Jumat, 20 Juni 2025

Kata Kenangan Untuk Adik Bungsuku


 Untuk Maria Iroh, Adikku yang Tabah

Tak banyak kata yang kau tinggalkan,
tapi jejakmu nyata di tanah rumah masa kecil kita
di sudut dapur, di pekarangan,
di pangkuan ibu yang dulu kau rawat dengan kasih diam-diam.

Kau jalani hidupmu seperti air,
tenang, mengalir, memberi,
menyembunyikan luka bahkan dari kami yang mencintaimu.
Kami baru tahu kau sakit…
saat tubuhmu tak lagi bisa melindungi rahasia itu.

Iroh, adikku, 
namamu akan tetap tinggal di antara kami
sebagai tanda kekuatan perempuan desa yang tak banyak bicara,
tapi bekerja tanpa pamrih.
Sebagai tangan ringan yang siap bantu siapa pun yang membutuhkan.
Sebagai penjaga tanah dan rumah warisan, imah kabuyutan
rumah tempat kita menanam kenangan bersama keluarga kita.

Kau bukan hanya adik,
kau adalah tiang yang diam-diam menyangga banyak hal.
Dan kini, kami harus belajar hidup tanpa hadirmu.
Tapi tidak tanpa cintamu.
dan di hati kami yang sedang belajar menerima.

Selamat jalan, Maria Iroh.
Semoga damai dan cahaya kekal memelukmu,
seperti pelukan ibu yang dulu kau jaga sampai akhir hayatnya.

Kini kau sudah berbaring dalam damai kekal bersama Emak, Bapak, Nini, Aki, dan semua leluhur kita



Doa untuk Maria Iroh
(Adik yang kami cintai)

Allah yang Maharahim,
hari-hari ini hati kami diliputi duka karena Engkau telah memanggil pulang Maria Iroh,
adik kami, saudari kami, pribadi yang sederhana dan setia.

Kami bersyukur atas hidupnya
atas ketulusan yang dia berikan dalam diam,
atas cintanya yang nyata dalam kerja dan pengorbanan,
atas ketabahannya yang tak pernah mengeluh,
meski tubuhnya memikul beban yang tak kami tahu.

Ya Tuhan,
terimalah Maria Iroh dalam pelukan kasih-Mu.
Ampunilah segala dosanya, dan bukakan pintu surga baginya.
Biarlah ia beristirahat dalam damai,
bersama para kudus dan semua yang telah Engkau panggil lebih dahulu.

Kuatkan kami yang ditinggalkan:
Bayu dan Ira, suaminya,
kami kakak dan saudara-saudarinya, dan seluruh keluarga besar
serta semua yang mencintainya.
Ajari kami menerima kepergiannya dengan iman dan harapan,
bahwa kematian bukan akhir,
melainkan perjumpaan dengan-Mu yang hidup dan setia selamanya.

Tuhan, ubahlah air mata kami menjadi doa,
dan kehilangan ini menjadi kenangan yang menguatkan.
Dalam kasih-Mu, kami serahkan Maria Iroh.
Dalam iman, kami percaya:
ia kini ada dalam terang wajah-Mu.

Amin.

Rabu, 04 Juni 2025

Puisi tentang Sapiens

 


Jejak Manusia

Manusia berjalan dengan dua kakinya tegak,
Otak besar menjulang dalam sunyi berpikir,
Di tengah rimba sosial mereka bertindak,
Menenun norma, bahasa, dan ritual tak berakhir.

Dari Afrika mereka mengawali langkah,
Menyusuri zaman, memburu dan mengumpul,
Hingga ladang dan kota pun tumbuh megah,
Dalam peradaban yang silih bergumul.

Tubuhnya beragam, namun gen tetap serupa,
Lelaki dan perempuan saling melengkapi,
Dengan nyala api dan rasa yang menyapa,
Mereka belajar bertahan dan memberi arti.

Di balik mata yang merenung dunia,
Ada imajinasi dan tanya tak henti,
Manusia mencipta, menyusun makna semesta,
Menjaga warisan pikiran hingga abadi.

Senin, 26 Mei 2025

Renungan Terpadu -

         


(doc. pribadi)



      Catatan hasil refleksi bersama beberapa orang  fasilitator Emaus Journey Villa Melati Mas pada     hari  Senin, 26 Mei 2026, terkait dengan bacaan di bawah ini.     

  • Kisah Para Rasul 7:55–60 (kemartiran Stefanus),

  • Yohanes 17:20–27 (doa Yesus agar semua murid menjadi satu),.

  • Wahyu 22:12–20 (janji kedatangan Yesus yang segera),

  • dengan penekanan pada ciri khas Gereja Katolik: satu, kudus, katolik, dan apostolik.

Dalam terang Sabda Tuhan hari ini, kita diajak memandang Gereja Katolik sebagai persekutuan umat Allah yang dipanggil untuk hidup dalam kesatuan, kekudusan, pewartaan, dan harapan akan kedatangan Kristus. Ketiga bacaan suci memberikan gambaran utuh mengenai jati diri Gereja dan panggilan kita sebagai anggotanya.

1. Gereja yang SATU: Doa Kristus bagi Kesatuan (Yohanes 17:20–27)

Yesus, menjelang sengsara dan wafat-Nya, memanjatkan doa agar semua murid-Nya “menjadi satu seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau.” Kesatuan ini bukan hasil buatan manusia, tetapi karunia dari Allah sendiri, yang ditanamkan melalui iman, sakramen, dan kasih.

Dalam dunia yang sering terpecah oleh perbedaan, Gereja dipanggil menjadi tanda nyata persatuan dalam Kristus: lintas budaya, bangsa, usia, dan status sosial. Kesatuan ini tetap dijaga oleh Gereja Katolik lewat kesetiaan pada ajaran para rasul, pada Paus sebagai penerus Petrus, dan dalam perayaan Ekaristi yang sama di seluruh dunia.

Refleksi: Apakah aku berkontribusi dalam menjaga kesatuan dalam keluargaku, komunitas, dan Gereja? Ataukah aku justru menambah luka-luka perpecahan?


2. Gereja yang KUDUS: Teladan Stefanus (Kisah 7:55–60)

Stefanus, martir pertama, memberikan kesaksian iman yang luar biasa. Di tengah penderitaan, ia tetap memandang ke surga, bersatu dengan Kristus, dan mengampuni mereka yang membunuhnya. Inilah buah dari kekudusan: hidup dalam Roh Kudus, bersatu dengan Kristus, dan mencerminkan kasih Allah bahkan kepada musuh.

Gereja disebut kudus bukan karena anggotanya sempurna, tetapi karena Kristus yang kudus menjadi Kepala-Nya, Roh Kudus menghidupinya, dan sakramen-sakramen menyucikan umat-Nya. Kekudusan adalah proses ziarah yang harus dijalani setiap hari dengan kesetiaan, pertobatan, dan kasih.

Refleksi: Apakah aku bersedia menjadi kudus di tengah dunia, dengan memaafkan, membangun damai, dan hidup benar?


3. Gereja yang KATOLIK: Terbuka bagi Semua dan Menanti Penggenapan (Wahyu 22:12–20)

Yesus berkata: “Sesungguhnya Aku datang segera.” Gereja Katolik, yang berarti "universal", terbuka untuk segala bangsa dan zaman, dan senantiasa menantikan kedatangan Tuhan dengan penuh harapan.

Sebagai umat Katolik, kita bukan hanya hidup untuk dunia ini, tetapi juga untuk Kerajaan Allah yang akan datang. Doa kita: “Datanglah, Tuhan Yesus!” menjadi ekspresi iman dan kerinduan akan pemenuhan janji keselamatan.

Refleksi: Apakah hidupku mencerminkan harapan akan kedatangan Kristus? Apakah aku bersaksi tentang kasih Allah yang universal kepada semua orang?


4. Gereja yang APOSTOLIK: Berdiri di Atas Pewartaan Para Rasul

Stefanus adalah buah dari pewartaan para rasul. Doa Yesus menyebut orang-orang yang percaya melalui pewartaan mereka, dan dalam Wahyu, janji Yesus ditujukan kepada komunitas yang memegang teguh ajaran iman sampai akhir.

Gereja Katolik disebut apostolik karena berakar pada pewartaan dan tradisi para rasul, dijaga dalam ajaran magisterium (pengajaran resmi Gereja), dan dilanjutkan melalui suksesi para uskup yang ditahbiskan secara sah dalam garis kerasulan.

Refleksi: Apakah aku setia pada ajaran iman Katolik yang bersumber dari para rasul? Ataukah aku memilih ajaran-ajaran yang hanya menyenangkan telinga?


Penutup: Gereja yang Setia Menanti dan Bersaksi

Gereja Katolik — yang satu, kudus, katolik, dan apostolik — adalah tubuh Kristus yang hidup. Kita adalah bagian dari tubuh itu, dipanggil untuk:

  • hidup dalam kesatuan,

  • bertumbuh dalam kekudusan,

  • menjadi saksi kasih yang universal, dan

  • mewartakan iman yang apostolik,
    sambil menantikan kedatangan Tuhan dengan penuh harapan.

Doa:

Tuhan Yesus, Engkau adalah Alfa dan Omega, yang datang untuk menyatukan, menguduskan, dan menyelamatkan umat-Mu. Berilah kami rahmat untuk hidup setia dalam Gereja-Mu yang satu, kudus, katolik, dan apostolik. Jadikan kami saksi kasih-Mu di dunia ini, hingga Engkau datang kembali dalam kemuliaan.
Amin. Datanglah, Tuhan Yesus!


Senin, 19 Mei 2025

Roh Kudus di Tengah Dunia Digital

 


"Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku..."

— Kisah Para Rasul 1:8


Dunia kita kini berubah cepat. Segalanya menjadi digital: belajar, bekerja, bahkan beribadah. Ada teknologi canggih, robot, dan kecerdasan buatan (AI) yang bisa menjawab pertanyaan, menulis puisi, atau menyusun jadwal harian.

Pertanyaannya: Di mana Roh Kudus di tengah dunia digital ini?

Jawabannya: Roh Kudus tidak pernah absen.

Ia tidak hanya hadir di gereja atau saat kita berdoa, tetapi juga:

  • Di balik inspirasi ilmuwan yang menciptakan teknologi untuk kebaikan.

  • Di antara para guru yang menggunakan media digital untuk membentuk karakter muridnya.

  • Dalam hati seorang anak muda yang memakai medsos untuk menyebar harapan, bukan hoaks.

Roh Kudus adalah Roh yang kreatif, yang sejak awal menciptakan dunia bersama Allah dan Sabda-Nya. Maka, dunia digital pun bisa menjadi ladang karya-Nya.

 Tantangan di Era AI

Namun, seperti segala ciptaan, teknologi bisa disalahgunakan:

  • Jadi sumber kecanduan, bukan pertumbuhan.

  • Jadi pengganti relasi, bukan jembatan kasih.

  • Menjadikan manusia merasa seperti Tuhan, bukan semakin rendah hati.

Roh Kudus akan tetap menuntun—asal kita mau mendengarkan-Nya.

 Panggilan Kita: Menjadi Saksi di Dunia Digital

Hari ini, kita dipanggil bukan hanya menjadi pengguna teknologi, tapi:

  •  Saksi kasih di media sosial.

  •  Pewarta pengharapan lewat tulisan, gambar, atau video.

  •  Pendamping anak-anak dan remaja agar cerdas dan berhikmat dalam dunia digital.

Kiranya Roh Kudus selalu menjadi inspirasi bagi kita semua, membimbing dan mengarahkan pada Sang Kebenaran. Amin.


Minggu, 11 Mei 2025

Bukan Hanya Sekadar Kebetulan

 

Tanda-Tanda Kecil yang Bukan Kebetulan: Menemukan Makna di Balik Kejadian Sehari-hari

                                       Sumber: https://id.pngtree.com/free-backgrounds-photos/alam-semesta-abstrak-pictures

Ada kalanya dalam hidup, kita merasa ada "sesuatu" yang tidak kebetulan, meski tampaknya sepele dan tidak terencana. Salah satu pengalaman yang mengajarkan saya untuk lebih peka terhadap tanda-tanda kecil adalah sebuah kejadian yang baru saja saya alami.

Beberapa waktu yang lalu, ada rencana perjalanan keluar negeri bersama kantor (sekolah).  Ke Hongkong, tepatnya. Namun, hati saya merasa begitu berat untuk ikut. Salah satu alasan terbesar saya adalah perasaan kurang pantas untuk bergabung, mengingat baru saja saya selesai menghadapi kehilangan yang mendalam, yaitu berpulangnya Sr. Kepala yang saya hormati. Perasaan itu membawa saya pada keputusan untuk tidak ikut, meskipun tawaran itu sangat menggoda. Ada perasaan berat untuk ikut kegiatan tersebut. Kedukaan dan rasa kehilangan masih tetap bercokol dalam jiwa saya kala itu.  Padahal, biasanya tak pernah absen kantor pergi ke mana pun. Dua  bulan setelah saya memutuskan untuk tidak pergi, saya mendengar kabar bahwa perjalanan itu kemungkinan besar dibatalkan—bukan karena alasan pribadi atau apapun yang saya harapkan, tetapi karena maskapai penerbangan yang digunakan ternyata mengalami suspensi. Saya terdiam sejenak, merasa ada yang begitu berhubungan dengan pilihan saya untuk tidak ikut.

Saya merasa ini bukan kebetulan. Kadang, kita melihat dunia berputar dengan cara yang tidak kita rencanakan, dan ternyata Tuhan sering bekerja melalui hal-hal yang tampak "sepele". Ketika saya memilih untuk tetap tinggal dalam keadaan berduka, keputusan itu dilengkapi dengan cara Tuhan yang sangat bijaksana, memastikan bahwa tidak ada yang "terlewatkan" atau "salah arah". Sebuah cara ilahi yang sangat menyentuh, dan saya percaya ini adalah tanda yang diberikan-Nya untuk meneguhkan hati saya.

Tanda-tanda kecil semacam ini, yang awalnya kita anggap sebagai kebetulan atau kejadian tak terduga, sebenarnya sering kali adalah cara Tuhan berbicara kepada kita. Dalam discernment (pembedaan roh) kita belajar untuk tidak hanya mendengarkan suara hati, tetapi juga membaca setiap kejadian sebagai bagian dari perjalanan hidup kita yang lebih besar. Apa yang tampak sebagai kecelakaan atau kegagalan sering kali merupakan bagian dari rencana yang lebih indah yang mungkin tidak kita pahami pada saat itu.

Seperti halnya dalam ajaran Sunda Wiwitan yang mengajarkan tentang keharmonisan dengan alam dan sesama, atau dalam ajaran metta dan karuna dalam Buddhisme, hidup kita saling terhubung dengan orang lain dan dengan semesta. Tidak ada yang benar-benar terpisah—baik yang besar maupun yang kecil. Kita diminta untuk melihat ke setiap langkah kita, baik yang terang maupun yang gelap, dengan penuh pengertian, karena mungkin di sanalah Roh Kudus sedang menuntun.

Kehidupan kita ini, sesungguhnya penuh dengan tanda-tanda kecil yang bukan kebetulan, yang jika kita peka, akan membuka mata hati kita untuk merasakan kehadiran Tuhan dalam setiap detail kehidupan. Semoga kita semua semakin mampu menangkap makna di balik peristiwa-peristiwa sehari-hari, bahkan yang tampaknya sepele sekalipun. Sebab, tidak ada yang terjadi tanpa tujuan—semuanya saling berhubungan, mengarah pada satu titik yang lebih besar, yaitu kasih-Nya.

Senin, 21 April 2025

Refleksi Paskah 2025

 


Sumber: CNN Indonesia

Cahaya di Tengah Kegelapan

Sehari setelah Hari Raya Paskah, kita mendapat kabar duka tentang kepergian Bapa Suci Paus Fransiskus. Itu semua membuat Paskah tahun ini terasa sangat berbeda. Setelah gegap gempita perayaan kebangkitan Kristus, hati umat Katolik juga diselimuti kabut duka atas wafatnya Paus Fransiskus—sang gembala yang penuh kasih. Namun justru dalam suasana duka itu, pesan Paskah bersinar makin terang: bahwa di balik salib, ada cahaya kehidupan. Bahwa kematian bukan akhir, melainkan awal dari kehidupan yang kekal.

Pesan Paskah 2025 mengajak kita untuk tidak kehilangan harapan. Kristus bangkit bukan hanya sebagai peristiwa sejarah, tetapi sebagai janji yang hidup—bahwa terang akan selalu menang atas gelap. Seperti tertulis dalam Yohanes 1:5, “Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.” Paskah memberi kita keberanian untuk terus berjalan, meski dunia terasa tidak pasti.

Berbicara tentang Paus Fransiskus, bangsa Indonesia tak akan melupakan kunjungan beliau ke negeri kita tercinta ini. Sebagai tamu negara, Bapa Paus disambut oleh seluruh negeri.  Di Gelora Bung Karno, dalam Misa akbar yang penuh haru, saya merasakan pesan Paskah itu secara nyata. 

Hari itu, suasana di Gelora Bung Karno begitu mengharukan. Ribuan umat Katolik berkumpul dalam satu hati, merayakan Misa bersama Paus Fransiskus yang datang jauh-jauh untuk memberi berkat bagi bangsa ini. Dari setiap sudut stadion, terlihat wajah-wajah penuh harapan, semangat, dan syukur. Namun, langit yang mendung dan gerimis pun datang menjelang. 

Saat seluruh umat sedang menanti kedatangan Bapa Paus, tiba-tiba langit mendung dan gerimis pun mulai menitik. Momen yang paling menggugah hati adalah ketika seluruh umat dipimpin Romo Yus bersama-sama berdoa Salam Maria sepuluh kali. Setiap kata yang diucapkan, setiap doa yang dipanjatkan, seolah membentuk sebuah ikatan spiritual yang sangat kuat. Doa ini bukan hanya sekadar pengulangan kata-kata, tetapi penghubung jiwa-jiwa umat yang hadir di sana, mengharapkan berkat dan perlindungan dari Bunda Maria.

Dan tiba-tiba, seakan alam pun ikut bergabung dalam doa sepuluh kali doa Salam Maria, langit yang tadinya gelap mulai tersibak. Awan yang mendung perlahan menghilang, dan hujan yang sebelumnya mengancam untuk turun, seakan ditahan oleh kuasa doa umat yang penuh iman. Sebuah tanda yang tidak bisa dianggap remeh. Keajaiban itu menyentuh hati setiap orang yang hadir, membawa rasa haru yang mendalam. Betapa besar kuasa doa bersama—sebuah perwujudan nyata bahwa Tuhan mendengar dan menjawab dengan cara-Nya yang penuh kasih.

Momen tersebut seakan mengingatkan kami bahwa dalam setiap perayaan iman, kita tak hanya merayakan dengan kata-kata, tetapi dengan hati yang terbuka, dengan doa yang penuh keyakinan. Bahwa meski langit kadang mendung, harapan akan selalu ada, dan doa yang tulus akan selalu membuahkan berkat.

Di Gelora Bung Karno, dalam Misa akbar yang penuh haru, saya merasakan pesan Paskah itu secara nyata. Dengan  berdoa sepuluh kali Salam Maria. Dan sungguh ajaib—awan tersibak, hujan mengurung diri, dan langit perlahan membuka diri. Bagi saya, itu bukan sekadar fenomena alam. Itu adalah tanda: bahwa doa membawa harapan, dan iman menghadirkan keajaiban.

Dalam momen itu, seolah Tuhan ingin menunjukkan bahwa kebangkitan bukan hanya kisah dua ribu tahun lalu. Kebangkitan adalah peristiwa harian, ketika kita tetap percaya di tengah ancaman, tetap berdoa di tengah kegelisahan, dan tetap bersyukur meski awan kelabu menggantung. Sama seperti para murid yang awalnya bingung dan takut, akhirnya mengalami sukacita dan mendapat semangat kebangkitan. Demikian pula,  kita pun diajak untuk mengalami bahwa Yesus yang bangkit berjalan bersama kita.

Paus Fransiskus pernah berkata bahwa “kita adalah orang-orang Paskah dan Alleluia adalah lagu kita.” Maka meskipun duka melingkupi Gereja, kita tetap bernyanyi, tetap percaya. Karena kebangkitan Kristus adalah sumber harapan yang tidak pernah habis. Dan dalam setiap langit yang tersibak, kita melihat cahaya kasih-Nya terus menyinari jalan hidup kita.

Dari Audiensi 2015 hingga Warisan Kasih Paus Fransiskus

Puji Tuhan saya pernah mengalami audiensi umum bersama beliau.  Hari itu merupakan hari yang istimewa bagi kami, rombongan Santa Ursula BSD,  karena hari Rabu, 17 Juni 2015,  kami dapat  mengikuti audiensi umum pemimpin Gereja Katolik sedunia, Paus Fransiskus, di lapangan Basilika St. Petrus. Kami benar-benar menantikan peristiwa ini. Sesudah menikmati sarapan ala Italia di Vila Aurelia, kami berangkat untuk mengikuti acara istimewa ini.

Pada audiensi umum Paus Fransiskus saat itu, beliau menyampaikan pesan yang mendalam tentang belas kasih melalui kisah janda di Nain. Dalam Injil Lukas 7:11–17, Yesus menunjukkan kepedulian-Nya dengan menghidupkan kembali anak laki-laki janda tersebut, menyentuh hati banyak orang yang hadir. Paus Fransiskus menekankan bahwa belas kasih sejati melibatkan kehadiran dan perhatian kepada mereka yang menderita, bukan hanya memberi bantuan materi, tetapi juga memberi diri secara pribadi.​

Wafatnya Paus Fransiskus pada 21 April 2025, sehari setelah perayaan Paskah, seakan menjadi penggenapan dari kehidupan yang beliau dedikasikan untuk pelayanan kasih. Seperti Kristus yang menyerahkan diri-Nya demi umat manusia, Paus Fransiskus menyerahkan seluruh hidupnya untuk melayani Tuhan dan sesama, terutama mereka yang miskin dan terpinggirkan. 

Warisan yang beliau tinggalkan meliputi ajaran tentang cinta tanpa syarat, kepedulian terhadap lingkungan hidup, perhatian kepada anak muda, dan semangat persaudaraan universal.​ Dalam semangat Paskah ini, kita diajak untuk melanjutkan warisan kasih ini dengan menjadi pribadi yang peka terhadap penderitaan sesama, menjaga bumi yang kita tinggali, dan membangun persaudaraan di tengah perbedaan. Seperti Paus Fransiskus, marilah kita hidup sebagai pembawa damai dan kasih, meneruskan pesan Kristus yang hidup dalam diri kita.​ Selamat jalan Bapa Suci Paus Fransiskus, doakanlah kami yang masih terus berziarah. Amin. 

Jumat, 18 April 2025

Refleksi Tri Hari Suci 2025

 


Percaya bahwa Tuhan selalu mencukupkan tepat pada waktunya.



Dalam perjalanan iman, kita sering dihadapkan pada godaan dunia: memiliki lebih,      menyimpan lebih, mengejar lebih. Tapi lewat pengalaman hidup dan pelatihan yang        dijalani, saya justru belajar satu hal yang sangat dalam: bahwa hidup bukan soal berapa banyak yang kita punya, tapi seberapa dalam kita percaya bahwa Tuhan cukup.

Percaya bahwa Tuhan mencukupkan tepat pada waktunya—itulah yang membuat hati tenang. Ketika hati dipenuhi dengan rasa cukup, tidak ada lagi ruang untuk rasa takut, cemas, atau keinginan berlebihan. Keyakinan itu menjadi jangkar iman, apalagi di tengah dunia yang terus berubah dan penuh tuntutan.

Saya teringat pada kutipan dari Amsal 30:8-9:

"Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan, biarkan aku menikmati makanan yang menjadi bagianku."

Ayat ini begitu sederhana, namun dalam. Ia mengajarkan kerendahan hati dan pengharapan penuh hanya pada Tuhan. Saya melihat ayat ini seperti cermin hidup saya sendiri: hidup yang tidak berlebih, tapi cukup. Hidup yang penuh syukur, dan karena itu selalu merasa diberkati.

dalam perayaan Tri Hari Suci tahun ini saya mendapatkan beberapa renungan:

             Kamis Putih mengajarkan kita tentang pelayanan dan kerendahan hati. Yesus          membasuh kaki murid-murid-Nya, memberi teladan bahwa yang terbesar di antara kita adalah yang melayani. Dalam kesibukan hidup, saya diingatkan kembali: untuk menjadi cukup, kita harus belajar rendah hati. Tidak sibuk menimbun, tapi rela berbagi. Tidak hanya mencari pengakuan, tapi setia pada hal-hal sederhana.

Jumat Agung membawa kita pada keheningan salib. Di sana Yesus menyerahkan segalanya, bahkan nyawa-Nya. Bagi saya, ini adalah puncak dari kepercayaan penuh kepada Bapa. Ketika Yesus berkata, “Ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku”, Ia mengajarkan kita bahwa penyerahan total bukan kelemahan, melainkan kekuatan terbesar. Hidup yang cukup adalah hidup yang tahu kapan harus melepaskan.

Sabtu Suci adalah hari sunyi, hari menunggu dalam iman. Tidak ada tanda, tidak ada jawaban… hanya harapan yang diam-diam dijaga. Dalam kehidupan, kita sering mengalami Sabtu Suci: masa di mana doa belum dijawab, masa penantian yang panjang. Tapi di sinilah iman dibentuk. Dan di sinilah saya belajar percaya bahwa Tuhan tidak pernah terlambat. Ia selalu mencukupkan—tepat pada waktunya.

Jika suatu hari saya diberi kesempatan, saya ingin membagikan kesaksian ini. Bukan karena saya sempurna, tapi karena saya ingin orang lain tahu bahwa hidup dalam percaya dan cukup itu memberi damai yang sejati. Dan damai itu bukan berasal dari apa yang ada di tangan, tapi dari siapa yang memegang hidup kita.