Selasa, 31 Desember 2019

PUISI TENTANG DARAH

TANDA DARAH




Diawali dengan hemo [1] -DARAH
cairan kental diedarkan melalui sistem
mengangkut oksigen menuju jejaring tubuh
dalam plasma darah terlarut secara bebas, zat, hak,  dan kemerdekaan

Menyuplai jaringan tubuh yang  bahkan tak diketahui si pemilik tubuh
mengangkut zat-zat sisa metabolisme yang sebetulnya juga tak dimengertinya
hemo bekerja  menyusun sistem imun,
mempertahankan tubuh yang hidup

Hemo yang mengalir disediakan dan ditentukan Khalik
menjelma menjadi hidup pada mahluk
memperkukuh ikatan yang tak bisa disangkal

Hemo tanda hidup mengiringi perjalanan insan di dunia fana
Setitik zigot yang tumbuh menjadi janin
Hadir di bumi dalam peristiwa lahir bergenang darah

Perjanjian darah El Shaddai dengan Abraham :
haruslah dikerat kulit khatanmu dan itulah akan menjadi tanda perjanjian antara Aku dan kamu .[2] 

Perempuan lekat dengan peristiwa darah dalam siklusnya
haid adalah perkara yang telah ditetapkan semesta khusus untuk prempuan

Hemo mengandung kuasa untuk mengadakan korban tebusan
laknat bagi orang itu yang menumpahkannya dengan tidak senonoh
nyawa makhluk ada di dalam darahnya
darah mengadakan pendamaian dengan perantaraan nyawa
“Aku telah memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian bagi nyawamu” [3]
"Inilah darah-Ku, darah perjanjian  yang ditumpahkan bagi banyak orang [4].

(Ch. Enung Martina: Jelupang, Awal Januari (hujan sehari-hari)  2020, hujan semalam suntuk menyisakan rintik gerimis)
  
_______________________________________________________________________________
[1] bahasa Latin untuk darah
[2] Kitab Genesis 17:11
[3] Kitab Imamat 17:11
[4] Markus 14:24

Senin, 30 Desember 2019

JEJAK LANGKAH 28


GETSEMANI


Catatan perjalanan tentang Taman Zaitun bertepatan dengan berakhirnya tahun 2019. Tulisan ini dibuat untuk bentuk ungkapan cinta yang tak terhingga bagi Sang Sahabat dan Penyelamat yang menjadi andalan saya dari waktu ke waktu. Bersama Dia saya mampu mengatasi kemustahilan. Bersama Dia saya mampu kuat menghadapi berbagai rintang dan aral dalam hidup saya. Dia adalah JALAN, KEBENARAN, dan HIDUP yang membawa saya kepada BAPA.

Getsemani (Yunani: γεθσημανί - GETHSÊMANI, dari kata Aram : "GAT-SYEMEN," ('perasan minyak'), yaitu nama 'taman / kebun' (Yunani: κῆπος - KÊPOS, Yohanes 18:1), di timur Yerusalem, seberang Lembah Kidron dekat Bukit Zaitun (Matius 26:30). Getsemani adalah kebun/ taman dekat Bukit Zaitun (Lukas 22:39; Yohanes 18:1) tempat Yesus ditangkap (Markus 14:32 dst). Letak tempat itu tidak diketahui dengan tepat. Namun, beberapa petunjuk penggalian dan peta kota mengacu kepada  tempat-taman yang dewasa ini dihormati (ada gereja Getsemani yang didirikan pada puing-puing gereja yang dibangun pada kira-kira tahun 380 M) dipandang sebagai paling mendekati kisah dari tradisi tentang taman tersebut.

Taman Getsemani, tempat yang secara harafiah berarti "tempat pemerasan minyak," berada di lereng Bukit Zaitun di seberang Lembah Kidron dari arah Kota Tua Yerusalem. Tempt ini merupakan sebuah taman berisi sekelompok pohon zaitun tua yang masih ada hingga pada zaman ini. Terdapat delapan pohon Zaitun yang sangat tua dan tidak dapat lagi dipastikan umurnya. Beberapa ahli botani menyatakan bahwa pohon-pohon itu mungkin berumur 3000 tahun.


Fakta tersebut memunculkan pertanyaan, apakah parental (induk) dari delapan pohon zaitun tersebut adalah pohon yang menjadi tempat Yesus berdoa di Taman Getsemani hingga berkeringat darah sebelum disalib seperti yang dideskripsikan dalam Injil Lukas? Satu hal lain yang mengagumkan, meskipun telah mencapai ratusan atau ribuan tahun, pohon zaitun ini tetap sehat dan berkembang tanpa terkontaminasi polusi dan bakteri. Tanaman ini juga mampu menghalau serangga dan proliferasi bakteri.

Dari delapan pohon zaitun, tiga di antaranya diperkirakan ada sejak pertengahan abad ke-12. Akar yang di dalam tanah tentunya diperkirakan berusia lebih tua lagi. "Zaitun ini menjadi salah satu pohon berdaun yang tertua di dunia. Tanaman dengan usia yang lebih tua belum pernah dilaporkan dalam literatur ilmiah," kata ketua tim penelitian, Antonio Cimato, dari CNR Tree and Timber Institute di Florence. Berdasarkan penanggalan karbon, pohon-pohon ini berasal dari tahun 1092, 1166, dan 1198. Periode saat Tentara Salib terlibat dalam rekonstruksi gereja secara besar-besaran di Tanah Suci yang kemudian dibangun kembali menjadi Basilica of Gethsemane di Jerusalem.


Tim peneliti juga mengungkapkan adanya kemungkinan taman zaitun pernah mengalami penyusunan ulang dan direnovasi selama rekonstruksi gereja dilakukan. Bukannya tidak mungkin hal ini dapat terjadi karena pohon zaitun dapat tumbuh kembali meskipun telah ditebang, bahkan dibakar sekalipun. DNA dari delapan pohon mengungkapkan bahwa semuanya saling berkaitan ke satu pohon yang usianya lebih tua. "Dari delapan pohon zaitun, semuanya memiliki profil genetik yang serupa. Ini artinya mereka merupakan zaitun kembar. Semua anak-anak mereka dari satu spesimen," kata Cimato.

Bila dilihat dari asal-usul katanya, Getsemani yang menurut bahasa Ibrani berarti kilang minyak zaitun kemungkinan besar pada masa purba di situ ada tempat pemerasan minyak zaitun. Dalam Injil Lukas disebutkan saat melakukan kunjungan terakhir pada siang hari di Yerusalem, Yesus memberi pengajaran di Bait Allah. Selanjutnya pada malam harinya, Dia keluar lalu menginap di Bukit Zaitun.


Menurut tradisi Ortodoks, Getsemani adalah taman tempat makam Perawan Maria yang dikuburkan oleh murid-murid Yesus dan diyakini masuk ke surga setelah kenaikan-Nya di Bukit Zion. Taman Getsemani menjadi pusat ziarah pada awal masa peziarah umat Kristiani. Pada tahun 333M Getsemani telah dikunjungi peziarah tak dikenal dari Bordeaux (Pilgrim of Bordeaux), di mana rute perjalanan Burdigalense (Itinerarium Burdigalense) adalah catatan awal yang ditinggalkan oleh penjelajah Kristiani di Tanah Suci. Dalam Onomasticon (ilmu yang mempelajari nama-nama diri atau asal usul nama), Eusebius (seorang Uskup) dari Kaesarea (distrik utara Israel) mencatat bahwa lokasi Getsemani berada “dikaki bukit Zaitun” dan dia menambahkan “orang-orang yang percaya terbiasa pergi ke sana untuk berdoa”.

Bila dilihat dari kajian literasi Alkitabiah, tidak diragukan lagi taman dengan pohon-pohon itu adalah tempat Tuhan Yesus berdoa di malam derita-Nya. "Pohon Zaitun itu tidak akan mati". Berdasarkan Perjanjian Baru, Taman Getsemani adalah tempat di mana Yesus dan murid-muridnya sering berkunjung, yang mana memudahkan Yudas Iskariot untuk menemukan Yesus pada malam penangkapan-Nya. Berdasarkan Lukas 22:43-44, di sana Yesus sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah." Kondisi ini dalam dunia medis dikenal sebagai hematidrosis.


Yesus sering pergi ke Getsemani bersama para murid-Nya untuk berdoa (Yohanes 18:2). Peristiwa yang paling terkenal di Getsemani terjadi pada malam menjelang penyaliban-Nya ketika Yesus dikhianati. Semua penulis Injil menggambarkan peristiwa malam itu secara berbeda, sehingga membaca semuanya (Matius 26:36-56; Markus 14:32-52; Lukas 22:39-53; Yohanes 18:1-11) dapat memberi gambaran yang tepat secara keseluruhan tentang peristiwa tersebut.

Getsemani adalah tempat yg disenangi Yesus dan murid-murid-Nya sebagai peristirahatan dalam setiap perjalanannya di Yerusalem. Hingga kemudian menjadi panggung kesengsaraan, pengkhianatan Yudas, dan penangkapan Yesus (Markus 14:32-52). Yesus sudah selesai berdoa bersama para rasulnya yang setia. Lalu, ”setelah menyanyikan pujian, mereka pergi ke Gunung Zaitun”. (Markus 14:26) Mereka berjalan ke arah timur menuju sebuah taman yang disebut Getsemani, tempat yang sering dikunjungi Yesus.


Pada malam sakratul maut-Nya di Taman Zaitun, Al Kitab mencatat: Pada permulaan malam itu, setelah Yesus dan para murid-Nya merayakan Paskah Yahudi, mereka pergi ke taman itu. Pada suatu waktu, Yesus membawa tiga di antaranya – Petrus, Yakobus, dan Yohanes – ke tempat tersendiri.

Sesampainya di taman itu, Yesus berhenti di sebuah tempat yang nyaman di antara pohon-pohon zaitun, lalu dia berkata kepada delapan rasulnya, ”Duduklah di sini sementara aku pergi ke sana dan berdoa.” Yesus kemudian masuk lebih jauh ke taman itu bersama tiga rasulnya—Petrus, Yakobus, dan Yohanes. Yesus merasa sangat tertekan dan berkata kepada tiga rasul itu, ”Aku sedih sekali, seperti mau mati rasanya. Tunggu di sini dan tetaplah berjaga-jaga denganku.”—Matius 26:36-38.


Yesus berjalan sedikit untuk menjauh dari mereka lalu ”sujud dan mulai berdoa”. Apa yang Dia doakan pada saat-saat yang menegangkan ini? Dia berdoa, ”Bapak, segala sesuatu tidak mustahil bagi-Mu. Singkirkanlah cawan ini dari-Ku. Namun janganlah terjadi seperti yang Aku mau, tapi seperti yang Engkau mau.” (Markus 14:35, 36)

Setelah sekian lama berdoa, Yesus kembali dan melihat bahwa tiga rasulnya tertidur. Dia berkata kepada Petrus, ”Apa kalian tidak bisa tetap berjaga-jaga satu jam saja denganku? Tetaplah berjaga-jaga dan teruslah berdoa, supaya kalian tidak menyerah pada godaan.” Yesus tahu bahwa sepanjang malam itu, mereka juga merasa tertekan, dan sekarang sudah lewat tengah malam. Yesus berkata, ”Roh memang bersemangat, tapi tubuh lemah.”—Matius 26:40, 41.


Yesus pergi lagi dan berdoa agar Allah menyingkirkan ”cawan ini” dari-Nya. Ketika Dia kembali, lagi-lagi tiga rasul-Nya tertidur, padahal mereka seharusnya berdoa agar tidak menyerah pada godaan. Saat Yesus menegur mereka, ”Mereka tidak tahu harus berkata apa kepada Yesus”. (Markus 14:40) Yesus lalu pergi untuk ketiga kalinya, kemudian Dia berlutut dan berdoa.

Peulis Injil, Lukas, yang adalah seorang dokter, tidak menjelaskan apa maksudnya keringat Yesus ”menjadi seperti darah yang menetes ke tanah”. (Lukas 22:44) Lukas mungkin memaksudkan bahwa keringat Yesus menetes bagaikan darah yang keluar dari luka. Kemungkinan lain disampaikan oleh Dr. William D. Edwards dalam majalah The Journal of the American Medical Association (JAMA). Dia berkata bahwa seseorang bisa mengeluarkan keringat darah, meskipun ini sangat jarang terjadi. Ketika seseorang sangat tertekan, pembuluh-pembuluh darah kecil bisa pecah sehingga darah tercampur dengan keringatnya. Kondisi ini dalam dunia medis dikenal sebagai hematidrosis.


Setelah itu, Yudas Iskariot, datang bersama "serombongan" prajurit, imam besar, orang Farisi, dan hamba-hambanya untuk menangkap Yesus. Yudas menunjuk Yesus dengan isyarat ciuman. Dalam upayanya melindungi Yesus, Petrus mengambil pedang dan menyerang seorang pria bernama Malkhus, hamba imam besar, dan memutuskan telinganya. Yesus mengecam Petrus dan menyembuhkan telinga orang itu. Cukup mengejutkan bahwa kerumuman orang itu tidak terkesan melihat mujizat pemulihan tersebut. Meskipun mereka berjatuhan ke tanah, mereka tidak gentar mengamati kuasa-Nya, baik itu dalam perubahan wujud-Nya atau kuasa ucapan-Nya, yang digambarkan dalam Yohanes 18:5-6. Pada akhirnya, Ia tetap ditangkap dan dibawa ke Pontius Pilatus, sedangkan para murid-Nya melarikan diri.

Itu adalah kisah Yesus pada malam terakhir sebelum kesengsaraan-Nya. Semua kisah itu terjadi di sebuah taman yang bernama Getsemani  atau Taman Zaitun.


Peristiwa yang terjadi di Taman Getsemani terus menggema selama ribuan tahun. Gairah emosi, kesedihan,  perilaku,  dan tindakan Yesus pada malam mengegerkan itu telah dikemas dalam berbagai bentuk karya seperti musik, buku, puisi, drama,  maupun tayangan film. Pada abad ke-16, Johann Sebastian Bach  menggubah dua oratorio yang istimewa berdasarkan kisah injil Matius dan Yohanes yaitu "Jesu, Joy of Man Desiring", dan "Passion According to St. Matthew" .  Sampai pada zaman ini melalui film The Passion of the Christ, kisah malam yang luar biasa ini diberitakan berulang kali. Bahkan kiasan seperti "barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang" (Matius 26:52); "roh memang penurut, tetapi daging lemah" (Markus 14:38); dan "Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah" (Lukas 22:44) sudah menjadi  kutipan yang sering kita dengar dalam bahasa sehari-hari.


Namun, bagi saya dan Anda, yang terpenting dari malam itu ialah bahwa Juruselamat kita bersedia melunasi hutang hukuman dosa kita dengan mati di atas kayu salib. "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah" (2 Korintus 5:21). Kita telah BEBAS  dan dibayar KONTAN dan LUNAS! Sembah dan bakti bagi DIA yang dengan Darah-Nya yang kudus telah menebus kita! Selamat Tahun Baru 2020. Kiranya sukacita dan damai sejahtera selalu berada bersama kita untuk waktu-waktu mendatang. Tuhan memberkati. 

(Ch. Enung Martina: Teriring ucapan terima kasih tak terhingga kepada : Sr. Francesco Maryanti,OSU yang menjadi jalan semua ini teralami, Romo Hendra Suteja, SJ pembimbing rohani yang kepada beliau kebijaksanaan diberikan Tuhan, kepada Romo Sugeng yang mempunyai talenta untuk menghibur, kepada Mas Edi dan Mas Engki yang tak lelah melayani,  kepada seluruh tour guide, crew di bis, dan seluruh peserta ziarah dari Keluarga besar Santa Ursula BSD.)

Sumber:
W. M Thompson, The Land and the Book, 1888, hlm 634;
G Dalman, Sacred Sites and Ways, 1935, hlm 321 dab. DHT/JMP


Minggu, 29 Desember 2019

JEJAK LANGKAH 27


GEREJA SEGALA BANGSA
(The Church of all Nations)


”Pergilah dan buatlah orang-orang dari segala bangsa menjadi murid, baptislah mereka . . . , ajarlah mereka menjalankan semua perkara yang aku perintahkan kepadamu.”—MAT. 28:19, 20.

Gereja Segala Bangsa, atau juga dikenal sebagai Gereja atau Basilika Agony, yang artinya penderitaan.  Gereja ini adalah sebuah Gereja Katolik Roma yang terletak di Bukit Zaitun di Yerusalem, tepatnya di samping Taman Getsemani. Lokasinya tidak terlalu jauh dari Kota Tua Yerusalem, tetapi berada di luar Kota Tua Yerusalem.  Di samping gereja ada sebuah taman yang secara tradisi dipercaya sebagai taman Getsemani dalam kisah Injil. Di dalam bangunan gereja ada lokasi yang disucikan dan secara tradisi dipercaya sebagai tempat Yesus berdoa di taman Getsemani.


Gereja ini diberi nama Gereja Segala Bangsa karena pembangunan gereja ini dibiayai oleh 12 negara di dunia yang kemudian ditandai dengan lambang-lambang dan kubah gereja. Selain memiliki nama sebagai gereja segala bangsa, gereja ini juga dikenal sebagai gereja Agony yang artinya penderitaan mengacu kepada peristiwa Yesus menghadapi sakratul maut.  Karena itu,  interior gereja ini berkesan agak gelap guna disesuaikan dengan arti nama gereja tersebut.

Berbagai sumbangan berharga dipersembahkan oleh beberapa bangsa demi memperindah gereja ini, yaitu oleh Amerika, Jerman, Kanada, Belgia, Inggris, Meksiko, Chile, Brasilia, Argentina (lambang negara-negara tersebut terdapat pada langit-langit  12 kubah). Justru karena sumbangan universal itu, gereja ini diberi nama Gereja Segala Bangsa. Fasad (sisi luar) gereja didukung oleh deretan mozaik yang menggambarkan Yesus Kristus sebagai mediator antara Allah dan manusia. Desainer dari  mosaik pada fasad ini adalah Profesor Giulio Bargellini .

Gereja yang berada di kaki Gunung Zaitun ini dibangun oleh arsitek Italia Antonio Barluzzi pada tahun 1919-1924. Gereja ini dibangun diatas gereja pertama yang bergaya Byzantium yang dibangun pada abad ke 4 Masehi dan kemudian dihancurkan oleh bangsa Persia pada tahun 614 dan kemudian dibangun kembali oleh serdadu Perang Salib tetapi kemudian dihancurkan kembali. Saat ini gereja ini dipercayakan kepada The Custody of the Holy Land.

Di dalam gereja ini terdapat sebuah batu yang diyakini sebagai tempat di mana dahulu Yesus pernah berdoa di Taman Getsemani pada malam sebelum Dia dikhianati oleh Yudas Iskariot.

Sebuah altar terbuka yang terletak di taman gereja digunakan oleh banyak denominasi Kristen untuk berdoa termasuk pengikut Katolik Roma, Ortodoks Timur, Armenian Apostolik, Protestan, Lutheran, Evangelical, Anglikan, dan versi lain dari Kristen yang unik dari tiap-tiap negara.

Lantai basilika ini melanjutkan sisa mosaik yang ditemukan dari zaman Kaisar Teodosius yang sudah ada pada bangunan itu. Di tembok luar gereja sekarang dapat disaksikan sebuah mosaik karya G. Bargellini yang bertema Yesus menguduskan segala macam derita manusia. Kaca-kaca di dalam gereja berwarna ungu menciptakan suasana remang-remang yang mengundang orang untuk berdoa dan bermeditasi. Mosaik-mosaik bermotif bunga di langit-langit diciptakan oleh D. Archiardi; patung-patung oleh G. Tonnini, sedangkan hiasan-hiasan dari besi – oleh A. Gerardi. Yang patut diperhatikan secara khusus ialah mosaik di atas altar utama yang menggambarkan Yesus sedang mengalami sakratul mautnya. Mosaik ini dibiayai oleh umat dari Hungaria. Mosaik yang menggambarkan penangkapan Yesus dibiayai oleh para serdadu dari Polandia. Mosaik yang menggambarkan pengkhianatan Yudas dibiayai oleh umat Irlandia. Teralis besi di sekeliling Batu Sakratul Maut dibiayai oleh umat dari Australia.

Atap gelembung yang menjadi kubah, tembok yang tebal, dan fasad mosaik, memberikan gereja suatu tampilan bergaya Neoklasik nan menawan.

Di depan altar yang berbentuk cawan, terdapat batu yang diyakini sebagai tempat di mana dahulu Yesus pernah berdoa di taman Gethsemane pada malam sebelum Dia dikhianati oleh Yudas Iskariot.

Berkunjung ke Gereja ini, kita diajak untuk merenungkan pergumulan batin Yesus ketika berdoa pada Bapa di Surga: " kalau boleh singkirkan cawan ini dari padaku..." Menyadarkan diri bahwa identitas kita sebagai umat Allah seharusnya selalu membawa kepada pemujaan setinggi-tingginya kepada Yesus Kristus sang Anak Domba Allah, penebus kita. Melalui karya Kristus umat Allah ditebus, dikuduskan dan diselamatkan. Sehingga kita layak menyebut Allah sebagai Bapa.


Kita bersyukur atas karunia keselamatan yang Allah berkan melalui pengurbanan Yesus. Segala bangsa di hadapan Allah sama kedudukannya sebagai bagian dari Kerajaan Allah.
Status menjadi umat Allah juga sudah dijamin oleh Allah dan akan disempurnakan ketika semua orang percaya dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa berada di hadapan Tahta Allah di Surga. Tidak lagi ada perbedaan sebab Allah yang memilih dan mempersatukan bersama dan di dalam Dia. Di sana Allah sebagai pusat untuk dimuliakan dan disembah oleh seluruh umat dari segala bangsa dan segala yang ada di surga. Gambaran ini menunjukkan bagaimana umat Allah di surga yang seharusnya juga secara rohani menjadi patron gereja hari ini.


Mengikuti Misa di sini sangat terasa ada persaudaraan yang terhubung (connected) antarmanusia di seluruh bumi. Ada suatu perasaan bangga sebagai umat Katolik yang mempunyai banyak saudara di seluruh dunia. Semua orang yang memasuki gedung gereja ini merasakan keheningan dan khidmat dalam hati untuk mengenang Dia yang tersalib.

  (Ch. Enung Martina: Teriring ucapan terima kasih tak terhingga kepada : Sr. Francesco Maryanti,OSU yang menjadi jalan semua ini teralami, Romo Hendra Suteja, SJ pembimbing rohani yang kepada beliau kebijaksanaan diberikan Tuhan, kepada Romo Sugeng yang mempunyai talenta untuk menghibur, kepada Mas Edi dan Mas Engki yang tak lelah melayani,  kepada seluruh tour guide, crew di bis, dan seluruh peserta ziarah dari Keluarga besar Santa Ursula BSD.)


Jumat, 27 Desember 2019

LIBUR NATAL: MENYUNAT SI BONTOT

MENYUNAT SI BONTOT



Sunatan, khitanan, atau supitan, bagi anak laki-laki memiliki beberapa dimensi pemaknaan. Secara medis, khitanan merupakan tindakan operasi kecil dengan memotong “sang kulup” alias kulit penutup penis. Dari sudut pandang kesehatan, keberadaan kulit kulup ini justru bisa menghalangi proses pembersihan alat vital setelah bebuang atau kencing. Pembersihan yang tidak tuntas pada bagian tersebut jelas akan menjadi sumber penyakit yang sangat membahayakan alat vital.

Dalam kepercayaan Kristen sunat bukan suatu kewajiban agama. Berbeda dengan Islam yang merupakan kewajiban amalan agama sebagaimana telah dicontohkan semenjak Nabi Ibrahim AS.

Karena itu, kami sekeluarga mengkhitankan anak karena alasan kesehatan semata. Karena itu sunatan kami lakukan tanpa upacara adat atau keagamaan. Hanya biasanya berdoa sebelum dan sesudah sunatan. Tujuan berdoa sebelunya adalah memberikan dukungan secara rohani kepada anak agar siap menghadapi peristiwa sunat yang pasti akan dirasakan sakitnya oleh anak. Doa sesudahnya sebagai bentuk syukur atas terselenggaranya sunatan dengan baik dan agar diberi kesehatan dalam pemulihatan luka sunat.


Desember 2019, tepatnya hari Jumat, 27 Desember 2019, pukul 09.00, anak laki-laki bungsu kami disunat. Dia suda merasa siap pada usianya yang menginjak 9 tahun lebih 5 bulan. Maka liburan Natal ini setelah selesai Natalan bersama keluarga besar di Jawa Barat, jadilah si bontot, Abhimanyu, kami sunat.

Anaknya siap. Namun, kami orang tuanya dan 2 kakaknya yang besar yang panik. Tiba di RS Medika BSD, kami mendapat antrian ketiga setelah 2 orang anak terdahulu disunat. Rupanya rasa panik dan was-was juga terjadi pada 2 ibu yang antri lebih dulu di depan saya. Ya… sudah memang hati kaum ibu pasti degdegan menghadapi peristiwa sunat anak laki-lakinya. Saya kira normal.

Bagi saya peristiwa sunat Abhimanyu yang badanya lebih besar daripada 2 anak laki-laki yang antri lebih dulu tadi, meski usianya mereka lebih tua, akan membantu dia berkaitan dengan pertumbuhan psikologisnya juga. Sunatan juga bisa dimaknai sebagai garis batas peralihan antara dunia bocah menuju kepada dunia remaja atau usia baligh. Saya melihat akan baik bila sebelum mendapat Komuni Pertama di akhir kelas IV, Abhimanyu disunat dulu. Usia baligh dipahami sebagai usia saat seseorang sudah memiliki kesadaran pemikiran secara penuh maupun pengetahuan mengenai perbuatan yang berfaedah  dan sia-sia, bisa membedakan yang benar dan salah.


Secara medis, sunat adalah proses pelepasan kulup atau kulit yang menyelubungi ujung penis. Sunat bisa dilakukan dengan metode pembedahan biasa atau pun dengan sunat laser. Itu 2 metode yang dijelaskan oleh Dr. Yana, seorang dokter di RS Medika BSD yang akan menyunat Abhimanyu. Dr. Yana seorang dokter bedah perempuan yang sudah terbiasa menangani sunat anak.

Selain itu Dr. Yana juga menjelaskan manfaat yang bisa didapatkan orang yang menjalani proses sunat, yaitu:
Khitan mengurangi risiko infeksi penyakit seksual menular seperti human papilloma virus (HPV) dan penyakit seksual menular seperti herpes atau sifilis. Meski demikian, pria yang sudah menjalani sunat harus tetap melakukan hubungan seksual yang sehat dan aman.

Mencegah terjadinya penyakit pada penis seperti nyeri pada kepala atau kulup penis yang disebut fimosis. Ini adalah kondisi saat kulup penis yang tidak disunat sulit untuk ditarik. Kondisi ini bisa menyebabkan radang pada kepala penis yang disebut balanitis.

Mengurangi risiko infeksi saluran kemih yang dapat merujuk kepada masalah ginjal. Infeksi ini umumnya lebih sering terjadi pada orang yang tidak menjalani sunat.
Mengurangi risiko kanker penis.


Mengurangi risiko kanker serviks pada pasangan. Risiko kanker serviks menurun pada wanita yang pasangannya telah menjalani prosedur sirkumsisi.

Membuat kesehatan penis lebih terjaga. Penis yang disunat lebih mudah dibersihkan, sehingga kesehatannya lebih terjamin dibandingkan yang tidak disunat.



Kami mengambil Rs Medika BSD untuk tempat menyunat Abhimanyu. Rumah sakit ini berlokasi di pusat kota BSD City, Serpong, Tangerang. Menempati area seluas 12.000 m2, gedung RS Medika BSD terdiri dari 7 lantai, merupakan rumah sakit yang menawarkan pelayanan kesehatan yang baik. Kebetulan saat liburan sekolah RS ini mempunyai paket sunat yang relative murah.


Saya punya pengalaman menyunat anak laki-laki 16 tahun lalu saat anak kedua (Aga) disunat. Namun, itu sudah sangat lama. Jadi pasti saya lupa lagi caranya. Jadi saya pelan-pelan belajar lagi melayani anak yang disunat. Masih gugup dan terkadang bingung. Namun, sejauh ini bisa diatasi dengan baik. Lukanya masih basah karena baru 2 hari. Masih bengkak. Agak harus berhati-hati untuk membersihkan luka dekat jaitannya.

Untungnya ada media game yang membuat anak bisa diam di rumah sehingga mempermudah perawatan dan pemulihan. Biasanya saya nyap-nyap aklau main agme lebih dari 1 jam. Yang ini saya biarkan dulu. Kecuali kalu sudah jamnya makan atau bersih-bersih.


Puji Tuhan, saya mengalami lagi melayani dan mendampingi, serta merasakan degdegan dan kepanikan  saat menghadapi anak yang disunat. Tugas seorang ibu memang tak akan ada akhirnya. Menjadi seorang ibu adalah anugrah, panggilan alam, dan penziarahan hidup. Dalam tiap langkah anak,  kita menjalankan panggilan kita dari mulai dia dalam kandungan hingga  besar pun tetap mereka seorang anak. Bukan begitau ibu-ibu?
 (Ch. Enung Martina)

JEJAK LANGKAH 26


Dominus Flevit,  Gereja Yesus Menangis




Lukas 19:41-44
“Dan ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya, kata-Nya: “Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batu pun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau.”

Menurut, Tradisi Yesus berdiri menangisi kota Yerusalem di bukit Zaitun. Di tempat ini sekarang ada sebuah gereja kecil yag bernama Dominus Flevit yang artinya Tuhan  menangis. Gereja modern ini dibangun dengan bentuk air mata yang menetes. Gereja ini mempunyai sebuah jendela yang besar dan indah di belakang altar. Dari jendela ini bisa kelihatan pemandangan kota yang indah. Di bukut ini, Yesus dapat melihat pilar-pilar marmer dan pintu tembaga dan benteng Romawi, Antonia. Ia juga dapat melihat konflik, kebencian dan kekerasan yag akan terjadi.



Dominus Flevit merupakan gereja katolik Roma yang berada di lereng Bukit Zaitun, berhadapan dengan kota tua Yerusalem. Gereja ini dipugar kembali antara tahun 1953–1955 oleh seorang arsitek Antonio Barluzzi dan dikelola oleh Ordo Fransiskan. Dominus Flevit diterjemahkan dari bahasa Latin yang berarti “Tuhan Menangis” dibangun dan didesain dengan bentuk mirip air mata Tuhan Yesus.

Selama pembangunan gereja modern, ditemukan kuburan kuno Yahudi yang diperkirakan dibangun pada abad pertama Masehi. Dalam kubur terdapat kotak-kotak dari batu yang berisi tulang. Dan kotak ini dapat dilihat oleh pengunjung. Ini merupakan kubur menurut tradisi Yahudi.


Gereja ini didirikan pada tahun 1891 untuk mengenang tangis Yesus atas Kota Suci pada waktu ia memasukinya dengan jaya pada hari Minggu menjelang sengsara dan wafat-Nya (Minggu Palma). Dalam Injil Lukas dapat dibaca bahwa, Ketika Yesus hampir sampai di Yerusalem, di jalan yang menurun pada Bukit Zaitun, semua pengikut-Nya yang banyak itu mulai berseru-seru memuji Allah dan mengucap terima kasih kepadaNya karena semua keajaiban yang telah mereka saksikan (Luk 19:37).


Gereja Dominus Flevit berdiri di atas runtuhan sebuah gereja Byzantine abad V, serpihan purba boleh dilihat di sebelah kiri pintu masuk, termasuk mozaik pelbagai warna yang sangat indah yang menggambarkan buah-buahan dan bunga.

Mozaik di atas mezbah pada pandangan pertama nampak  pelik – mozaik itu  menggambarkan ayam yang  membuka sayapnya. Ini adalah mozaik yang mengingatkan akan  episod dalam Injil Lukas, kata-kata Yesus: "Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya,   tetapi kamu tidak mau. Sesungguhnya rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi.   Tetapi Aku berkata kepadamu: Kamu tidak akan melihat Aku lagi hingga pada saat kamu berkata: Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan” (Lukas 13: 34-35).

Di belakang mezbah adalah tingkap besar yang menghadap ke Kota Tua. Kita boleh bayangkan apa yang saya lihat dari sudut ini : Yesus menangis atas Yerusalem. Ia memandang  rumah, istana; pertama sekali, sudah tentu, Bait Allah.  Namun, ketika Dia melihat kota nan indah, Dia juga melihat vision lain: penggulingan menara, memusnahkan bangunan Bait Allah, penghancuran kota, pembunuhan  beribu-ribu orang,  dan beribu-ribu pelarian berhamburan  di antara  bangsa-bangsa. Sebab itu, penuh dengan kesedihan, Tuhan menangis.


Kisah tentang Yesus yang menangisi Yerusalem ketika Ia mendekati dan melihat kota itu dari kejauhan adalah kisah tentang Allah yang penuh belas kasih. Dalam kisah itu, kita bisa melihat Allah yang mampu menyelami penderitaan yang akan dialami oleh umat-Nya kelak karena dosa-dosa dan penolakan mereka. Tempat Yesus menangisi Yerusalem itu berada di sekitar Bukit Zaitun. Dari jendela gereja Tuhan Menangis, kita memang bisa melihat keindahan Yerusalem.



Kota Yerusalem adalah kota yang direbut oleh Raja Daud dari orang-orang Yebus. Kota ini sangat strategis bagi Daud karena  berada di tengah-tengah Kerajaan Utara (Israel) dan Kerajaan Selatan (Yehuda). Di kemudian hari, oleh Daud, kota berbukit ini dijadikan pusat pemerintahan, sekaligus usahanya yang disebut sentralisasi ibadat. Sentralisasi ini dirasa perlu agar tidak ada lagi praktik penyembahan berhala yang tumbuh subur di beberapa tempat di Israel maupun Yehuda akibat kurangnya pengawasan yang ketat. Daud berencana membangun tembok kota dan Bait Allah di dalamnya, rencana yang baru terealisasi pada zaman Raja Salomo, anaknya.


Yesus menangisi penolakan orang-orang sebangsa terhadap diri-Nya. Penolakan mereka berarti penolakan terhadap keselamatan Allah sendiri. Karena itu, Yesus menubuatkan bahwa tembok-tembok kokoh Yerusalem yang menjadi benteng perlindungan umat Allah akan hancur. Nanti, dalam Luk. 21:6, Yesus menubuatkan sebuah akhir yang tragis bagi Bait Allah yang berdiri kokoh di dalam Kota Yerusalem, “Akan datang harinya di mana tidak ada satu batu pun terletak di atas batu yang lain, semuanya akan diruntuhkan.” Yang menjadikan Yerusalem kokoh dan kuat sebenarnya bukan tembok-tembok ataupun pasukan perang, melainkan Allah sendiri yang hadir di tengah-tengah umat-Nya.

Dia melakukan semua yang Dia bisa untuk berbicara tentang kebenaran dan bertindak dalam cinta sehingga bisa meyakinkan orang-orang bahwa kerajaan itu akan datang / telah datang. Namun, sebagian besar orang yang mendengar-Nya, melihat mukjizat-Nya dan merasa bahwa cinta-Nya tidak direspons. Yerusalem (yang berarti kota damai) akan menjadi zona perang dalam beberapa tahun. Sungguh ironis, tapi sangat menyedihkan, bahwa kota damai tidak tahu bagaimana menikmati kedamaian.


Kesedihan Yesus atas malapetaka besar yang akan menimpa orang Yahudi (ayat 43-44). Kita perhatikan bunyi ayat 43 Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu (tentara Roma) akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan (ayat 43), dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batu pun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau (menghukum mereka)" (ayat 44). Kedua ayat ini paralel dengan Lukas 21, Matius 24 dan Markus 13 – tentang kehancuran kota Yerusalem.

Kesedihan Yesus atas hilangnya nanti jiwa-jiwa yang tak ternilai harganya sebagai akibat dari dosa-dosa yang belum atau tidak memperoleh pengampunan (ayat 44). …dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu… Tentang hal ini dihubungkan dengan catatan sejarah bahwa pengepungan kembali kota Yerusalem oleh tentara Roma di bawah pimpinan Jendral Titus tepat pada Hari Raya Paskah, yang pada waktu itu berjuta-juta orang Yahudi berkumpul di Yerusalem untuk merayakan Paskah, dan mereka tidak bisa keluar lagi.


Akibat dari situasi ini, gudang-gudang penyimpanan bahan makanan yang sebagian sebagai hasil rampasan tentara Yahudi dari tentara Roma di bawah pimpinan Cestius, tidak dapat menyuplai kebutuhan makan bagi orang-orang Yahudi untuk bertahun-tahun lamanya, sehingga terjadi kelaparan yang hebat. Kondisi ini mengakibatkan inflasi yang tinggi: gandum sesukat seharga satu talenta; ikat pinggang kulit, sandal kulit, dan penutup perisai dari kulit menjadi pengisi perut; dengan nekat keluar sembunyi-sembunyi di luar tembok kota untuk mengumpulkan tanaman-tanaman liar, yang berakibat pada penangkapan dan penyiksaan secara kejam penduduk Yerusalem oleh tentara Roma, dan jika bisa lolos, mereka harus menghadapi perampok, yang tidak berkeprimanusiaan.


Betapa malangnya jiwa-jiwa yang diciptakan Allah itu akhirnya hilang, dan itu sangat menyedihkan hati Allah! Tangisan Yesus mengajarkan kepada kita bahwa Yesus adalah Tuhan yang kasih-Nya tidak terbatas bagi kita. Air mata tidak selamanya pertanda kelemahan, tetapi sering juga merupakan lambang cinta.tanda kasih Kristus pada dunia.

Tangisan Yesus mengajarkan kepada kita bahwa Yesus adalah Tuhan yang tidak mau memaksakan kehendak-Nya. Yesus adalah Tuhan yang memberikan kehendak bebas pada kita, itulah sebabnya ketika la memandang Yerusalem dan menangisinya, sebenamya Yesus bisa saja memaksa penduduk Yerusalem bertobat karena la punya kuasa untuk itu, tetapi Yesus bukanlah Tuhan yang memaksakan kehendak-Nya. Waktu Yesus menangis hal itu hendak mengajarkan kepada kita bahwa Tuhan tidak memaksakan kehendak-Nya, tetapi kitalah yang mengambil keputusan untuk segera bertobat dan mulai berjalan di jalan Tuhan.


Hingga sekarang pun Israel (Yerusalem) masih tetap bergejolak dengan segala ambisinya. Catatan dari kutipan seorang biarawati ini bisa menjadi bahan refleksi untuk kita:
Sekarang dari jendela ini dapat dilihat Mesjid Al Aqsa dan Dome of The Rock yang suci bagi umat islam. Tembok Tepi Barat dari reruntuhan Bait Allah yang suci bagi orang Yahudi, dan gereja Makam Suci yang suci bagi orang Kristen. Bangunan-bangunan sudah berubah, tetapi konflik, kebencian dan kekerasan tetap ada. Jatuh di manakah  tetesan air mata Allah itu yang paling dekat?
(dikutip dari tulisan Sr. Ruth Marlene Fox OSB, buku renungan Sabda Kehidupan.)

(Ch. Enung Martina: Teriring ucapan terima kasih tak terhingga kepada : Sr. Francesco Maryanti,OSU yang menjadi jalan semua ini teralami, Romo Hendra Suteja, SJ pembimbing rohani yang kepada beliau kebijaksanaan diberikan Tuhan, kepada Romo Sugeng yang mempunyai talenta untuk menghibur, kepada Mas Edi dan Mas Engki yang tak lelah melayani,  kepada seluruh tour guide, crew di bis, dan seluruh peserta ziarah dari Keluarga besar Santa Ursula BSD.)