Minggu, 18 Juni 2017

IMAN SEBESAR BIJI SESAWI

(Aga barista)

Tulisan ini untuk Aga (Aloysius Gonzaga  Ilham Sidharta Martopranoto)  yang berulang tahun pada tanggal 10 Juni. Agak telat mengepos. Maklum menulisnya diselingi aneka macam kegiatan emak-emak  dulu. 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ‘iman’ artinya  1) kepercayaan (yang berkenaan dengan agama); keyakinan dan kepercayaan kepada Allah, nabi, kitab, dan sebagainya. 2) ketetapan hati; keteguhan batin; keseimbangan batin. Mengimani berarti mempercayai atau meyakini.

Saat ini saya akan berbicara tentang iman dalam arti kedua : ketetapan hati; keteguhan batin; keseimbangan batin. 

Dalam Injil Yesus berkata bahwa bila seseorang mempunyai iman sebesar biji seswai, maka ia akan mampu memindahkan gunung. 

“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, -- maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu.”  ( Matius 17:20). 

Saya pernah melihat pohon sesawi saat saya mendapat rejeki menikmati perjalanan  ke Yerusalem. Bukan sawi sayuran yang kita makan. Sesawi yang ini pohon yang di atasnya bisa bersarang burung-burung. 



Saya akan mengartikan iman dalam tulisan saya di sini sebagai keyakinan. Saya sangat tahu bahwa iman sebesar itu jarang dimiliki seseorang. Saya sering mengalami keyakinan saya sangat rendah. Karena saya tidak yakin akan diri saya, maka tentu saja berpengaruh pada hasil yang saya peroleh.

Berbeda ketika saya yakin betul akan sesuatu, maka hasilnya bagus. Saya akan memberikan contoh dalam dunia pendidikan. Saya sebagai guru mempunyai keyakinan yang kuat akan diri saya saat mengajarkan materi yang saya kuasai dengan baik. Hal itu berdampak pada murid saya yang dengan pasti mempercayai saya dengan segala pengajaran yang saya berikan.  Ketika saya mengajar dengan penuh keyakinan dampaknya para murid akan merasakan bahwa saya memang yakin benar. 

Dalam menjalani kehidupan ada beberapa peristiwa yang saya benar-benar yakin akan sesuatu dan ternyata memang berhasil. Namun, ada kalanya saya yakin akan hal tertentu, ternyata hasilnya mengecewakan. Bila hal itu terjadi, saya kecewa itu pasti. Saya melihat hal itu sebagai sebuah kendala dan tantangan untuk menguji keyakinan saya. 

Ada keyakinan dalam diri saya yang memang belum terwujud hingga sekarang. Namun, saya yakin hal itu akan terwujud. Saya percaya bahwa segala sesuatu ada waktunya. Segalanya akan menunggu saat yang tepat untuk terwujud. Waktunya menurut saya sangat telat. Saya ingin segera terwujud untuk menunjukkan pada diri saya dan dunia bahwa hal itu nyata. Namun, waktu saya dan waktu Tuhan berbeda. Saya hanya memepertimbangkan karena berdasarkan perhitungan saya. Namun, Tuhan mempunyai perhitungannya yang sangat tepat untuk kapan itu akan terwujud. 

Bisa saja terwujudnya itu bukan saya yang mengalaminya, tetapi anak atau keturunan saya yang lain yang mengalaminya. Bisa saja hal itu terjadi. Namun, saya tahu tak ada hal  yang mustahil bagi Allah. Perwujudannya sedang menunggu waktu yang tepat. Meskipun demikian, saya tetap meyakini bahwa itu akan terwujud suatu waktu.

Pastinya ada hal yang saya lakukan untuk meraih keyakinan saya itu. Berusaha, jelas itu dilakukan. Bertanya pada teman, mencari di internet, mencari bantuan dari orang yang kompeten, meminta dukungan dari orang-orang yang energinya positif, meminta doa orang tua itu wajib, dan tentunya saya sendiri memurnikannya dengan berdoa dan meditasi bahkan.

Nah, jadi  iman sebesar biji sesawi itu tidak mudah. Di dalamnya ada kerja keras, konsistensi, kedisiplinan, daya juang, tanggung jawab,kejujuran,  komitmen, rendah hati, dan kesabaran. Pokoknya bumbunya lengkap deh. Ingat, ususnya harus panjang banget untuk bisa mempunyai iman yang seperti itu.

Ayo, kita belajar memlihara keyakinan kita untuk meraih apa yang menjadi impian besar dalam hidup kita. Seorang pembicara saat  saya ikut pelatihan di CUBG (Credit Union Barerot Gracia)  Cabang Pamulang mengatakan, " Kita jangan tersandung oleh uang untuk meraih impian itu. Uang itu alat untuk meraihnya." Karena dia seorang pengurus CU, maka ujung-ujungnya dia berkata " CU akan membantu Anda meraih impian Anda."

(Ch. Enung Martina, 10 Juni 2017, untuk Aga (Aloysius Gonzaga Ilham Sidharta)  yang berulang tahun ) 

Kamis, 15 Juni 2017

MIMPI YANG TERGENAPI


Semua orang punya harapan, impian, cita-cita. Semua harapan dan mimpi tersebut didoakan dan diusahakan. Beberapa impian itu terwujud, banyak juga yang tidak. Ketika mimpi itu terwujud pasti seseorang merasa senang dan bahagia. Tentunya kecewa ketika mimpinya tak menjadi kenyataan.

Mimpi yang tak terwujud bukan bahwa mimpi-mimpi itu buruk. Nmaun, tak terwujud karena banyak faktor. Mungki faktor tersebut karena masalah keuangan, bisa karena tak ada dukungan, atau bisa karena waktu yang tak berpihak, juga mungkin karena situasi yang tidak memungkinkan. Apa pun hambatannya yang jelas membuat mimpi itu kandas. 

Ketika mimpi itu kandas, apakah kita menyerah dan terpuruk dalam kekecewaan? Tentu saja tidak. Ada banyak pilihan yang bisa kita lakukan. Bisa dengan cara memulai lagi dari awal langkah menuju mimpi tersebut. Bisa juga menunda mimpi itu untuk sementara, dan menuju ke mimpi yang lain dulu. 

Terkadang ada beberapa mimpi  seseorang tak terwujud dalam kehidupannya. Namun, ada pengalaman yang ternyata mimpi tersebut terwujud pada keturunanya. Saya memberikan contoh beberapa yang pernah dialami. 

Suami saya, Yohanes Bob Hariyadi, pada masa mudanya pernah bersekolah di sebuah akademi bahasa asing pada era orde baru awal. Pada saat itu ada tawaran untuk home stay di Australia.  Suami saya sangat menginginkan hal tersebut. Namun, karena alasan keuangan, maka mimpinya kandas. Apa yang terjadi? Beberapa puluh tahun kemudian, kami punya anak. Anak kami yang pertama mendapat kesempatan untuk camp di Australia dalam acara gereja.Saat itu Bob terharu mengingat kembali masa mudanya yang terwujud melalui anaknya, Metta. 

Saya yakin, banyak orang yang mempunyai pengalaman lain seperti contoh pada suami saya ketika  keinginannya tak tercapai pada dirinya, ternyata tergenapi pada keturunannya.

Mari kita melihat juga pada tokoh-tokoh lain yang mengalamai hal yang sama. dalam catatan Al Kitab kita mengetahui bahwa Abraham adalah nenek moyang bangsa Israel. Allah menjanjikan kepadanya bahwa  Allah akan menjadikan keturunannya bangsa yang besar. Dari keturunannya akan lahir Juru Selamat. Namun, Abraham mempunyai anak saja sukar. Nah, akhirnya setelah melalui peristiwa mengawini dulu hamba istrinya (Sarah) yang bernama Hagar yang melahirkan baginya Ismael, maka barulah Allah menggenapi  janji-Nya. Lahirlah bagi Abraham dari istrinya Sarah seorang anak laki-laki  yang diberi nama Iskak. Dari keturunan Iskak yang kesekian, maka barulah lahir seorang anak yang digelari Juru Selamat. 

Kisah Al Kitab yang lain adalah kisah Raja Daud.  Suatu saat Daud berniat membangun Rumah Allah sebab ia merasa tidak tega melihat tabut perjanjian yang diletakkan di  dalam tenda, sementara itu ia tinggal di istana megah. Keinginan Daud itu mulia dan baik. Namun, allah tak mengabulkannya. Mimpinya untuk membangun Bait Suci terwujud lewat keturunannya, Raja Salomo. 

Banyak mimpi tak terwujud dan doa tak terkabulkan.  Hal itu terjadi karena kemungkinan  pertama karena mimpi dan harapn kita tak memenuhi syarat untuk terwujud. Bila dilihat dari kacamata iman, karena kedaulatan Allah yang absolut. Allah tahu mana yang terbaik. Kita merasa mimpi dan doa kita itu yang terbaik bagi kita. Namun, Allah melihat itu bukan yang terbaik bagi diri kita.

Meskipun demikian, ayo kita tetap memilhara dan mewujudkan mimpi-mimpi kita. Bila mimpi tak terwujud, jangan kecil hati  karena mimpi itu tidak hilang, tetapi belum terwujud sekarang.  Mimpi itu mengeristal untuk menunggu saat yang tepat untuk terwujud pada saat yang tepat. Mungkin mimpi itu bukan kita yang mewujudkannya, tetapi anak keturunan kita. Karena kita tahu, tak ada yang mustahil bagi Allah.

( Ch. Enung Martina, 16 Juni 2017, hari kedua libuan sekolah)


Rabu, 14 Juni 2017

INSPIRASI LABUAN BAJO 2





Untuk tulisan ini saya akan menagngkat dua anak muda yang saya temui dalam perjalanan saya ke Labuan Bajo. Kedua anak muda ini membuat saya terinspirasai. Ada banyak anak muda yang menginspirasi saya. Termasuk ketiga anak kandung saya. Mereka menginspirasi saya. Cicilia Meta Asriniarti (Metta) anak saya yang pertama, dia adalah anak yang ramah dan pandai membawakan diri, serta tak pantang menyerah, pintar bahasa Mandarin, dan idenya luar biasa. Anak saya yang kedua Aloysius Gonzaga Ilham Sidharta (Aga) anak yang tenang, bertanggung jawab, pintar musik,dan  punya jiwa interpreneur. Tarsisius Abraham Abhimanyu (Abhi), sebetulnya belum nampak bakatnya karena baru berusia 6 tahun. Namun ia juga inspirasi saya,  kecil-kecil suka menggambar, panadai berbahasa Inggris (padahal saya tak mengajari dia dan tak mengursuskannya), kritis, dan ceplas-ceplos seperti kepolosan anak kecil pada umumnya. 

Nah sekarang mari berkenalan dengan dua anak muda di bawah ini!

Artomoro, Uang Datang untuk Nila!



Nila sari begitu saya mengenalnya dulu ketika SMP. Anaknya tidak terlalu menonjol. Yang saya ingat adalah sosok murid perempuan yang tidak pecicilan, serius belajar, dan cukup pandai. Saya dulu mungkin mengajar Bahasa  Sunda di kelasnya karena saya dulu guru mata pelajaran Muatan Lokal. Dahulu Tangerang masih berada dalam kawasan Provinsi Jawa Barat. Jadi muatan lokalnya Bahasa Sunda.

Seingat saya dia bersekolah di SMP St. Ursula sekitar tahun 2002. Dia melanjutkan sekolah ke SMK Pariwisata St. Laurensia School.  Sekarang dia dikenal dengan Nila Gunardi. Saya sudah mendengar nama dia saat saya akan berangkat ke Labuan Bajo. Fotonya beredar di grup media sosial kami. Beberapa orang teman menanyakan tentang dia pada saya. Saya harus mengorek ingatan saya tentang murid-murid yang sudah lulus. Tetap belum terbayang wajahnya. Nah, waktu kami makan di restorannya, Arto Moro,  yang beralamat di Jln. Soekarno Hatta – Laboan Bajo, maka baru saya engeh. Ok, saya menangkap sosok dia ketika dia jadi murid saya.

Saya mengajar sejak tahun 1989 hingga sekarang di empat sekolah yang berbeda. Jadi betapa banyaknya murid saya tersebar. Saya sering kaget karena tiba-tiba di suatu tempat ada bapa-bapa atau ibu-ibu  yang menyapa saya. Rupanya mereka dulu pernah saya ajar. Saya pernah kaget dipeluk seorang laki-laki tinggi besar dan brewokan. Ternyata dulu murid saya. 

Kembali ke Nila. Nila salah satu sosok yang menginspirasi saya di Labuan Bajo. Saya melihat dia seorang yang pekerja keras. Terlihat dari cara dia melayani tamu-tamunya. Dia seorang yang memanage restorannya dengan baik. Pelayanan yang diberikan bagus, itu terasa ketika kami dilayanai di restorannya. Saya yakin pelayanan yang baik itu bukan hanya diberikan kepada kami para gurunya. Hal ini terlihat juga dari banyaknya tamu lain yang makan di restorannya.



Saya melihat kreativitas pada anak muda ini. Nilai-nilai hidup seperti disiplin, daya juang, jujur, dan percaya diri, serta tanggung jawab nampak dari penampilannya. Saya mengagumi beberapa anak muda, entah murid saya atau anak saya sendiri.

Artomoro merupakan  restoran dengan masakan Indonesia juga barat. Ketika kami makan kami mendapatkan menu  'nasi, sambal, lalapan, ayam goreng, ikan, cumi, udang, dan bakwan jagung'. Menu seperti itu masih agak langka di Labuan Bajo. Kami makan dengan puas. Perut kami kenyang dan hati kami gembira melihat keberhasilan salah satu anak didik kami.

Nila, selamat berkarya di bidangmu. Semoga semua harapan dan mimpi-mimpimu tercapai. Saya berdoa untuk keberhasilanmu. Suatau saat Tuhan mempertemukan kita lagi di lain kesempatan.

Leo Bajo, Sang Guide yang Bersemangat



Saya tidak begitu mengetahui identitas dirinya sebanyak saya mengenal Nila. Hal ini karena Leo, begitu saya memanggilnya, tak begitu banyak bercerita tentang dirinya. Saya memamnggilnya Leo Bajo karena untuk membedakan dengan Leo- Leo lain yang saya kenal. Leo atau beberapa orang memanggilnya Didi, lebih banyak bercerita tentang pekerjaannya sebagai guide, tentang Labuan Bajo, tentang keluarganya, dan yang paling banyak dia ceritakan tentang sahabatnya di salah satu SMK di Ruteng yang bernama Ricky. Leo sangat bersemangat ketika bercerita tentang Ricky. Saya malah lebih mengenal pribadi Ricky dari cerita Leo daripada tentang dirinya.

Seperti pada umumnya orang Flores yang saya jumpai, kesan pertama saya dia adalah pemuda yang ramah. Mungkin juga karena dia seorang guide yang diwajibkan dalam pekerjaannya ramah terhadap para tamu. 

Kesan kedua adalah Leo anak yang suka bercerita. Saya kira cocok untuk profesi sebagai seorang pemandu. Kami bercerita di geladak kapal selama 2,5 jam dalam perjalanan dari Labuan Bajo ke Bukit Padar. 

Dari ceritanya yang mengesankan saya adalah Leo anak pekerja keras. Pada usianya yang ke-21 tahun ini dia bekerja di Kapal Kajoma Eco sebagai guide. Usianya terpaut sedikit dengan anak laki-laki saya (anak kedua), Aga yang berusia 22 tahun menuju 23 tahun. Banyak pengalaman yang dia dapatkan saat menjadi gude karena bertemu dengan tamu yang berasal dari latar belakang negara, bangsa, budaya yang berbeda. Leo merasa senang menjadi guide. Dia bercita-cita ingin pergi ke luar negri. 

Melihat kecekatannya bekerja membuat saya sebagai seorang ibu merasa bangga. Jadi teringat Aga yang juga termasuk pemuda yang bertanggung jawab meskipun kamarnya berantakan. Kontradiktif bukan? Bertanggung jawab dalam bekerja, tapi kamar berantakan. 

Yang menarik lagi bagi saya, dalam obrolannya dia bercerita banyak tentang sahabatnya Ricky. Ricky seorang pemuda yang berbadan besar, suaranya keras, berbicara lugas, terkesan kasar, tetapi hatinya seperti malaikat. Begitu kesan saya terhadap sahabat Leo, Ricky. Saya jadi penasaran dengan Ricky. Saya jadi teringat seorang pribadi, murid saya yang mirip dengan sifat-sifat Ricky yang diceritakan Leo.

Selama dia menjadi guide kami, dia bekerja melayani kami dengan sangat baik. Leo mengajarkan saya tentang impian, harapan, kerja keras, cinta tanah air, dan persahabatan. Terima kasih Leo, karena Tuhan mempertemukan saya denganmu sebagai pribadi yang luar biasa. Semoga semua harapan dan cita-citamu tercapai. Bila kamu ke Jakarta, silakan mampir ke rumah saya di Serpong, Tangerang Selatan. O, salam untuk Ricky!

(Christina Enung Martina, Jelupang, 15 Juni 2017) 

Senin, 12 Juni 2017

INSPIRASI LABUAN BAJO 1

LELAKI BAJO  




Sial! Kenapa justru wajahnu yang memenuhi otakku malam hingga pagi tiba. Diammu yang datar mengingatkanku pada laut biru yang tenang, laut yang tiap hari engkau arungi. Matamu tajam memandang datar searah dengan luasnya lautan  seolah tanpa perasaan, tetapi penuh hasrat ingin tahu. Pandanganmu seperti mau mengatakan “ Aku ada karena laut ada. Laut adalah hidupku.” Gerakanmu gesit seperti angin yang lincah berpindah, berhembus dari pulau ke pulau.

Aku tak mengenalmu karena tak ada percakapan intens antara kita. Aku tahu namamu: Samudra, seperti tempat kumpulan air dari setiap madhab yang berkumpul menyatu di situ. Layaknya lautan, engkau seperti misteri yang tak pernah terselami. Kau tidak mengenal namaku karena tak ada acara perkenalan resmi antara kau dan aku. Aku tahu namamu karena semua orang memanggilmu begitu. 

Keahlianmu mengenderai speedboat, perahu kecil bermotor,  untuk memindahkan  kami dari kapal ke destinasi wisata, mampu membuatku tercekat karena kagum. 

Badanmu tegap, dadamu bidang, bahumu kekar,  dengan kedua tangan yang kauukir dengan tato jangkar di lengan kanan,  dan gambar hati di lengan kirimu. Kaki-kakimu kokoh untuk menahan goyangan boat ketika kami berpindah dari kapal ke daratan atau kebalikannya. 

Samudra, engkau tak banyak berkata-kata. Namun, seluruh gerakmu berbicara bahwa engkau adalah lelaki Suku Bajo yang tangguh dan perkasa. 

Dengan kulit gelapmu kau tantang sinar matahari tanpa takut membuatmu terpanggang. Seluruh tindakanmu menyatakan bahwa laut, angin, matahari, adalah sahabatmu. Sementara, aku menghindari semua yang kaucintai itu dengan alasan takut kulitku rusak dan hitam. 

Kala kami asyik bergoyang dengan irama dangdut yang disetel di kapalmu, kau pun ikut larut dalam irama musik milik rakyat negri ini. Dan kami sontak bersorak menyerukan namamu ketika kau tunjukkan ekspresi emosimu dalam liukan tubuhmu mengikuti irama. 
“ Samudra,....! Huuuuu! Mantap, Bro!”

Begitulah suara kelima belas  penumpang yang sedang asyik bergoyang menyorakimu. Kulihat sekejap cahaya bintang di matamu yang bening kala kami meneriakkan namamu. 
Lelaki bajo, barangkali usiamu antara 30-an tahun. Lelaki matang yang mengenali seluruh hasratmu akan laut. 

Aku memutuskan dengan imajinasiku bahwa engkau lelaki Bajo  bebas,  yang belum mengikatkan diri pada seorang perempuan. Aku melihat bahwa engkau lelaki bebas yang lebih mencintai lautan daripada seorang perempuan. Laut bagimu adalah perempuan yang bebas engkau gauli kapan pun kau mau.

Wajahmu, biasa saja, standar, tidak tampan. Ada banyak lelaki tampan yang kujumpai dalam perjalananku di Labuan Bajo ini. Namun, ada hal yang menarik darimu untuk kuamati. Mungkin matamu yang tegas dan datar. Mungkin tubuhmu yang kekar dan kokoh. Mungkin gerakanmu yang lincah dan cekatan. Atau mungkin karena kita tanpa sengaja sering bersibobrok bertatapan mata.   Aku menoleh ke satu arah di sudut kapalmu, sementara itu engkau juga menoleh ke arahku pada detik yang sama. Aku tahu itu hanya sebuah ketidaksengajaan yang bagiku justru menimbulkan pertanyaan, kenapa?

Lelaki Bajo, barangkali aku jatuh cinta padamu lewat mata tegasmu, atau misteri diammu, atau pada lautan yang tercermin pada seluruh gerak-gerikmu. 

Lelaki Bajo, di sini aku bergaul dekat dengan  alammu. Aku melihat perbukitan tandus yang indah di sepanjang pelayaranku. Pulau-pulau berwarna kuning kecoklatan diselingi perbukitan hijau di kejauahan. Aku melihat sesekali camar menukik mengambil mangsanya aneka ikan di lautan lepas sana yang berenang bebas tanpa curiga. Aku menyaksikan beningnya dan birunya lautan yang dalam tanpa gelombang. Aku mendaki curamnya Bukit Padar dengan karang-karang terjalnya. Aku merasakan teriknya matahari langitmu. Aku menyaksikan langitmu yang biru tanpa cela. Aku merasakan sepoi angimnu yang memantul antara lautan dan perbukitan. 

Aku merasakan hasrat penaklukanku menggelegak seperti gelora arus lautan di bawah sana. Aku bernafsu untuk menaklukkan puncak Bukit Padar yang menjulang di hadapanku.  Aku mencium aroma petualangan begitu manis di udara tanahmu ini. 

Lelaki Bajo, semua bukit, pulau, karang, pasir, bebatuan, kerikil, pasir, matahari, sepoi angin, biota lautan, juga rinai hujan ini adalah milikmu. Pelangi yang melengkung sempurna di ujung cakrawala adalah janji Pencipta untukmu bahwa keindahan ini akan tetap menjadi milikmu. 

Lelaki Bajo, Samudra adalah namamu. barangkali orang tuamu tahu bahwa hidupmu adalah lautan. Seluruh nafasmu adalah asinnya udara laut, seluruh penciumanmu adalah amisnya biota laut, seluruh aliran darhmu adalah arus Laut Flores yang nampak tenang di permukaan dan di dalam tak ada yang tahu persis.  Pendengaranmu adalah suara angin laut dan angin darat yang berhembus di antara laut dan tebing terjal perbukitan, juga suara camar yang memekik riang dimanjakan alam lautan. Tempatmu berlabuh adalah pantai dengan pasir putih dan merah muda yang yang di atasnya terserak fosil hewan karang aneka bentuk. Birahimu kau puaskan di pantaimu bersama perempuan pulau yang dengan seluruh hasratnya merindukanmu. Cita-citamu adalah mewartakan keindahan alammu ke seluruh dunia dan membawa wisatawan datang untuk menikmatinya. Kebahagiaanmu adalah memberikan pelayanan terbaik pada tamu-tamumu yang datang memburu keindahan yang mengabadikannya pada ponsel dan kamera mereka.

Lelaki Bajo, pandangan matamu, diammu, dan kegesitanmu menyatakan takaran rasa cintamu atas tanahmu. Laut biru nan bening adalah gambaran birunya hatimu yang penuh harapan akan hari esok di lautmu yang kaucintai. 

Aku tahu para wisatawan itu tak ada yang terlalu hirau denganmu. Mereka asyik dengan dirinya, temannya, kameranya, media sosialnya, sunblocknya, atau urusan lain yang mereka anggap perlu. Tak ada yang mengenang sosokmu dalam hati atau dalam kepala mereka. 

Barangkali aku adalah wisatawan langka yang memotret sosokmu lewat imajiku. Barangkali aku adalah seorang perempuan yang jatuh cinta pada sosokmu, pada lautmu, bukit, langit, angin, matahari, dan semua unsur alam yang mengelilingimu. Aku rasa sebenarnya aku jatuh cinta pada seluruh misteri keindahan ini.

Lelaki Bajo, kini kapal kita merapat ke daratan. Pelabuhan Labuan Bajo siap menantikanku untuk mengantarkanku pada petualanganku berikutnya. Sepotong hati rasanya tertinggal di lautan dan perbukitan. 

Terima kasih, Lelaki Bajo. Engkau dan seluruh keelokan alammu menginspirasiku untuk selalu menghargai dan mencintai yang kumiliki. Selamat berjuang, Saudara! Semoga hidupmu dan perjalanan cintamu berhasil. 

Terima kasih karena Sang Pencipta mempertemukan aku dan kau di lautan biru berlatar belakang pulau dan perbukitan yang tak kukenal namanya. Aku bersyukur akan setiap misteri perasaan cintaku pada misteri-Nya yang agung. 

Jelupang, 1 Juni 2017, Hari Pancasila
cerita imajinatif terinspirasi oleh  pelaut Suku Bajo

Kamis, 08 Juni 2017

PERJALANAN LABUAN BAJO 8

Gua Batu Cermin




Hari terakhir di Labuan bajo, Minggu, 28 Mei 2017, kami mengunjungi tempat wisata gua cermin. 
Gua Batu Cermin  yang eksotis ini terletak di sebalah timur Pelabuhan Labuan Bajo atau berjarak sekitar 4 kilometer dari pusat kota Labuan Bajo. Gua ini ditemukan pertama kalinya oleh Theodore Verhoven, Seorang pastor Belanda dan juga seorang ahli arkeolog pada tahun 1951. Verhoven juga mengatakan bahwa dulunya Pulau Flores berada di dasar laut. Pernyataan ini berdasarkan pada penemuan koral dan fosil satwa laut seperti fosil kura-kura yang menempel pada dinding Gua Batu Cermin Labuan Baju hingga saat ini.

Kekaguman dan keterpikatan saya  sudah dimulai ketika memasuki jalan menuju gua tersebut. Kami disambut dengan deretan pohon-pohon  bambu yang berduri disepanjang jalan menuju goa. Durinya yang panjang-panjang dan cukup tajam. Deretan bambu-bambu itu membentuk gapura dan lorong sepanjang jalan menuju goa. 



Gua ini dinamakan Gua Batu Cermin , karena pada waktu siang hari ketika matahari tepat berada diatas kepala (sekitar pukul 12.00), akan ada satu area di dalam gua yang mendapat sinar matahari.  Sinar dari celah tersebut akan memantul ke sebagian dinding gua seolah-olah terlihat seperti cermin. 
Di dalamnya kita dapat melihat beberapa fosil ikan dan kura-kura yang sudah menempal permanen ke dalam dinding-dinding batu. Menurut cerita dari sang pemandu, pada zaman dulu sekali, tempat itu terendam oleh air laut, sehingga jika diperhatikan ada beberapa bagian batu di gua ini terlihat aus seperti terkena kikisan dari ari laut. Di sini juga sering ditemukan  monyet-moyet berkeliaran. Ternyata di sekitar gua ini juga memiliki hutan sehingga kita  dapat menemukan kera ekor panjang dan babi butan di alam bebas.



Sebelum masuk ke dalam goa kita diberikan helm dan senter. Di mulut goa kita harus berjalan sambil merunduk atau berjongkok karena celah dari bebatuan ke tanah rendah sekali hanya sekitar setengah meter. Oleh karena itu disarankan  jangan bawa tas backpack. Perlu hati-hati karena jalan dalam gua cukup terjal dengan lorong yang sempit.



Pemandangan di dalam goa sangat menarik. Banyak stalagmit dan stalaktit yang indah. Batu-batu karang yang menggambarkan fosil kehidupan bawah laut. Dalam gua juga  kami sempat melihat silloutte Bunda Maria yang terpahat di dinding gua. Sewaktu kami berjalan masuk lebih kedalam goa, kami melihat ada beberapa ekor kelelawar sekali menempel di batu karang. Karena memang di dalam gua terdapat ruangan kedap cahaya (gelap pekat). 


  (sumber gambar gunturgozali.com)

Kemudian kami sampai pada suatu lokasi dimana di atasnya ada lobang tempat masuknya air hujan dan sinar matahari. Menurut informasi dari Flori, pemandu, jika pukul 12.00 siang sinar matahari tepat di tengah-tengah lobang tersebut,  maka sinarnya akan memantul ke bebatuan disana dan nampak seperti cermin. Sayangnya, kami datang tidak tepat  sesuai persyaratan terjadinya fenomena alam tersebut. Sebetulnya menurut Flori, saat  tiba di bagian batu cermin di goa ini, cahaya matahari yang masuk melalui sela-sela bebatuan goa terpantul di dinding goa dan menimbulkan warna-warna cantik seperti cermin. Saya membayangkan pasti sangat cantik. 

Namun, meskipun tidak melihat fenomena alam tersebut, tidak mengurangi kesan saya akan keindahan Gua Batu Cermin.

(Ch. Enung Martina, Labuan bajo, 28 Mei 2017)

Rabu, 07 Juni 2017

PERJALANAN LABUAN BAJO 7

Suku Bajo




Hari sudah  menunjukkan pukul 13.30. Kami kembali dari Pulau Kanawa karena ada kabar bahwa kami harus kembali ke Labuan Bajo karena pukul 17.00 akan ada perayaan ekaristi di kapel susteran. Segeralah kami bergegas  kembali ke kapal. Para awak Kajoma Eco kembali sibuk melayani kami setelah beberapa jenak istirahat selama kami berada di Pulau Kanawa.

Kembali kami bercengkrama di atas kapal. Bernyanyi dan bercanda. namun, suasana agak sendu karena kami akan berpisah dari para awak kapal Kajoma Eco.

Kapal merapat di Pelabuhan Labuan Bajo. Kami berpamitan pada para crew kapal. Rasanya selama 2 hari bersama mereka sudah layaknya seperti saudara saja. Kami makan, mengobrol, bernyanyi, berjoget, dan tertawa bersama. Kini kami akan meninggalkan mereka, para lelaki Bajo yang hebat. Lelaki yang mencinti lautan dengan air, riak, angin, dan birunya. Para lelaki Bajo yang mencintai pulau-pulau gersang dengan warna kuning kecoklatan yang eksotis. Lelaki bajo yang memberikan hidupnya di atara perbukitan dan lautan.

Mereka adalah pemilik lautan dan pulau-pulau. Mereka adalah pewaris sah dari tanah yang elok ini. Mereka adalah para pejuang yang tak kenal lelah memberikan jasa pelayanan kepada para turis yang ingin mencicipi indahnya alam mereka.

Kita tahu ternyata suku Bajo menyebar tidak hanya di Manggarai ini. Tentang Suku bajo atau Suku Sama, mereka tersebar di banyak tempat di Indonesia. Juga diberbagai negara termasuk Thailand, Malaysia, dan Filiphina. Meski demikian, bahasa yang digunakan tetap sama, bahasa Bajo Mereka di kenal sebagai suku yang hidup dari laut. Melaut merupakan pekerjaan yang dijalani hampir seluruh masyarakat Suku Bajo. 

Soal pendidikan, di Suku Bajo kurang mendapat perhatian. Anak-anak lebih senang terjun mencari ikan daripada sekolah. Kesadaran orang tuanya akan pentingnya pendidikan pun masih minim.

Di Pulau Flores, suku ini terpusat di Pulau Babi. Selain itu di Pulau Pemana, Parmaan, Sukun dan bisa dijumpai hampir di setiap pesisir pantai utara hingga Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat.

Di beberapa tempat di di Flores Timur, kelompok ini disebut Wajo, Watan, Besidu. Wajo sama artinya dengan Bajo, yang berarti mendayung, alat pendayung perahu. Watan artinya pantai, atau keseluruhan hidup di pesisir pantai. Besidu, artinya rumah panggung di atas air, kehidupan di atas air laut dengan mata pencaharian sebagai nelayan.

Ada dua versi sejarah suku Bajo, pertama ada yang berpendapat dari Johor, tapi ada juga yang mengatakan berasal dari Palopo, Sulawesi Selatan. Nampaknya bahasa yang digunakan  ada kemiripan dengan bahasa Tagalog, Filipina. Karena itu  sering orang beranggapan bahwa suku bangsa ini tanah asalnya Kepulauan Sulu, Filipina Selatan.  Suku ini merupakan suku nomaden yang hidup di atas laut, sehingga disebut gipsi laut.



Suku Bajau menggunakan bahasa Sama-Bajau. Suku Bajau sejak ratusan tahun yang lalu sudah menyebar ke negeri Sabah dan berbagai wilayah Indonesia. Suku Bajau juga merupakan anak negeri di Sabah. Suku-suku di Kalimantan diperkirakan bermigrasi dari arah utara (Filipina) pada zaman prasejarah. Suku Bajau yang Muslim ini merupakan gelombang terakhir migrasi dari arah utara Kalimantan yang memasuki pesisir Kalimantan Timur hingga Kalimantan Selatan dan menduduki pulau-pulau sekitarnya, lebih dahulu daripada kedatangan suku-suku Muslim dari rumpun Bugis yaitu suku Bugis, suku Makassar, suku Mandar. Saat ini, Suku Bajau menyebar hampir di seluruh kepulauan Indonesia (terutama Indonesia Timur), bahkan sampai ke Madagaskar. Kebanyakan Suku Bajau yang menyebar mulai tinggal menetap dan berbaur dengan suku-suku lain.

Suku Bajo lahir dan hidup di laut sehingga punya ketangguhan mengarungi lautan. Meski kini banyak yang tinggal di darat, ketergantuangan terhadap laut belum hilang. Banyak dari mereka yang masih berprofesi sebagai nelayan. Masyarakat Bajo kadang dianggap bajak laut dan perusak, padahal mereka memiliki kearifan dalam mengelola ekosistem laut.

Suku bajo ini memang  suku yang tidak begitu banyak dikenal, karena keberadaan mereka bisa dibilang cukup langka, dan belum banyak terjamah oleh pemerintah Indonesia. Berbeda halnya dengan suku Makassar, Bugis, atau Mandar, yang cukup dikenal oleh masyarakat sebagai raja lautan.  Suku Bajo yang pernah menjadi bagian dari Angkatan Laut Kerajaan Sriwijaya ini masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Padahal,  mereka memiliki ketangguhan dan keterampilan dalam mengarungi samudera.

Agama Islam menjadi pilihan satu-satunya bagi seluruh warga Bajo. Bukan suku Bajo kalau tidak beragama Islam dan telah diwariskan turun-temurun. Meski ratusan tahun warga Bajo tinggal di antara penduduk Kristen, mereka tetap menjaga identitas diri mereka sebagai orang yang taat sholat lima waktu dan berpegang tegung pada keyakinan yang diwariskan kepada mereka sejak nenek-moyangnya.

Suku Bajo juga terkenal sangat menghormati adat istiadat masyarakat setempat dan selalu menjaga kerukunan bersama. Kebersamaan dan persatuan di antara warga suku Bajo sangat kuat. Mereka mampu bertahan di bidang ekonomi, sosial dan budaya karena persatuan dan kesatuan yang dibangun di antara mereka.

Selama 2 hari kami bersama dengan orang-orang Suku Bajo. Baru kali ini saya bersentuhan dan berkomunikasi langsung dengan orang Bajo. Saya mengenal mereka sebagai orang yang terbuka, ramah, pekerja keras, juga  melayani para tamu dengan baik. Mereka orang-orang lugas. Mereka juga orang-orang yang taat beragama.

 (Christina Enung Martina, Labuan Bajo, 27 Mei 2017)


Selasa, 06 Juni 2017

PERJALANAN LABUAN BAJO 6


Pulau Kanawa


Pada hari ketiga di Labuan Bajo, Sabtu, 27 Mei 2017, destinasi kami berikutnya adalah Pulau Kanawa.

Ketika saya mencari di dunia maya, ternyata nama Pulau Kanawa mirip dengan Pulau Kenawa. Saya kira itu pulau yang sama hanya pengucapan yang berbeda. Namun, ternyata itu berbeda. Sekilas nama Kanawa  hampir sama dengan sebuah pulau kecil yang terletak tidak jauh dari Pelabuhan Poto Tano, Sumbawa yang bernama Kenawa. Ternyata memang keduanya berbeda. Yang satu di Sumbawa, yang satu lagi di Labuan bajo, Manggarai Barat.

Ternyata lagi, Saudara, kata guide kami, Pulau Kanawa dikelola oleh orang yang berkebangsaan Italia. Di pulau seluas 32 hektare ini dibangun bungalow yang ada di bibir pantai dengan sebuah pelabuhan kecil di dekatnya untuk melabuhkan perahu para wisatawan yang berkunjung ke pulau kanawa ini. Informasinya, sebelum dikelola oleh warga Italia“Kanawa Beach Bungalows”,  pulau ini berada dalam pengelolaan warga Labuan Bajo.



Ketika kami berlayar, tampak di kejauhan pulau dengan sebuah bukit batu. Semakin mendekat, saya terkagum-kagum dengan keindahan pulau ini. Pantai pasir putihnya mengundang siapapun untuk berguling-guling di atasnya. Hamparan karang terlihat jelas dari permukaan air. Latar belakang bukit dengan rerumputan kuning menambah eksotic pemandangan pulau ini.

Pulau kecil ini  terletak sekitar 10 - 15 km dari Labuhan Bajo, di Flores, Nusa Tenggara Timur. Pulau ini sangat indah, dengan pasir putih, lautan yang biru tanpa polusi, dan ekosistem lautan yang sangat beragam, serta terumbu karangnya yang elok. Pulau Kanawa menyendiri dalam luasnya lautan di sekeliling Taman Nasional Komodo. Birunya laut yang dibatasi warna hijau kebiruan di bibir pantainya menyeret rasa penasaran untuk menjelajahinya.




Ketika kapal merapat di darmaga kecil, berhamburan kami turun ke daratan. Air laut di sisi dermaga nampak biru dan bening. Terumbu karang tumbuh dengan subur dan indah pada lautan yang mengelilingi pulau ini.
Pulau ini sangatlah cocok untuk bersantai dan menyegarkan kembali hati dan pikiran melalui ketenangan dan keindahan alam di pulau ini. Selain itu, beberapa aktivitas juga dapat dilakukan di pulau ini seperti snorkeling,diving, trekking di bukit, dll.
Kata Leo, guide kami, apabila telah menjelang sore maka air laut akan surut di Pulau Kanawa ini. Kita bisa menikmati suasana sore sambil memunguti kepiting atau bintang laut yang terdampar pada pasir pantai. Namun, kami tidak mengalami hal itu karena kami datang pukul 09.30 pagi.  
Berbicara tentang bintang laut, kami melihatnya dari dekat dan merabanya. Bintang laut itu dibawa Leo tatkala dia menyelam dan memperlihatkannya pada kami. Warnanya agak merah muda, totol-totol putih. Saya jadi ingat Abhimanyu, anak bungsu saya,  yang suka tokoh Jerry si bintang laut dalam film kartun.
Kanawa adalah kemewahan : langit, pantai, terumbu karangnya adalah perhiasan bak intan permata dan batu manikam. Keelokannya  dilengkapi lagi di jernihnya air dan warna-warni ikan yang bermain di antara bunga laut, dan bukit pasir di bawah laut. Koralnya dan terumbu karang yang sangat indah dan berwarna warni terdapat di pulau ini. Terumbu karang di pantai ini menjadi tempat tinggal yang bersahabat bagi manta, lumba-lumba, ikan hiu kecil, kura-kura dan juga berbagai jenis ikan kecil lainnya.


Pulau ini menjadi salah satu favorit wisatawan mancanegara. Ini terbukti ketika kami ke sana banyaknya bule-bule yang sedang berjemur setengah telanjang di pinggir pantai. Bule-bule lain sedang berenang atau sedang mendaki perbukitan. Meskipun pulau ini memiliki jumlah penginapan yang cukup banyak, tingkat hunian  sangatlah tinggi khususnya sepanjang musim liburan (Juni, Juli, Agustus dan Desember hingga Januari). Pada saat kami pergi, banyak tamu yang berada di pulau ini.
Sebenarnya selain berenang, snorklin, atau diving, ada lagi kegiatan trekking melintasi perbukitan di pulau ini. Namun, sayang kami tidak melakukannya karena kami asyik bermain di birunya air Kanawa.

Terdapat sebuah bukit di tengah pulau, dari puncak bukit ini merupakan spot terbaik untuk melihat view Pulau Kenawa. Kita bisa melihat deretan bungalow di pesisir pantai, lautan biru tosca yang jernih  membentang dari tepi pulau hingga Labuan Bajo yang terlihat dari kejauhan. Puncak bukit ini juga merupakan tempat favorit traveler untuk menikmati sunset dari Pulau Kanawa. Namun, saya hanya bisa memandang dari bawah saat saya berendam di air laut nan hangat dan jernih.

Andaikan saya bisa pergi ke Kanawa lagi, saya ingin menginap di sini. Saya ingin merasakan pagi hari, siang hari, senja hari, dan malam di pulau indah ini. Saya ingin menjelajahi bukitnya. Ingin duduk-duduk di puncak bukitnya. Ingin merasakan semilir anginnya yang menyegarkan sukma. Ingin memandang air, perbukitan, langit, dan warna-warni natural yang dioleskan sang Pencipta di sini. Saya ingin menggoreskan kesan tentang pulau ini melalui kata-kata yang lahir karena inspirasinya.
Ah, Kanawa, engkau permata cantik elok yang menerangkapku dalam pesonamu.
( Christina Enung martina, Kanawa Beach, Labuan Bajo, 27 Mei 2017)



Senin, 05 Juni 2017

PERJALANAN LABUAN BAJO 5

Pulau Kelor

Labuan Bajo terkenal dengan banyaknya pulau-pulau kecil yang begitu indah untuk dikunjungi, salah satunya adalah Pulau Kelor Flores. Pulau ini sangatlah memukau. Sebuah pulau sepi yang memiliki pasir sangat lembut dengan airnya yang jernih serta terumbu karangnya yang cantik, itulah Pulau Kelor.

Jarak pulau ini tidaklah begitu jauh dari Labuan Bajo, sekitar 1 jam perjalanan dengan menggunakan kapal biasa dan kurang lebih 30 menit dengan menggunkan speedboot.

Meskipun tidak berpenghuni, pulau ini cukup sering didatangi oleh para pengunjung sebagai tempat singgah terakhir untuk ber-snorkeling atau sekedar bermain-main di pantai sebelum kembali ke Labuan Bajo seusai menjelajahi Taman Nasional Komodo.

Sama halnya dengan kebanyakan pulau di Labuan Bajo, Pulau Kelor menyiratkan keindahan di darat dan di dalam laut. Koral yang indah berpadu dengan terumbu karang yang alami serasa begitu menggoda.

Kami mengunjungi pulau ini setelah kami berkunjung ke Pulau Rinca. Saat itu, hari sudah sore, matahari sudah mulai redup, tetapi tetap bersinar cerah. Cahayanya yang keemasan memantul di birunya lautan. Kita akan terpana dengan kejernihan air lautnya hingga kita dapat menikmati pemandangan dasar laut dari atas kapal.

Pulau Kelor di Flores ini memiliki bibir pantai yang cukup landai dengan pasir putih dan bukit menjulang di tengah pulau yang menggoda untuk didaki. Namun, kami tidak menaikinya karena kaki kami pegal setelah pecicilan mendaki Pulau Padar tadi pagi. Bukit di Pulau Kelor bisa kita daki. Bukit ini  memiliki kemiringan lebih dari 45 derajat. Ketika saya perhatikan dari bawah ada jalan setapak yang bisa kita ikuti hingga puncak bukit. Pastinya akan membutuhkan usaha lebih dan nafas panjang saat jalan mulai miring. Namun, jangan kuatir trekknya tidak seberat di Bukit Padar. Bukitnya juga lebih pendek dan tidak seterjal Bukit Padar. Kurang lebih 20 menit dibutuhkan trekking menaiki Bukit Pulau Kelor. Begitu kata Leo, guide kami. 


Keindahan pantai di Pulau Kelor nampak dari pasir putih berpadu dengan air biru jernih yang dibatasi dengan gugusan pulau di seberangnya, dan dilatari dengan langit biru  kekuningan cerah. 

Ketika tiba di pantai kami berenang dan snorkling untuk menikmati keindahan karang di dasar laut dan  banyak ikan kecil lucu yang akan menyapa kita di bawah laut. Saya tidak pandai berenang, tetapi saya tetap menceburkan diri di laut. Airnya yang biru jernih menggoda saya untuk menikmatinya dan merasakan kesegarannya di tubuh saya. Saya tidak takut karena saya memakai life jacket. Jadi amanlah, pasti. Selain itu para Bajo yang gagah ada di sekitar kami siap untuk menyelamatkan. Jadi, so... kurang apa lagi? 

Begitu kita turun ke laut, kita disambut dengan kehadiran ikan kakak tua yang cukup usil ‘menyapa’ kami dengan cara menggigit kaki. Memang tidak sampai menyebabkan luka, tapi cukup membuat kami kaget dan geli setiap kali ada cubitan kecil di betis atau di telapak kaki. Di sini juga kami sempat bercengkarama dengan  ikan-ikan badut atau yang lebih terkenal dengan nama nemo. Jadi ingat Pak Ahok dengan filosofi nemonya.  Ah, Pak Ahok, di Labuan Bajo pun kamu hadir di ingatanku. 

Selain snorkeling pengunjung juga dapat dengan leluasa melakukan free dive karena ombak di pantai ini cukup tenang sehinga tidak terlalu bahaya untuk para free diver. Namun, jelas kami tidak melakukan kegiatan yang satu ini. Di antara peserta sepertinya saya belum mendengar ada yang diver. Dasar yang cukup dalam dengan terumbu karang yang cantik bisa ditemui di area yang tidak terlalu jauh dari tepi pantai.

O, ya berhati-hati saat berenang karena karangnya agak tajam. Hindari juga bulu babi yang kadang tiba-tiba muncul. Pengalaman teman saya Ibu Margareth ( teman yang bersama saya naik ke Bukit Padar) terkena bulu babi. Dia sudah panik. Untung ada Ibu Yuni, guru biologi. Ia tahu jurus jitu menetralkan bisa bulu babi yaitu dengan air kencing. Nah, jadilah adiknya Ibu Margareth,  bernama Ibu Vita, mengencingi kakaknya. 

(doc.pribadi)

Hari sudah beranjak senja. Matahari mulai terbenam di sebelah barat. Kuning kemerahan. Seperti jeruk sankist yang bulat dan besar. Panorama bertambah sempurna dipadu dengan langit biru yang semburat jingga dan kuning. Sesekali camar melayang, menukik sebentar ke permukaan air laut, lalu terbang menghilang di balik perbukitan Pulau Kelor. Barang kali ia akan pulang ke sarang di balik karang yang berdiri kokoh di sepanjang perbukitan Kelor. 

Kami rombongan diminta untuk kembali menaiki kapal kami. Kajoma Eco dan awaknya sudah siap melayani kami. Bayu, lelaki Bajo,  si pengendara kapal motor kecil,  mulai mengangkut kami. Badannya yang gagah dengan otot-otot lengannya yang kekar menonjol dari balik kaus putih yang dikenakannya. Kontras dengan kulitnya yang gelap kecoklatan. Sungguh pemandangan yang sangat maskulin.

Kami tiba di kapal, hari mulai meremang. Pak Solohin, Sang Kapten, mulai menyalakan mesin kapal. Kapal Kajoma Eco pun mulai berlayar menembus lautan biru yang diselimuti cahaya mentari senja nan jingga. 

Dalam pejalanan kami habiskan untuk bernyanyi lagu apa saja. Pak Moko dan Andre, chef kapal, bergantian mengiringi kegilaan kami dengan genjrengan gitarnya. Semenatra Dwiyanto dan Leo, sang guide, menyemarakkannya dengan tabuhan kendang dari barang dapur yang ada di sekitar situ. Begitu semaraknya senja di Laut Flores. 

(doc.pribadi)

Tiba-tiba gerimis turun menyelimuti senja itu. Nampak matahari masih bersinar. Titik-titik air hujan turun dengan lembutnya. Tal ayal lagi, fenomena alam ini pasti akan memunculkan satu kejadian alam yaitu pelangi. Dan.... tralala......pelangi tersaji di hadapan kami. Melengkung sempurna.

(doc.pribadi)

Saya adalah orang yang sangat peka dengan pelangi. Saya kalau melihat pelangi girangnya tak ketulungan. Sejak kecil saya suka pelangi. Pelangi itu membawa banyak kenangan manis dalam hidup saya. Saat saya bersama almarhum ayah saya ke sawah dan melihat pelangi di hadapan kami. Lalu malamnya ayah saya bercerita tentang seorang putri yang turun dari kayangan untuk mandi di bumi dengan meniti pelangi. Dongeng itu sangat berkesan bagi saya. Tambah lagi ketika saya mulai belajar Al Kitab, dalam Perjanjian Lama ada kisah tentang Nabi Nuh. Dalam kisah itu Tuhan menyatakan janji-Nya bahwa tak akan lagi membuat bencana bah seperti itu. Lalu muncul pelangi untuk menyatakan janji Tuhan pada Nuh.  

(doc.pribadi)

Sungguh saat itu saya sangat terharu. Seharian saya melihat keindahan alam yang fantastic, sekarang pelangi hadir di depan saya. Saya beranjak dari kegembiraan rombongan, sedikit menepi untuk memperhatikan pelangi untuk diri sendiri. Saya berdoa untuk semua keindahan yang diberikan-Nya pada hari ini untuk saya. Saya bersyukur untuk segala sesuatu yang Tuhan beri dalam hidup saya. Saya tahu Dia berbicara lewat semuanya, khususnya pelangi yang tersaji saat ini di hadapan saya. Bahwa janji-Nya untukku itu pasti, untuk keluargaku, untuk negriku, untuk bangsaku: Dia akan selalu memberkati dan mengasihi saya, Anda, kita semua. Bersama gerimis turun, setetes air mata syukur pun menetes dari pelupuk mata saya. 
(Christina Enung Martina, Kala Senja di Laut Flores, 26 Mei 2017)

Minggu, 04 Juni 2017

PERJALANAN LABUAN BAJO 4

Pulau Rinca




Rinca adalah sebuah pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara. Pulau Rinca beserta Pulau Komodo dan Pulau Padar merupakan kawasan Taman Nasional Komodo yang dikelola oleh Pemerintah Pusat. Pulau Rinca berada di sebelah barat Pulau Flores, yang dipisahkan oleh Selat Molo.

Pulau ini juga merupakan bagian dari Situs Warisan Dunia UNESCO, karena merupakan kawasan Taman Nasional Komodo bersama dengan Pulau Komodo, Pulau Padar, dan Gili Motang. Titik  tertinggi pulau ini berada di Doro (Gunung) Ora, 670 m dpl. Secara administratif, pulau ini termasuk wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur. 

Di pulau ini hidup berbagai jenis binatang seperti komodo, rusa,  babi liar, kerbau dan burung. Pulau Rinca dapat dicapai dengan perahu kecil dari Labuan Bajo di Flores barat.

Pulau Rinca adalah salah satu pulau yang dihuni oleh sang naga purba, komodo. Pulau ini terletak di bagian barat pulau Flores dan masih masuk dalan Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat. Secara Geografis Pulau Rinca juga merupakan salah satu pulau yang masuk dalam wilayah Taman Nasional Komodo. Berjarak tempuh sekitar 2 jam dari Labuan Bajo.  Pulau ini ramai sekali didatangi oleh pengunjung yang hendak melihat habitat dari kadal raksasa purba yang masih tersisa di dunia.

Pintu masuk Pulau Rinca adalah dermaga Loh Buaya. Katanya, dinamai sebagai Loh Buaya karena dulu banyak buaya di sekitar sini. Namun, waktu ke sana saya tidak melihatnya, yang nampak  malah monyet yang berkeliaran. Tak nampak satupun buaya yang nongkrong di sini. Apa mungkin karena terlalu banyak saingan yaitu buaya darat yang senang nongkrong ke mall kali ya?



Patung Komodo setinggi tiga meter  menyapa kami di dekat dermaga. Kedua patung komodo ini dibuat  sebagai gerbang untuk memasuki area komodo. 

Perjalanan kami berlima belas ditemani oleh dua orang ranger dan guide kami, Leo. Satu ranger berjalan paling depan dan satunya lagi berada di paling belakang rombongan. Di Sepanjang rute trekking ini banyak sekali sign/ tanda  yang mengajurkan kita tidak boleh terpisah dari group. Akan sangat berbahaya jika kita terpisah dari group karena komodo tak dapat diduga. Ranger dengan tongkat “sakti” nya yang berbentuk cagak membawa kami betemu dengan si komodo yang sedang  tidur dan ada juga yang sedang berjalan.

Tersedia pilihan jalur trekking di Pulau Rinca,  yaitu mulai dari trekking pendek, medium hingga yang panjang. Pengunjung bebas menentukan sendiri pilihan rute tersebut, disesuaikan dengan kondisi fisik demi keselamatan dan meminimalisir resiko di lapangan nantinya. Di sepanjang jalur trekking, pengunjung akan ditemani oleh pemandangan indah berupa jajaran perbukitan dan hamparan laut biru. Bukit ini akan kering dan bewarna kuning di saat musim kemarau sedangkan apabila masuk musim penghujan, bukit ini akan berubah warna menjadi hijau. Di sela-sela perjalanan trekking, pengunjung akan menemukan puncak bukit yang memiliki pemandangan khas Pulau Rinca. Hamparan laut biru dipadukan dengan perbukitan eksotis semakin menambah keindahan Pulau Rinca. Sungguh memanjakan mata setiap pengunjungnya.



Namun, sebetulnya kami agak tegang ketika mengikuti trekking di Pulau Rinca ini. Kenapa? Karena kami sudah mendapatkan informasi tentang wilayah rumah si kadal raksasa ini dari bacaan juga dari guide. Informasi yang sampai pada kami adalah bahwa kami tidak boleh memakai baju merah, berjalan jangan berisik, perempuan yang sedang menstruasi tidak boleh ikut, tidak boleh bawa makanan terutama yang berbau amis, dan kalau ada yang  mempunyai luka terbuka juga tidak boleh ikut. Begitu banyak hal yang menjadi larangan. 

Rupanya wajah kami yang tegang terbaca ranjer kami yang bernama Pak Aris. Dengan kelakarnya yang khas, ia mencairkan suasana tegang kami. “ Saya merasa sedih karena tamu saya nampak tidak bahagia,” begitu katanya. Jadilah kami mulai berkicau lagi. Pak Aris menjelaskan berabgai hal seputar komodo. Sesekali kami bertanya untuk mengetahui informasi yang lebih lengkap. 

Pak Aris adalah orang Bajo yang memang tinggal di sekitar Pulau Rinca. Beliau mengetahui persis seluk beluk tentang komodo. Ini hasil penjelasan Pak Aris yang saya gabung dari sumber lain tentang komodo.

Orang setempat mengenalnya dengan nama “Orah”, namun di Indonesia dan dunia internasional hewan purba ini lebih dikenal dengan nama “Komodo” atau “Komodo The Dragon”.
Di Nusa Tenggara Timur, komodo bisa ditemui di 4 pulau utama seperti Pulau Padar, Gili Montang, Pulau Rinca dan tentunya Pulau Komodo. Namun untuk pariwisata, sepertinya lebih keren Pulau Rinca. Soalnya di sini lebih gampang ketemu si komo, dan pemandangan dari salah satu puncak di pulaunya suatu epik luar biasa.

Si kadal raksasa yang namanya kian mendunia ini pertama kali ditemukan oleh orang Belanda, seorang Letnan Belanda JKH van Stein pada tahun 1911. Aslinya sih yang pertama kali lihat sudah pasti orang Flores ya, cuma karena waktu itu yang sudah pinter dan mengerti keilmuan  orang Belanda ya akhirnya mereka yang diakui. Kalau yang menamai “Varanus komodoensis” sendiri adalah Pieter Antonie Ouwens, seorang ilmuan dan direktur dari Java Zoological Museum and Botanical Gardens di Buitenzorg.

Mengutip dari floresa.co, asal usul Komodo berdasarkan cerita legendanya itu seperti ini:
Pada zaman dahulu kala, seorang putri gaib hidup di Komodo, dan dipanggil sebagai Putri Naga oleh masyarakat setempat. Putri menikah dengan seorang laki-laki bernama Majo dan melahirkan anak kembar: seorang bayi laki-laki dan seekor bayi naga. Anak laki-lakinya diberi nama Si Gerong, dan dibesarkan diantara manusia; sementara naga yang dinamainya Orah, dibesarkan di hutan. Mereka berdua tidak saling tahu satu sama lain.

Beberapa tahun kemudian, Si Gerong yang sedang berburu di hutan, membunuh rusa. Tetapi sewaktu ia hendak mengambil hasil buruannya, datanglah seekor kadal besar dari semak belukar yang berusaha untuk merampas rusa itu. Si Gerong berusaha mengusir hewan itu, tetapi tidak bisa. Hewan itu berdiri di atas bangkai rusa sambil memberi peringatan dengan menyeringai.

Si Gerong mengangkat tombaknya untuk membunuh kadal itu. Tiba-tiba  tiba-tiba muncul wanita cantik dan bersinar, yaitu  Putri Naga. Dengan cepat, ia meleraikan mereka, dan memberitahu Si Gerong, “Jangan bunuh hewan ini, dia adalah saudara perempuanmu, Orah. Aku yang melahirkan kalian. Anggaplah dia sesamamu karena kalian bersaudara kembar.”

Mungkin itulah alasan  para ranger (para keturunan si Gerong) yang kebanyakan orang lokal itu  seakan bisa berkomunikasi dengan si kadal raksasa ini karena mereka masih saudara.

Menurut sang ranger, komodo adalah hewan kanibal alias bisa memakan kaumnya juga. Komodo Betina hanya perduli terhadap telurnya saja, komodo betina akan menginkubasi telurnya selama 3 bulan kemudian telur-telur tersebut akan ditinggalkannya dan kembali lagi 9 bulan kemudian saat telur-telurnya akan menetas. Komodo kecil yang kemudian berhasil menetas akan langsung berjalan dan naik ke atas pohon. Itulah cara mereka mempertahankan diri. Selama di atas pohon mereka akan memangsa serangga atau ular atau telur dan anak-anak burung.

Di Pulau Rinca terdapat kurang lebih 1500 ekor komodo yang tersebar di seluruh pulau. Pak Aris bercerita kalau kasus gigitan komodo yang terjadi pada turis Singapura itu adalah kesalahan si turis. Sebelumnya turis ini sudah diingatkan agar berjalan dalam rombongan bersama ranger. Namun, si turis ini ngeyel, dia berjalan sendirian. Akhirnya apa yang dikuatirkan terjadi.

Sebelumnya di Rinca komodo tidak pernah menyerang pengunjung. Umumnya yang menjadi korban gigitan komodo adalah ranger, polisi hutan,  atau warga lokal yang ada di sana. Seperti sudah kita ketahui kalau gigitan komodo itu sangat beracun dan belum ada obatnya di pulau ini. Sekarang di Labuan Bajo sudah ada Rumah Sakit Siloam. Bagi mereka yang tergigit maka akan langsung dibawa ke rumah sakit. Bila kasusnya serius akan  diterbangkan ke Bali untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik secara medis.

Oh iya, komodo yang ada di sini tidak diberi makan lho. Mereka berburu sendiri makanannya. Biasanya komodo ini berburu rusa atau kerbau liar. Hal tersebut dilakukan oleh pihak Taman Komodo untuk menjaga insting memburunya dan tidak menjadikan Komodo menjadi manja yang mendapatkan makanannya dengan mudah. 


Kami kembali dengan perasaan yang takjub karena masih ada sisa hewan purbakala di tempat ini. Kami juga merasa lega karena lepas dari ketegangan. Tibalah kami di kapal. Awak kapal, si juru masak, Andre,  sudah menyediakan makan siang untuk kami dengan menu yang menerbitkan air lir. Menu makan siang kami adalah nasi putih, cumi goreng tepung, ayam asam manis, sup ikan tuna, mi goreng, cap cai, dan buahnya semangka. Luar biasa. Perut lapar dan makanan lezat, ini sangat cocok. Maka doa makan pun dilambungkan bersama. Cepat dan padat. Puji Tuhan untuk kebersamaan, persaudaraan, keindahan, kesempatan langka, alam yang elok, dan makanan yang tersedia, serta pelayanan orang-orang yang membuat semua terselenggara. 


( Ch. Enung Martina, Loh Buaya, Pulau Rinca, Labuan Bajo, 26 Mei 2017)