Sabtu, 25 April 2009

Catatan Kecil : dari buku SANG PENEBUS karya Wally Lamb


Berterima kasih kepada Sang Pencipta untuk keselurah hidup dan dari mana hidup itu berasal. Hidup terdiri dari rangkaian peristiwa yang dialami sejak masa lalu, masa kini, dan masa mendatang. Masa lalu dan masa depan diikat bersama dalam kekinian kita. Kebulatan awal dan akhir dari semuanya.

Mitos kuno berkata:
“Perbaikilah hidupmu dan alam semesta akan menjadi milikmu.”
Hidup bisa menjadi penuh belas kasih sekaligus ironi. Kebenaran bahwa cinta tumbuh dari pengampunan. Bahwa anjing gladak pun bisa menjadi anjing yang baik. Bahwa bukti adanya Tuhan ada dalam segala keseluruhan segala sesuatu.

Hidup itu bagaikan perjalanan sungai dari hulu ke hilir. Bersumber dari masa lalu kita mengalir ke masa depan. Seseorang harus bisa menerima masa lalunya, berada di masa sekarang, dan akhirnya bisa mempunyai harapan untuk masa depan. Kita harus bisa berdamai dengan diri kita, baru kita bisa berdamai dengan orang lain.

Masa lalu seseorang yang kelam terkadang membawa hanyut dan menenggelamkan seseorang di masa kini dan tak punya harapan untuk masa depan. Hal itu terjadi karena seseorang tak bisa menerima dan berdamai dengan masa lalunya. Akhirnya untuk meraih masa depan pun terasa berat dan tak ada harapan.

Semua orang pasti membuat kesalahan dalam hidupnya, tetapi kita tidak bisa terus menerus berkubang dalam kesalahan itu. Kita yang sekarang ada terjadi karena leluhur kita, siapa pun dan bagaimana pun mereka di masa lalu. Itulah mereka dan inilah kita yang juga merupakan bagian dari mereka. Kita tidak bisa mengubah sejarah yang sudah terjadi. Namun, kita bisa membangun sejarah yang akan datang yang lebih baik lagi. Tak ada perjalanan sejarah leluhur seseorang yang tanpa cela. Bahkan, leluhur Yesus Kristus sekali pun mempunyai sejarah yang juga carut marut. Dari sejarah leluhur itu, kita bisa bercermin tentang makna hidup yang sebenarnya bahwa memang hidup itu seperti rujak bebek yang terdiri dari berbagai buah-buahan dengan aneka rasa: manis, asam, asin, pedas, getir, kesat … menyatu dalam satu sajian RUJAK yang ketika disatukan menjadi sedap. Itulah hidup. Hidupku dan hidupmu. (Teh Enung)

Kamis, 23 April 2009

REFLEKSI MALAM JUMAT LEGI

SABAR FEAT IMAN
Banyak orang yang awalnya bersemangat dalam imannya, tetapi lama kelamaan terpuruk di dalam kekecewaan dan kelesuan iman. Salah satu alasan yang banyak ditemuai adalah ketika apa yang kita imani tak kunjung menjadi suatu kenyataan.

Ketika seseorang beriman, maka ia harus melakukan tindakan iman yang nyata, karena itu adalah tindakan iman yang nyata, karena itu adalah pintu untuk membuka pintu mujizat. BERSABAR adalah salah satu tindakan iman. Karena itu menantilah dengan sabar. Kalau kita melakukan sesuatu untuk membuat janji Allah terjadi, maka percayalah bahwa pekerjaan itu tak akan sia-sia. Bahkan dapat mengakibatkan permasalahan baru. Seperti pada kisah Abraham yang menantikan keturunan. Ia menikahi Hagar untuk membuat janji Allah terlaksana dan ia memperoleh Ismail. Justru hal itu mendatangkan masalah baru.

Hanya orang yang tahu dengan pasti bahwa yang dinantinya dengan sabar akan diterimanya, maka ia dapat bersabar. Iman membutuhkan kesabaran untuk melihat mujizat. Pada saat kita sedang menunggu janji Allah akan terjadi, itu merupakan masa yang sangat rentan bagi kita.Rentan untuk kehilangan kesabaran dan gangguan iman.

Jangan remehkan sebuah penantian. Penantian akan menguras segala energy. Karena itu, tetaplah kuat pada saat penantian janji-Nya.
Mazmur 27: 14:
Nantikanlah Tuhan! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah Tuhan!

Agar kita tetap memiliki kekuatan pada saat penantian, maa segarkanlah hati dan kuatkanlah iman dengan berdoa an membaca serta memahami firman-Nya.

Iman adalah sebuah kekuatan yang dapat menaklukan apa saja. Iman juga dapat menaklukkan apa yang tak dapat ditaklukkan oelh manusia, yaitu PROSES WAKTU. Tunjukkanlah iman kita dalam kesabaran menantikan apa yang kita butuhkan dan kita rindukan. Dia punya ukuran waktu-Nya tersendiri. Dan waktu-Nya sangat tepat untuk kita. Bila kita sabar sampai janji-Nya tiba, maka kita memiliki iman yang teruji.
Setelah kita dipenuhi oleh iman, maka iman tersebut akan memuntut kita untuk melakukan sesuatu yang membuat apa yang kita imani menjadi nyata.

Bersabar itu memang tidak enak dan banyak tantangannya hingga kita menyerah pada ketidaksabaran kita. Namun, bila kita selalu mengenangkan janji Allah pada akhir penantian kita, maka kesabaran kita tidak akan sia-sia.

Demikian juga aku, aku harus banyak belajar untuk bersabar dalam menghadapi berbagai hal. Rasanya emosiku terkadang akan meledak rasanya. Namun, belajar untuk bersabar mengendalikan diri itu harus selalu kita lakukan.

(Teh Enung anu bageur tea)

Minggu, 19 April 2009

RADA FILSAFAT EUY

CATATAN TENTANG ZAMAN PENCERAHAN
Apa yang menjadi sumber vitalitas dan optimisme yang menggeleora dari seseorang? Sumbernya bisa datang dari mana saja. Perubahan dan pertumbuhan pada kebudayaan, ekonomi, politik, dan sosial yang terjadi datang dari perdagangan baru, metode pertamban, sistem pertanian baru, perkembanan industry, kebangkitan pusat urban menengah ke atas, dll. Pengalaman atas berbagai perkembangan pasti telah berperan bear untuk dapat mengakui bahwa perubahan besar telah terjadi di seluruh dunia. Bahwa pikiran manusia telah dimerdekakan dan mengasilkan pengetahuan untuk kebahagiaan manusia melebihi segala yang pernah dibayangkan.

Sumber utama bagi pencerahan, kepercayaan diri, dan optimisme tumbuh dari cepatnya pertumbuhan, daya, dan kemajuan ilmu pengetahuan baru. mathematical Principle of Natural Philosophy (1687) karya fisikawan Inggris Sir Isaac Newton, merupakan karya besar dan paling berharga dari segala keberhasilan ilmu pengetahuan pada masa pencerahan. Buku ini berbicara tentang penggabunan kepingan-kepingan pengetahuan yang ada dalam bidang astronomi dan fisika di bawah beberapa prinsip sederhana yang muncul sebagai salah satu prestasi ilmiah terbesar sepanjang masa.

Descartes, kepler, dan Galileo telah menunjukkan kekuatan pikiran manusia untuk memasuki hukum alam. Newton membuktikan fisika matematis menjelaskan keseluruhan semesta jasmaniah dan tidak hanya bagian-again terpisah. Hukum gravitasi menetapkan sebuah hukum bagi seluruh alam. Menurut Newton: keseluruhan semesta jasmaniah (fisik) bersifat mekanis, mesin dunia. Segala sesuatu berkenaan dengan mesin, mulai dari pergerakan planet sampai jatuhnya apel dari pohonnya, bisa dijelaskan dengan hukum gerak mekanis. Semesta jasmaniah merupakan sebuah sistem sebab akibat segala kerjanya sangat bersifat deterministic (menentukan)

Segala sesuatu yang terjadi di alam jasmaniah merupakan hasil dari pendahulu yang tidak bisa dihilangkan, tidak ada sesuatu selain sesuatu itu sendiri. Segala sesuatu adalah sesuatu itu sendiri dengan didahului oleh sebab.

Alexander Pope berkomentar tentang Newton dalam puisinya:
Alam dan hukum tersembunyi di kegelapan malam:
Tuhan berfirman, jadikan Newton
Dan segalanya menjadi terang

Jhon Locke (1664):
ada hukum alam yang mengatur manusia dan bahwa hal itu bisa diketahui akal manusi. Hukum alam untuk manusia adalah untuk manusia adalah bahwa semua manusia itu rasional, semaunya sejajar dalam hak kehidupan, kemerdekaan, hak milik alami yang sama, dan kewajian yang sama untuk tidak menganggu orang lain. Dan akal manusia mengajarkan pada semua manusia yang mau, namun tidak merundingkannya, yakni bahwa semua sejajar dan merdeka, tak ada yang semestinya menganggu kehidupan, kesehatan, kemerdekaan, dan hak milik orang lain.

Thomas Jeffreson:
Kita pegang kebenaran itu sebaai bukti diri bahwa semua manusia diciptakan sama, bahwa manusia dianugrahi oleh penciptanya dengan hak yang tak boleh dijajah, yang diantaranya adalah hak hidup, hak kemerdekaan, dan hak mengear kebahagiaan.

Bagi zaman pencerahan, akal manusia berkuasa sebagai raja. akal manusia telah menunjukkan bahwa alam semesta ini teratur, berhukum, dan harmonis, seperti yang didemonstrasikan hukum ilmiah astronomi, fisika, kimia, dan fisiologi.
akal juga berperan bagi manusia dalam keharmonisan rasional alam semesta, melalui hukum alam dan hak azasi.
(Teh Enung anu bageur)

PUISI TEH ENUNG

REKONSILIASI
Satu peristiwa bergulir ke peristiwa lain
Satu wajah berganti dengan wajah berikut
Rasa sakit berganti bahagia
merah dan hitamnya corak hidup
Berkelebat bagai film yang diputar mundur
Semua berbaur tak teratur
melompat dan menukik dari kedalaman jiwa
Yang terkubur rapat, mencuat
Yang tertutup rapi tergali
Bahkan yang di bawah sadar pun terpapar
Jiwa menggelepar
Raga bergetar
Antara dosa dan pahala
Tak nampak beda
antara sesal dan bangga
bagai anak kembar
baik dan buruk menjadi sebuah harmoni
maha karya agung
dari Pelukis Agung

Minggu, 12 April 2009

RENUNGAN PEKAN SUCI

IMAN DAN MUJIJAT

Marilah kita kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus yang memimpin kita ke dalam iman…” (Ibrani 12:2)

Tuhan sedang menulis kisah tentang iman melalui kehidupan kita. Apakah yang akan diceritakan-Nya?
Akankah itu akan menajdi catatan kemenangan atas tantangan seperti kisah Perjanjian Lama tentang Yusuf?
Atau sebuah tragedi yang berubah menjadi sukacita, seperti cerita anak yang hilang?

Apa pun yang diceritakan oleh catatan kita , jika kita mengasihi Tuhan, akhir hidup kita tidak perlu dipertanyakan. Mereka yang mengasihi DIA akan berakhir di surga, terlepas dari segala pencobaan mereka di bumi. Jalan yang panjang dan melelahkan berakhir di tangan-Nya. Hari ini, tulislah satu bab di dalam cerita iman kita, dari kasih Tuhan yang mengagumkan.

“ Sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya bukan karena melihat.” (2Kor 5:7)

Ada lebih dari satu ara untuk melihat. Kita memandang dunia di sekeliling kita dengan mata kita. Namun, dengan melakukan seperti ini, kita tidak melihat segala hal yang ada di dalam hidup. Semua hal yang kita lihat dengan iman, tidak dapat dipandang dengan mata jasmani kita.

Iman membuka pintu mujizat kalau kita benar-benar menyentuh-Nya maka mujizat benar-benar akan mengalir daripada-Nya. Begitu kata seoang pendeta yang bernama Agus Vianus dalam bukunya yang aku baca.

Bila kita mencari anak kunci untuk membuka pintu surga dan membuat kita dapat memasuki alam penuh mujizat di atas bumi ini, maka salah satu kunci terampuh yang pernah dimiliki oleh manusia adaah seperti yang dimiliki oleh perempuan yang menderita sakit pendarahan selama 12 tahun. Perempuan itu berusaha menyentuh jubah Yesus saat banyak orang berdesakan. Dan seperti yang digambarkan dalam Injil, Yesus merasakan bahwa ada yang menyentuh jubah-Nya dan ada energi berkat yang keluar dari diri-Nya. Anak kunci itu, kita sebut saja IMAN PEMBAWA MUJIZAT.

Mujizat tidak ditentukan oleh banyaknya kita ‘menyentuh’ Yesus sehingga DIA menjawab doa kita. atau kita menganggap diri kita sedang menyentuh Yesus melalui puasa yang panjang sehingga setelah puasa itu berakhir, kita pasti menerima jawaban atas permohonan kita.

Kita juga melakukan doa dan puasa di dalam hidup kita, Tuhan Yesus sangat menghargai semua itu. Namun, itu semua hanya merupakan sentuhan yang biasa saja., seperti orang banyak yang mengerumuni Yesus dan menyentuh-Nya. Tidak lebih dari itu, hanya Menyentuh-Nya. namun, berbeda dengan perempuan penderita pendarahan tadi, ia lebih dari sekedar menyentuh, tetapi sentuhannya menghasilkan sebuah mujizat.

Ketika perempuan pendarahan itu menyentuh ujung juabah Yesus , itu merupakan titik temu antara imannya dan mujizat yang dibutuhkannya.
Sentuhan yang menghasilkan sebuah mujizat adalah sentuhan yang disertai oleh iman. Doa dan puasa yang disertai oleh iman adalah sentuhan yang membawa mujizat.

Sentuhan yang dilakukan si perempuan itu hanya merupakan sebuah fasilitas iman bagi terjadinya mujizat. Mujizat terjadi ketika iman kita berkata bahwa melakukan sentuhan kali ini kita akan menerima mujizat.

Iman merupakan faktor penting dalam terjadinya sebah mujizat. Iman memerlukan aksi karena iman dan perbuatan adaah pemicu mujizat.
“Demikian juga halnya dengan iman: jika iman itu tidak disertai dengan perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.” (Yakobus 2:17)

Ketika perempuan itu beriman, maka ia bertindak untuk dapat memperoleh apa yang diimaninya. Hanya iman yang sejati yang dapat menghasilkan mujizat yang sejati pula. Iman yang sejati adalah sesuatu yang mendasar untuk melihat mujizat Allah atau janji-janji Tuhan yang terjadi di dalam hidup kita.

Teh Enung Martina

SISI LAIN

Tentang perasaan
Dan terkadang perasaan yang bergelora datang melanda, tanpa permisi, tanpa basa-basi. Semuanya muncul bergelombang, timbul tenggelam. Terkadang tenang tanpa riak, tanpa alun, atau gelombang. Terkaang riak-riaknya muncul di permukaan: kecil saja. namun terkadang alun akan menjadi gelombang dahsyat ang menghempaskan kita pada perasaan tak bertepi, tak berbatas, tak berbingkai.Tanpa judul. Timbul tenggelam.

Aku diam tak bergeming. Berteriak histeris dalam ruang batin. Membiarkan semuanya mengalir bagai air, bagai udara. Menikmatinya sebagai sebagai sebuah keindahan dan bagian dari seni hidup. Membiarkan semuanya alami, sesuatu yang wajar, bagian dari hidup.
Terasa berat memang. Namun, aku tahu aku bisa mengatasinya menjadi bagian dalam hidupku, bagian dari miliku. Aku akan belajar dari BUMI, IBU PERTIWI, yang memasrahkan segalanya dalam penerimaan dan kebijaksanaan. Semuanya mengalir, wajar, indah, dan alami, harmoni, bagian dari semesta.

Kata orang hidup dapat berubah pada setiap tarikan nafas. Aku akan membiarkan semuanya berjalan sesuai dengan yang semestinya. Karena di sana ada kebesan abadi: Bukan karena kehendaku yang terjadi, tetapi karena kehendak-Nya. aku akan membiarkan semua terjadi karena rencana dan kehendak-Nya. Aku akan belajar dan terus belajar untuk bersabar, realistis, dan tenang untuk menghadapi apa pun yang terjadi dalam hidupku.

Yang kutahu dicintai dan mencintai memang membahagiakan, tetapi terkadang menyakitkan. Kita harus (siapa yang mengharuskan?) berkomitmen dan berkurban pada rasa cinta kita terhadap orang-orang yang kita cintai. Sepanjang hidup kita memberikan diri, tetapi kita merasa belum cukup.

Hidup adalah keteguhan tekad, bukan apa yang diberikan oleh kehidupan, tetapi apa ang kita berikan untuk kehidupan, bukan apa kesulitan kita, tetapi agaimana kita mengatasi kesulitan itu.

(Teh Nung Martina anu bageur tea)

Jumat, 10 April 2009

PERKEMBANGAN SPIRITUAL


PERKEMBANGAN SPIRITUAL
Dalam diri kita sudah tertanam/terbentuk suatu panggilan spiritual yang khas. Semua hal dalam kehidupan terkait satu sama lain. Tindakan kita di suatu tempat dapat mempengaruhi lingkungan di lokasi yang ribuan mil jauhnya dari kita..

Panggilan spiritual yang memanggil sejak kita lahir. Sebuah imbauan untuk menjadi diri sejati kita dan tempat kita dalam jaringan kehidupan.

Perkembangan spiritual tiak bersifat linear atau garis lurus. kita tidak dapat memaksa atau mengendaliannya. Yang dapat kita lakukan adalah mencibtai dan memberikan makanan yang baik bagi jiwa kita sebisanya setiap hari. Melatih kecerdasan spiritual bukan urusan tahun, tetapi berkaitan dengan kesabaran dan keiklasan.
Menjadi pribadi yang matang seperti seatabg pohon yang tidak memaksa buahnya atang, tetapi ia tetap saja berdiri kokoh dalam badai musim hujan tanpa takut bahwa musim hangat tidak akan tiba.

Kemenangan datang hanya pada orang-orang sabar yang berada di suatu tempat seoah keabadian terbentang di hadapan mereka sehingga tetap tenang. Kesabaran adalah segalanya.

Jiwa bekerja melalui hati, dan bahasa hati melebihi bahasa kata-kata.
Kehangatan, belas kasih, cinta tanpa syarat, dan kemampuan memelihara diri sendiri dan orang lain adalah bahasa hati. Tidak ada aktivitas yang terlalu kecil atau tidak bernilai untuk dilakukan dengan sepenuh hati.

Hati lebih dari sekedar perasaan romantis. Mata hati adalah sumber dari ilmu pengetahuan akan Tuhan. mata hati sering pula disebut intuisi. Intuisi bukan hanya merupakan sumber pengetahuan kita akan Tuhan, namun juga sumber untuk mengetahui cara yang tepat bagaimana menjalani hidup dalam setiap moment kehidupan. Mata hati adalah mata yang berbelas kasih dan cinta yang membuat kita mengenal diri sendiri sebagai mahluk spiritual, mahluk yang memiliki makna dan tujuan hidup di bumi ini.

Semakin kita sering melibatkan diri ke dalam tempat sejati dalam diri, kita akan semakin mencintai, bergairah, dinamis, sadar tujuan, dan semakin menjadi diri sendiri. Semua aspek hidup kita merupakan sumber daya hidup. Setelah itu kita menyadari bahwa kita dapat menjadi sumber daya hidup bagi orang lain. Semakin kita sering memberi makan jiwa kita, kita semakin menjalani hidup spiritual kita.

Menjalani hidup secara spiritual bukan hanya dengan cara sering pergi ke tempat ibadat, tetapi menyangkut berbagai hal yamg berkaitan dengan sikap hidup keseharian kita. Bila kita terbuka dan bersedia menerima, kita akan dapat melihat dengan mata hati dan mendengarkannya. Betapa indahnya hidup kita bila kita mampu untuk mendengarkan hati kita, jiwa kita. (Ch. Enung Martina)

Selasa, 07 April 2009

POJOK KELUARGA (Komunika bulan Februari-Maret 2009)

SANG NAVIGATOR
( CH. Enung Martina)

Time flies, but remember you are the navigator!
Itu adalah kalimat yang saya baca pada kalender yang tergantung di dinding.
Tulisan itu sekilas tak mendatangkan makna apa pun bagi saya pada saat saya melihat tanggal untuk mencocokkan tanggal dan jadwal kegiatan saya. Namun, pada saat mata saya sedang jenuh karena kalimat-kalimat dalam kertas ulangan siswa yang sedang saya koreksi, saya tak sengaja melihatnya dengan leluasa pada tulisan tersebut bukan pada angka-angka tanggal. Kalimat pendek itu menggelitik saya dan sedetik merenungkannya.

Benar adanya kalimat tersebut. Waktu begitu cepat berlalu. Perasaan baru hari Senin, tetapi tiba-tiba Sabtu sudah datang. Begitulah waktu dirasakan datang dan pergi tanpa kita sadari. Tak terasa uban yang dulu belum ada di kepala pun, kini muncul satu-dua. Yang jelas itu tanda-tanda penuaan meskipun ada juga uban bukan karena penuaan. Tanda kebijaksanaan? Saya tak berani menjawabnya.
Sang waktu akan datang dengan perlahan namun pasti. Ada kalanya kita melewatkan waktu dalam ketergesaan karena ini itu. Namun, ada kalanya juga kita memboroskannya untuk hal-hal yang benar-benar tak berguna bila kita renungkan dengan jeli. Namun, waktu akan tetap ajeg pada tugasnya tak akan berhenti barang sesekon.

Kita sebagai kaum urban sering mengeluh kekurangan waktu. Kita katakan tak punya waktu untuk menelepon keluarga jauh hanya untuk sekedar bertanya ‘Bagaimana kabarnya?’ Kita tak punya waktu untuk menjenguk sanak-keluarga yang sekalipun jaraknya dekat dan satu komplek perumahan. Kita tak punya waktu untuk sekedar mengobrol berbasa-basi dengan tetangga terdekat. Kita tak punya waktu untuk menghadiri undangan sekolah untuk membicarakan anak kita. Bahkan ada yang lebih sadis lagi, tak punya waktu untuk sekedar mengurus diri sendiri. Apalagi kalau berbicara tentang membina relasi dengan Sang Pencipta Waktu.

Begitulah kita: terlena dengan apa yang kita anggap perlu, baik, dan mendesak. Kita selalu sibuk dengan berbagai urusan yang tentu saja pasti penting. Menyitir apa yang dikatakan Gede Prama dalam artikelnya yang berjudul Dalam Terang Cahaya Keheningan yang dimuat KOMPAS (waktu terbitnya lupa) tentang betapa jaman semakin sibuk dan hening menjadi sesuatu yang langka.
Waktu memang tak akan pernah berhenti untuk menunggu kita. Kitalah Sang Navigator yang berhak mengatur dan mengarahkan waktu. Kita yang berhak menentukankapan waktu untuk ini dan itu. Kita juga yang berhak menentukan waktu yang kita lewati itu bermakna atau sia-sia. Tentu saja kebermaknaan itu tidak hanya diukur dari kuantitas bisnis dan uang yang dihasilkan. Namun, ada yang lebih tinggi dari sekedar itu.

Waktu Tuhan dengan waktu kita memang terkadang banyak tidak cocoknya. Yang jelas Tuhan mempunyai waktu yang paling tepat untuk apa pun dalam hidup kita. Kita mau menolak seperti apa pun, Sang Pencipta Waktu yang berhak menentukan. Kita hanya memakai waktu dan menjalani sesuai peran dan kebutuhan kita. Sang Navigator itulah kita yang berhak mengatur sedemikian rupa agar waktu itu berkualitas dan bermakna dalam hidup kita.
Membagi waktu memang perlu kearifan. Tidak perlu ilmu nujum untuk melakukannya, hanya perlu hati. Hati untuk memilah dan memilih mana yang penting dan mendesak, mana yang tak bisa ditawar dan boleh ditunda.

Pada suatu waktu tertentu mungkin kita dihadapkan pada beberapa pilihan untuk melakukan beberapa hal dalam jam yang sama, acara yang berbeda, dan tentu saja tempat yang berbeda. Mungkin saat itu kita bingung mana yang kita pilih? Pada suatu hari Sabtu di bulan Agustus 2008, jam 17.00, penulis bertemu dengan tiga hal yang harus dipilih mana yang harus didahulukan. Pertama ada rapat Legio, kedua ada pertemuan ibu-ibu di lingkungan, ketiga ada salah seorang teman yang anaknya tadi jam tiga sore meninggal. Sepertinya penting semua bukan? Yang diputuskan kala itu jelas melayat.
Pilihan di atas termasuk mudah bukan? Namun, tak tertutup kemungkinan bahwa kita dihadapkan pada situasi yang lebih rumit dari contoh di atas. Yang jelas bahwa pilihan kita untuk hal ini tergantung pada diri kita. Kearifan perlu dalam hal ini. Pertimbangan utama memang urgenitas, yang berikutnya baru kepentingan lain sesuai dengan prioritasnya. Namun, tak kalah penting juga relasi perlu diperhatikan dalam mempertimbangkan pilihan.

Kita memang tidak bisa bilokasi, yang bisa berada dalam suatu waktu di tempat yang berbeda. Karena itulah kita harus memilih.Apa pun pilihan kita pada saat itu, kita yakin sudah dipertimbangkan dengan penuh kearifan.

Namun, bila boleh kita memilih pada saat waktu kita yang luang dan longgar, pikirkanlah mengisi waktu kita untuk membina relasi baik dengan keluarga, sanak-saudara, sahabat, dan yang utama adalah Tuhan. Untuk yang terakhir itu memang orang suka banyak tawar menawar. Nanti saja kalau semua sudah beres, nanti saja kalau masalah sudah selesai, nanati saja kalau usaha sudah maju, nanati saja kalau...

Kita tahu Sang Pembuat Waktu akan tetap menantikan kita mendekat pada-Nya dan menunggu kita membina relasi dengan-Nya. Hingga akhirnya Sang Navigator waktu (kita), tiba waktunya untuk pulang kepada-Nya dan membawa apa yang sudah kita buat dan mempertanggungjawabkan apa yang sudah dilakukan dan belum dilakukan dalam waktu yang diberikan kepada kita. Selamat mencoba menjadi navigator waktu yang arif!
(Nung Martina)

Sabtu, 04 April 2009

FILOSOFI KESEIMBANGAN

Filosofi Cina:
Ekspansi dan kontraksi merupakan dua kekuatan yang selalu menjaga keseimbangan dinamika jagat raya. Yin dan Yang memandang bahwa semua kehidupan selau dalam proses menyeimbangkan kedua energi tersebut.

Segala kekuatan di jagat raya ini selalu memiliki pasangannya. Keseimbangan adalah sebuah prinsip energik dari alam ini. Setiap aspek kosmik selalu mengalami proses pencarian keseimbangan. Energi ekspansi dan kontraksi saling berlawanan, keduanya diibaratkan dengan dua sisi mata uang yang sama, tak ada yang baik, taka ada yang buruk.

Yin dan Yang mewakili sebuah rangkaian kesatuan di dalam sebuah lingkaran yang sempurna. Keseimbangan Yin& Yang;Yang memperlihatkan bahwa semua kehidupan berada dalam keadaan terus bergerak. Ketika kehidupan berjalan baik, dan responsif, kita akan mengalami keseimbangan dan keharmonisan.

Ada sebuah pandangan bahwa hidup penuh tantangan akan lebih menggairahkan, sedangkan keseimbangan tidak menciptakan hasrat, kegaiahan energi, atau intensitas. Di dalam keseimbangan batin, kita dapat mengendalikan getraan dan potensi energi kehidupan.

Hasrat alami tubuh adalah mendapatkan kesehatan, rasa nyaman, dan vitalitas. Sedangkan kebijaksanaan alaminya adalah terus menjaga keseimbangan. Yang perlu kita lakukan adalah belajar untuk tidak mengusik keseimbangan.

Bila kondisi tubuh sedang seimbang, emosi kita akan selalu tenang, tidak mudah berubah-ubah. Kita merasa siap untuk menyikapi kejutan-kejutan yang sering terjadi dalam hidup. Pikiran selalu sadar, mampu berkonsentrasi, kia akan terbuka dan siap menerima jiwa kita. Tubuh, pikiran, dan emosi harus disatukan untuk berjalan menuju jiwa yang seimbang.

Keseimbangan adalah proses yang dinamis, bukan kondisi yang permanen. Keseimbangan selalu berhubnungan dengan diri kita pada saat ini. Siapa kita pada saat ini dipengaruhi oleh semua hal yang terjadi sebelumnya.

Keseimbangan bukan tujuan akhir, melainkan praktis terus menerus dan menjadi bagian perjalanan hidup kita. Pertumbuhan pribadi dan spiritual tidak pernah berhenti, juga merupakan proses yang terus menerus. Hidup dapat dipandang sebagai sebuah rangkaian jembatan yang harus disebrangi. Sebuah jembatan mewakili sebuah evolusi baru dalam perkembangan spiritual sebagai seorang manusia. Perkembangan yang terus menerus menuntut kita untuk berubah. Namun, jangan khawatir, setiap jembatan pasti mewakili konstruksi yang memungkinkan kita untuk menyebranginya. (Ch. Enung Martina)