Ku….” (Mat 14:18).

Apakah saya dan Anda sudah membawa beban berat kita pada Yesus? Atau hanya di mulut saja? Apakah kata-kata kita memberikan penghiburan atau malah memberikan ketakutan dan kecurigaan untuk memecah belah? Apakah kegentaran hatimu karena kuasa-kuasa dunia yang membuat kita takut kehilangan ini dan itu?  Apakah kita gentar akan rasa sakit dan rasa sunyi mencekam yang membuat kita merasa ngeri dan terasing? apakah kita takut kematian datang menghampiri kita? Apakah kita begitu lekatnya dengan banyak hal yang membuat kita jauh dari Sang Pencipta?

Begitu banyak pertanyaan yang bisa kita lontarkan pada diri kita sebagai bentuk refleksi kritis kita. Sebagai penutup:  di tengah kegentaran dan kelekatan kita, bolehlah kita juga mempercayai harapan yang bersumber dari DIA yang mampu melipatgandakan berkat dalam hidupmu!  (Ch. Enung Martina)

 (Ch. Enung Martina: Teriring ucapan terima kasih tak terhingga kepada : Sr. Francesco Maryanti,OSU yang menjadi jalan semua ini teralami, Romo Hendra Suteja, SJ pembimbing rohani yang kepada beliau kebijaksanaan diberikan Tuhan, kepada Romo Sugeng yang mempunyai talenta untuk menghibur, kepada Mas Edi dan Mas Engki yang tak lelah melayani,  kepada seluruh tour guide, crew di bis, dan seluruh peserta ziarah dari Keluarga besar Santa Ursula BSD.)