Sabtu, 12 September 2015

Belajar dari Yudas Iskariot

Yudas Iskariot diingat orang sebagai penghianat keji. Namun, betapa munafiknya kita jika kita berpikir kisahnya tidak bisa menjadi kisah kita sendiri. Mari kita mengenal Yudas Iskariot dan belajar dari kisahnya.

Wikipedia menulis: Yudas Iskariot" ditulis sebagai Ιούδας Ισκάριωθ dan Ισκαριώτης. "Yudas" (ditulis "Ioudas" dalam bahasa Yunani kuno, "Iudas" dalam bahasa Latin, dilafalkan  yudas  dalam kedua bahasa tersebut) merupakan bentuk Yunani dari nama umum Ibrani Yehuda (יהודה, Yehûdâh, bahasa Ibrani yang artinya "Allah dipuji.

Dalam daftar nama 12 murid, yang dipanggil  Yesus untuk menyertai Dia, yang terdapat dalam Injil Sinoptik, nama Yudas selalu yang terakhir disebut, dan biasanya disertai keterangan dengan kesan buruk. Kata 'Iskariot' ditambahkan pada namanya, terutama dalam Injil Yohanes. Nama Simon disebut sebagai ayah Yudas. Fakta-fakta tambahan karya Yohanes ini mengukuhkan asal kata 'Iskariot' dari kata Ibrani 'isy qeriyot’, artinya 'orang Keriot'. Keriot terletak di Moab menurut Yer 48:24, 41; Am 2:2. Tapi ada kemungkinan tempat lain, yaitu Keriot-Hezron (Yos 15:25), yang letaknya 18 km sebelah selatan Hebron.

Dalam kelompok rasul Yudas adalah bendahara (Yoh 13:29), sementara ayat yang lain menyebut dia pencuri (12:6), terutama, menurut dugaan, ia 'menggelapkan' uang yang dipercayakan kepadanya.  Ia mencela tindakan Maria meminyaki kaki Yesus dengan minyak yang sangat mahal (Yoh 12:3-5). Tulisan Yohanes ini menelanjangi ketamakan Yudas, yang tidak melihat unsur spiritual dalam perbuatan Maria yang justru dipuji oleh Yesus (Mrk 14:6). Yudas hanya melihat sesuatu yang material yaitu uang dapat menambah dana rasul-rasul, dan dengan demikian menambah isi kantongnya sendiri. Bahkan kepalsuan hatinya dipoles lagi dengan mengatakan bahwa uang itu dapat diberikan untuk membantu orang miskin.

Segera sesudah peristiwa itu,  Yudas menghadap imam-imam kepala untuk mengkhianati Tuhan Yesus (Mat 26:14-16; Mrk 14:10-11; Luk 22:3-6). Injil Markus menyajikan  fakta pengkhianatan itu, dan menambahkan bahwa imam-imam berjanji akan memberikan uang kepadanya.  Injil Lukas menyajikan arti mendalam dari tindakan itu, dengan menceritakan bahwa Iblis masuk ke dalam hati Yudas dan membisikkan dosanya itu.  Keempat Injil sependapat bahwa Yudas memutuskan untuk mencari kesempatan yang baik, kapan ia bisa menyerahkan Yesus kepada musuh-musuh-Nya 'tanpa setahu orang banyak'.

Kesempatan datang pada malam waktu Yesus bersama kedua belas murid berkumpul di ruang atas untuk merayakan tradisi Paskah Yahudi. Kenyataan ini dilestarikan dalam tradisi Perjamuan Kudus dalam Perayaan Ekaristi sekarang. Tuhan Yesus, dengan nalar keilahian-Nya, mengtahui apa yg akan dilakukan Yudas. Dalam Yoh.13:21 Yesus bekata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang diantara kamu akan menyerahkan Aku”.

Rencana yang telah diatur untuk menangkap Tuhan Yesus sekarang dilaksanakan. Tempat yang dirahasiakan Yudas untuk mengkhianati Yesus, ternyata adalah Getsemani tempat Yesus dan murid-murid-Nya untuk berdoa malam itu. Dan saat Tuhan Yesus berdoa, sepasukan tentara muncul dipimpin oleh Yudas (Mrk 14:43). Dan siapa yang akan diciduk ditandai dengan perbuatan yang sangat ironis, 'Orang yang kucium, itulah Dia'. Dan dengan demikian tuntaslah tugas Yudas.

Saat-saat akhir sisa hidup Yudas penuh kengerian. Alkitab melaporkan penyesalannya yang memilukan itu. Dalam kondisi dikuasai penyesalan yang dalam , ia kembali kepada orang-orang yang sudah bersekongkol dengannya dan berkata: “ Aku telah berdosa karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah,” dan mendapat jawaban,”Apa urusan kami dengan itu? Itu urusanmu sendiri!” (Mat.24:7). Yudas mencoba mengembalikan uang itu, tetapi imam-imam kepala menolak untuk menerima 30 keping uang perak yang sudah mereka bayarkan. Pada akhir cerita Yudas ditemukan mati dengan menggantung dirinya pada sebuah pohon yang ada di sebuah lereng.

Kisahnya menimbulkan pertanyaan mengenai watak Yudas yang sesungguhnya. Timbul beberapa pertanyaan yaitu: apakah yang mendorong dia ke jurusan dan nasib yang mengerikan ini? Mengapa Yesus memilih dia, walaupun Yesus tahu bahwa Yudas akan menyerahkan Dia?

Beberapa alasan berikut pernah dikemukakan: keinginan untuk menjadi pahlawan bangsanya yang membebaskan Israel dari penjajahan Romawi, cinta uang, cemburu kepada murid-murid lain, ketakutan akan akhir pelayanan Guru-nya yang tak terelakkan, niat yang membara untuk memaksa Yesus menyatakan diri-Nya Mesias. Juga alasan hati yang sebal dan dendam, yang timbul sesudah harapan-harapan duniawinya pudar; hati yang tidak senang menjurus kepada penyesalan mengikuti Yesus, dan penyesalan ini berubah menjadi kebencian.

Namun, kita sebagai umat beriman perlu melihat pedoman untuk menjawab pertanyaan kritis tersebut. Pedoman tersebut adalah:
Pertama, kita tidak boleh meragukan kesungguhan panggilan Tuhan Yesus. Pada mulanya Yesus memandang Yudas sebagai murid dan pengikut berbakat. Tak ada pra dalil lain untuk menilai benar tidaknya kebijakan Yesus, juga ajaran-Nya yang berulang-ulang kepada Yudas yang juga diterima oleh rasul yang lain. Kedua, pengetahuan Tuhan Yesus sebelum bertemu dengan Yudas tidak mencakup penentuan untuk menjadikannya murid, dan menentukan bahwa Yudas secara tak terelakkan harus menjadi pengkhianat. Hal ketiga adalah  Yudas tak pernah sungguh-sungguh menjadi murid Kristus. Dia jatuh dari jabatan rasul, tetapi (sepanjang kita tahu) ia tak pernah mempunyai persekutuan yang sungguh dengan Tuhan Yesus. Gelar Yesus yang tertinggi bagi Yudas ialah 'Rabi' (Mat 26:25) bukan 'Tuhan'.

Dari sini kita sebagai orang beriman belajar bahwa dalam  arena Alkitab ia hidup sebagai peringatan yang mengerikan bagi setiap pengikut Yesus yg tidak sungguh-sungguh pasrah terikat kepada-Nya, kendati memang benar berada dalam persekutuan-Nya, tapi tidak memiliki Roh-Nya. Yudas meninggal sebagai 'seorang ang bernasib malang dan yang terkutuk', atas pilihannya sendiri.

Beberapa hal yang saya pelajari dari Yudas adalah karena ia berasal dari kota Keriot, di sebelah selatan Yudea, sementara sebagian besar murid-murid berasal dari Galilea. Pada masa itu, orang Yudea memiliki kebanggaan sendiri karena merasa diri lebih murni dan lebih elite daripada orang Galilea. Saya belajar tentang rasa nasionalisme yang tinggi. Meskipun, nasionalisme yang berlebihan bisa berakhir dengan kesombongan dan kepicikan.
Yudas adalah pilihan Yesus. Jadi pilihan-NYA pasti tidak salah. Dan sebagai salah satu dari ke-12 murid maka Yudas adalah kandidat Rasul yang akan memerintah bersama Tuhan Yesus di sorga. Betapa mulianya kedudukan ini! Di antara murid-murid-NYA, Yudas juga dipercaya untuk memegang kas keuangan (bendahara). Ia juga merangkap sie sosial yang membagi-bagikan uang untuk orang-orang miskin. Dengan demikian tentunya Yudas lebih dikenal dan dihormarti oleh banyak orang daripada murid-murid yang lain. Sebagai murid dari “Tangan Pertama”, Yudas memiliki banyak kesempatan yang luar biasa. Dia mendengar Firman TUHAN yang keluar dari mulut Sang Firman, TUHAN itu sendiri, ia melihat bahkan mengambil bagian dalam mujizat-mujizat Yesus Kristus yang luar biasa. Ini adalah hal yang luar biasa meskipun akhirnya karena pilihannya ia menyia-nyiakan karunia ini.
Yudas menyimpan ketidakjujuran dalam dirinya. Ia tidak mengijinkan Firman TUHAN untuk mengubahkan hidupnya. Parameter kejujuran seseorang dilihat dari bagaimana ia menghandle keuangan. Jika seseorang jujur dalam keuangan, ia orang yang jujur, jika tidak jujur dalam keuangan, ia seorang yang tidak jujur. Sikap terhadap keuangan juga menunjukkan bagaimana kasih kita kepada Tuhan Yesus. Saya belajar untuk bisa menghendel keuangan saya dan mengelolanya sebijak mungkin.

Yudas mengikuti Yesus dengan ambisi tersembunyi. Saat ia melihat Tuhan Yesus mendemonstrasikan kehebatan-Nya, pengikut makin bertambah, makin terkenal dan mau menjadikan Yesus ristus bukan berjalan ke tahta melainkan menuju salib, ia menjadi kecewa, ambisinya tidak terpenuhi. Terkadang saya juga mempunyai ambisi tersembunyi untuk suatu pekerjaan yang saya lakukan yang nampaknya itu pekerjaan sosial atau kebaikan. Kebaikan yang saya lakukan tak murni karena ada tujuan yang ingin saya raih untuk kepentingan pribadi saya.

O, ya perlu saya tegaskan bahwa bukan berarti kita tidak boleh memiliki “ambisi” , tetapi  tujuan di balik semua itu sangat menentukan. Di balik kebaikan yang kita lakukan, dibalik hal yang kita kerjakan, di balik hal yang kita perjuangkan, adalah untuk mengenal Dia dan memuliakan nama-Nya. Jangan sampai ambisi pribadi kita membawa kita kepada kebinasaan seperti ambisi Yudas yang membawanya kepada kematian yang sia-sia.

 (Ch. Enung Martina)