Senin, 02 September 2013

YANG BERSALAH YANG DIUNGKIT

Seseorang berbuat kesalahan itu sesuatu yang wajar dan manusiawi. Kesalahan akan membuat orang melihat mana yang benar. Dari kesalahan orang belajar berhati-hati dan berusaha untuk menjadi lebih baik. Biasanya sesudah seseorang melakukan kesalahan, ia akan berusaha untuk memperbaiki dan menjaga agar tak jatuh pada kesalahan yang sama. Memperbaiki kesalahan itu sebuah usaha yang tak mudah. Jadi, ketika ada seseorang berusaha memperbaiki kesalahan dan berhasil, itu suatu yang luar biasa.
Namun, proses memperbaiki kesalahan ternyata bukan proses yang mudah. Banyak tantangan yang dihadapi seseorang dalam perbaikan tersebut. Orang bisa berhadapan dengan tantangan dari luar maupun dari dalam dirinya. Dukungan dari orang sekitar akan menjadi suatu kekuatan bagi orang tersebut melanjutkan proses hingga berhasil.

Kenyataan lain yang mungkin dihadapi seseorang ketika ia berproses memperbaiki diri dan bahkan ketika ia berhasil adalah ada orang lain yang mengungkit kembali kesalahan masa lalu. Ini dia permasalahan yang sering kita hadapi. Banyak di antara kita ketika mengalami ini merasa terpuruk dan disudutkan. Kesalahan masa lalu kembali dibeberkan,  sungguh membuat kita merasa tidak aman dan tidak nyaman. Sementara itu, ada orang yang sangat suka mengungkit kesalahan orang lain. Ada beberapa alasan mengapa si pengungkit kembali membuka kesalahan orang lain. Alasan yang biasanya terjadi adalah agar si pembuat kesalahan tidak kembali terjatuh pada kesalahan yang sama. Alasan lain karena kesalahan itu sangat fatal dan tak bisa hilang begitu saja dari ingatan. Ada juga alasan hanya untuk melampiaskan perasaan kesal terhadap si pembuat kesalahan. Atau alasan yang lainya untuk kepuasan si pengungkit dan untuk menjatuhkan si pembuat kesalahan.

Kasus lain yang  mungkin kita alami adalah bila ada kesalahan di masa sekarang, kita akan mencari kambing hitam ke masa lalu. Contoh  anak SMA tidak bisa berdoa dengan baik pada saat mengikuti retret di kelas XII, maka akan menyalahkan guru agama SMP yang tak mengajarkan doa dengan baik. Kalau itu siswa SMP yang tak bisa bersikap doa dengan baik, maka akan ditelusuri bagaimana dulu guru agama SD mengajarkan berdoa. Dan seterusnya seperti itu. Pertanyaan kita: apakah kebiasaan berdoa itu hanya mutlak tanggung jawab pendidikan semasa di SMP atau di SD saja? Bagaimana dengan pendidikan dalam keluarga? Bagaimana proses selama dia berada di SMA dari kelas X sampai kelas XII? Apakah masa selama di SMA  pendampingan tidak dianggap? Apakah pendidikan hanya terjadi pada satu periode? Apakah kalau anak sudah sampai di SMA pendampingan (termasuk sikap berdoa) juga berhenti? Bukankah selama ini yang kita ketahui dan kita amini bahwa pendidikan itu merupakan sebuah proses yang berkesinambungan?

Mengungkit dan terus mengungkit, mencari dan terus mencari, membeberkan dan terus membeberkan kesalahan orang lain terasa sudah biasa bahkan menjadi suatu kenikmatan tersendiri. Mencari kambing hitam untuk kesalahan sekarang dengan mencari kesalahan dan mengaitkannya dengan  masa lalu apakah sebuah jalan keluar untuk memperbaiki kesalahan sekarang? Bukankah kesalah tidak akan bisa diperbaiki dengan hanya menyalahkan dan mengungkit kesalahan di masa lalu? Apakah kesalah bisa kita perbaiki dengan mencari kesalahan orang lain untuk menutupinya?

Apa pun alasan si pengungkit untuk kembali membeberkan kesalahan seseorang, itu sangat bertentangan dengan makna memaafkan atau lebih tepatnya lagi pengampunan. Mengampuni berarti benar-benar memafkan dan tak perlu lagi mengungkitnya, apalagi kalau diutarakan di depan orang banyak dan di depan si pembuat kesalahan. Bila hal ini dilakukan, orang yang mengalami ( dengan catatan si pembuat kesalahan sudah memperbaiki diri atau dalam proses perbaikan diri )  akan merasa benar-benar dijatuhkan. Semangat untuk membenahi diri pada orang itu akan jatuh.

Ada yang mengatakan bahwa mengampuni bukan berarti melupakan. Betul juga pendapat itu. Kesalahan bukan untuk dilupakan karena kalau dilupakan kita tak akan bisa belajar dari kesalahan. Namun, kesalahan bukan untuk diungkit atau terus dibeberkan ke mana-mana. Bila kesalahan terus diungkit,  bagaimana si pembuat kesalahan bisa mendapat ruang untuk memperbaiki diri karena terus diingatkan dan dihakimi dengan kesalahan masa lalunya.

Kesalahan mungkin saja fatal akibatnya bagi orang lain dan juga bagi si pelaku. Namun, kesalahan juga menunjukkan kepada kita bahwa manusia tidak sempurna. Dari kesalahan ada pembelajaran dan ada pengampunan. Tanpa kesalahan orang tidak bisa melihat  mana yang benar. Karena itu, mari kita belajar dari kesalahan kita dan juga mari kita berani untuk tidak mengungkit kesalahan orang lain.
(Ch. Enung Martina)