Minggu, 08 Desember 2013

Notre Dame Cathedral Vietnam

Dimuat di majalah KOMUNIKA edisi Agustus 2013 



Pada tanggal 18 – 22 Juni 2013 ini, Tuhan memberikan kesempatan kepada saya untuk berjalan-jalan di negri orang, Vietnam. Keberangkatan kali ini Tuhan memberikan kesempatan melalui saluran berkat-Nya : Suster Francesco Maryanti, OSU sebagai koordinator Sekolah Santa Ursula BSD.

Topik yang saya ambil adalah sebuah katedral yang indah yang terletak di tengah kota Ho Chi Minh, yaitu St. Joseph's Cathedral (NhaTho Lon), dikenal juga sebagai Da Lat Katedral, atau biasanya dikenal dengan Notre Dame Cathedral Vietnam, ada juga yang menyebutnya sebagai Nha Tho Con Ga karena pada bagian atas menara ini ditempatkan ayam jantan perunggu (con ga) berupa baling-baling cuaca berukuran 66 cm. Mari kita mengenal lebih jauh katedral ini:
Bangunan megah berkarakter ini terletak di kota Saigon (Ho Chi Minh) tepatnya di Jalan Tran Phu, dekat Dong Khoi Street letaknya di distrik 1 di bagian tengah kota. Katedral yang indah dan megah ini berasal dari dominasi Perancis pada abad ke-19. Gereja ini dibangun menyerupai Notre Dame de Paris sehingga kita bisa menemukan beberapa kesamaan dengan Notre Dame aslinya di Prancis sono (ini sih kata orang, karena saya belum pernah berkunjung ke yang asli. Semoga suatau saat nanti, ya!) . Di depan bagunan neo-Romawi ini ada taman bunga dengan  patung Bunda Maria besar di tengah-tengahnya. Menurut beberapa kesaksian pernah terjadi peristiwa patung Bunda Maria menangis darah.
Dokumen sejarah menunjukkan bahwa mimbar kecil dibangun pada situs ini oleh Perancis pada tahun 1920. Kemudian pada situs ini diukir tulisan yang merupakan singkatan Domus est Dei, yang berarti "Ini adalah Rumah Kristus."  Dua tahun kemudian bangunan gereja megah didirikan di sini. Gereja tersebut berukuran  panjang 26 meter dan lebar delapan meter, dengan menara lonceng setinggi 16 meter. Pada tahun 1931 dimulai pemugaran pada pada gereja ini. Pemugaran  ini selesai pada tahun 1942. Akhirnya, bangunan gereja ini menjadi katedral terbesar di kawasan ini. Katedral ini sekarang  panjangnya 65 meter , lebar 14  meter, dan menjulang menara lonceng dengan ketinggian 47 meter. Katedral ini dibangun dalam gaya arsitektur Eropa Gothic.

Pada masa penjajahan Prancis,  Katedral ini digunakan terutama oleh orang Prancis dan orang Eropa lainnya yang tinggal di Dalat. Karena itu bangunan ini sering pula disebut Katedral Dalat. Dalat dieja Đà Lạt dalam bahasa Vietnam merupakan  ibukota Provinsi Lâm Đồng di Vietnam. Kota ini terletak 1500 m (4.920 kaki) di atas permukaan laut di Dataran Tinggi Langbian di bagian selatan Tanah Tinggi Tengah (dalam bahasa Vietnam - Tây Nguyên). Menurut mitos dari masa penjajahan Perancis, nama itu diturunkan dari singkatan frasa Latin 'Dat Aliis Laetitiam Aliis Temperiem’ ("Memberi Kesenangan pada Beberapa Orang, Kesegaran pada yang Lainnya).Pemerintah kolonial Perancis menggunakannya dalam lambang resmi Đà Lạt. Nyatanya nama itu diturunkan dari kelompok etnissetempat Lạt dan arti aslinya ialah "Aliran Lạt". Di Vietnam, Đà Lạt ialah sebuah tujuan wisata terkenal dihargai karena iklim sedangnya, pemandangan yang menarik seperti air terjun dan danau dan melimpahnya bunga dan sayuran (sumber Wikipedia dengan perubahan).

Bila kita berkunjung ke kota  suasana serba Perancis melekat kuat di banyak tempat juga di tempat jejak langkah Gereja Katolik hidup dan berada di Da Lat. Salah satunya tentu saja bangunan Ge Nha Tho Chanh Toa Da Lat yang lazim kemudian disebut sebagai Gereja Katedral Da Lat. Katedral ini berdiri anggun ditengah-tengah kehidupan rakyat Vietnam.

Saya bersyukur bisa berada di Katedral ini. Kami, rombongan guru dan tata usaha Sata Ursula BSD bisa masuk dan berdoa di rumah Tuhan ini dengan sangat nyaman. Namun, ada yang disayangkan, saya tak sempat berbincang dengan pengurus Katedral atau umat setempat sehingga saya tak sempat tahu seperti apa kehidupan menggereja di Vietnam. Ketika saya bertanya kepada tour guide kami, Miss Mila,   dia menyatakan bahwa kehidupan keagamaan di Vietnam tidak semarak seperti di Indonesia. Hal ini terjadi karena Vietnam negara komunis.

Di Vietnam, Buddha Mahayana, Taoisme dan Konfusianisme mempunyai pengaruh kuat terhadap kehidupan berbudaya dan beragama masyarakat Vietnam. Menurut sensus tahun 1999, 80.8% orang Vietnam tidak beragama. Kristen diperkenalkan Perancis dan juga oleh kehadiran militer Amerika meskipun tidak banyak pengaruhnya. Cukup banyak penganut Katolik Roma dan Protestan dikalangan komunitas Cao Dai dan Hoa Hao. Gereja Protestan terbesar adalah Evangelical Church of Vietnam dan Montagnard Evangelical Church. Keanggotan Islam Bashi dan Sunni biasanya ditujukan kepada etnis minoritas Cham, tetapi ada juga pengikut Islam lainnya di bagain Barat Daya Vietnam. Pemerintah Vietnam telah dikritik atas kekerasan beragama. Tetapi, berkat perbaikan tentang kebebasan beragama belakangan ini, pemerintah Amerika Serikat tidak lagi menganggap Vietnam sebagai Country of Particular Concern (negara yang ikut campur dalam bidang-bidang tertentu) seperti yang selama ini dituduhkan (sumber Wikipedia.com dengan perubahan).

Ketika saya bertanya tentang sekolah Katolik atau Kristen, Miss Mila mengatakan bahwa  di Vietnam belum ada sekolah tersebut. Semua sekolah dikelola pemerintah dan beberapa badan internasional. Vietnam memiliki jaringan sekolah dan univeristas negeri yang luas. Pendidikan umum di Vietnam diberikan dalam 5  kategori: TK,SD, SMP, SMA   dan Universitas. Pelajaran-pelajaran sebagaian besar diajarkan dalam Bahasa Vietnam. Sekolah negeri dalam jumlah besar telah dipersiapkan di kota-kota besar dan kecil dan juga pedesaan untuk kepentingan menaikkan tingkat melek huruf nasional. Ada banyak universitas spesialis yang didirikan untuk mengembangkan tenaga kerja nasional yang luas dan terampil. Kebanyakan orang Vietnam menempuh jalur univeristas di Kota Ho Chi Minh dan Hanoi. Indonesia ternyata banyak memberi andil untuk pendidikan di sana dengan cara memberikan beasiswa untuk mahasiswa Vietnam. Miss Mila, tour guide kami, juga salah satu yang mendapatkan beasiswa di Universitas gajah mada.Karena itu dia sangat mahir berbahasa Indonesia dan Jawa. Para mahasiswa ini menempuh pendidikan di berbagai universitas negri di Indonesia, terutama di Pulau Jawa.

Begitulah sekilas tentang perjalanan kami ke Vietnam.  Yang sangat berkesan bagi saya adalah kerja keras dan daya juang orang Vietnam. Sepanjang perjalanan tour saya di sana, saya tidak menemukan pengemis. Semua orang bekerja keras nampaknya. Sisa penderitaan masa perang yang traumatis  masih nampak pada sikap mereka yang sulit untuk tersenyum. Sikap mereka terhadap tamu tidak seramah orang Indonesia. Nampaknya orang Indonesia masih boleh dikatakan bangsa yang ramah (catatan: kecuali pada saat kerusuhan, tawuran, dan penjarahan). Keragaman budaya, keindahan alam,  dan pertemuan dengan berbagai ragam orang dari aneka ras dan bangsa membuat saya melek betapa karya agung Sang Pencipta luar bisa. Terpujilah Allah untuk sepanjang segala masa.  

Ch. Enung Martina