Senin, 31 Desember 2018

PUISI UNTUK GADIS PEJUANG



Untuk Cicilia Metta Asriniarti (gadispayungkuning): Selamat Ulang Tahun!

Roda Bahagia

Yang kau cari adalah seiris bahagia
pada kata yang diucapkan beribu tahun silam
pada nama kelana yang menyebut dirinya filsuf
pada ide-ide usang yang ada sejak semula
karena kamu tahu bahwa tak ada yang baru di muka bumi ini

Ternyata kamu menemukan bahagiamu
pada tetesan air hujan di jendela KRL
pada pusingan roda gojek yang kaunaiki
pada paket salad yang kau beli di Statsiun Manggarai

Kamu menikmati kantukmu di antara para perempuan lain
di gerbong yang sama yang membawamu di statsiun berikut
bersama hembusan angin pengap Jakarta
kau hirup juga asa masa depan yang penuh misteri
karena kamu yakin rancangan-Nya ada di sana

Meski kamu merasa lelah, kau tepiskan juga
kembali kamu telusuri kata-kata yang sukar dicerna
tesis, sinopsis, analisis semua kalis
kamu kunyah dan lepehkan lagi lalu kamu telan bulat-bulat disela teh hijau yang kaureguk

Akhirnya, sebuah simpulan muncul di benakmu
sebenarnya bahagia itu bukan untuk nanti
roda bahagia itu terus berputar sekarang dan di sini
di antara kata-kata yang kaubaca dan kautulis
dan kata-kata manis merayu yang kauucapkan untuk para klienmu.

(Ch. Enung Martina: Lempong Tajug – Ciamis, 29 Desember 2018)


Jumat, 14 Desember 2018

Cerna Dulu Sebelum Bertindak



Hikmat Salomo (Nabi Sulaeman) sudah mengingatkan sejak ribuan tahun yang lalu akan hal ini. "Rancangan orang rajin semata-mata mendatangkan kelimpahan, tetapi setiap orang yang tergesa-gesa hanya akan mengalami kekurangan." (Amsal 21:5).

Orang yang tergesa-gesa dalam mengambil keputusan atau melakukan sesuatu tidak akan pernah memperoleh hasil baik, melainkan hanya akan mengalami kerugian. Seperti itulah orang-orang yang tidak memperhatikan pentingnya perhitungan yang matang sebelum melangkah. Kerugian dialami oleh diri sendiri sekaligus orang lain yang terkena dampaknya.

Saya pun terkadang melakukan hal serupa.  Ketika kita bertindak  cenderung tergesa-gesa, bertindak serampangan tanpa kecermatan, tanpa pertimbangan akibatnya kerugianlah yang datang sebagai hasilnya. Untuk menutupi kerugian yang timbul bisa jadi jauh lebih mahal ketimbang apabila itu dikerjakan sejak awal dengan pertimbangan matang dan cermat. Bahkan tidak menutup kemungkinan pula bahwa konsekuensinya akhirnya harus ditanggung sepanjang sisa hidup dan tidak bisa lagi diperbaiki.

Salah satu contohnya  berkaitan dengan perilaku kita bermedia di media sosial. Kita bermediaa dengan. Kita dengan bebas berkomentar dan menyalin serta membagikan konten tertentu yang ternyata itu hoaks belaka.  Kita tak melihat apa akibat dari semua yang kita lakukan. Kita membuat sampah dan bahkan membuat racun. Kita menerima berbagai konten yang tanpa bijak kita baca. Tanpa dicerna dengan bijak maka kita bertindak untuk membagi atau berkomentar. Begitu ada dampaknya langsung atau tak langsung baru kita ‘nyaho’ ternyata saya ikut andil pada itu hal negatif itu.

Ada begitu banyak korban yang disebabkan karena cyber bullying. Ada banyak orang melakukan bullying pada sesamanya melalui media. Ada banyak orang menggunakan media untuk menyerang orang lain. Ada banyak orang melakukan itu dengan tujuan iseng, bercanda, kesenangan, atau memang unuk menjatuhkan, atau mengambil keuntungan.

Saya dan semua orang mempunyai pilihan untuk mencerna segala sesuatu sebelum kita bertindak. Di saat kecerobohan menjadi bagian hidup manusia, kita selalu diingatkan agar berhati-hati dan menghindari kecerobohan sebisa mungkin. Bukan saja keteledoran atau kecerobohan itu merugikan dalam hidup kita saat ini,  tetapi bagi Tuhan sekalipun, kecerobohan merupakan sesuatu yang harus dipandang serius bahkan bukan sesuatu yang bisa ditolerir.

Hindarilah bertindak ceroboh dan tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Pikirkan dulu baik-baik dan dengarlah dahulu baik-baik apa kata Tuhan tentang rencana yang ingin kita ambil. Mendengarkan suara Tuhan itu bagaimana?

1.     Berdoa dan bermeditasi. Tanya dalam doa atau meditasi tentang hal yang akan diputuskan. Jawaban ada yang muncul seketika, tetapi bisa jadi jawaban muncul dalam bentuk lain dan waktu lain. Misalnya tiba-tiba mendapat bacaan tentang hal serupa atau mendengar tentang hal senada dari tv,orang ngobrol, radio, yutube dll.

2.     Bertanya pada orang lain yang dianggap bisa kita ajak bicara dan dapat dipercaya. Mintalah pertimbangan dari orang yang bijak dan dapat dipercaya.

3.     Tunggu waktu sebelum bertindak. Jangan-jangan ada perubahan atau ada susulan lain yang menihilkan, menguatkan, agtau memperburuk. Ambil waktu untuk menimbang, memilih, dan memutuskan yang bijak dilihat dari berbagai sudut pandang.

4.     Berpeganglah pada prinsip menang-menang. Segala keputusan selalu bertolak untuk memang-menang. Tak ada satu pihak pun yang kalah. Berusahalah mencari cara agar prinsif pro kehidupan, keadailan, kedamaian, dan kebenaran universal ditegakkan.

 Dengan hikmat yang dimilikinya Salomo selanjutnya mengingatkan "Tanpa pengetahuan kerajinan pun tidak baik; orang yang tergesa-gesa akan salah langkah." (Amsal 19:2).

Ini juga mengingatkan diri saya: Jangan jadi orang yang ceroboh, tetapi jadilah orang bijak yang akan selalu berpikir matang dan berhati-hati dalam melangkah, sekaligus menghindari dirinya dari segala sesuatu yang jahat. Kecerobohan atau keteledoran adalah sesuatu yang tidak boleh kita pandang enteng karena bisa ada banyak masalah yang bisa timbul berawal dari sana.

Tuhan juga memandang serius mengenai kecerobohan ini. Sudah seharusnya kita pun mulai menganggap kecerobohan (tindakan atau kata-kata) sebagai sesuatu yang serius. Kecerobohan merupakan akibat yang muncul akibat tergesa-gesa atau ketidakhati-hatian kita dalam melakukan sesuatu, oleh sebab itu marilah hari ini kita perhatikan baik-baik setiap langkah kita, menyelaraskannya dengan rencana Tuhan dan tetap berpegang pada ketetapan-ketetapan-Nya agar kita terhindar dari berbuat hal-hal yang bodoh. (Ch. Enung Martina)


Sabtu, 01 Desember 2018

ANGGAPAN KELIRU TENTANG BAHAGIA



Kita diprogram oleh keadaan dan kenyataan untuk kebahagiaan palsu. Kita digiring dan bahkan diajarkan untuk meraih ini itu yang berujung pada pencapaian tertentu, tetapi bukan pada bahagia.

Harta kekayaan penjamin bahagia

Kita beranggapan bahwa bila kita tidak memiliki harta benda yang diinginkan maka hidup kita tidak bahagia. Dunia beranggapan bahwa harta kekayaan akan membuat manusia terpenuhi kebutuhannya. Karena terpenuhi kebutuhan kedaginagnnya, maka manusia akan bahagia.  

Maka bila manusia tidak memiliki harta benda, maka hidupnya tak akan bahagia. Kenahagiaan adalah harta benda. Namun, kenyataannya ada orang yang berlimpah harta bendanya, hidupnya juga belum tentu bahagia. Makin besar jaminan ekonomi yang dicapai seseorang, makin besar ketidakpuasan dan kerakusan yang dirasakan.

Ada sebuah kutipan tentang harta (uang) yang pernah kita dengar seperti ini:

Dengan uang kita bisa membeli obat tapi bukan kesehatan.Kita bisa membeli makanan, tetapi tidak dapat membeli selera. Kita bisa membeli kasur empuk tapi bukan tidur yang nyenyak. Kita bisa membeli seks tapi tidak dapat membeli kasih saying. Kita bisa membeli rumah besar tapi bukan kententraman. Kita bisa membeli segalanya tapi bukan kebahagiaan.

Bahagia itu nanti di masa depan

Peribahasa lama berkata bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Saya menggantikan kata besenang-senang dengan berbahagia. Banyak orang berjuang dan bekerja keras melupakan kegembiraan dan kebahagiaan hidupnya untuk meraih sesuatu yang dicita-citakan.

Kenyataannya pada saat dia sudah meraih apa yang dicita-citakannya apakah ia akan bergembira dan berbahagia? Belum pasti. Ada orang yang begitu semua tercapai semua cita-citanya, malah dia sakit, atau mendapat kesusahan lain, bahkan sepertinya tambah runyam masalahnya.

Bahagia di Sini dan Sekarang. Saat kita bekerja keras kita jugag berhak untuk bahagia. Saat kita berjuang berat kita juga bisa memilih bahagia. Bahagia tak perlu ditunda. Kapan pun kita bisa berbahagia. Bahkan, pada saat dalam keadaan menyelesaikan masalah pun, kita bisa bahaia. Bahagia itu pilihan dan keputusan pribadi yang bersumber dari dasar nurani.

Bahagia itu kala orang-orang di sekitar saya berubah menjadi baik

Berubah menjadi baik menurut siapa? Menurut saya. Sudut pandang saya. Saya akan bahagia jika anak saya lebih disiplin. Saya akan bahagia bila suami saya lebih mengerti saya. Saya akan berbahagia bila atasan saya lebih bijaksana dan adil. Saya akan bahagia bila teman-teman saya mendukunng saya. Saya akan berbahagia bila Indonesia pikirannya maju dan tidak ada lagi yang menyinggung sara.

Kenyataannya? Orang-orang di sekitar kita akan tetap seperti itu. Tetap dengan kberadaannya. Sementara kita stress karena tak ada yang berubah dan saya tak mampu mengubah mereka.

Tunggu sebentar! Jangan-jangan saya yang harus mengganti kacamata saya. Saya yang harus mengubah cara pandang saya terhadap orang-orang di sekitar saya. Saya sepertinya saya bisa memutuskan bahagia dengan mereka berubah atau tidak berubah. Itu mah suka-suka mereka atuh! Mau berubah atau tidak saya tak bisa mengendalikan mereka.

Saya akan bahagia bila semua keinginan pribadi terpenuhi

Saya akan bahagia bila keinginan dan doa-doa saya terkabul. Ada banyak keinginan yang saya memiliki. Bila keinginan itu terpenuhi, apakah hal itu bisa dikatakan kebahagiaan? Bagaimana bila keinginannya tidak terpenuhi?

Kenyataannya ada beberapa keinginan yang terwujud, tetapi lebih baanyak lagi yang tidak. Standar kebahagiaan kita saat ini hanyalah lebih kepada pemenuhan segala keinginan kita. Ketika terpenuhi maka bahagialah kita. Tetapi yang namanya keinginan, sepertinya tidak akan ada habisnya.

Bila standar kebahagiaan kita hanya kepada terpenuhinya keinginan, maka kita akan selalu dalam keadaan tidak bahagia. Karena manusia selalu penuh dengan keinginan. Kebahagiaan yang sesungguhnya adalah ketika manusia bisa menghancurkan segala keterikatan akan keinginan yang ada di dalam dirinya.

Jadi kebahagiaan yang ada hanya ditentukan dari sesuatu diluar diri kita.

Bukankah itu hanya semata karena perasaan kesenangan saja karena keinginan terpenuhi? Bukan sebuah kebahagiaan yang muncul dari kedalaman hati.



Benang Merah

Sesungguhnya kebahagiaan itu adalah milik hati yang telah lepas dari segala kemelekatan. Tidak ditentukan oleh terpenuhinya keinginan, tetapi justru karena bisa melepaskan keinginan hati.

Makin banyak kesenangan dunia yang kita nikmati, makin tidak puas hati kita akan kehidupan. Makin banyak pengetahuan yang kita peroleh, makin sedikit hikmat yang kita miliki.

Jadi sesungguhnya kebahagiaan itu sangat dekat dengan diri kita. Tidak perlu mencarinya jauh-jauh, apalagi sampai dengan mencurinya.

Kebahagiaan adalah milik setiap manusia yang telah bisa melepaskan segala keinginan yang mengikatnya. Selama kita hidup hanya untuk mencari kebahagiaan, maka kebahagiaan akan semakin menjauh. Tetapi kita harus menyadari satu hal, bahwa sesungguhnya kebahagiaan itu letaknya bukan pada harta benda, bukan juga tergantung pada orang lain. Bahagia itu  tepat ada di sini dan sekarang, di dalam hati yang tidak terikat oleh keinginan. Dimulai dari menyadari diri sendiri dan mengubah sudut pandangan kita terhadap hal atau orang lain di luar kita dengan mata yang lebih indah dan positif. Bahagiakah  Anda?  Saya sudah memutuskan dan mengambil pilihan untuk berbahagia. (Ch. Enung Martina – disarikan dari bahan Retret Guru November 2018 di Panti Semadi, Sukabumi, bersama Romo Rio)

Minggu, 25 November 2018

FILM INDIA: FILM TAARE ZAMEN PAR






Retret tahun 2018 membawa saya pada sebuah film lama bertema pendidikan yang diproduksi 11 tahun silam ( tahun 2007). Nammun, film ini tetap relevan dengan dunia pendidikan dan profesi saya sebagai seorang pendidik. Film ini berjudul TAARE  ZAMEN PAR.



Taare Zameen Par (Seperti bintang-bintang di Bumi?) adalah sebuah film drama India tahun 2007 yang diproduksi dan disutradarai oleh Aamir Khan. Film ini mengeksplorasi kehidupan dan imajinasi Ishaan, anak disleksia berusia 8 tahun. Meskipun dia unggul dalam seni, tetapi  kinerja akademisnya sangat parah sehingga orang tuanya  mengirimnya ke sebuah sekolah asrama. Dari sekian guru yang mengajar Ishaan, tak ada satu pun yang menyadari bahwa anak ini mempunyai kelainan dalam belajar. Seorang guru seni rupa yang masih honorer melihat dan menyadari  bahwa anak ini  adalah penderita disleksia.  Bagi para guru yang lain Ishaan hanyalah anak bandel, malas, dan bodoh.

Ishaan Nandkishore Awasthi tidak suka sekolah dan gagal setiap tes atau ujian. Ia menemukan semua mata pelajaran yang sulit.  Karena ketidakmampuannya  itu, ia  diremehkan dan dimarahi oleh guru dan teman sekelasnya. Namun, dunia internal (imajinasi) Ishaan penuh dengan keajaiban yang dia tidak dimiliki oleh anak-anak  lain. Imajinya begitu hidup dan berwarna:  tempat-tempat  magis yang penuh dengan warna,  dunia animasi hewan yang imajinatif, dan benda-benda ajaib yang tak ditemukan di dunia nyata. Sebenarnya ia  adalah seorang calon seniman yang berbakat. Namun, sayangnya tak satu orang pun yang melihat itu, termasuk kedua orang tuanya.

Ayah Ishaan, Nandkishore Awasthi, adalah seorang eksekutif yang sukses dalam karirnya. Ia  mengharapkan anak-anaknya menjadi anak yang sukses seperti dirinya. Ibu Ishaan bernama Maya Awasthi, ia seorang perempuan yang meninggalkan karirnya demi mengurusi keluarga, khususnya kedua buah hatinya. Maya sering merasa frustrasi karena  ketidakmampuannya  untuk mendidik anaknya, Ishaan. Kakak Ishaan, Yohaan, adalah seorang murid  teladan dan juga atlet tenis, yang mengerti Ishaan.  

Setelah menerima laporan akademik semester pertamam di kelas 3 SD yang sangat buruk, orang tua Ishaan mengirimnya ke sebuah sekolah berasrama. Dengan harapan agar anak ini bisa lebih disiplin dan fokus dalam  belajar serta  tidak  malas atau bandel lagi.

Di sekolah asrama tersebut, Ishaan  tenggelam ke dalam ketakutan dan depresi karena jauh dari keluarga, tidak punya teman,  dan takut menghadapi sekolah yang disiplin dan tanpa ampun.  Namun,  ada salah satu anak bernama  Rajan Damodharan, seorang anak cacat fisik (memakai kursi roda),  yang mau berteman dengan Ishaan.  Karena kesepian dan depresinya yang mendalam,  ia bahkan memikirkan untuk  bunuh diri dengan terjun dari balkon.  

Sampai akhirnya ada seorang guru baru bernama Ram Shankar Nikumbh (Aamir Khan). Guru ini menemukan hal yang berbeda dari Ishaan. Dengan kesabaran dan kerja keras tanpa putus asa, pak guru muda ini mendampingi Ishaan.  Bapak  Ram Shankar Nikumbh melatih Ishan sedikit demi sedikit untuk  membaca, menulis, melukis dan juga  menghitung dengan cara naik turun tangga. Hingga akhirnya,  Ishaan bisa memahami pelajaran dan menjadi seperti layaknya anak anak lain.

Pada akhir tahun pelajaran bapak Ram Shankar Nikumbh mengadakan lomba melukis yang di ikuti oleh semua siswa  dan para guru. Namun,  pada saat lomba itu berlangsung,  Ishaan menghilang, tak nampak di antara  para peserta lomba. Ram Shankar Nikumbh mencari Ishaan dan menanyakan ke sahabat Ishaan, Rajan Damodaran,tetapi dia tidak tahu dimana Ishaan berada.

Akhirnya, setelah lomba berselang cukup lama, Ishaan datang untuk mengikuti perlombaan tersebut. Ishaan melukis dengan imanijasinya yang tinggi. Semua imajinasinya ia tuangkan dalam karyanyaa sehingga hasilnya nampak hidup dan berwarna.  Tibalah saatnya para  juri menilai karya para peserta lomba.  Ada 2 karya terbaik dalam lomba itu yaitu karya Ram Shankar Nikumbh dan   lukisan Ishaan Nandkishore Awasthi. Dengan berbagai pertimbangan, para juri akhirnya memutuskan karya Ishaan-lah yang terbaik.

Pembagian rapot kenaikan pun tiba. Para orang tua datang untuk menerima hasil laporan belajar anak-anaknya dan juga sekalian menjemput mereka untuk berlibur. Demikian pula orang tua Ishaan pun datang menjemputnya. Betapa kagetnya kedua orang tuanya, karena nilai Ishaan baik. Tak kalah membaggakannya karena lukisan Ishaan menjadi sampul belakang  buku tahuanan sekolah, sementara wajah Ishaan (lukisan karya Ram Shankar Nikumbh)  menjadi sampul depan .   

Tentu saja keluarganya tak menyangka ini terjadi pada anaknya. Mereka sangat bangga akan prestasi Ishaan.  Berkat kepedulian, kesabaran, dan ketelatenan, serta perhatian seorang guru; Ihsaan akhirnya selamat dari kegelapan yang selama ini menyelimutinya. 





Selamat hari guru untuk semua guru di seluruh pelosok Tanah Air! Ibu dan Bapak adalah para pahlawan nyata di zaman now! Kiranya kisah seorang guru Ram Shankar Nikumbh yang masa kecilnya mengalami disleksia menjadi inspirasi untuk kita semua dalam menjalankan tugas mulia kita. Saya teringat para guru saya yang sudah sepuh dan yang sudah tiada. Bagimu, guruku doa dan hormatku. (Ch. Enung Martina)

Senin, 19 November 2018

CINTA DAN RASA AMAN




Ada sejenis pohon di Pulau Salomon untuk menebangnya tidak perlu gergaji atau peralatan lainnya. Warga cukup berkumpul lalu melakukan ritual memaki-maki pohon itu. Pada hari ketiga pohon itu layu dan warga tinggal menggunakannya.

Begitu dahsyatnya kata-kata. Sama dengan manusia ketika seorang anak terus dicaci maki, maka dia pun lama-kelamaan akan layu dan mati secara mental, bahkan fisiknya juga. Kata-kata berpengaruh terhadap pertumbuhan kepribadian seorang anak.

Pertumbuhan pribadi seorang anak dimulai ketika ia merasa dicintai dan merasa aman. Cinta dan rasa aman akan membawa anak apda rasa percaya diri dan juga tumbuh cinta adalam hatinya. Modal percaya diri dan rasa cinta ini akan menjadi investasi besar dalam pertumbuhan pribadi seorang anak. Dengan investasi dalam dirinya seorang anak kelak akan juga mampu mencintai dan menghargai orang lain dalam kehidupannya. Rasa empati akan tumbuh subur dalam diri mereka.

Saya memperhatikan pertumbuhan ketiga anak saya. Khususnya yang 2 anak yang bukan remaja lagi. Mereka sekarang sudah menjadi anak-anak dewasa yang sudah bekerja dan berkarya dalam dunia yang mereka pilih.  Saya mengalami tahun-tahun emas dalam pertumbuhan mereka. Senyatanya setiap  usia dalam kegidupan anak itu tahun emas karena tiap usia mempunyai tantngannya tersendiri dan memerlukan relasi yang pas untuk tiap usia.

Namun, tahun emas yang selalu diperbincangkan para ahli pertumbuhan anak adalah usia Antara 0-5 tahun sebagai tahapan pertama, lalu tahap berikutnya dari 5-11 tahun. Tahap ketiga tak kalah penting saat anak memasuki akil balig yaitu usia 12-15 tahun. Bukan berarti tahapan berikutnya tidak penting. Tahapan masa anak masuk ke SMA mereka sudah lebih bisa mandiri secara fisik juga mental mereka.

Ketiga tahapan itu memerlukan metode pendekatan yang berbeda pada diri anak. Tahap pertama orang tua akan direpotkan dengan hal-hal yang mendukung  pertumbuhan fisiknya seperti makan, minum, memerangi sakit ini-itu, imunisasi, kebersihan, dll. Pendekatan dari sisi relasi tak kalah penting dengan pertumbuhan fisiknya. Kehadiran kedua orang tua pada saat ini membuat anak merasa dicintai dan memiliki rasa aman. Maka, anak akan tumbuh dengan ceria dan sehat secara fisik dan mental.

Tahapan kedua adalah pada masa pertumbuhannya memasuki jenjang pendidikan dasar di Sekolah Dasar. Anak mulai meninggalkan masa kanak-kanaknya menuju masa anak-anak. Pada masa ini bekal cinta dan rasa aman yang besar akan membuat anak punya rasa percaya diri dan patuh pada orang dewasa yang mendampinginya.  Didikan yang diterapkan pada diri anak akan diterima dengan baik meskipun ada kalanya ia juga protes dan mengalami kesukaran untuk beberapa hal. Namun, dengan perasaan dicintai dan rasa aman yang dimilikinya membuat anak ini mempunyai pribadi yang PENUH. Kepenuhan inilah yang membuat anak mampu melalui tantangannya saat dia tidak bisa matematika, tidak mengerti bahasa Indonesia, menghadapi guru yang cerewet dan galak, menghadapi bully dari teman, dan banyak lagi tantangan dalam hidup dia.

Penerapan disiplin yang sesuai dengan usia akan membuat anak tumbuh menjadi pribadi yang makin kuat dalam hal tanggung jawab dan kemandiriannya. Nilai kepedulian pada orang di sekitarnya dan juga lingkungan diterapkan sesuai dengan porsinya sehingga sisi kepeduliannya dan penghargaannya juga tumbuh. Sangat penting juga pengembangan nilai religiusitas dari sejak dini diberikan. Buat anak mengandalkan dirinya pada yang transenden sehingga pada saat dia mengalami tekanan dia bisa tetap seimbang.

Pada pertumbuhan kedua tahapan emas ini peran orang tua, terutama ibu sangat dominan. Seorang ibu adalah sosok yang bisa memelihara, merawat, mengerti, mendidik, menerima, sekaligus juga sebagai polisi yang mengawasi dan mendisiplinkan anak. Bila anak merasa sedih, takut, dikucilkan, merasa tak mampu, marah, dan aneka emosi negatif lainnya; ia bisa mengandalkan orang tuanya, secara istimewa IBU.

Bisa dibayangkan seorang anak yang sedih, marah, atau terluka; tanpa sosok orang tua (ibu). Anak ini akan menghadapi emosi negatifnya sendirian tanpa ada orang yang memahami dan berpihak kepadanya. Emosi itu memang nampaknya berlalu pada keesokan harinya, tetapi emosi itu mengendap dari waktu ke waktu dan terbawa menjadi bagian bawah sadarnya. Hingga akhirnya kita menyadari bahwa perilaku pembenrontakan dan pembangkangan anak ini nampak pada saat dia memasuki masa akil balig. Anak menjadi sangat bengal dan susah diatur. Bahkan beberapa kasus orang tua kalah dengan anaknya karena anak sangat berani terhadap orang tuanya. Orang tua tak dihargai lagi oleh anak yang mengalami ketidakhadiran orang tua saat masa-masa sulit pada tahapan emas pertama dan kedua. Ada ruang kosong yang ‘jeglong’ pada mereka sehingga mereka tidak mengalami kepenuhan. Dan kekosongan ini sangat sukar untuk diisi kembali karena masanya sudah berlalu.

Masuk pada masa emas tahap ketiga, masa akil balig. Masa ini susah-susah gampang. Dikatakan mudah, bila dilihat dari kemandirian anak. Usia 12 tahun anak sudah mandiri untuk mengurus makan-minumnya, kebersihan dirinya, pakain,  dan juga urusan pelajarannya. Orang tua tidak perlu repot menyuapi, memandikan, atau mendandani anak. Namun, ada juga tantangan mengahadapi anak akil balig. Anak ini cesara fisik sudah besar, tetapi secara mental masih kekanak-kanakan. Mereka akan tersinggung bila dianggap masih anak kecil, tetapi di sisi lain untuk banyak hal dia masih perlu bimbingan, pendampingan dan kehadiran orang tua.

Masalah yang sering ditemukan pada usia ini berkaitan dengan relasi (dengan teman, guru, orang tua) juga kedisiplinan dalam belajar. Mereka sudah merasa menjadi anak besar dan menyepelekan beberapa hal. Hal ini tentu saja membuat orang tua dan guru yang melihatnya sangat geregetan. Maka akan terjadilah kesalahpahaman yang akan dilanjutkan dengan berbagai drama kehidupan remaja seperti pada adegan sinetron dan drama korea.

Drama keanehan masa akil balig ini tak akan terjadi bila ada relasi yang baik antara orang tua dan anak. Relasi yang baik adalah relasi yang sesuai dengan usianya. Jangan terlalu mendikte anak akrena dia akan memberontak merasa diperlalukan sebagai anak kecil. Namun, juga jangan terlalu dilepas karena ada beberapa yang bisa membahyakan dia. Dampingi layaknya seorang teman yang paham akan keadaanya. Beri kepercayaan dan jangan terlalu banyak mendikte dan melarang. Berbicara dan berdiskusi sebagai teman untuk meminta tanggapan dan pendapatnya. Biasakan terbuka dengan saling mempercayai. Lama kelamaan anak akan merasa aman dan nyaman sehingga dia terbuka pada orang tuanya untuk berbagai permasalahannya.

Penting untuk orang tua mengenali teman-temannya, kesukaannya, bintang idolanya, dan media sosial yang digunakannya. Orang tua yang terkesan ‘gaul’ akan banyak mengenal anaknya dengan dunianya yang tentunya akan membuat mereka merasakan kehadiran orang tua  pada masa akil balig mereka.

Juga tak kalah penting orang tua tidak memaksakan kehendak kepada anak pada usia ini. Cari cara agar apa tujuan yang ingin dicapai bisa diterima mereka dengan masuk akal. Mereka akan bisa menerima apa pun asal mereka paham dan melihat faedahnya bagi mereka.

Anak itu cerminan dari orang tuanya, begitu ungkapan yang sering kita dengar. Agar cermin itu jernih dan tak retak atau pecah, maka tugas kita menjaga, merawat, serta yang paling utama memberikan cinta dan rasa aman pada mereka. Dengan cinta dan rasa aman ini, mereka akan berselancar di dunia mereka dengan penuh rasa percaya diri dan ada di jalan yang benar. (Enung Martina)

Minggu, 04 November 2018

MENGASAH RASA MELALUI PELAJARAN SASTRA



Banyak orang mulai menyadari bahwa keunggulan, keberhasilan dan kesuksesan seseorang bukan semata-mata ditentukan atau diukur dengan kecerdasan intelektual atau IQ. Bila ada sebuah pengujian atau tes IQ, dan orang tersebut mendapatkan hasil yang tinggi belum tentu menjamin aspek psikomotor dan afektif orang tersebut juga baik. Hal  yang dibutuhkan dalam kehidupan bukan hanya kecerdasan dalam menciptakan sesuatu, tetapi juga kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual.

Kecerdasan emosi menjadi salah satu hal yang penting dalam menjalani dan menghadapi  kehidupan dengan berbagai tantangannya. Emosi dihubungkan dengan perasaan seseorang dalam menhdapi suatu hal. Perasaan ini menentukan afeksi/sikap yang akan menjadi pendorong untuk melakukan tindakan.

Mengolah atau mengasah perasaan merupakan bagian dari membangun karakter.  Pendidikan mengasah rasa dapat dilakukan dengan berbagai cara. Bukan hanya melalui penjelasan tentang definisi umum karakter/budi pekerti semata, tetapi melalui pelbagai cara yang dilakukan, salah satunya melalui SASTRA. Tak jarang kita melihat bahwa banyak orang yang terharu dan bahkan meneteskan air mata saat membaca novel, puisi, dan karya sastra lainnya. Di sini tampak bahwa karya sastra juga mampu menyentuh perasaan seseorang dan tentunya juga mampu menumbuhkan karakter seorang pribadi. Melalui karya sastra kita dapat mengasah perasaan, berempati, lebih menghargai orang lain, memperhalus perasaan dan membuat diri kita menjadi lebih mampu memahami orang lain.

Karya sastra banyak mengemukakan permasalahan yang sangat bermanfaat bagi perkembangan psikologi atau jiwa peserta didik. Maka semakin banyak siswa yang membaca sastra, semakin kayalah siswa akan pengalaman batin sehingga akan terbentuk pribadi yang lebih arif dalam menghadapi problema kehidupan.

Namun, tantangan guru adalah banyak anak yang tidak suka membaca. Inilah yang dihadapi guru Bahasa dan Sastra Indonesia untuk menekankan budaya gemar membaca. Bukan hanya tugas guru bahasa Indonesia,  tugas utama ini juga terkait dengan pengelola pustaka atau pustakawan sekolah untuk menyuguhkan bahan bacaan yang bermanfaat dan berguna untuk membentuk kebiasaan gemar membaca dikalangan sekolah.

Pembelajaran sastra harus berorientasi pada kegiatan pengalaman bersastra bukan pada pengembangan teori-teori sastra. Inilah “PR” bagi guru Bahasa Indonesia (termasuk saya) yang harus terus meningkatkan kemampuan berliterasi dan bersastranya. Seorang guru hendaknya (mampu) memberikan contoh dan memberikan pembelajaran terhadap pendalaman materi sastra.

Sastra itu berbicara tentang kehidupan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa secara kasat mata, pembelajaran sastra di sekolah terlihat hanya sekedar “menumpang” pada pelajaran Bahasa Indonesia saja, meskipun namanya adalah pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Guru terpaksa menjelaskan mengenai sastra hanya berdasarkan teori yang ada di dalam buku, karena waktu yang tersedia tidak mencukupi jika harus mempraktikkan pembelajaran mengenai sastra lebih mendalam.

Dapat kita pahami bahwa pembelajaran sastra di sekolah belum sepenuhnya berjalan optimal. Padahal jika kita cermati, pembelajaran sastra memiliki banyak manfaat, bukan hanya sebagai pelengkap nilai kognitif dalam buku raport, melainkan dapat menjadi sarana pengembangan diri bagi siswa. Seperti yang sudah diungkapkan di atas pembelajaran sastra dapat memaksimalkan pengendalian terhadap kecerdasan emosional serta mengembangkan paradigma berpikir siswa berkaitan dengan kehidupan sosial. Tentunya dengan mempelajari kehidupan masyarakat dalam karya sastra sangat berguna agar anak mampu  berinteraksi dalam hubungan sosial dan diterima dengan baik di lingkungan masyarakat.

Pembelajaran sastra berperan dalam mengasah kecerdasan emosional dan pola pikir siswa. Mengapa demikian? Karena saat membaca karya sastra (contonya novel), secara tidak langsung, siswa ikut beradaptasi dengan alur cerita di dalam novel tersebut. Misalnya saja ketika cerita di dalam novel tengah menyajikan bagian-bagian yang menyedihkan, maka siswa akan terangsang untuk ikut berempati kepada tokoh yang sedang mengalami kesedihan. Begitupun juga jika jalan cerita di dalam novel tengah menggambarkan konflik yang sedang klimaks. Lalu, di saat konflik sudah menurun (antiklimaks) dan solusi sudah didapat, maka penyelesaian konflik pun dapat terwujud dengan baik. Dengan demikian, siswa dapat memetik pelajaran berharga bahwa di setiap kesulitan (konflik), jika mampu mengendalikan diri, maka akan mudah mendapatkan solusi.

Pengendalian diri tersebut termasuk ke dalam aspek kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional dapat ditingkatkan dan dampaknya dapat dirasakan, baik oleh diri siswa sendiri, maupun orang lain yang berada di sekitar mereka. Setidaknya ada 5 aspek yang membangun kecerdasan emosi, yaitu:

1. Memahami emosi-emosi sendiri

2. Mampu mengendalikan emosi-emosi sendiri

3. Memotivasi diri sendiri

4. Memahami emosi-emosi orang lain

5. Mampu membina hubungan sosial yang baik



Gambaran dari kelima aspek tersebut dapat kita temukan di dalam pembelajaran sastra, khususnya dalam karya sastra yang berupa cerita fiksi (cerpen/novel).  Membaca cerpen dan novel dapat membantu siswa dalam memahami emosi para tokoh dan merefleksikannya kepada diri sendiri, serta belajar untuk mengendalikan emosi tersebut.

Kiranya contoh di atas memicu para guru, khususnya guru Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kegiatan bersastra peserta didiknya. Selain dapat mengelola dan mengendalikan emosi dengan baik, efek positif yang didapat oleh siswa adalah dapat memiliki hubungan sosial yang berkualitas. Kemampuan bersosialisasi erat hubungannya dengan keterampilan menjalin hubungan dengan orang lain. Orang yang cerdas secara emosi mampu menjalin hubungan sosial dengan baik dan mampu menghargai orang lain sebagai pribadi yang setara. Dengan bersastra, rasa semakin terasah untuk mampu berempati dengan orang lain. (Ch. Enung Martina)

Sumber utama : Goleman, Daniel. 2000. Emotional Intelligence (Terjemahan). Jakata: PT    Gramedia Pustaka Utama.

Goleman, Daniel. 2000. Working With Emotional Intelligence           (Terjemahan). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sabtu, 27 Oktober 2018

INTEGRITAS SEORANG GURU



Saat ini saya berada di kolam renang Damai Indah Golf, BSD. Melihat anak-anak remaja dengan otot yang baru tumbuh dengan  badan mereka yang tinggi dan canggung. Mereka berenang sambil bersenda gurau. Nampak keakraban di antara mereka. Mereka adalah masa depan. Gizi yang baik akan membuat merak bertumbuh baik secara fisik. Didikan yang baik akan membuat karakter mereka juga terbentuk dengan baik. 


Ada hubungan erat antara bertumbuhnya fisik dan juga karakter mereka. Karakter yang kuat akan mampu menjadikan mereka menjadi pribadi dengan integritas tinggi. Saya membahasakan integritas sebagai jati diri. Integritas adalah konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan yang dimiliki. Dalam etika, integritas diartikan sebagai kejujuran dan  kebenaran dari tindakan seseorang. Ada kesinambungan antara tindakan dan kata-kata. Ada  konsistensi antara perkataan dan tindakan dengan  nilai hidup dan prinsip.
Nampak, ciri seorang yang berintegritas ditandai oleh satunya kata dan perbuatan bukan seorang yang kata-katanya tidak dapat dipegang. Seorang yang mempunyai integritas bukan tipe manusia  dengan banyak wajah dan penampilan yang  disesuaikan dengan motif dan kepentingan pribadinya.Integritas menjadi karakter kunci bagi seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang mempunyai integritas akan mendapatkan kepercayaan (trust) dari pegawainya. Pimpinan yang berintegritas  dipercayai karena apa yang menjadi ucapannya juga menjadi  tindakannya. Guru adalah seorang pemimpin. Maka integritas bagian dari pribadi seorang guru.

Salah satu nilai yang saya pegang dalam hidup saya adalah kesetiaan. Kesetiaan dalam  dalam melakukan sesuatu. Kesetiaan pada pilihan. Pilihan membawa seseorang pada komitmen untuk menjalaninya. Terus dan tanpa bosan. Itulah kesetiaan.

Sebagai pendidik kita bekerja berhadapan dengan banyak pribadi yang dipercayakan menjadi anak didik kita. Kesetiaan mendampingi dan mendidik mereka merupakan bagian dari yang semestinya kita lakukan. Kita dituntut untuk tabah dan sabar juga dalam menghadapi mereka. Kesabaran merupakan bagian dari kesetiaan. Kesetiaan bagian dari integritas. 

Dalam perekonomian kita mengetahui pergerakan mata uang, entah itu naik atau turun, selalu berada di kisaran titik support dan titik resistance. Titik support adalah titik terendah dari pergerakan mata uang hari itu. Titik resistance adalah titik tertinggi dari pergerakaan mata uang. Jika mata uang bergerak naik maka selalu berada di bawah titik resistance, sebaliknya jika bergerak turun maka selalu berada di atas titik support.

Demikian pula dengan integritas kita! Tiap hari integritas kita naik dan turun.
Yang menjadi titik support dan resistancenya adalah titik benar dan titik salah.
Kadang kita bergerak melawan integritas kita, tetapi sering juga bergerak mengikuti integritas kita.


Teori berikutnya mengatakan bahwa jika kita sudah menembus titik pertama maka kita juga akan menembus titik kedua, ketiga, dst. Lalu kemudian stabil sesuai dengan kekuatan pasar. Jika perjalanan atau keputusan kita sesuai dengan integritas kita, atau menembus titik benar, maka kita akan menembus titik benar berikutnya...sehingga semakin lama integritas kita akan semakin kuat. Sebaliknya jika titik salah yang kita tembus, maka kita akan menembus titik salah beriktunya....dan akhirnya kita kehilangan integritas atau jati diri kita.


Saya tidak tahu pilihan Anda. Apakah Anda memilih mempertahankan integritas atau membiarkan nafsu anda mengubah jati diri Anda. Diri kitalah yang tahu hal ini. Integritas yang kita pertahankan dengan hidup kita akan dibalas setimpal sesuai dengan perjuangan kita. Jadi...untuk teman – teman yang berjuang untuk tetap berintegritas di tengah dunia ini yang terkadang bertentangan dengan integritas, tetap maju dan berjuang. Pertahankan integritas diri kita. Pencipta Semesta tidak tidur. Tetaplah menjadi guru yang berintegritas! (Ch. Enung Martina)


Jumat, 26 Oktober 2018

MEMILIH SEKOLAH UNTUK ANAK ZAMAN NOW



Tanggapan Buku:

Profil Buku
Judul: Panduan Memilih Sekolah untuk Anak Zaman Now
Penerbit: Buah Hati – TemanTakita.com
Penulis: Bukik Setiawan, Andrie Firdaus & Imelda Hutapea
Jumlah Halaman: 144 + XI
ISBN : 978-602-7652-96-5

Pertanyaan yang mengejutkan:
Tahukah Anda bahwa sekolah terbaik tidak baik untuk anak? Bahwa cara belajar Sekolah Favorit ternyata berdampak negatif pada anak? Bahwa kebanyakan sekolah tidak menyiapkan Anak Zaman Now hidup mandiri?
Membaca pertanyaan ini sungguh mengejutkan bagi saya sebagai seorang pendidik dan seorang ibu dari anak zaman now, tetapi saya sendiri ibu-ibu zaman old.
Ternyata memang zaman berubah! Teknologi berkembang! Cara kita mendidik anak dan memilih sekolah pun sudah saatnya berubah!
Saya terbengong dengan beberapa pernyataan yang ditulis oleh tiga serangkai penulis buku berjudul Memilih Sekolah untuk Anak Zaman Now. Bukik Setiawan, Imelda Hutapea, dan Andrie Firdaus memberikan hal-hal yang membuka saya sebagai seorang pendidik juga orang tua tentang pendidikan anak di zaman sekarang.
Penulis buku ini Bukik Setiawan seorang aktivis pendidikan, penerima penghargaan Champions for Children dari UNICEF Indonesia, serta penulis buku Anak Bukan Kertas Kosong dan Bakat Bukan Takdir. Selain itu juga Imelda Hutapea seorang ahli dan praktisi pendidikan anak usia dini, berpengalaman sebagai guru di berbagai sekolah, pelatih guru, dan konsultan lepas pendidikan. Yang ketiga adalah Andrie Firdaus seorang Manajer Pengembangan SDM yang berpengalaman di berbagai industri, ahli karier protean, pelatih dan penulis buku Bakat Bukan Takdir.
Ketiganya melihat betapa pentingnya sebagai rang tua memahami latar belakang zaman anak-anak bertumbuh. Pendidikan yang diberikan kepada anak-anak harus disesuaikan dengan kebutuhan anak yang hidup pada masa kini. Pendidkan tidak bisa mengawang-ngawang bak menara gading yang tak berpijak pada kenyataan sekarang dan di sini.
Ada tiga poin penting yang dibahas di buku ini yaitu memahami anak zaman now, memahami tantangan kerja anak zaman now, memilih sekolah untuk anak zaman now.
Zaman sekarang sekolah tumbuh berkembang bak cendawan di musim penghujan memberi banyak pilihan pada orangtua. Sementara anak-anak kita tumbuh di zaman serba teknologi dengan b erbagai kemudahan yang ditawarkan. Maka,  lahirlah Anak Zaman Now! Mereka mempunyai karakteristik yang berbeda dan akan menghadapi tantangan berbeda pula di masa depan. Ada banyak pekerjaan yang akan punah. Ada banyak pekerjaan baru yang lahir.
Pekerjaan yang dapat diotomatiskan akan diambil alih oleh robot. Lihat saja penjaga gerbang tol dan kasir bank. Bahkan media Beritagar.id membuat laporan sepakbola dengan menggunakan robot. Sementara, kombinasi teknologi, kreativitas dan sentuhan emosi, justru menciptakan pekerjaan baru. Lihat saja di Youtube, anak-anak muda mengeruk uang dengan membuat konten kreatif dan penuh sentuhan emosi.
Adakah sekolah yang tepat untuk Anak Zaman Now? Pada zaman industri, kebanyakan pekerjaan menuntut kepatuhan dan keseragaman. Tidak heran bila sekolah zaman industri cenderung melakukan penyeragaman cara, konten dan penilaian keberhasilannya. Untuk Anak Zaman Now, sekolah zaman industri tidak lagi memadai.
Anak Zaman Now butuh sekolah yang menumbuhkan, yang membantu anak-anak mengenali dan mengembangkan potensi uniknya. Bukan hanya pada tataran pemahaman, buku ini dilengkapi dengan panduan observasi dan wawancara yang langsung dapat digunakan orangtua untuk memilih sekolah yang tepat.
Buku ini mengajak pembaca memahami karakteritik Anak Zaman Now, tantangan kerja yang dihadapinya serta keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan tersebut. Isi buku ini juga memapaparkan kebiasaan lama belajar yang sering kita saksikan dan alami. Setelah itu, bagian ini memaparkan cara kerja otak dalam proses belajar dan melakukan perbandingan cara lama dengan cara baru belajar. Pada akhirnya dipaparkan cara belajar untuk Anak Zaman Now.
Selain itu, cara memahami sekolah berdasarkan komponen-komponenya sehingga orangtua bisa mendapat pemahaman yang utuh. Setelah itu dipaparkan salah kaprah dalam memilih sekolah yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Pada bagian akhir, dipaparkan pilihan sekolah yang dibutuhkan Anak Zaman Now. memaparkan faktor dan langkah yang perlu dilakukan orangtua dalam memilih sekolah. Bab keempat  dilengkapi dengan panduan observasi dan panduan wawancara yang memudahkan orangtua dalam memahami dan menilai sekolah yang tepat untuk anaknya.
Bab kelima adalah bab paling ringkas yang berisi strategi yang mungkin dilakukan orangtua bila tidak mendapatkan sekolah yang dibutuhkan anaknya. Sedangkan bab keenam memaparkan konsep pendidikan anak usia dini yang dilengkapi dengan panduan observasi dan panduan wawancara memilih PAUD untuk Anak Zaman Now. Yang jelas pendidikan terbaik bukan pada zaman dahulu, bukan pula pada zaman sekarang, tetapi  terbaik pada zaman mereka berada dan hidup.  ( Ch. Enung Martina)



Senin, 08 Oktober 2018

Menemukan Tujuan Hidup (2)


Mengevaluasi Hasrat dan Ketertarikan


(Romo Rafael)
Melanjutkan artikel sebelumnya tentang tujuan hidup yang ditanyakan seorang murid kelas IX. Akhirnya saya menemukan hal-hal yang menarik berkaitan dengan pertanyaan tersebut. Salah satunya bahwa untuk menentukan tujuan hidup juga kita harus mengevaluasi diri tentang hasrat dan ketertarikan diri. Artikel ini akhirnya penulis jadikan teks GLS (Gerakan Literasi Sekolah) untuk kelas IX.

Salah satu faktor yang membuat hidup seseorang tidak bahagia adalah kurangnya pengetahuan akan apa yang sesungguhnya mereka inginkan dalam hidup. Jika saat ini kita merasa kurang bahagia (atau hidup kita terasa kurang terpenuhi), kemungkinan besar kita perlu kembali mengevaluasi tujuan hidup kita. Proses ini memang sulit dan menantang (terutama karena saat melakukannya, Anda mungkin akan menyadari bahwa selama ini hidup kita berjalan di “jalur yang salah”), namun sangat penting untuk dilakukan. Ingat, hidup memang hanya terjadi satu kali; namun jika dijalani dengan benar dan bahagia, satu kali pun cukup.


1.Miliki jurnal

Menulis jurnal atau buku harian adalah cara ampuh untuk mengubah hidup dan perspektif Anda. Selain itu, melakukannya juga akan membantu Anda mengeksplorasi tujuan hidup, hasrat, serta sumber kebahagiaan Anda.[1]

·         Jangan memusingkan format tulisan Anda. Ingat, jurnal tersebut adalah milik Anda, bukan milik orang lain. Dengan kata lain, satu-satunya orang yang akan membacanya adalah Anda. Jangan ragu menuliskan segala sesuatunya dengan jujur dan terbuka.


2 Ajukan pertanyaan kepada diri Anda

Sebelum menentukan tujuan hidup, tentukan terlebih dahulu apa yang Anda sukai, apa yang saat ini sedang Anda lakukan, dan perubahan apa yang perlu dilakukan untuk membuat hidup Anda terasa lebih bermakna. Beberapa pertanyaan yang perlu Anda ajukan adalah:[2][3]

·         Kapan saat-saat paling membahagiakan dalam hidup Anda?

·         Apa yang membuat Anda merasa bangga dengan diri sendiri?

·         Kualitas apa yang paling Anda kagumi dari orang lain?

·         Apa yang membuat Anda benar-benar merasa hidup dan berenergi?

·         Seberapa bahagianya Anda dalam kehidupan sehari-hari?

·         Jika sisa hidup Anda hanya satu minggu, apa yang akan Anda lakukan untuk mengisinya?

·         Apa "keharusan" yang menutupi "keinginan" Anda?

·         Jika ada satu hal di dunia ini yang bisa Anda ubah, apakah itu?

·         Satu perubahan apa yang bisa membuat hidup Anda lebih bahagia?

3. Tuliskan hasrat dan ketertarikan Anda

Tuliskan hal-hal yang dengan senang hati Anda lakukan untuk mengisi waktu luang; hal-hal ini bisa berhubungan dengan pekerjaan, kehidupan pribadi, atau kehidupan rumah tangga Anda dan seharusnya mampu membuat Anda merasa bahagia saat melakukannya. Dengan kata lain, seharusnya Anda rela melakukannya meski tidak dibayar;[4] selain itu, seharusnya hal-hal tersebut dapat membuat Anda lupa waktu.

4.Tuliskan segala hal yang Anda sukai

Hal-hal dan orang-orang yang Anda cintai adalah faktor penting untuk menentukan kualitas hidup dan cara Anda mengisi waktu luang.[5] Mengetahui apa saja hal-hal atau siapa saja orang-orang yang Anda cintai ampuh membantu Anda untuk lebih berfokus pada hasrat dan tujuan hidup Anda ke depannya. Cobalah berfokus pada hal-hal yang Anda sukai dari hati (bukan yang Anda sukai setelah melewati proses penilaian secara rasional); niscaya Anda telah selangkah lebih dekat dengan hasrat Anda yang sesungguhnya.[6]

·         Jika orang-orang yang paling Anda cintai adalah keluarga, kemungkinan besar hidup Anda tidak akan bahagia dan terpenuhi jika hanya didominasi oleh karier (terutama karena karier tersebut akan menjauhkan Anda dari sumber kebahagiaan Anda yang sesungguhnya).

5.Temukan kebahagiaan Anda

Sedikit berbeda dengan menemukan hasrat dan ketertarikan, menemukan kebahagiaan menuntut Anda untuk sedikit lebih berfokus.[7] Cobalah memikirkan hal-hal yang membuat Anda benar-benar bahagia; pikirkan kapan terakhir kalinya Anda tertawa terbahak-bahak sampai rahang Anda sakit atau tersenyum tiada henti sampai pipi Anda terasa pegal.

·         Anda juga bisa memikirkan jenis permainan yang paling Anda sukai dan nikmati sewaktu kecil.[8] Apakah melakukan permainan yang sama (atau kegiatan lain yang mirip dengan permainan tersebut) mampu mengembalikan kebahagiaan masa kecil Anda?

6.Gunakan metode perencanaan mundur

Bayangkan diri Anda sudah berusia 90 tahun dan sedang menengok kembali ke belakang. Bayangkan pula bahwa Anda merasa bahagia karena sudah berhasil mewujudkan hidup yang menyenangkan dan bermakna.[9] Secara spesifik, imajinasikan apa saja yang membuat Anda merasa bahagia di usia 90 tahun, lalu manfaatkan gambaran tersebut untuk menentukan apa yang perlu Anda lakukan agar memiliki hidup yang bahagia dan terpenuhi di usia lanjut.

·         Misalnya, Anda membayangkan bahwa pada usia 90 tahun, Anda sudah dikelilingi oleh cucu-cucu yang lucu, tinggal di rumah pribadi dengan halaman yang luas, dan sukses membantu masyarakat di sekitar Anda untuk mewujudkan hidup yang lebih bahagia.

·         Imajinasi di atas menjelaskan bahwa Anda ingin memiliki keluarga, karier yang baik dan berguna bagi orang lain, dan menjalani hari tua di lokasi yang jauh dari keramaian.

·         Perencanaan mundur tersebut menyadarkan Anda bahwa Anda perlu memiliki anak pada usia 28 tahun, berkarier sebagai pekerja sosial pada usia 25 tahun, dan menjaga kesehatan dengan baik agar dapat hidup dengan bahagia di usia lanjut.



(Sumber: https://id.wikihow.com/Menemukan-Tujuan-Hidup)