Selasa, 22 Desember 2015

ZAKARIA - ELISABETH: ALLAH HADIR MENGATASI KETIDAKMUNGKINAN


Saya menurunkan tulisan ini dalam rangka  Perayaan Natal. Kehamilan Maria terhubung dengan sebuah kisah kehamilan yang juga ajaib yaitu saudari Maria yang bernama Elisabeth yang mengandung pada masa tuanya.

Elisabeth (bermakna janji Tuhan) adalah nama seorang perempuan Yahudi yang disebut dalam Kitab Suci bagian Perjanjian Baru, yaitu dalam Injil Lukas. Elisabeth adalah istri dari seorang Imam bernama Zakharia (bermakna Tuhan mengingat).Keduanya adalah keturunan Harun yaitu yang dipercaya menjadi imam dalam ibadat Yahudi. Mereka tinggal di sebuah kota di daerah Yudea. Lama dalam perkawinan, mereka tidak mempunyai anak, sebab Elisabet mandul dan keduanya telah lanjut umurnya. Namun atas anugerah Tuhan dia memperoleh seorang putra pada masa tuanya. Hal itu terjadi setelah Malaikat Gabriel menampakkan diri kepada Zakharia ketika bertugas di Bait Suci.

Dalam Kitab Suci diceritakan juga ketika Maria (Siti Mariam), Ibu Yesus (Nabi Isa A.S),  mengetahui bahwa Elisabeth hamil pada masa tuanya, segeralah ia datang mengunjunginya. Elisabeth merupakan saudara Maria (kemungkinan saudara sepupu, ada juga yang mengatakan tantenya). Maria sendiri tahu bahwa saudaranya sedang hamil dari Malaikat Gabriel ketika memberitahukan Maria bahwa ia akan mengandung dari Roh Kudus. Maria mengunjungi Elisabet, saat kandungan Elisabet sudah berusia 6 bulan. Jarak rumah mereka cukup jauh. Maria tinggal di Nazaret, Galilea, dan pergi ke rumah Elisabet di Yudea.

Waktu Maria berkunjung, anak dalam kandungan Elisabeth melonjak kegirangan. Kelak  anak Elisabeth diberi nama Yohanes atau Yahya yang mendapat gelar Yohanes/Yahya Pembaptis. Dan hal ini dimaknai karena Yohanes telah mengetahui kedatangan Yesus yang ada dalam kandungan Maria.
Elisabeth mengucapkan salam kepada Maria ketika ia datang: 

Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu.  Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana (Lukas 1:42-45).

Dalam tulisan ini, saya mau mengetengahkan teladan ketaatan dari Elisabeth maupun Zakaria: “Keduanya adalah benar di hadapan Allah dan hidup menurut segala perintah dan ketetapan Tuhan dengan tidak bercacat” (Luk 1:6). Hidup Zakaria dan Elizabeth menyenangkan Tuhan. Mereka berserah pada kehendak Tuhan dan taat pada Firman Tuhan.

Namun, perkawinan mereka bermasalah karena mereka pasangan yang tidak mempunyai anak. Padahal, pada masa itu budaya Yahudi megharuskan perkawinan menghasilkan keturunan. Apalagi Zakaria, ia adalah seorang imam. Sulit bagi kita untuk membayangkan stigma yang melekat kalau tidak mempunyai anak pada masa itu. Sebagian besar Imam Yahudi berpendapat bahwa hal itu merupakan bukti Tuhan tidak berkenan.

Zakaria bisa melepaskan diri dengan menceraikan Elizabeth. Dalam masyarakat mereka, kemandulan sudah jadi alasan umum untuk perceraian. Zakaria bisa menyingkirkannya, menikahi wanita muda, mendapatkan anak dari istri barunya, dan menyingkirkan kutuk atas dirinya. Itu merupakan jalur yang biasa dilakukan banyak pria. Tapi tidak Zakaria. Sebaliknya dia berdoa menyerahkan situasi ini pada Allah.

Setelah Zakaria mengakui masalahnya pada Tuhan, dia meneruskan tugas yang telah Tuhan berikan padanya. Dia tidak berhenti berdoa dan menaruh harapan pada Allah. Hingga akhirnya... “Pada suatu kali, waktu tiba giliran rombongannya, Zakharia melakukan tugas keimaman di hadapan Tuhan. Sebab ketika diundi, sebagaimana lazimnya, untuk menentukan imam yang bertugas, dialah yang ditunjuk untuk masuk ke dalam Bait Suci dan membakar ukupan di situ” (Luk.1:8-9).

Pertama dia akan menunjuk 2 temannya untuk membantunya. Seorang akan membersihkan abu dari korban malam sebelumnya. Kemudian orang kedua akan masuk dan meletakan bara baru dialtar. Akhirnya, Zakaria masuk ketempat kudus sendirian, mengenakan jubah emas, dan saat diberi tanda menyebarkan ukupan diatas bara. Saat ukupan terbakar dan wewangian naik dari altar, doa penyembah diluar akan menaikan pujian pada Tuhan.

Ritual selesai. Sekarang  sudah saatnya meninggalkan Tempat Maha Kudus. Tiba-tiba malaikat Tuhan menampakkan diri pada Zakaria, berdiri disebelah kanan altar. Kunjungan pribadi malaikat Tuhan jarang sekali dialami dalam sejarah manusia. Saya kira Zakaria agak takut saat itu. Tetapi malaikat itu berkata kepadanya: Jangan takut, hai Zakharia, sebab doamu telah dikabulkan dan Elisabet, isterimu, akan melahirkan seorang anak laki-laki bagimu dan haruslah engkau menamai dia Yohanes. Engkau akan bersukacita dan bergembira, bahkan banyak orang akan bersukacita atas kelahirannya itu” (Luk.1:13-14). Tuhan bisa melakukan hal yang tidak mungkin, dan itulah yang dilakukanNya saat menjanjikan sesuatu pada Zakaria dan Elizabeth. 

Semua ini terlalu besar untuk ditangkap Zakaria. Dia sudah berdoa untuk mendapatkan anak, tapi harus mengakui kalau imannya melemah. Sekarang Firman dari Tuhan terlalu bagus untuk dipercaya. Zakaria juga manusia sehingga perkataan Malaikat itu menajdi sesuatu yang mencengangkan dan meragukan dia. Saya tahu perasaan seperti itu karena saya dan suami mengalaminya. Bukan berarti saya bertemu Malaikat Gabriel dan memberitahukan kepada saya bahwa saya akan hamil pada usia tua. Namun, ketika Dokter Okky berdasarkan pemeriksaan USG 3 dimensinya, memberitahukan kepada saya dan Pak Bob bahwa pada usia 46 tahun saya hamil yang ketiga. Kami bengong dan berpandangan tidak percaya atas pendengaran bahkan penglihatan kami dari layar monitor komputer hasil USG 3 yang terpampang foto janin berusia 4 bulan.

Zakaria yang seorang imam pasti mengenal kisah dalam Taurat (Perjanjian Lama). Dia mengetahui bagaimana Tuhan telah memberikan seorang anak pada Sarah pada masa tuannya. Tapi dia tidak berpikir kalau hal itu bisa terjadi padanya. Bahkan pria yang berpegang pada Firman bisa gagal mengerti hal ini. Tapi Tuhan melakukan kemurahan pada Zakaria untuk menolong dia percaya. Dia memberikannya suatu tanda. “Sesungguhnya engkau akan menjadi bisu dan tidak dapat berkata-kata sampai kepada hari, di mana semuanya ini terjadi, karena engkau tidak percaya akan perkataanku yang akan nyata kebenarannya pada waktunya” (Luk. 1:20).

Pengatahuan akan mujizat ini menguatkan iman Maria. Tuhan mengatakan kalau dia akan mengandung seorang anak tanpa hubungan dengan seorang pria. Itu sulit dipercaya. Tapi mendengar pesan Malaikat padanya: “Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu. Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil!” (Luk.1:36-37). Dan terhadap berita luar biasa ini, Maria menjawab, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk1:38).

Tuhan tidak selalu memberi sesuai permintaan kita, dan jelas tidak menurut kelayakan kita. Dia memberi menurut kekayaan kasih karunia- Nya. Dia “melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan” .  Dia senang melakukannya pada orang yang percaya dan taat pada-Nya, bahkan untuk situasi yang tidak memungkinkan atau mustahil sekali pun.

Keagungan kasih karunia Tuhan membuat Zakaria menaikan lagu pujian pada Tuhan, Dia dipenuhi dengan Roh Kudus dan berkata, “Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya, Ia menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan bagi kita di dalam keturunan Daud, hamba-Nya itu, --seperti yang telah difirmankan-Nya sejak purbakala oleh mulut nabi-nabi-Nya yang kudus-- untuk melepaskan kita dari musuh-musuh kita dan dari tangan semua orang yang membenci kita, untuk menunjukkan rahmat-Nya kepada nenek moyang kita dan mengingat akan perjanjian-Nya yang kudus, yaitu sumpah yang diucapkan-Nya kepada Abraham, bapa leluhur kita, bahwa Ia mengaruniai kita” (Luk 1: 68-73).

Ch. Enung Martina, Menjelang Natal (23 Desember 2015)
















Selasa, 08 Desember 2015

MERAYAKAN PERSAHABATAN

Lokasi : Colloseum, Roma - Itali


Pada suatu hari ketika Yesus mengajar, ada beberapa orang Farisi dan ahli Taurat duduk mendengarkan-Nya. Mereka datang dari semua desa di Galilea dan Yudea dan dari Yerusalem. Kuasa Tuhan menyertai Dia, sehingga Ia dapat menyembuhkan orang sakit. Lalu datanglah beberapa orang mengusung seorang lumpuh di atas tempat tidur; mereka berusaha membawa dia masuk dan meletakkannya di hadapan Yesus. Karena mereka tidak dapat membawanya masuk berhubung dengan banyaknya orang di situ, naiklah mereka ke atap rumah, lalu membongkar atap itu, dan menurunkan orang itu dengan tempat tidurnya ke tengah-tengah orang banyak tepat di depan Yesus. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia: ”Hai saudara, dosamu sudah diampuni.” ......berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu—: ”Kepadamu Kukatakan, bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!” Dan seketika itu juga bangunlah ia, di depan mereka, lalu mengangkat tempat tidurnya dan pulang ke rumahnya sambil memuliakan Allah. Semua orang itu takjub, lalu memuliakan Allah, dan mereka sangat takut, katanya: ”Hari ini kami telah menyaksikan hal-hal yang sangat mengherankan.”  (Injil : Luk. 5:17-26)

Kutipan Al Kitab di atas merupakan kisah persahabatan yang menurut saya sangat indah yang menunjukkan dukungan dan kesetiaan para sahabat pada seorang yang sedang menderita. Menurut imajinasi saya, orang-orang yang mengusung orang lumpuh tersebut adalah saudara dan juga sahabat-sahabat Si Lumpuh. Saya membayangkan mereka benar-benar nekad dengan cara: naiklah mereka ke atap rumah, lalu membongkar atap itu, dan menurunkan orang itu dengan tempat tidurnya ke tengah-tengah orang banyak tepat di depan Yesus.

Hal yang mereka lakukan pasti membuat geger orang yang hadir di tempat itu dan pastinya membuat kesal si pemilik rumah karena atap rumahnya dibongkar begitu saja. Namun,  kenekadan mereka juga membuat orang yang ahdir terpana atas keteguhan iman mereka. Mereka sangat yakin bahwa kalau sahabat mereka dibawa ke hadapan Yesus, pasti Yesus menjamahnya dan sahabat mereka akan sembuh. Maka begitulah mereka mejebol atap orang untuk membawa sahabatnya masuk.

Ada beberapa kisah dalam Al Kitab yang menceritakan tentang persahabatan sejati. Salah satu kisah yang paling terkenal adalah kisah persahabatan antara Daud dengan Jonathan. Ketika Daud habis berbicara kepada Saul, berpadulah jiwa Yonatan dengan jiwa Daud; dan Yonatan mengasihi dia seperti jiwanya sendiri. Pada hari itu Saul membawa dia dan tidak membiarkannya pulang ke rumah ayahnya. Yonatan mengikat perjanjian dengan Daud, karena ia mengasihi dia seperti dirinya sendiri. Yonatan menanggalkan jubbah yang dipakainya, dan memberikannya kepada Daud, juga baju perangnya, sampai pedangnya, panahnya dan ikat pinggangnya.”( 1 Samuel 18:1-4 )

Saul adalah raja pertama Israel dan Yonatan adalah anaknya. Yonatan akan menjadi raja berikutnya di Israel, tetapi ayahnya, Saul, tidak menaati Allah sehingga Kerajaan Israel diambil Allah darinya. Allah telah memilih Daud menjadi raja berikutnya bagi Israel. Meskipun Yonatan tahu bahwa Daud akan menjadi raja berikutnya, ia berteman dengan pemuda itu. Yonatan memercayai keputusan Allah dalam pemilihan raja berikutnya, sambil menerima bahwa ini berarti Yonatan tidak akan pernah menjadi raja. Saul mencoba membunuh  Daud, tetapi Yonatan membantunya melarikan diri. Ketika sudah jelas bahwa Raja Saul tidak akan membiarkan Daud hidup, Yonatan menempatkan dirinya pada risiko untuk melindungi Daud. Ketika Saul marah kepada Daud, Yonatan berdiri di hadapan Daud sehingga kemarahan Saul malah hampir mencelakai Yonatan. 
 
Secara khusus, kita dapat belajar dari persahabatan yang sehat antara Yonathan dan Daud. Persahabatan yang sehat dapat terjadi antara sesama pria, sesama wanita, ataupun antara pria dan wanita. Ini adalah hubungan persahabatan dan bukan hubungan pernikahan. Hubungan pernikahan sudah sangat jelas adalah hanya antara pria dan wanita, seperti terlihat dari awalnya bahwa Tuhan menciptakan Adam dan Hawa, bukan Adam dan Bob dan juga bukan Hawa dan Martina.

Manusia sering kali disebut sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendirian. Manusia memerlukan teman! Itulah sebabnya sejak dari awal Tuhan sudah meletakkan dasar kasih kepada Tuhan dan sesama sebagai landasan hidup manusia.

Tuhan Yesus Kristus sendiri memberi kita definisi seorang sahabat sejati: "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku" (Yohanes 15: 13-15).

Yesus adalah contoh murni dari seorang sahabat sejati karena Dia menyerahkan nyawa-Nya untuk "teman"-Nya. Terlebih lagi, siapa pun dapat menjadi teman-Nya dengan percaya kepada-Nya sebagai Juru Selamat pribadinya, dilahirkan kembali, dan menerima kehidupan baru di dalam Dia.

Kebenaran yang muncul dari semua ini adalah, sebuah persahabatan merupakan satu hubungan yang dimasuki oleh individu-individu, dan itu hanya akan sebaik atau sedekat bagaimana individu-individu itu memilih untuk melakukannya. Ada yang mengatakan bahwa jika jumlah teman sejati kita bisa sejumlah jari-jari pada satu tangan, berbahagialah kita. Seorang sahabat adalah orang yang membuat Anda dapat menjadi diri sendiri dan tidak pernah takut untuk menilai Anda. Seorang sahabat adalah seseorang yang dapat menjadi tempat berbagi dengan penuh kepercayaan. Seorang sahabat adalah seseorang yang Anda hormati dan yang menghormati kita, tidak didasarkan pada kelayakan, tetapi pada kemiripan pikiran. Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran (Amsal 17:17).

Gosip dapat merusak persahabatan dan menimbulkan pertengkaran. Persahabatan harus dipelihara dengan saling menghargai dan mempercayai satu sama lain. Seorang sahabat sejati tak akan membiarkan sahabatnya jatuh ke dalam kesesatan dan penderitaan. Bila ia mengetahui sahabatnya salah, maka ia akan mengingatkannya, memberi nasihat, bahkan mungkin memarahinya.  Namun, meski hal itu terjadi, persahabatan tak akan patah begitu saja karena satu sama lain tahu bahwa sahabatnya melakukan hal tersebut untuk kebaikan dan perkembangan sahabatnya.

Kita bisa belajar dari berbagai kisah tentang persahabatan, baik yang ada dalam Al Kitab maupun kisah yang bertebaran di dunia kita sekarang ini. Jadi apakah saya dan anda sudah menjadi sahabat sejati dengan berani mengatakan secara jujur tentang kesalahan sahabatmu tanpa menutupinya dan merasa tidak rikuh untuk mengingatkannya dan menasihatinya? Dan apakah saya dan Anda adalah jenis sahabat yang tersinggung bila diberitahu oleh sahabat kita, padahal mereka bermaksud baik agar kita tidak terjatuh lebih dalam?

Karena ada tertulis : ...... Dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga (Filipi 2:3-4).

(Ch. Enung martina)


Jumat, 04 Desember 2015

LELAKI ITU .....

Saya baru selesai membaca sebuah buku yang berjudul Adam Harus Bicara karya Deshi Ramadhani, SJ. Buku ini menarik karena bila dilihat dari judulnya serpertinya buku ini diperuntukkan bagi para lelaki. Namun, saya yang berjenis kelamin perempuan menjadi penasaran mengenai isi buku ini.

Buku ini dibuat penulis akrena keprihatinannya akan lelaki yang sering disangkutkan dengan hal-hal negatif seperti kekerasan. Penulis menuliskannya karyanya ini dilandasi  kegelisahannya tentang arti lelaki yang menuntut penjelasan penjelasan serius. Hal ini dipicu karena pengalamannya dalam berbagai kesempatan berbicara di depan publik tentang Teologi Tubuh dalam bentuk seminar, diskusi,retret, rekoleksi, atau loka karya, baik di dalam negri maupun di luar negri. Selain itu juga berdasarkan pengamatannya pada kehidupan menggereja sehari-hari, banyak kegiatan gerejawi pesertanya sebagian besar adalah perempuan.

Kegelisahannya itu digerakkan untuk mendalami secara lebih serius segala hal sebanyak mungkin untuk bisa menjawab pertanyaan: Apa artinya seorang lelaki sejati sebagaimana direncanakan sejak awal penciptaan oleh Allah sendiri? Pertanyaan tersebut membawa penulis pada wilayah yang selama ini tak dikenalnya mulai dari perbedaan psikologis, biologis, dan sosial budaya.

Buku ini melihat sisi lelaki dari berbagai aspek. Isi disusun berdasarkan 14 bab. Lelaki itu ...: Adam, seksual, kristiani, Allah, ayah, putra, saudara, suami, selibat, pejuang, pecinta, berkuasa, dan Yesus. Beberapa hal sangat menandai kelelakian yaitu: visi, proyek, tujuan, misi, tantangan, perjuangan, disiplin.

“ Dibutuhkan lelaki untuk perjalanan berat, upah kecil, dingin yang menggigit, berbulan-bulan dalam kegelapan total, bahaya terus-menerus, diragukan apakah akan kembali dengan selamat, hormat dan pengakuan seandainya berhasil”

Di atas merupakan iklan yang ditulis oleh Ernest Shackleton pada awal abad 1900-an untuk mencari orang yang ikut dalam ekspedisi berbahaya ke Kutub Selatan. Jawabannya sebanyak lima ribu laki-laki datang mendaftarkan diri.

Iklan tersebut menyapa para lelaki yang merindukan sebuah tantangan untuk berpetualang menyatakan keberanian dan kekuatan. Yang pasti sebagai kehormatan menjadi lelaki.

Hati lelaki rupanya merindukan tantangan, petualangan, dan sebuah proyek dengan tujuan yang jelas. Gejolak liar dalam jiwa laki-laki seperti itu  tak perlu dijinakkan untuk menjadi seorang yang manis dan feminin. Keliaran yang demikian akan menjadi kekuatan lelaki dalam menyumbangkan andilnya untuk kemajuan dunia. Jika lelaki dipaksa untuk menajdi manis justru akan memadamkan kekuatan yang ada dalam laki-laki. Jika keliaran itu pergi maka apa yang tertinggal dalam diri laki-laki? Mereka akan menjadi banci yang dikebiri karena tak diberi ruang untuk berekspresi.

Saat Adam melihat hawa mengambil buah terlarang, ia diam saja, membairkan. Kini saatnya kaum Adam untuk berbicara ketika melihat sesuatu yang tidak beres di sekitarnya. Yesus yang adalah Sang Panglima Agung, Sang Raja Abadi, Sang Singa dari Yehuda, Lelaki dari Nazareth, telah membuktikan bahwa Dia  adalah lelaki sejati yang berani berbicara untuk menyatakan kebenaran. Hingga Dia pun membuktikan kelelakian-Nya meregang nyawa di kayau salib. Terpujilah Dia,  Sang Lelaki Sejati!

(Catatan ini dibuat di Kolam Renang Indah Golf saat menunggu para lelaki muda dan perempuan belia menceburkan diri di kolam renang, 5 Desember 2015)


Senin, 30 November 2015

Artikel Guru: GURU, PROFESIKU

         Pendidik merupakan pelita segala zaman, tanpa pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab pendidikan adalah upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan. Kedudukan guru sangatlah penting dalam pendidikan, tidak adanya guru, maka tak mungkin ada pendidikan. Karena itu, berbahagialah saya dan Anda yang berprofesi sebagai pendidik.
        Guru merupakan seorang profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak jalur pendidikan formal. Profesi guru dihubungkan dengan kualitas manusia yang dibentuknya. Dengan demikian, kepiawaian guru menjadi hal yang utama dalam menentukan kualitasnya. Namun, dewasa ini guru hanyalah sebagai formalitas pekerjaan saja karena ada banyak guru di Nusantara ini yang tidak profesional. Menjadi tantangan bagi saya untuk bisa menjaga kualitas diri dalam mengajar dengan terus meningkatkan diri dalam wawasan maupun teknonologi.
            Guru sebagai pendidik menjadi tokoh panutan bagi para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar
kualitas pribadi tertentu yang mencakup tanggung jawab, wibawa dan disiplin. Berkenaan dengan wibawa, guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, intelektual dalam pribadinya, serta memiliki kelebihan dan pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan. Ke
disiplin dimaksudkan bahwa guru harus mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib secara konsisten atas kesadaran profesional karena guru bertugas untuk mendisiplinkan peserta didik di dalam sekolah, terurama  pada saat pembelajaran.  Karena itu, menanamkan disiplin guru harus memulai dari diri sendiri, dalam berbagai tindakan dan perilakunya.
     Peranan guru sebagai pengajar, setiap guru harus memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman lain diluar fungsi sekolah seperti perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi, spiritual, dan memilih pekerjaan dimasyarakat, hasil belajar yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial serta tingkah laku sosial anak. Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi, dan memahami materi standar yang dipelajari. 
Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari mengajar  yang bertugas menyampaikan materi pelajaran, menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan dalam belajar. Hal ini dimungkinkan karena perkembangan teknologi menimbulkan banyak informasi tersedia dalam berbagai media. Karena itu dalam pembelajaran agar berlangsung dengan baik terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan guru dalam pembelajaran, sebagai berikut: membuat ilustrasi, mendefinisikan, menganalisis, mensintesis, bertanya, merespon, mendengarkan, menciptakan kepercayaan, memberikan pandangan yang bervariasi, menyediakan media untuk mengkaji materi standar, menyesuaikan metode pembelajaran.
Guru sebagai tenaga profesional mempunyai ciri-ciri :
a.   Guru mempunyai komitmen pada peserat didik dan proses belajarnya
b.  Guru menguasai secara mendalam bahan / mata pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarkannya kepada para siswa
c.   Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai tes hasil belajar
d.   Guru mampu berpikir secara sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya
e.   Guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.

                  Guru adalah pembimbing perjalanan, yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik, tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreativitas, moral, dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks.

                   Selain itu, proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan ketrampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih. Pelatihan yang dilakukan, disamping harus memperhatikan kompetensi dasar dan materi standar, juga harus memperhatikan perbedaan individual peserta didik dan lingkungannya.
     
                  Guru juga sebagai agen pembaharuan yang  mempengaruhi keputusan inovasi para peserta didik (sasaran) ke arah yang diharapkan. Dengan demikian sebagai agen pembaharuan, ia harus memperhatikan tiga  tahapan  invention (penemuan) yang meliputi penemuan hal-hal baru dalam aspek tertentu dalam pendidikan, tahap kedua development (pengembangan) meliputi saran alternatif pemecahan masalah, percobaan,  penelitian, percobaan kembali, dan penilaian. Tahap ketiga adalah diffusion (penyebaran), mencakup penyebaran ide-ide baru kepada sasaran penerimanya. 

                  Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model bagginya. Tingkah laku pendidik harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa, dan negara. Guru tidak hanya bicara saja, tetapi juka harus melakukann hal yang diujarkannya sehingga tidak ada istilah OD (omomg doang) ato NATO (no action, talk only). Seorang guru harus bisa berkedudukan sebagai teman bagi peserta didiknya sehingga mereka akan merasa lebih nyaman, tetapi tidak  kurang ajar, tetap bisa menempatkan dirinya sebagai murid.

                  Seorang guru tak hanhya berkaitan dengan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik saja, tetapi dia juga berinteraksi dengan teman sejawatnya yang juga guru. Tentunya, sebagai seorang rekan sejawat, teman seprofesi, dan kawan seperjuangan diharapkan dapat membantu kawannya yang memerlukan bantuan dalam mengembangkan kemampuannya. Bantuan dapat secara langsung melalui pertemuan-pertemuan resmi maupun pertemuan insidental.

                  Dalam bidang hubungan dengan masyarakat  guru sebagai salah satu warga sekolah dituntut untuk berpartisipasi secara aktif dan konstruktif di lingkungan sekitar agar dalam menjalin hubungan yang harmonis antara sekolah dengan pihak luar tercapai dan terbina dengan baik.  Dalam hal ini sering kita melihat para guru ikut terlibat  dalam kegiatan di lingkungan keagamaan dan RT/RW.

                  Hari Guru yang diperingati setiap tanggal 25 November setiap tahunnya dapat dijadikan indikator betapa pentingnya peran guru dalam abad global dan era reformasi saat ini. Itu berarti, komunitas dunia secara global mengakui kontribusi guru terhadap pembentukan sikap, perilaku, serta ketercapaian transfer of learning pada para peserta didik baik secara individu maupun kelompok.

Begitu membaca sekian banyak artikel atau buku berkaitan dengan guru dan keguruan, nyatalah bahwa seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan ketrampilan agar pengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya tidak ketinggalan zaman. Guru memang tumpuan harapan bagi orang banyak, baik rakyat jelata maupun petinggi negara. Tugas yang berat, tetapi mulia.  Itu menjadi tugas saya dan Anda yang mempunyai pilihan hidup menjadi guru.
            Karena itu, saya sebagai seorang guru, mengajak Saudari-Saudara saya yang berprofesi sebagai guru untuk terus meningkatkan kualitas diri agar kita menjadi guru yang mempunyai harga diri dan bermartabat.  Dengan meningkatkan kualitas diri, pantaslah kiranya kita menyandang gelar yang selama ini didengungkan syair para penggubah  lagu yang memuja guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Saya nyatakan bahwa saya bangga sebagai guru.


Ch. Enung Martina

Minggu, 01 November 2015

JALAN MENUJU SANTIAGO



Saya membaca buku  karya Paullo Coelho ini banyak gangguannya karena kewajiban dunia yang harus saya penuhi. Sehingga buku ini  baru selesai sesudah 1 bulan meminjam di perpustakaan SMA Santa Ursula BSD. Namun, waktu yang lama bukan halangan untuk mendapatkan inspirasi bukan? Nah, mari saya bagi hasil yang saya dapatkan dari membaca ini. O, ya salah satu inspirasinya adalah saya ingin berziarah ke Santiago de Compostela. Bisakah saya pergi ke sana?

Bagi Paulo Coelho sendiri, The Pilgrimage mempunyai arti yang sangat penting dalam perjalanan hidupnya. Novel ini merupakan pengalaman pribadinya yang ia tulis setahun setelah melakukan perjalanan ziarah Road to Santiago. The Pilgrimage mengungkapkan pencerahan-pencerahan yang ia peroleh pada awal-awal karirnya sebagai penulis.

Road to Santiago atau Perjalanan Menuju Santiago adalah perjalanan ziarah yang biasa dilakukan umat Kristiani, khususnya penganut Katolik, sejak awal Masehi. Umat Kristiani sejak abad pertama Masehi juga dianjurkan menempuh tiga rute peziarahan yang dianggap suci. “Setiap rute,” tulis Coelho dalam The Pilgrimage, “memiliki berkah dan keuntungan tersendiri bagi mereka yang berjalan menempuhnya.”

Perjalanan ziarah pertama yang dianjurkan itu adalah perjalanan menuju pusara Santo Petrus di Roma (Vatikan). Para peziarah ke Roma disebut sebagai Pengembara, bersimbolkan salib. Yang kedua, ziarah ke makam suci Yesus Kristus di Yerusalem. Para peziarahnya disebut sebagai Pembawa Daun Palem, karena mereka membawa daun palem yang dulu digunakan orang untuk menyambut Yesus saat memasuki Yerusalem. Dan, yang ketiga, adalah perjalanan ziarah ke makam San Tiago. Orang yang menempuh jalan ini disebut sebagai Peziarah, dengan simbol kulit kerang.

San Tiago adalah salah seorang dari tiga murid Yesus (dua lainnya: Saint Peter (Pdetrus) dan Saint John (Yohanes)) yang menjadi saksi kebangkitan Kristus. Di Inggris, San Tiago dikenal dengan nama Saint James, di Prancis Jacques, di Italia Giacomo, bahasa Latinnya Jacob, di Indonesia Yakobus,  dan nama aslinya (dalam bahasa Aramaic) Yaakov ben Zehdi.

San Tiago dimakamkan di suatu tempat di Tanjung Iberia, di daerah Galicia, Barat Daya Spanyol. Tempat itu kini dikenal sebagai Compostela, dan makam San Tiago berada di di Katedral Santiago de Compostela.

Dalam The Pilgrimage, Coelho menguraikan bahwa keputusannya melakukan perjalanan ziarah menuju Santiago, adalah lantaran perintah dari Sang Guru. Sang Guru meminta Coelho melakukan perjalanan ziarah menuju Santiago, guna menemukan kembali pedangnya, yang sebenarnya nyaris diperolehnya dalam suatu ritual di salah satu puncak gunung Serra do Mar di Brasil.

Cerita diawali dengan upacara inisiasi di sebuah ordo esoterik, yang oleh Coelho disebut sebagai Ordo Tradisi, di suatu tempat bernama Itatiaia, di ketinggian puncak gunung Serra do Mar, yang termasuk dalam rangkaian pegunungan Agulhas Negras (Jarum Hitam) Brasilia. Upacara berlangsung malam hari, 2 Januari 1986.

Dalam inisiasi itu Paulo akan dianugrahi sebuah pedang. Namun ketika Coelho menyentuh sarung pedang dan bersiap menggenggamnya, tiba-tiba saja Sang guru menginjak jemarinya, dan dengan nada marah mengatakan bahwa ia belum berhak memiliki pedang itu karena ia sedang diliputi kesombongan.

Sang Guru meminta Coelho untuk berjuang kembali melakukan pencarian pedang tersebut mulai dari awal. Dan, melalui isterinya, Sang Guru berpesan agar Coelho membuka peta Spanyol, dan mencari rute perjalanan dari abad pertengahan, yang dikenal dengan Jalan Misterius menuju Santiago. Jalan itu terbentang sekitar 700 kilometer, dari Saint-Jean-Pied-de-Port di Prancis hingga ke Katedral Santiago de Compostela di Spanyol. Perjalanan itu harus ditempuh dengan berjalan kaki, seperti yang dilakukan para peziarah di masa lalu. Tak tanggung-tanggung, ada sejumlah orang besar yang pernah melakukan perjalanan ziarah dengan rute tersebut, di antaranya Karel Agung, Santo Fransiskus dari Asisi, Isabella dari Castille, dan Paus Johannes Paulus XXIII.

Paulo Coelho pun berangkat menuju Saint-Jean-Pied-de-Port, dan menemui Mme Lourdes, seorang perempuan setengah baya, kuncen pintu gerbang menuju rute peziarahan. Dari Mme Lourdes, Coelho memperoleh kulit kerang, sebagai simbol para peziarah menuju Santiago. Namun Coelho bukanlah peziarah biasa yang akan dibiarkan berjalan sendiri tanpa pemandu.  Coelho, harus ditemani seorang pemandu yang akan menemuinya di suatu tempat.

Coelho bertemu dengan sang pemandu, yang belakangan diketahui ternyata seorang disainer ternama dan termasuk orang terkaya di Italia. Ia juga seorang anggota partai komunis Italia dan — anehnya — seorang penganut Katolik yang — tentu saja — sangat taat. Pemandu itu, yang disebutnya Petrus (untuk menyamarkan nama aslinya) tak hanya bertugas memandu (menunjukkan) rute perjalanan, tetapi juga berfungsi sebagai guru spiritual Coelho, yang akan mengajari Coelho berbagai hal yang bersifat batiniah. Mengarahkan Coelho untuk memandang hidup ini dengan penuh kasih tanpa batas. Penuh optimisme. Tanpa kekhawatiran dan ketakutan.

Coelho harus menjalani serangkaian latihan fisik. Terutama tahapan-tahapan latihan RAM, semacam latihan olah nafas dan olah tubuh, guna mengajari tubuh dan jiwa menyatu dengan semesta. Ia bahkan harus menyelam di sungai yang dalam, kemudian naik ke atas air terjun yang sangat membahayakan jiwanya. Coelho tidak boleh membantah perintah sang pemandu, meskipun berlawanan dengan akal sehat.

Coelho melukiskan perjalanan menuju Santiago itu dengan sangat detail. Para pembaca diajaknya menyusuri tempat-tempat yang indah. Ladang-ladang gandum yang membentang sepanjang mata memandang, padang-padang pasir yang berdebu, hutan sabana dan stepa, menyusuri pegunungan Pyrenees, mendaki dan menuruni tebing dan lembah.

Pemandu yang menemani Paulo rupanya berakhir sampai di sebuah kota kecil bernama  Ponferrada. Dalam mperpisahannya Petrus berkata kepada Paulo, “Jika kau berhasil mendapatkan orang memberitahukannya kepada kita. Kehidupan memberikan pengetahuan kepada kita setiap pedangmu, kau harus mengajarkan Jalan menuju Santiago ini kepada orang lain. Dan jika hal ini terjadi — saat kau menerima peranmu sebagai Guru — kau baru akan menemukan jawaban yang terdapat di hatimu.” “Semua orang sebenarnya tahu jawabannya,” lanjut Petrus, “bahkan saat belum ada waktu, dan rahasianya adalah menerima bahwa hanya dalam kehidupan sehari-hari saja kita akan mampu sebijak Sulaiman dan seperkasa Iskandar Agung. Namun kita baru akan menyadari hal ini hanya saat kita terpaksa mengajari orang lain dan terlibat dalam petualangan luar biasa seperti sekarang.”

Dalam kesendirian, di sebuah puncak gunung bernama El Cebrero, Coelho semakin menyadari bahwa Perjalanan Ziarah menuju Santiago yang hampir diselesaikannya itu, tak semata untuk mencari pedang. Melainkan untuk merasakan penderitaan dan sekaligus kebahagiaan umat manusia sekecil apapun.

Usai berdo’a di Gunung El Cebrero  , Coelho bergerak perlahan menuruni lereng menuju sebuah dusun yang juga bernama El Cebrero.  Di sana ada sebuah kapel yang kemudian dimasukinya. Di kapel itu, ternyata Sang Guru telah menunggunya di depan altar dengan sebilah pedang di tangan, sambil berseri penuh kebanggaan. Pedang itu, diserahkannya kepada Paulo Coelho, dengan penuh keikhlasan. 

Perjalanan Ziarah menuju Santiago, hakikatnya merupakan perjalanan ziarah ke dasar diri, dan Coelho, telah melakukannya dengan baik. Namun, tidak semau orang bisa melakukan ziarah ke dasar diri. Saya pun termasuk orang yang berpendapat bahwa hal itu tidaklah mudah.  (Ch. Enung Martina)