Senin, 30 November 2015

Artikel Guru: GURU, PROFESIKU

         Pendidik merupakan pelita segala zaman, tanpa pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab pendidikan adalah upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan. Kedudukan guru sangatlah penting dalam pendidikan, tidak adanya guru, maka tak mungkin ada pendidikan. Karena itu, berbahagialah saya dan Anda yang berprofesi sebagai pendidik.
        Guru merupakan seorang profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak jalur pendidikan formal. Profesi guru dihubungkan dengan kualitas manusia yang dibentuknya. Dengan demikian, kepiawaian guru menjadi hal yang utama dalam menentukan kualitasnya. Namun, dewasa ini guru hanyalah sebagai formalitas pekerjaan saja karena ada banyak guru di Nusantara ini yang tidak profesional. Menjadi tantangan bagi saya untuk bisa menjaga kualitas diri dalam mengajar dengan terus meningkatkan diri dalam wawasan maupun teknonologi.
            Guru sebagai pendidik menjadi tokoh panutan bagi para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar
kualitas pribadi tertentu yang mencakup tanggung jawab, wibawa dan disiplin. Berkenaan dengan wibawa, guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, intelektual dalam pribadinya, serta memiliki kelebihan dan pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan. Ke
disiplin dimaksudkan bahwa guru harus mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib secara konsisten atas kesadaran profesional karena guru bertugas untuk mendisiplinkan peserta didik di dalam sekolah, terurama  pada saat pembelajaran.  Karena itu, menanamkan disiplin guru harus memulai dari diri sendiri, dalam berbagai tindakan dan perilakunya.
     Peranan guru sebagai pengajar, setiap guru harus memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman lain diluar fungsi sekolah seperti perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi, spiritual, dan memilih pekerjaan dimasyarakat, hasil belajar yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial serta tingkah laku sosial anak. Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi, dan memahami materi standar yang dipelajari. 
Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari mengajar  yang bertugas menyampaikan materi pelajaran, menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan dalam belajar. Hal ini dimungkinkan karena perkembangan teknologi menimbulkan banyak informasi tersedia dalam berbagai media. Karena itu dalam pembelajaran agar berlangsung dengan baik terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan guru dalam pembelajaran, sebagai berikut: membuat ilustrasi, mendefinisikan, menganalisis, mensintesis, bertanya, merespon, mendengarkan, menciptakan kepercayaan, memberikan pandangan yang bervariasi, menyediakan media untuk mengkaji materi standar, menyesuaikan metode pembelajaran.
Guru sebagai tenaga profesional mempunyai ciri-ciri :
a.   Guru mempunyai komitmen pada peserat didik dan proses belajarnya
b.  Guru menguasai secara mendalam bahan / mata pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarkannya kepada para siswa
c.   Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai tes hasil belajar
d.   Guru mampu berpikir secara sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya
e.   Guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.

                  Guru adalah pembimbing perjalanan, yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik, tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreativitas, moral, dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks.

                   Selain itu, proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan ketrampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih. Pelatihan yang dilakukan, disamping harus memperhatikan kompetensi dasar dan materi standar, juga harus memperhatikan perbedaan individual peserta didik dan lingkungannya.
     
                  Guru juga sebagai agen pembaharuan yang  mempengaruhi keputusan inovasi para peserta didik (sasaran) ke arah yang diharapkan. Dengan demikian sebagai agen pembaharuan, ia harus memperhatikan tiga  tahapan  invention (penemuan) yang meliputi penemuan hal-hal baru dalam aspek tertentu dalam pendidikan, tahap kedua development (pengembangan) meliputi saran alternatif pemecahan masalah, percobaan,  penelitian, percobaan kembali, dan penilaian. Tahap ketiga adalah diffusion (penyebaran), mencakup penyebaran ide-ide baru kepada sasaran penerimanya. 

                  Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model bagginya. Tingkah laku pendidik harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa, dan negara. Guru tidak hanya bicara saja, tetapi juka harus melakukann hal yang diujarkannya sehingga tidak ada istilah OD (omomg doang) ato NATO (no action, talk only). Seorang guru harus bisa berkedudukan sebagai teman bagi peserta didiknya sehingga mereka akan merasa lebih nyaman, tetapi tidak  kurang ajar, tetap bisa menempatkan dirinya sebagai murid.

                  Seorang guru tak hanhya berkaitan dengan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik saja, tetapi dia juga berinteraksi dengan teman sejawatnya yang juga guru. Tentunya, sebagai seorang rekan sejawat, teman seprofesi, dan kawan seperjuangan diharapkan dapat membantu kawannya yang memerlukan bantuan dalam mengembangkan kemampuannya. Bantuan dapat secara langsung melalui pertemuan-pertemuan resmi maupun pertemuan insidental.

                  Dalam bidang hubungan dengan masyarakat  guru sebagai salah satu warga sekolah dituntut untuk berpartisipasi secara aktif dan konstruktif di lingkungan sekitar agar dalam menjalin hubungan yang harmonis antara sekolah dengan pihak luar tercapai dan terbina dengan baik.  Dalam hal ini sering kita melihat para guru ikut terlibat  dalam kegiatan di lingkungan keagamaan dan RT/RW.

                  Hari Guru yang diperingati setiap tanggal 25 November setiap tahunnya dapat dijadikan indikator betapa pentingnya peran guru dalam abad global dan era reformasi saat ini. Itu berarti, komunitas dunia secara global mengakui kontribusi guru terhadap pembentukan sikap, perilaku, serta ketercapaian transfer of learning pada para peserta didik baik secara individu maupun kelompok.

Begitu membaca sekian banyak artikel atau buku berkaitan dengan guru dan keguruan, nyatalah bahwa seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan ketrampilan agar pengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya tidak ketinggalan zaman. Guru memang tumpuan harapan bagi orang banyak, baik rakyat jelata maupun petinggi negara. Tugas yang berat, tetapi mulia.  Itu menjadi tugas saya dan Anda yang mempunyai pilihan hidup menjadi guru.
            Karena itu, saya sebagai seorang guru, mengajak Saudari-Saudara saya yang berprofesi sebagai guru untuk terus meningkatkan kualitas diri agar kita menjadi guru yang mempunyai harga diri dan bermartabat.  Dengan meningkatkan kualitas diri, pantaslah kiranya kita menyandang gelar yang selama ini didengungkan syair para penggubah  lagu yang memuja guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Saya nyatakan bahwa saya bangga sebagai guru.


Ch. Enung Martina

Minggu, 01 November 2015

JALAN MENUJU SANTIAGO



Saya membaca buku  karya Paullo Coelho ini banyak gangguannya karena kewajiban dunia yang harus saya penuhi. Sehingga buku ini  baru selesai sesudah 1 bulan meminjam di perpustakaan SMA Santa Ursula BSD. Namun, waktu yang lama bukan halangan untuk mendapatkan inspirasi bukan? Nah, mari saya bagi hasil yang saya dapatkan dari membaca ini. O, ya salah satu inspirasinya adalah saya ingin berziarah ke Santiago de Compostela. Bisakah saya pergi ke sana?

Bagi Paulo Coelho sendiri, The Pilgrimage mempunyai arti yang sangat penting dalam perjalanan hidupnya. Novel ini merupakan pengalaman pribadinya yang ia tulis setahun setelah melakukan perjalanan ziarah Road to Santiago. The Pilgrimage mengungkapkan pencerahan-pencerahan yang ia peroleh pada awal-awal karirnya sebagai penulis.

Road to Santiago atau Perjalanan Menuju Santiago adalah perjalanan ziarah yang biasa dilakukan umat Kristiani, khususnya penganut Katolik, sejak awal Masehi. Umat Kristiani sejak abad pertama Masehi juga dianjurkan menempuh tiga rute peziarahan yang dianggap suci. “Setiap rute,” tulis Coelho dalam The Pilgrimage, “memiliki berkah dan keuntungan tersendiri bagi mereka yang berjalan menempuhnya.”

Perjalanan ziarah pertama yang dianjurkan itu adalah perjalanan menuju pusara Santo Petrus di Roma (Vatikan). Para peziarah ke Roma disebut sebagai Pengembara, bersimbolkan salib. Yang kedua, ziarah ke makam suci Yesus Kristus di Yerusalem. Para peziarahnya disebut sebagai Pembawa Daun Palem, karena mereka membawa daun palem yang dulu digunakan orang untuk menyambut Yesus saat memasuki Yerusalem. Dan, yang ketiga, adalah perjalanan ziarah ke makam San Tiago. Orang yang menempuh jalan ini disebut sebagai Peziarah, dengan simbol kulit kerang.

San Tiago adalah salah seorang dari tiga murid Yesus (dua lainnya: Saint Peter (Pdetrus) dan Saint John (Yohanes)) yang menjadi saksi kebangkitan Kristus. Di Inggris, San Tiago dikenal dengan nama Saint James, di Prancis Jacques, di Italia Giacomo, bahasa Latinnya Jacob, di Indonesia Yakobus,  dan nama aslinya (dalam bahasa Aramaic) Yaakov ben Zehdi.

San Tiago dimakamkan di suatu tempat di Tanjung Iberia, di daerah Galicia, Barat Daya Spanyol. Tempat itu kini dikenal sebagai Compostela, dan makam San Tiago berada di di Katedral Santiago de Compostela.

Dalam The Pilgrimage, Coelho menguraikan bahwa keputusannya melakukan perjalanan ziarah menuju Santiago, adalah lantaran perintah dari Sang Guru. Sang Guru meminta Coelho melakukan perjalanan ziarah menuju Santiago, guna menemukan kembali pedangnya, yang sebenarnya nyaris diperolehnya dalam suatu ritual di salah satu puncak gunung Serra do Mar di Brasil.

Cerita diawali dengan upacara inisiasi di sebuah ordo esoterik, yang oleh Coelho disebut sebagai Ordo Tradisi, di suatu tempat bernama Itatiaia, di ketinggian puncak gunung Serra do Mar, yang termasuk dalam rangkaian pegunungan Agulhas Negras (Jarum Hitam) Brasilia. Upacara berlangsung malam hari, 2 Januari 1986.

Dalam inisiasi itu Paulo akan dianugrahi sebuah pedang. Namun ketika Coelho menyentuh sarung pedang dan bersiap menggenggamnya, tiba-tiba saja Sang guru menginjak jemarinya, dan dengan nada marah mengatakan bahwa ia belum berhak memiliki pedang itu karena ia sedang diliputi kesombongan.

Sang Guru meminta Coelho untuk berjuang kembali melakukan pencarian pedang tersebut mulai dari awal. Dan, melalui isterinya, Sang Guru berpesan agar Coelho membuka peta Spanyol, dan mencari rute perjalanan dari abad pertengahan, yang dikenal dengan Jalan Misterius menuju Santiago. Jalan itu terbentang sekitar 700 kilometer, dari Saint-Jean-Pied-de-Port di Prancis hingga ke Katedral Santiago de Compostela di Spanyol. Perjalanan itu harus ditempuh dengan berjalan kaki, seperti yang dilakukan para peziarah di masa lalu. Tak tanggung-tanggung, ada sejumlah orang besar yang pernah melakukan perjalanan ziarah dengan rute tersebut, di antaranya Karel Agung, Santo Fransiskus dari Asisi, Isabella dari Castille, dan Paus Johannes Paulus XXIII.

Paulo Coelho pun berangkat menuju Saint-Jean-Pied-de-Port, dan menemui Mme Lourdes, seorang perempuan setengah baya, kuncen pintu gerbang menuju rute peziarahan. Dari Mme Lourdes, Coelho memperoleh kulit kerang, sebagai simbol para peziarah menuju Santiago. Namun Coelho bukanlah peziarah biasa yang akan dibiarkan berjalan sendiri tanpa pemandu.  Coelho, harus ditemani seorang pemandu yang akan menemuinya di suatu tempat.

Coelho bertemu dengan sang pemandu, yang belakangan diketahui ternyata seorang disainer ternama dan termasuk orang terkaya di Italia. Ia juga seorang anggota partai komunis Italia dan — anehnya — seorang penganut Katolik yang — tentu saja — sangat taat. Pemandu itu, yang disebutnya Petrus (untuk menyamarkan nama aslinya) tak hanya bertugas memandu (menunjukkan) rute perjalanan, tetapi juga berfungsi sebagai guru spiritual Coelho, yang akan mengajari Coelho berbagai hal yang bersifat batiniah. Mengarahkan Coelho untuk memandang hidup ini dengan penuh kasih tanpa batas. Penuh optimisme. Tanpa kekhawatiran dan ketakutan.

Coelho harus menjalani serangkaian latihan fisik. Terutama tahapan-tahapan latihan RAM, semacam latihan olah nafas dan olah tubuh, guna mengajari tubuh dan jiwa menyatu dengan semesta. Ia bahkan harus menyelam di sungai yang dalam, kemudian naik ke atas air terjun yang sangat membahayakan jiwanya. Coelho tidak boleh membantah perintah sang pemandu, meskipun berlawanan dengan akal sehat.

Coelho melukiskan perjalanan menuju Santiago itu dengan sangat detail. Para pembaca diajaknya menyusuri tempat-tempat yang indah. Ladang-ladang gandum yang membentang sepanjang mata memandang, padang-padang pasir yang berdebu, hutan sabana dan stepa, menyusuri pegunungan Pyrenees, mendaki dan menuruni tebing dan lembah.

Pemandu yang menemani Paulo rupanya berakhir sampai di sebuah kota kecil bernama  Ponferrada. Dalam mperpisahannya Petrus berkata kepada Paulo, “Jika kau berhasil mendapatkan orang memberitahukannya kepada kita. Kehidupan memberikan pengetahuan kepada kita setiap pedangmu, kau harus mengajarkan Jalan menuju Santiago ini kepada orang lain. Dan jika hal ini terjadi — saat kau menerima peranmu sebagai Guru — kau baru akan menemukan jawaban yang terdapat di hatimu.” “Semua orang sebenarnya tahu jawabannya,” lanjut Petrus, “bahkan saat belum ada waktu, dan rahasianya adalah menerima bahwa hanya dalam kehidupan sehari-hari saja kita akan mampu sebijak Sulaiman dan seperkasa Iskandar Agung. Namun kita baru akan menyadari hal ini hanya saat kita terpaksa mengajari orang lain dan terlibat dalam petualangan luar biasa seperti sekarang.”

Dalam kesendirian, di sebuah puncak gunung bernama El Cebrero, Coelho semakin menyadari bahwa Perjalanan Ziarah menuju Santiago yang hampir diselesaikannya itu, tak semata untuk mencari pedang. Melainkan untuk merasakan penderitaan dan sekaligus kebahagiaan umat manusia sekecil apapun.

Usai berdo’a di Gunung El Cebrero  , Coelho bergerak perlahan menuruni lereng menuju sebuah dusun yang juga bernama El Cebrero.  Di sana ada sebuah kapel yang kemudian dimasukinya. Di kapel itu, ternyata Sang Guru telah menunggunya di depan altar dengan sebilah pedang di tangan, sambil berseri penuh kebanggaan. Pedang itu, diserahkannya kepada Paulo Coelho, dengan penuh keikhlasan. 

Perjalanan Ziarah menuju Santiago, hakikatnya merupakan perjalanan ziarah ke dasar diri, dan Coelho, telah melakukannya dengan baik. Namun, tidak semau orang bisa melakukan ziarah ke dasar diri. Saya pun termasuk orang yang berpendapat bahwa hal itu tidaklah mudah.  (Ch. Enung Martina)