Minggu, 31 Mei 2009

PUSI DI HARI MINGGU

Antara Aku dan Kamu
(untuk Bob)


Aku dan kamu duduk diam
Resah menggantung di abu rumah
Membayang jalan panjang di hadapan

Aku dan kamu beratap mata
Tanpa kata karena diam lebih bermakna
Membentang lapang ladang harapan
Juga gulma di tengah-tengahnya

Setiap saat kita berselisih
Siapa yang lebih mencintai siapa
Kamu bilang: aku lebih mencintaimu
Aku bilang: aku punya komitment

Aku dan kamu terkapar dalam asa
Membawa biduk kita di samudra raya
Menghadang badai dan gelombang
Mengolengkan biduk kita

Aku dan kamu bergandeng tangan
Meski kita sama-sama tahu bahwa terkadang angin terlalu kencang bertiup
Dan pegangan kita bertambah erat
Kala kita tahu bahwa hanya itu yang bisa kita lakukan

Rabu, 27 Mei 2009

PUISI PERPISAHAN

Puisi ini ditulis untuk perpisahan anak kelas IX (angkatan 2008-2009)
Dibacakan berdua dengan Pak Kris sebagai pesan dan kesan


BERPENDARLAH


Kris:
Berpendar-bendar kau dan aku
Mengarungi lautan pengetahuan tanpa batas

Nung:
Yang menakjubakanku dan menakjubakanmu dalam tiap pendarannya
Menghantarkan kita pada pendaran Yang Maha Agung

Kris:
Berpendar-pendar api semangatmu
Menghanguskanku dan mengharusakanku
Untuk belajar satu malam lebih daripadamu

Nung:
Kreativitasmu membuatku terpaku
Bahwa ada semangat muda yang menggelora
Dan tak kan pernah surut

Kris:
Berkedip-kedip matamu memandang rumus dalil matematika fisika
Mengurai kalimat panjang bermajas dan berpola
Membedakan mana semut jantan dan betina
Menganalisis fenomena sosial yang tak pernah surut

Nung:
Semua menggiringmu pada logika makna
Menempatkanmu pada sebaris pertanyaan
Kritis terpercaya tentang kelogisan hidup
Karena kita tak pernah habis pikir
Mengapa jalan hidup banyak yang tak logis?

Kris:
Masa-masa menggumuli ulangan dan tugas
Membuatmu seakan cepat bertumbuh dewasa
Ditambah bumbu-bumbu penyedap dari modul
yang harus kautaklukkan

Nung:
Kini semua sudah berlalu
Dan sayap waktu membawamu
Melewati lorongnya masuk pintu-pintu rahasia
Yang menuju ke masa depanmu

Kris:
Kami berani menyemai harapan
Untuk kebaikan, kesuksesan, dan daya tahan
Untuk meraih semua impianmu

Nung:
Pintu maaf yang membuka lebar
Akan membawa kita pada saling mengerti
bahwa antara kau dan aku pernah ada kesalahan
yang membawa kita pada pemahaman
Bahwa kita adalah keluarga


Kris:
Jangan biarkan antara kau dan aku membentang jurang
Yang memisahkan makna terdalam dari niat kita menuju yang sempurna


Kris + Nung:
Karena antara kau dan aku
Ada aura yang berpendar memancar
Untuk menyampaikan semboyan kita pada dunia:
SERVIAM!!!!

Jumat, 22 Mei 2009

SAYAP - SAYAP PEMIKIRAN GIBRAN 4

GIBRAN TENTANG KEIMANAN dan KETUHANAN

Iman adalah sebuah oasis di gurun hati yang tidak pernah bisa dicapai oleh kafilah pemikiran. Iman sebagai oase menantang mata fisik dan mental manusia. Iman bukan sesuatu yang bisa disentuh secara fisik. Bagi dunia ilmiah: iman adalah halusiansi fiksi. Bagi halusinator: iman adalah sesuatu yang nyata.

Gibran berpendapat bahwa iman merupakan pengetahuan dalam hati, tidak memerlukan bukti. Namun, Gibran mengakui bahwa iman bukan suatu ketidaktahuan yang buta, mekanis, atau kebiasaan. Iman dalam dirinya merupakan sumber pengetahuan yang tidak dikenal bagi pemikiran ilmiah. Pengetahuan tersebut berkaitan dengan Tuhan, keabadian, nasib manusia, asal-usul manusia, dll. Iman melihat kebenaran lebih cepat daripada pengalaman.

Kebutuhan akan penjelasan tentang iman merupakan tanda kelemahan. Kebenaran yang masih memerlukan bukti adalah kebenaran yang masih separo diri. Bagi Gibran, iman lebih tinggi daripada sains.

Iman tidak lepas dari ke-Tunan-an dengan segala ciptaan dan keagungan-Nya. Gibran yakin akan konsep penciptaan. Dia beranggapan tak ada keterpisahan antara Tuhan dan karya-Nya. Tuhan mewahyukan diri-Nya melalui alam dan dalam manusia. Tuhan mendiami setiap bagian kosmos, di sisi lain Tuhan berkembang menjadi mikroteos dalam manusia. Gibran menegaskan secara sederhana: Tuhan-alam-manusia merupakan nebula tunggal.

Menurut pemahaman Gibran kesadaran manusia merupakan ujung terakhir dalam mata rantai evolusi ilahiah. “Kita lebih daripada yang kita pikirkan. Kita lebih daripada yang kita tahu.”

Tuhan hadir di mana-mana. Seluruh ciptaan membuktikan kehadiran Tuhan, Sang Pencipta.

Di samping itu, Gibran adalah pengagum berat Jesus dari Nazareth dan filsafat-Nya tentang kehidupan. Dalam bukunya yang berjudul Jesus the Son of Man menekankan gambaran manusiawi kepribadian Kristus. Gibran mengungkapkan Jesus orang Nazareth sebagai orang yang memiliki emosi ambivalen: kebaikan terhadap para pendosa. Jesus adalah seorang manusia yang memiliki kebaikan bersahabat, dan sekaligus memiliki emosi yang sebaliknya: marah, melawan, dan memberontak. Namun, Gibran juga percaya akan ketuhanan Jesus yang datang ke bumi ini untuk menyelamatkan manusia.


(teh Nung: yang tak pernah selesai untuk belajar menambah iman agar imannya bisa menjadi sebesar titik debu)

SAYAP - SAYAP PEMIKIRAN GIBRAN 3

GIBRAN TENTANG CINTA
Pabila cinta memanggilmu ikutilah dia
Walau jalannya terjal berliku

Dan pabila sayapnya merangkummu, pasrah dan menyerahlah kepadanya
Walau pedang yang tersembunyi di sayap itu melukaimu

Dan jika ia bicara kepadamu, percayalah
Walau ucapannya membuyarkan mimpimu
Bagai angin utara mengobrak-abrik pertamanan

(Sang Nabi)


Gibran melihat bahwa cinta dapat melampaui keseluruhan diri. Ia berpendapat ada tiga pernyataan kehadiran orang yang dicintai, yaitu: dalam pikiran, dalam hati, dan dalam mimpi tengah malam.

Satu hubungan antarpribadi yang tumbuh hanya atas dasar pengetahuan atas orang lain, tanpa cinta, adalah hubungan yang akhirnya bisa merampas individualitas orang lain dan membatasi kebebasannya.

Gibranisme adalah metafisika cinta. Dalam diri Gibran ekspresi makna spiritual berada. Sikap mistik yang diorientasikan untuk nilai wujud mengajarkan bahwa pengalaman cinta diekspresikan dengan cara yang tidak terhitung. Cinta adalah kondisi spiritual internal yang memenuhi keseluruhan wujud.

Gibran melihat bagaimana kaitan cinta dengan waktu. Ia berkata:
Jangan kira cinta datang dari
Persahabatan yang lama dan hubungan yang akrab
Cinta adalah anak turun kecocokan jiwa
Dan jika kecocokan itu tidak ada
Cinta tidak akan pernah tumbuh
Dalam hitungan tahun
Bahkan generasi


(Teh Nung :mengenangkan orang-orang yang mencintai dan dicintai

Kamis, 21 Mei 2009

ORANG HEBAT

Kita sering mendengar tentang orang-orang hebat. Orang-orang ini memang dipaketkan Tuhan secara spesial untuk berada pada suatu tempat dan satu masa yang tepat untuk mengatasi berbagai persoalan. Lingkup orang hebat itu bisa di mana-mana: dalam keluarga, di lingkungan masyarakat, di kantor-tempat kita bekerja, di sebuah negara, bahkan mencakup seluruh dunia.

Beberapa waktu yang lalu (Oktober 2008), aku pernah terguncang dengan perkataan orang hebat. Saat itu perasaanku tertohok seperti ada pasak yang menusuk ulu hatiku. Pada waktu itu di sebuah acara pemberian penghargaan, dipanggilah beberapa orang yang berhak mendapat penghargaan karena karya mereka dan pengabdian mereka. Para penerima penghargaan maju satu-persatu ke depan. Pemberi penghargaan memberikan penghargaan sambil memberi komentar pada setiap orang yang menerima. Ada beberapa orang yang mendapat pujian karena mereka orang-orang hebat. Ada juga orang yang tidak diberi komentar. Akhirnya penghargaan tiba pada salah seorang temanku. Ia seorang ibu beranak empat, seorang janda yang ditinggal mati suami, seorang ibu yang sangat baik dan berjuang untuk kelangsungan hidup keluarga. Pasti orang akan menyangka bahwa ia akan dipuji karena ia orang hebat. Tapi, dugaanku dan dugaanmu keliru! Ia menapat cacian dengan kata-kata yang rasanya aku tak ingin mengingat-ingatnya.Ia menerima penghargaan itu sambil menangis bukan karena haru. Ia memangis karena perasaannya terluka. Si pemberi penghargaan hanya melihat dari kacamatanya karena teman ini dinilai lamban dan tak mau berkembang, tak punya kontribusi, bla-bla...

Bayangkan orang hebat di mataku dan di mata beberapa orang yang terlalu bodoh dan terlalu perasa dan sok manusiawi seperti aku, ternyata sangat tidak hebat di mata dunia. Hari itu aku memangis untuk dia, temanku, dan untukku sendiri. Hari itu aku merasakan es krim rasa vanila yang kunikmati rasanya tak lebih daripada air comberan. Hari itu hidangan lezat dengan aneka lauk terasa seprti sekam di mulutku. Aku makan sambil menelan air mataku yang terus mendesak ingin keluar. Dan aku tidak sendiri, ada banyak orang yang tenyata alirannya sama denganku.

Minggu yang lalu aku diingatkan lagi pada frasa ORANG HEBAT lagi. Dan aku semakin tahu bahwa aku bukan orang hebat yang diukur oleh dunia. Aku semakin merasa bahwa untuk menjadi orang hebat yang diukur oleh dunia harus menggadaikan diri sendiri dan menghianati teman-teman. Orang hebat yang dituntut dunia harus mau menjilat dan menjatuhkan orang lain. Orang hebat menurut dunia harus menuruti aturan main sesuai dengan tuntutan siapa yang berkuasa kala itu. Orang hebat menurut dunia adalah orang yang benar-benar sangat senang untuk menyenangkan penguasa, tanpa berpikir apakah itu merugikan teman atau tidak.

Wah... sepertinya itu bukan diriku kalau harus seperti itu. Aku lebih baik menjadi orang biasa saja. Tapi aku bisa berguna bagi teman-temanku yang memerlukan bantuan. dan kamu tahu teman-temanku adalah orang-orang kecil yang tak bisa meminjam uang di bank karena tak punya agunan yang bisa diperhitungkan. Teman-temanku adalah orang-orang yang hanya mampu mencicil hutang dengan bunga rendah, yang menyekolhakan anaknya dengan menghutang, membeli barang dengan mencicil, serta yang selalu berdoa untuk supaya bisa melewati bulan-demi bulan tanpa harus menghutang. Tapi, kamu tahu teman-temanku adalah orang-orang yan punya loyalitas tinggi tanpa harus memakan teman. Teman-temanku adalah mereka yang berjuang dengan cucuran keringat mereka demi keluarga tanpa harus berbuat curang. Teman-temanku adalah yang selalu bekerja tanpa harus memperhitungkan apakah ada orang yang mengatakan bahwa mereka hebat. Merekalah yang selalu menanyakan : Gimana anakmu? Piye bojomu?

Itulah mereka. teman-temanku. Mereka tidak keren menurut aturan dunia fashion, mereka tidak pintar menurut kalangan intelek, mereka tiak percaya diri menurut aturan public speaking. Sungguh mereka adalah rakyat jelata bagian terbesar dari negri ini.

Bagiku, mereka itulah orang-orang hebat. Maaf ya, bagi orang-orang hebat yang definisinya berbeda jangan tersinggung. Aku tahu semua orang pada dasarnya hebat karena kita berasal dari Sang Pencipta yang sangat dahsyat.

(Teh Enung yang lagi merasa tergugah dengan kata ORANG HEBAT)

Selasa, 19 Mei 2009

FAMLY GATHERING

Ketika aku melihat kedua anakku dan para sepupunya, berarti keponakanku, aku teringat dahulu mereka masih kecil, masih ngompol, selalu pilek. Aku peluk mereka aku gendong mereka. Aku bermain bersama mereka. Kami bermain boneka yang lucu, aneka kartu, aneka puzzle, dan plastisin yang aneka warna. Keringat mereka selalu mengalir karena mereka tak pernah bisa diam. Bau mereka perpaduan antara bedak bayi dengan keringat dan bau ompol. Teruar dari tubuh mereka. Terasa segar ketika kuhirup. Kulit mereka yang selalu lengket dengan keringat terasa halus.

Sekarang lihatlah mereka! Yang satu sudah menjadi ayah muda yang penuh tanggung jawab dan siap membela anak dan istrinya. Bapa muda yang berbadan kekar dengan wajah berbinar bahagia mengendong putri kecilnya yang mungil. Si gadis cantik yang dulu langsing bak peragawati, kini sudah menjadi mama dari gadis mungil yang montok. Lapisan lemak menghiasai badan si peragawati, tapi tampaknya dia lebih cantik dengan perubahan fisiknya. Lihatlah matanya selalu berbinar kala memandang gadis kecilnya, pusat hidupnya.

Yang lain lagi seorang pemuda tampan dengan tampang yang sudah dewasa. Dulu aku berkeliling seputar rumah kami di Bandung dengan naik becak. Membeli balon dan gula-gula kapas warna merah jambu. Sekarang si tampan jenius itu sedang menyusun tesis S2-nya di universitas Indonesia.

Dan tengok pula dua gadis cantik, si kembar! Betapa cantik kalian berdua! Si kembar I penuh dengan vitalitas dan percaya diri, melangkah seolah di catwalk. Berjalan dengan dagu diangkat. Busana dengan mode mutakhir yang sangat minim membalut tubuhmu yang semlohay menampilkan seluruh kecantikanmu. Mata pria sepontan melihat ke a rahmu, tetapi kau memandang mereka seolah mereka adalah budakmu. Kau cantik, penuh percaya diri, modern, dan…menggairahkan!

Si kembar II, kamu lebih sederhana daripada kemabaranmu. Tetapi tidak mengurangi kecantikanmu. Sebentar lagi kau akan dipersunting lelaki pujaan hatimu. Kamu cantik dalam kesederhanaanmu, dan kadang agak sedikit innocent, bahkan terkesan bodoh. Tapi sungguh kau cantik alami. Itulah daya pikatmu!

Keponaka- keponakan yang lain masih berjuang dengan kuliah, masih berkutat dengan pelajaran SMA atau SMP, bahkan ada yang masih TK. Semua 3 generasi berkumpul di tempat ini. Aku sudah menjadi nenek dari anak-anak kalian. Namun, kalian tahu aku tak pernah merasa tua. Lihatlah jiwaku yang menggelora masih sama ketika kita bermain berguling-gulingan di taman atau berusaha mengejar layangan yang putus. Jiwaku masih sama. Ya… aku akui tubuhku tak selincah dulu ketika kita berlari-lari mengejar layangan putus.

Anak-anakku dan para keponakannku kalian sudah mengambil jalan dan memilih langkahmu. Kami tahu, hati tua kami, merasa miris dengan jalan hidup yang kau ambil kembar I. kamu terlalu berani, kamu mengambil jalan bebas hambatan terlalu cepat, dan kecepatanmu begitu tinggi tanpa memikirkan risiko yang akan kau hadapi nanti. Kamu terlalu cepat, Manis. Kamu begitu terbuka dan terkesan vulgar. Namun, aku merasa suatu saat tangan-Nya akan membimbingmu sampai pada suatu cara yang DIA sendiri mau dan restui. Dan aku yakin hingga detik ini cara DIA tak akan kamu bayangkan dan tak akan kamu sukai. Lihat saja, Cantikku, bila kau sudah disentuh-Nya, kau tak akan bisa menghindar. Kamu akan jatuh cinta pada DIA sampai titik nadirmu. Dan kamu tak akan bisa berpaling dari cinta-Nya yang terlalu dahsyat itu. Aku yakin 1 hari nanti kau akan merasakan apa yang aku katakana ini.

Manisku, kembar II. Sekarang kau memilih jalan iman yang berbeda dengan kedua orang tuamu, juga dengan kami keluarga besarmu. Ayahmu terkapar di RS Harapan Kita karena jantungnya bermasalah. Ayahmu, kakak iparku, masku yang aku kasihi seperti aku mencintai saudara laki-lakiku. Aku melihat dia terbaring dalam ketakberdayaan sebagai seorang ayah yang terluka. Lihatlah ia begitu mencintaimu dengan caranya sendiri, berusaha menerima apa yang terjadi. Engkau memilih lelaki pujaanmu daripada Isa Almasih yang tersalib itu. Aku bilang: itu tak apa-apa, Manis. Itu pilihanmu, itu hidupmu. Dan yang aku tahu dalam imanmu yang sekarang kaupeluk itu, Isa Almasih juga ditempatan di tempat yang terhormat, meskipun cara pandang yang berbeda. Tenang saja, sayang, Yesusku dan mungkin kini Isamu sekarang, akan tetap menjadi juru selamat dari kandang domba yang lain. Begitu DIA menjanjikan keselamatan kepada siapa pun. Itu tertulis dalam kitabku dan juga kitabmu sekarang. Meski terkadang orang menutupi kebenaran itu. Tak apa-apa karena kebenaran akan tetap menjadi kebenaran untuk kapan pun dan di mana pun.

Sebenarnya aku ikut sedih dan prihatin dengan pilihan hidup kalian berdua. Tapi aku tahu kesedihanku tak ada artinya dan tak akan mengembalikan kalian pada dua gadis kecilku yang imut dan lucu-lucu.

Hai… ke manakah tahun-tahun berlalu dan hari-hari berlari meninggalkanku yang masih termangu dengan keindahan masa lalu. Kini aku sudah menjadi perempuan setengah baya yang memandang kalian dari mata tuaku. Anak-anakku, kalian adalah hari-hari manisku dan saat-saat indahku yang pernah kureguk dan kunikmati dengan penuh syukur. Semoga di masa depan kalian harapan akan menjadi bagian dari hidup kalian. Kalian tahu bahwa kami tak bisa mewariskan apa-apa kecuali doa yang ak akan pernah berhenti aku daraskan.

Dengan segenap cinta dan sepenuh doa

Ibu kalian, tante kalian

Ch. Enung Martina

Senin, 18 Mei 2009

SAYAP-SAYAP PEMIKIRAN KAHLIL GIBRAN 2:

Bebtuk Ekspresi Kahlil Gibran

Gibran menyatakan pemikirannya melalui berbagai macam bentuk ekspresi sastrawi. Ia adalah seorang reformer terhadap kepedihan sosial yang disebabkan oleh ketidakadilan, tradisi yang tidak efektif, dan hukum-hukum yang tidak alami dan melukai manusia. Dia berharap kebaikan, maaf, dan cinta menjadi garis pedoman hubungan sosial antara rakyat dengan pemerintah.

Gibran menilai penglihatan dan peradaban modern telah meredup dalam bahasa simbolik. Kita terjebak dalam Jerusalem lama dan gagal melihat Jerusalem baru. Manusia menciptakan perbedaan kelas sosial, kesenjangan moral, dan berbicara dengan logika bahasa ganda.

Salah satu bentuk ekspresi Gibran adalah puisi. Puisi dalam karya Gibran bukanlah sebuah karya imajinasi yang sia-sia, melainkan sebuah seni intelektual. Esensi bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran dan mendorong pembaca kepada kebenaran.

Terhadap pengetahuan sendiri Gibran menulis:
Kebingungan merupakan awal dari pengetahuan.
Satu hubungan antarpribadi yang tumbuh hanya atas dasar pengetahuan atas orang lain, tanpa cinta, itu adalah hubungan yang akhirnya bisa merampas individualitas orang lain dan membatasi kebebasannya.

Gibran tidak mendukung kebebasan berbuat yang absolut. Dia menyadari bahwa manusia benar-benar terbatas dalam tindak fisiknya. Satu-satunya kebebasan yang diterimanya adalah kebebasan berpikir.

(Pengagum Gibran)

Kamis, 14 Mei 2009

BERTUMBUH

Setiap hari satu langkah menuju pertumbuhan, satu langkah membawa berkat. Kita menjalani hari-hari dalam suka-duka, susah-senang. Sementara hari terus berjalan, kita menjalaninya dengan terseok-seok, tertatih, kadang-kadang jalan cepat, tak jarang pula jalan di tempat, atau bahkan diam tak bergeming karena bingung langkah apa yang harus diambil. Namun, kita tetap berusaha berdiri tegar untuk melaluinya, mencoba untuk mewujudkan impian kita, Kita mencoba mencari dukungan dari orang-orang yang kita cintai dan mencintai kita: sahabat, teman, saudara, pasangan kita, anak, orang tua kita, bahkan terkadang orang yang tak dikenal-tapi kita mengenalnya karena mereka ada di dunia (maya), lewat media massa yang terkadang banyak bombastisnya, mungkin juga binatang peliharaan, juga burung-burung yang bercicit di pagi hari, bintang gemintang, langit yang biru, lautan, dari gerimis yang perlahan turun, pelangi yang tiba-tiba terlukis, matahari, langit senja, rumput liar, buih-biuh ombak yang hadir dalam ingatan kita, entahlah, pokoknya kita mencari dukungan.

Dari waktu ke waktu kita belajr bahwa hidup memang sebuah perjuangan dan memang layak diperjuangkan.

Pada saat kita terpuruk dan benar-benar kacau-disorientasi, rasanya Tuhan tak bergeming meski diseru sampai putus urat leher. Kita berkeluh kesah, menjerit sampai ke lapis langit yang terujung, bahkan lorong surga yang entah di mana, rasanya semuanya sia-sia. Kita berkata: aku sudah kalah. Tapi hati kita mengatakan: aku tak ingin menyerah. Akhirnya kita berhenti dalam kelelahan fisik dan mental. Kita sumeleh. Berpasrah. Bukan menyerah. Dan apa yang terjadi? Percaya, pasti ada hal yang tak terduga datang, yang tak mungkin kita pikirkan, rencanakan, atau bayangkan. Kita mengatakan kebetulan. Kebetulan itu bentuknya dimulai dari hal yang remeh temeh sampai hal yang tak masuk akal. Akhirnya hal itu menghentikan kita pada sepersekian kesadaran kita bahwa hidup ini sudah ada yang mengatur dan merencanakan. Asal kita kita mempercayai dan meyakini keajaiban, maka akhirnya hidup merupakan rangakaian kejadian yang sungguh ajaib.

Seseorang bisa bertahan dalam kerasnya kehidupan karena mempunyai keyakinan akan satu harapan untuk menjadi lebih baik. Karena di balik air mata pasti ada senyuman. Kita belajar untuk memahami tak ada sesuatu pun yang abadi. Segalanya akan berlalu. Bila suatu waktu kita tak tahan lagi dengan beban yang harus kita pikul, lepaskan saja, biarkan malaikat-malaikat yang menanggung bebanmu untuk sementara. Pada saatnya dan waktunya yang tepat semuanya akan beres.

Kita belajar bahwa kita menghadapi banyak masalah, penderitaan, dan air mata. Semuanya itu terjadi dalam hidup seseorang. Orang perlahan mampu melihat dan bahwa semua penderitaan itu akan membawa pertumbuhan pada pribadinya. Membuat pribadinya makin kuat, tegar, liat, dan bersinar. Namun, percayalah bahwa di balik air mata selalu ada senyuman. Kadang-kadang kita memerlukan waktu lama untuk menunggu senyuman itu, tetapi akhirnya ia datang juga.
(teh Nung yang lagi batuk dan gatal tenggorokan)

Rabu, 13 Mei 2009

MENGEJAR IMPIAN

Kita sebagai individu dengan hati yang baik dan niat yang baik mempunyai impian-impian yang patut dikejar. Namun, terkadang kita menyerah karena terlalu banyak rintangan untuk meraihnya. Saat-saat seperti itu terasa pahit. Namun, pada saat kesadaran akan pentingngya mewujudkan impian-impian kita muncul, ada segurat rasa senang – ada sebaris rasa manis yang menghangatkan jiwa kita. Rasa cinta terhadap diri sendiri – sebuah kejujuran pada diri bahwa kita berhak untuk meraih apa yang kita impikan. Kita berhak untuk mendapatkan yang terbaik untuk diri kita. Rasanya aliran rasa yang manis dan sejuk itu sejenak menentramkan diri kita, Ya,… aku memang pantas untuk mendapatkan hal yang terbaik dalam hidupku. Apalagi, kalau selama ini kita juga sudah banyak memberi kepada keluarga, lembaga, teman, masyarakat, atau siapalah itu. Kita memang layak mendapatkan apa yang kita harapkan.

Namun, perkaranya adalah untuk meraih impian itu ternyata tidaklah mudah. Tidak segampang kalau kita bicara. Memang betul. Sesuatu yang berharga itu tidak didapatkan begitu saja. Perlu ada air mata, keringat, energi yang dihamburkan, dan juga… penderitaan! Selamat datang penderitaan. Jangan takut, kita memang terbiasa menderita. Kita sudah akrab dengan kata itu. Karena berkat penderitaan aku dan kamu jadi orang yang paling liat, ulet, tanpa kenal putus asa, dan jelas menjadi pribadi tangguh yang tak terkalahkan oleh rongrongan dan bahaya laten yang selalu siap mengancam kita.

Ho….ho….ho… kita memang bangsa penakluk, tetapi untuk menaklukkan diri sendiri itu yang paling sukar, bukan? Mari kita kembali pada impian-impian kita!
Impian harus kita wujudkan, harus kita raih agar kita bisa tentram, tidak penasaran. Dan tentu saja kita menjadi pemenang karena kita berhasil meraihnya. Huh… sungguh kememenangan yang manis karena untuk meraihnya kita harus menderita.

Kita memandang diri kita : bagaimana aku tahu bahwa aku bisa meraih impianku?
Ya… harus dicoba. Kita tak akan tahu kita bisa atau tidak kalau tidak kita coba. Keputusan untuk mengambil langkah pertama itu sangat penting. Dan langkah pertama itu biasanya memang godaannya banyak. Godaan yang laten itu dari orang-orang terdekat kita biasanya, tapi yang paling laten dari yang terlaten itu ya… diri kita ini. Kita merasa takut karenanya. Kita melangkah begitu jauh ke luar dari wilayah nyaman kita. Dengan sekuat tenaga, kita menahankan rasa takut kita. Kita memaksa diri kita untuk melakukannya. Kadang-kadamg kita merasa terintimidasi dengan perasaan kita terhadap segala hal di luar diri kita.

Dalam proses meraih impian, pada suatu ketika, kita membuat kesalahan yang membuat kita sangat malu. Saat itu rasanya kita ingin mati saja. Kita berdoa mudah-mudahan kita bisa menghilang atau bumi menelan kita. Tapi harapan itu tidak terjadi, kita masih ada dan harus menanggung rasa malu kita. Ternyata, peristiwa yang memalukan itu tidak membuat kita mati. Kita masih baik-baik saja. Kita menanggungkannya, bahkan melewatinya. Saat-saat yang demikian menjadi titik balik bagi kita untuk selalu mencoba dan berjuang tanpa kenal putus asa untuk mencapai impian kita.

Jangan pernah meremehkan impian-impian kita. Pada saat kita berjuang untuk meraihnya, ada juga masa penantian untuk melihat apakah usaha kita berhasil atau tidak. Masa penantian seperti itu terasa menyesakkan karena kita terombang-ambing ketidakpastian. Kala kita menghayati dan menikmati penantian kita, segalanya terasa berjalan sangat pelan, seolah tak bergerak, namun teras sangat manis dalam ketaksabaran dan rasa penasaran. Akhirnya selamat berjuang untuk meaih impian kita. God bless you and me. (Ch. Enung Martina)

Jumat, 08 Mei 2009

POJOK LEMBUR SINGKUR 2

RUKUN KAMPUNG
Seperti yang sudah diceritakan sebelumnya tentang sedikit gambaran tentang kampung halamanku, nun jauh di tatar sunda. Tidak terlalu jauh juga sih. Kampungku, Dusun Susuru terkenal dengan keajaibannya untuk ukuran desa di tatar Sunda. Apa ajaibnya? Di desaku ada empat kepercayaan yang hidup rukun saling menghargai dan menghormati bahkan saling membantu. Empat kepercayaan itu adalah Islam, Katolik, Protestan, dan Sunda Wiwitan. Sunda Wiwitan sering pula disebut AKUR (Adat Karuhun Urang) yaitu merupakan aliran kepercayaan yang berbasis pada kepercayaan lama, adat leluhur Sunda. Seperti aliran kepercayaan Kejawen.

Leluhurku sendiri kakek-nenek, buyut, dll, mereka memeluk kepercayaan tersebut. Namun, seperti yang kita ketahui pada tahun 1965-1966 pada masa orde baru naik memerintah ada peraturan untuk pemutihan, semua orang harus memeluk agama yang ditunjuk pemerintah (Islam Katolik, Protestan, Hindu, Budha). Kalau tidak memeluk salah satu agama itu bisa berabe karena bisa dianggap atheis, PKI, atau disangka orang yang bisa membahayakan Negara kesatuan RI. Jadi para pini sepuh yang memeluk kepercayaan Sunda Wiwtan itu terpaksa harus memilih salah satu agama tersebut. Kebanyakan mereka memilih agama Katolik dengan alasan ajarannya hampir sama terutama pada cinta kasih. Selain itu juga karena pemimpin mereka pada masa itu mengatakan mereka bisa ngiuhan di hanadapeun camara bodas (berteduh di bawah pohon cemara putih), ungkapan untuk agama Kristen.

Dengan demikian, warga kampungku yang aslinya dari Sunda Wiwitan itu memeluk agama Katolik. Namun, pada masa pemerintahan reformasi 1998, kembali angin segar berhembus di bumi pertiwi ini, terutama untuk para pemeluk kepercayaan, Negara memberi angin untuk kembali mengekspresikan keyakinan mereka dalam wadah berbagai aliran kepercayaan. Karena itu, kita lihat beberapa sepuh yang keturunan Tionghoa pun kembali memilih kepercayaan mereka, khonghucu. Demikian pula para sepuh dari Sunda wiwitan yang masih setia dengan keyakinan mereka akhirnya kembali pada fitrah mereka. Tapi ada juga yang tetap di agama yang sudah dipilihnya. Namun ada kelompok lain yang masih memeluk agama yang dianutnya, tetapi juga kemudian ikut kembali menghidupkan percaturan Sunda Wiwitan sebagai bentuk kecintaan mereka pada budaya leluhur.

Begitulah, akhirnya di dusunku tercinta muncul empat keyakinan seperti sekarang ini. O, ya di kampung kami sudah umum kalau Lebaran dan Natal itu dihadiri dan dimeriahkan oleh semua warga terserah itu apa kepercayaannya. Misalnya pada acara Natal di Gereja katolik, undangan yang hadir juga dari Muslim dan Sunda Wiwitan. Karena itu, kerukunan di kampung kami bisa menjadi salah satu yang bisa kami anggakan hingga sekarang ini. Akhirnya kampungku sering dijadikan desa percontohan untuk kerukunan umat beragama. Jadi biasanya ada tamu pejabat dari Ciamis, Bandung ,atau siapa lagi untuk melawat kampung kami yang letaknya di pedalaman itu. Bahkan, saat perayaan Natal, para pejabat itu pun hadir dan pesta bersama kami, mereka ikut makan bersama kami.

Itulah salah satu keunikan dari dusunku. Ajaib bukan? Di tengah hiruk pikuk kerusuhan, kekerasan, saling menjegal, dan saling mencari keuntungan pribadi dan kelompok ternyata masih ada orang-orang yang berani tampil beda untuk mempertahankan rasa persatuan dan perdamaian. Apakah ada orang yang tidak suka dengan keadaan ini? O, pasti ada. Namun, Allhamdulilah, Puji Tuhan, rupanya hal negatif itu tidak mempan pada keadaan di dusun kami. Kata para pini sepuh, kalau terjadi hal aneh pada dusun kami, maka para arwah leluhur itu akan turun untuk menyelesaikannya, begitu katanya. Ada beberapa kejadian yang mungkin orang ingin mencoba-coba menguji persatuan dusunku dengan cara yang tak usah diceritakan di sini, tapi selalu ada kisah yang berakhir dengan keajaiban. Menurut sahibul hikayat, oang yang berniat jahat itu akan merasa kehilangan jalan, tak melihat jalan, yang dilihat hanya hutan belantara atau hanya melihat air, atau melihat sesuatu yang menurut pandangan mereka bisa membuat ngacir sebelum bisa melakukan niat mereka. Apakah hal itu betul dan bisa dibuktikan? Walahu alam, hanya Tuhan yang tahu. Biarlah segala sesuatu yang bersifat misteri menjadi tetap misteri demi sebuah keindahan kisah dan kedamaian yang tercipta. Doa kita semua, khususnya aku, warga dusunku tercinta, semoga kedamaian, kerukunan, dan kesejahteraan tetap menjadi milik dusunku dan juga menjadi milik dusun=-dusun yang lain, dan negri kita tercinta ini. Amin, ya Amin. ( Teh Nung Martina yang cinta damai)

SAYAP-SAYAP PEMIKIRAN KAHLIL GIBRAN 1

Panggung Politik di Balik karya Gibran

Mari sekarang kita berbicara tentang salah satu idolaku dalam dunia sastra dan sekaligus filosofi yang mendalam. Siapa lagi kalau bukan Kahlil Gibran.

Eksistensi Kahlil Gibran tak lepas dari latar belakang sejarah pada saat dia hidup dan berkarya. Seperti yang telah kita ketahui bahwa Gibran berasal dari sebuah desa kecil (sama dong denganku wong ndeso) bernama Bsherri di bagian utara Lebanon, dekat hutan cedar (pada zaman Alkitab). Desa ini menghadap ke laut lepas: Laut Tengah-Mediterania. O, ya aku belum sampai di negri ini hanya melihatnya dari jauh ketika aku berada di Gunung Karmel di atas kota Haifa yang menawan. Dari jauh Lebanon nampak kebiruan dengan bebukitan yang mengelilinginya. Apakah aku bisa sampai ke sana suatu waktu kelak? Siapa tahu kaki membawaku melangkah ke sana.

Gibran dilahirkan 6 Januari 1883. Keluarganya termasuk kelas sosial ekonomi yang sederhana. Gibran seorang penganut Katolik-Maronit. Yang berperan penting dalam hidupnya dan karya-karyanya adalah ibunya yang bernama Kamilla. Gibran sangat mencintai ibunya. Kamilla seorang ibu yang cukup terpelajar dan cerdas pada zamannya.

Latar sejarah politik Lebanon pada masa kehidupan Gibran ada dua golongan yang berpengaruh dalam kancah perpolitikan di negri itu, yaitu kelompok DRUZE dan MARONIT.

Kelompok Druze yaitu orang-orang pengikut Amir Druze, Fakhrudin II, pemimpin dinasti Ma’anid dari Shuf yang memerintah Lebanon antara 16-17 abad. Pemerintahan ini cukup terbuka. Dinasti Ma’anid mengalami kejatuhan setelah amir Druze ditawan di Istanbul dan dihukum mati karena keinginannya memberontak Sultan Usmani. Sepeninggalnya Lebanon berada di bawah hegemoni Khilab (Haydar Khilab).

Nama Druz asalnya mengacu kepada Muhamad ibn Isma’il ad Darazi. Agama Druz ini bermula di Mesir ketika seseorang misionaris dari kerajaan fatimiyah-Mesir al halim (996-1021), seorang penganut ajaran Isma’illiyah (sebagai otoritas dan pelindung utama Islam). Muhamad ibn Isma’il Darazi mengumumkan dirinya sebagai inkarnasi ilai seperti Yesus Kristus bagi orang-orang Kristen.

Kitab suci agama Druze adalah al-hikmah yang benar-benar berbeda dari Al Quran. Druze dibagi dua kelompok, yaitu : Druze Qays (kebanyakan berpindah menjadi Kristen) dan Druze Yaman.

Orang-orang Maronit adalah pengikut St. maron, seorang pertapa asketis yang hidup di pegunungan wilayah Apamea, Syria. Karena disiksa oleh Khalifah Damaskus dan Baghdad, orang-orang maronit meninggalkan Syria dan mencari perlindungan di pegunungan Lebanon.

Gereja Maronit (gibran salah satu pengikutnya) masih menggunakan bahasa Syria dalam peribadatannya. Sejak tinggal di Lebanon, para jemaat mengorganisasikan sebuah system pemerintahan yang feodal dan dikombinasikan dengan model kepemimpinan kependetaan dan keningratan.

Pada masa kekhalifahan Usmani, feodalisme-kependetaan menggunakan pengaruh yang menakutkan dan menindas rakyat kecil (petani miskin) Kebanyakan karya Gibran diarahkan untuk mengeritik feodalisme lembaga Maronit.

Perkembangan berikutnya dalam perpolitkan di Lebanon (abad 19-masa Gibran hidup), Druze-maronit mengakibatkan terjadinya peristiwa besar di Lebanon yang menganggu stabilitas Negara tersebut. Saat itu Lebanon ada di bawah pendudukan tentara Ibrahim Pasya (anak muhamad Ali dari Mesir). Pada zaman pendudukan itu petani-petani Maronit yang berpindah dari wilayah Lebanon bagian utara ke selatan, melebihi jumlah orang Druze di wilayah tersebut- yang notabene wilayah itu adalah wilayah orang Druze. Tahun 1840 orang maronit dan Druze bekerjasama untuk melawan orang mesir yang berada di tanah Lebanon.

Pemerintah Ibrahim Pasya akhirnya jatuh, Lebanon dibagi menjadi dua provinsi: wilayah utara berada di bawah pengawasan gubernur Maronit dan wilayah selatan di bawah gubernur Druze. Kedua wilayah itu dikontrol oleh utusan Sultan Usmani yang memimpin di Beirut dan Sidon. Saat itu berlaku politik SUBLIME-PORTE: aplikasi prinsip devide at impera. Politik ini mengadu domba kedua golongan di Lebanon.

Sekian untuk bagian pertama, ke depan bersambung lagi (Teh Nung)

Kamis, 07 Mei 2009

POJOK LEMBUR SINGKUR

O, ya template blog saya baru. Direkayasa oleh dua belah pihak yaitu Aga dan Metta yang measa malu blog ibunya terlalu cupu katanya.


Kampung Sususru demikian orang menyebutnya, terkadang ada yang menyebut juga Cisuru karena beranggapan nama-nama kampung di pedesaan Jawa Barat banyak yang menggunakan nama dengan diawali ci. Kampung ini masuk dalam wilayah administratif desa Kertayasa, kecamatan Panawangan, kabupaten Ciamis. Desa ini jauh masuk ke pedalaman. Kalau kita berada di kota Ciamis, kita harus mengambil jalan yang ke arah utara. Kalau kita berada di Cirebon, kita harus mengambil ke arah selatan. Dari Panawangan (tepat di depan alun-alun kecamatan) akan mengambil jalan naik di samping Mesjid. Bisa bertanya pada tukang ojek atau orang yang berada di sekitar situ.

Jalan itu akan terus menanjak dan nanti akan betemu dengan jalan agak datar dekat dengan sebuah hutan lindung kecil yang bernama Gereng, yang terletak di Dudun Susuru Luhur. Susuru yang ini bukan dusunku karena dia pake kata luhur. Dari situ akan terus melewati jalan kampung yang beraspal ala kadarnya (tipis) dan sudah mulai berlubang-lubang. Terus saja perjalanan dilanjutkan. Kita akan bertemu dengan pertigaan yang arah jalannya turun. Jangan salah, jalan itu bukan ke dusunku, itu ke Galonggong, sebuah dusun lain tetangga dusunku. Di Galonggong bibiku dan beberapa sepupu serta ua ti gigir (kakak sepupu orang tua) tinggal. Dua saudara sepupu dari ua ti gigir jadi pastor, yang satu OSC (Ordo Salib Suci) dan yang satu Projo kalau tidak salah. Pastor Andreas Dedi bertugas di Bandung dan kalau tidak salah yang satu lagi (Pastor Sukarna) di Cirebon. Kedua pastor ini adik-kakak. Ada juga anak ua ti gigir yang lain menjadi suster (biarawati) yaitu Sr. Renata, CB berada di RS Boromeus-Bandung. Dulu aku memanggil Suster ini dengan Ceu Elis karena dia satu angkatan denganku di SMP. Satu keponakan ti gigir juga menjadi suster Ursulin, namanya Sr. Entin, OSU. Sekarang beliau bertugas di Afrika. Nah, saudara-saudara ti gigir yang disebutkan tadi itu berasal dari Dusun Galonggong.

Mari kita lanjut ke perjalanan kita. Jadi dari petigaan Galonggong tadi, kita masih terus melanjutkan perjalanan lurus dan naik. Sepanjang perjalanan kita akan bertemu dengan kebun singkong, kebun kayu, diselingi satu dua rumah, diselingi kandang ayam. Perjalanan kita sekarang sudah melewati wilayah Dusun Susuru. Kita akan bertemu dengan tanjakan yang cukup terjal. Akhir dari tanjakan itu berada di sebuah puncak bukit. Nah, di bukit inilah SD-ku tersayang berada, seperti yang kuceritakan beberapa waktu lalu. Lihatlah kiri kanannya kebun… semua. Baru jalanan menurun, tepat di sebelah kiri kita ada pemakaman. Di sini bersemayam leluhur kami, nini-aki, sanak-saudara yang sudah berada di alam keabadian. Terus kita turun dan tepat di lembah akan ada warung dan beberapa rumah. Warung yang berada tepat di pertigaan itu adalah warung uaku (ua ti gigir), namanya Ua Komar. Dulu anak Ua Komar naksir berat denganku ketika kami SD. Aku kelas 4 SD, dia kelas 1 SD. Huh… rupanya sepupuku itu sukanya daun tua, bukan daun muda. Lucu ya, kalau kita mengenangkan masa kecil.

Nah, di sinilah kampungku berada. Dari pertigaan itu ke kiri masuk di tengah perkampungan lama sejak Dusun Susuru ada. Kalau ke sebelah kanan juga masuk perkampungan yang merupakan perluasan dari kampung lama. Sepertinya kita masuk di Old Yerusalem dan New Yerusalem. Nah, rumahku berada di Yerusalem baru, maksudku Susuru baru. Wilayah perluasan karena penduduk makin padat. Dahulu orang tuaku memutuskan berpindah dari rumah kami, tempat aku dan sepupuku memutilasi Si Tioh itu. Nama wilayah perluasannya disebut Blok Lempong Tajug. Jadi rumah Teh Enung Martina berada di Lempong Tajug. Di seantero kampung pasti sangat tahu siapa itu Teh Enung karena semua penduduk di kampungku ada hubungan saudara. Begitulah hidup di dusun. Di rumah kami sekarang tinggallah ibuku dan ayah tiriku, yang aku panggil Mamang.

Jadi yang mau mampir ke rumah, kami persilakan dengan senang hati. Jangan lupa membawa oleh-oleh, begitu pesan ibuku, yang biasa dipanggil Nini Enung atau Ninung. Jangan heran kalau siang hari di bawah jam 14, biasanya rumah dalam keadaan kosong karena ibuku akan melawat kebunnya dan tanamannya. Sekarang beliau sudah tua, sudah tak kuat lagi bekerja keras. Orang upahan saja yang menggarap tanah.

THE LAST LECTURE (By Randy Pausch)

The lecture was about the importance of over coming obstacles, of enabling the dreams of others, of seizing every moment, because time is all you have you may find one day that you have less than you think. It was about living!
An injured lion still want to roar. It’s about dignity and self esteem, which isn’t quite the same as vanity.


Ketika seseorang tahu bahwa dirinya akan segera mati meninggalkan semua yang dicintainya, yang diimpikannya, dan yang diperjuangkannya. Apa yang akan dia lakukan? Apa yang akan kamu lakukan ketika tahu bahwa usiamu tinggal tiga bulan lagi karena kamu menderita kanker pankreas yang sudah akut?

Mungkin kamu dan aku akan menyalahkan Tuhan, itu yang pertama kita lakukan. Menyalahkan diri sendiri, menyalahkan orang lain, marah, mengamuk, sedih, frustasi, dan diam saja sebagai bentuk dari protes kita. Ada banyak reaksi yang mungkin terjadi pada kita. Yang jelas pasti kita sangat sedih, bingung, dan marah.

Hanya sedikit orang yang menanggapi situasi ini dengan berpikir positif dan tenang. Hanya sedikit orang yang bisa menerimanya dengan lapang dada. Namun, sangat sedikit
Orang yang menerima keadaan ini dengan kreatif. Randy Pausch, adalah salah satu orang yang sangat sedikit itu. Dia menghadapi kematiannya karena kanker pankreas akut dengan kreatif.

Kreativitas dari Randy Pausch dalam menghadapi kematiannya adalah mengadakan kuliah terakhir yang isinya berbicara tentang pesan, ajaran hidup, nilai moral, pengalaman, yang semuanya akan menjadi warisan untuk orang-orang yang dicintainya, terutama ketiga anaknya yang masih kecil. Ia berharap, ia bisa meninggalkan kenangan terbaik yang tak terlupakan untuk untuk dikenangkan.

Kematian memang sesuatu yang pasti. Semua orang akan mengalaminya. Terkadang kita agak risih untuk membicarakan topik ini karena ada yang beranggapan tabu dan tidak enak untuk membicarakannya. Padahal, kematian itu adalah sesuatu yang sangat wajar dan alami.

Yang penting menurutku adalah justru bagaimana kita harus berlaku, bersikap, dan bertindak sebelum kematian itu datang pada kita. Bagaimana kita mempersiapkan babak baru kehidupan kita di fase lain yang tak seorang pun tahu dengan pasti. Ada beberapa kisah, cerita, kesaksian, atau mungkin cerita isapan jempol berkaitan dengan kematian. Namun, bagaimana kita bisa hidup bermakna di dunia ini sebelum kematian datang pada kita. Ada banyak yang bisa kita berikan kepada orang-orang yang kita cintai, ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk membuktikan bahwa kita mencintai meraka, untuk membuktikan bahwa mereka itu berharga dalam hidup kita, untuk membuktikan bahwa kita juga layak untuk dicintai. Hu…hu… jadi teringat dengan Anyo, (Andrew Manulang), muridku yang sudah pergi dengan begitu penuh persiapan dan dipeluk dengan cinta dari semua orang dan ia pun sudah membuktikan kualitas hidupnya. Anyo… selamat, kamu layak dapat bintang dan kamu sudah berbahagia serta menunjukkan kepada kami bahwa memberi itu adalah bagian dari hidup. Sudah dulu… ya nanti keterusan air matanya sudah ngembeng di pelupuk ni.

(Teh Nung lagi sedih-terharu-tersentuh karena mengenangkan orang-orang yang dicintainya yang sekarang sudah tiada. Rest in Pace untuk orang-orang yang kucintai dan orang yang telah memberi pengaruh dalam hidupku yang telah meninggalkan dunia fana ini. Amin.)

Selasa, 05 Mei 2009

KAMPUNG HALAMAN

SEKILAS KAMPUNG HALAMAN

Tulisan ini memenuhi permintaan dari salah satu pembaca blok URSA MINOR yang ingin mengetahui lebih banyak tentang kampung halaman Teh Nung.

Ayi Dadan Rusmana, hatur nuhun kanggo perhatosan ka Teteh perkawis kampung halaman Teteh di Dusun Susuru, Desa Kertayasa, Kecamatan Panawangan, Kabupaten Ciamis. Seratan ieu khusus diserat kanggo Ayi. Namung nyuhunkeun dihapunten kumargi Teteh teu acan mendakan data anu akurat perkawis patilasan di dusun Susuru. Seratan ieu medar secara subjektif paningalan Teteh ngeunaan kampung halaman. Panginten ieu seratan teh dipedar kalayan ngabantun bentuk deskriptif naratif tea . Topikna mah langkung condong ka pangalaman pribadi salami di kampung. Wilujeng maos!

Aku dilahirkan disebuah dusun kecil di kabupaten Ciamis Jawa Barat. Nama dusunku Sususru, yang termasuk ke desa Kertayasa, dan kecamatannya Panwangan. Dusunku agak terpencil dan jauh dari kota kabupaten. Penduduk di dusunku kebanyakan petani dengan mengerjakan ladang dan sawah mereka. Keadaan geografis dusunku daerah pegunungan dengan udara dingin menusuk tulang. Seperti pada umumnya pegunungan, daerahnya berbukit-bukit, naik-turun, dan agak terjal.

Aku dibesarkan seperti pada umumnya anak desa. Bermain sepuas hati, tidak ada peraturan ketat tentang ini-itu yang membuat seorang anak harus terpenjara di rumahnya. Pokoknya masa kanak-kanakku kuhabiskan dengan kebebasan sempurna. Bila aku teringat masa itu, rasanya ingin kembali mengenyamnya. Lantas aku bandingkan dengan masa kanak-kanak kedua anakku Metta dan Aga yang dihabiskan dengan hidup gaya anak kota. Sebenarnya sedih juga, aku sebagai ibu ingin memberikan pengalaman yang penuh kebebasan itu kepada mereka. Namun, apa daya kehidupan kota tak sesimpel kehidupan di desa. Bila ingin survive memang kita harus bisa beradaptasi dengan lingkungan tempat kita berada, bukan begitu? Itulah hokum biologi-hukum alam barangkali.

Karena itu pada saat mereka kecil dulu, aku membawa mereka pulang kampung dan membiarkan mereka merasakan jadi anak-anak kampung. Mereka bebas bermain tanah, lumpur, air, atau permainan kampung yang katanya kotor. Kubiarkan mereka menikmatinya. Dengan harapan mereka mempunyai pengalaman yang berbeda tentang masa kanak-kanak mereka. Kata salah satu iklan ditergen: kalau tidak kotor tidak belajar. Bukan begitu?

Kembali ke masa kanak-kanaku di kampung. Aku anak yang tergolong nakal untuk anak perempuan dan anak kampung. Sejak kecil aku ditakuti karena galak dan tukang mukul atau nyubitin orang. Seperti pada umumnya rumah di kampung tak ada pagar, semua orang bebas lewat halaman rumah orang. Nah, banyak orang tak berani lewat halamanku karena aku akan berdiri mencegat orang lewat untuk kukejar dan kucubit.

Teman sepermainanku adalah tetanggaku sekaligus kaka sepupuku, anak uaku. Seorang anak laki-laki yang manis dan tidak senakal aku. Kami bermain mulai dari panjat pohon, main tanah, main kelereng, main masak-masakan, main boneka, dll. Hingga terjadi suatu kisah mutilasi yang sadis terjadi pada saat aku kecil. Ceritanya begini: Aku dan sepupuku, aku panggil dia Ang Aaan, bermain boneka. Boneka itu dibelikan ayahku. Aku masih sedikit ingat boneka itu, berambut kriting dan pirang, berbaju bunga-bunga, dan diberi nama Si Tioh. Kenapa nama itu? Aku juga tidak tahu. Kami berdua asyik bermain di bawah pohon cengkeh di halaman kami. Kami juga main pisau. Pisau itu tumpul. Tiba-tiba muncul ide dari siapa dulu, sudah lupa: untuk memotong kepala Si Tioh. Maka dipotonglah kepala boneka itu. Kemudian kami menguburkannya di tanah dekat pohon bunga sepatu di halaman kami. O, ya rumahnya berdekatan, jadi halamannya satu dan cukup luas. Sesudah menguburkan kepala Si Tioh, kami asyik memanjat pohon cengkeh dan lupa atas dosa kami yang sudah membantai Tioh. Sorenya ibuku yang geger karena Tioh ditemukan di bawah pohon cengkeh dalam keadaan tak berkepala. Bayangkan, aku sudah melakukan mutilasi pada usia dini. Betapa sadisnya!

Masa sekolah di SD dilewatkan di kampung juga. SD-ku bernama SDN Kertaraharja. Tapi SD-ku tak sesuai namanya yang kerta dan raharja. SDku SD kampung, bangunan seperti sekolah desa pada umumnya.Lebih bagus dari SDnya Andre Hirata di Laskar Pelangi, itu pasti. Tapi SDku tiada duanya di dunia. Mengapa? Karena terletak di puncak bukit dengan menghadap ke jalan desa dan membelakangi pemandangan ke arah lembah antara beberapa perbukitan dan hamparan ladang di bukit serta sawah di lembah dan di bukit lain. Bentuknya seperti petak-petak sawah di Bali dalam gambar di kartu pos yang kita beli di Tanah Lot. Ya… agak bagusan Bali dikit deh!

Nah, di halaman belakang dengan pemandangan yang spektakuler itu aku punya banyak pengalaman lucu masa sekolahku. Masa praremaja, masa bandel, masa yang polos, masa lugu, tanpa beban. Hingga sekarang pemandangan itu masih seperti dulu, meski ada perubahan pembangunan di sana-sini.

Di SD aku tak ada saingan. Aku yang paling pintar untuk angkatanku. Katanya aku pintar sebenarnya gak juga sih. Aku hanya menang semalam dengan teman-temanku. Kalau mereka malamnya males belajar karena harus bantu orang tua atau karena males. Tetapi, aku pasti belajar. Dan satu hobiku yang membuat aku lebih cerdas dari teman-temanku adalah aku suka baca apa saja. Koran bekas bungkus. Bahkan Kitab Suci Injil (perjanjian Baru) dan Perjanjian Lama pun aku lalap habis. Ngerti atau tidak pokoknya baca. Hingga sekarang pun aku suka baca.

Nah, SMP aku baru ke kota kecamatan karena di kampungku tak ada SMP. Aku harus naik mobil bak yang mengantar sayuran, sereh, minyak, atau jalan kaki kalau tak ada mobil yang bisa ditumpangi. Cukup jauh sekitar 7 km dari rumah. Nah, SMP ku namanya SMPN Panawangan. Banyak pengalaman manis dan juga yang tak mengenakkan di sini. Pengalaman manis bergaul bersama teman, juga mendapat pengetahuan dan ilmu. Pengalaman burukku agak dikucilkan karena aku anak Kristen. Itu untuk pertama kalinya. Bagi beberapa temanku di SMP agak aneh karena di daerah kami orang Kristen itu mahluk langka sama anehnya dengan mahluk dari planet lain. Tapi karena aku mampu membuktikan diriku dengan kemampuan otakku, jadi aku tidak terlalu aneh di depan mata teman-temanku.

Berbeda dengan teman-temanku. Guruku PMP (Pendidikan Moral Pancasila) yang merangkap guru agama Islam memandangku sedikit aneh dan agak sinis. Itu mungkin perasaanku saja. Tapi aku gak berani macem-macem dengan dia. Seram. Guru-guru lain baik-baik saja menerima aku sebagai murid yang normal dan patut diperhatikan. O, ya aku belajar agama Islam di SD maupun di SMP. Guru agama Islamku di SD, wow… baik sekali. Aku salut dan takjub sama beliau. Beliau seorang guru yang pandai bercerita. Beliau bercerita tentang kisah nabi-nabi yang juga sama aku baca dari kitab Perjanjian Lama. Jadi aku mengagumi beliau. Pelajaran agama Islamku di SD cincai, 9 dan 10 ada di tangan, kecuali kalau menulis arab. Kalo ngaji aku juga bisa kan diajari oleh ayahku yang dulunya seorang modin. Beliau mengucapkan aku menirukan sampai hafal dan sempurna. Saat penilaian aku lancar bahkan lebih lancar dari teman-temanku yang Muslim. Kalau ditanya artinya pasti aku gak tahu. Kalau sekarang suruh mengulang pasti sudah lupa. Mungkin Surat Al Fatihah masih bisa sedikit-sedikit.

Begitulah beberapa pengalaman di masa anak-anak dan remajaku. Yang jelas aku tumbuh di dusun Susuru yang membentuk aku menjadi seperti sekarang ini. Di dusun ini aku belajar memberikan penghargaan pada alam semesta hasil karya Allah. Di dusun ini aku belajar kerja sama, di dusun ini aku belajar nilai penghargaan terhadap kepercayaan orang lain, di dusun ini juga aku belajar menghargai perbedaan.

Betapa dia banyak memberikan nilai hidup untukku. Jadi meski aku berada nun jauh di dari kampungku, pasti aku akan mgenangkannya dalam ruang ingatanku. Orang bilang kampungan, emang iya, lantas mau apa? Ndeso, emang betul, aku orang desa yang bangga menjadi demikian. Begitulah, kedesaan dan kampungan membentukku untuk selalu percaya pada kebaikan orang siapa pun itu. Untuk menghargai orang yang bersebrangan denganku. Kayaknya aku bicaranya seperti guru PKN, nanti jadi alih profesi dari guru bahasa Indonesia menjadi guru PKN. Nah, dalam tulisan ini aku sedikit melupakan kaidah kebahsaanku. Tak mengapa karena bahasa itu luwes.

Kita akhiri dulu cerita sekitar kampungku. Nanti disambung lagi masih dari kampung juga. Siapa tahu sudah ada data yang lebih akurat. Ok. Terima kasih sudah menjadi pembaca setia blok Teh Nung.

Mangga sadayana dikantun heula.
Hatur nuhun.

Teh Enung Martina yang bangga karena ada yang memperhatikan kampungnya.