Sabtu, 25 November 2017

ISA ALMASIH SANG GURU

RAJA SEMESTA ALAM (Matius 25:31-46)

(Jumeriah Beach, Dubai)

Tulisan ini sebenarnya tadinya renungan yang akan dimuat di buletin gereja saya. Namun, tidak sesuai kriteria. Maka mereka mengembalikan renungan ini. Akhirnya saya otak-atik renungan ini agar layak dipublikasikan di blog yang dibaca umum.  Kebetulan pula bahwa Sabtu ini tanggal 25 November 2017, adalah Hari Guru Nasional. Nah, saya guru. Sosok Isa Al Masih, atau Yesus Kristus, juga guru. Maka inilah tulisan saya!

Bagi orang Katolik atau orang Kristen Isa Almasih itu adalah Tuhan yang juga guru. Khusus bagi Gereja Katolik, minggu terakhir bulan November biasanya bertepatan dengan tutupnya tahun liturgi yang puncaknya dirayakan dalam Hari Raya Yesus Kristus Raja Semesta Alam. Minggu berikutnya sudah dimulai tahun liturgi baru dan masuk pada Minggu Advent (masa penantian sebelum Natal).

Akhir-akhir ini mata dan telinga dunia mengarah ke arah sumber  berita yang berasal dari  Kerajaan Saudi Arabia. Berita itu berkaitan dengan tindakan  Mohammed bin Salman,  Putera Mahkota Kerajaan Arab Saudi yang mempunyai gebrakan modernisasi dan memerangi korupsi di negaranya.   Mengutip laporan Al Jazeera, Kamis (9/11/2017), putra Raja Salman ini lahir pada tanggal 31 Agustus 1985. Ibunya, Putri Fahda binti Falah bin Sultan bin Hathleen, berasal dari suku Ajman. Putera Mahkota yang juga menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Kerajaan Saudi ini, juga merombak image negaranya dari konservatif menuju ke arah moderat, bahkan akan menyaingi Barat dalam bidang tertentu melalui program reformasi “Vision 2030”.

Namun, sejarah dipenuhi juga dengan raja-raja yang jatuh dari takhta mereka. Pemerintahan mereka dicirikan dengan keserakahan dan curahan darah para korban ketidakadilan. Mereka membangun istana-istana yang mewah, sementara rakyat mereka hidup dalam kemiskinan. Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya (Matius 25:31). Apabila dibandingkan dengan para raja yang jatuh dan telah menodai landskap sejarah, maka martabat Kristus sebagai Raja berbeda, bukan dalam intensitasnya melainkan dalam jenisnya. Yesus adalah jenis seorang Raja yang bersenjata kasih dan keutamaan. Yesus tidak memakai mahkota yang dipenuhi dengan intan-permata, melainkan mahkota dari duri. Dia memberkati orang-orang yang menganiaya diri-Nya dan berdoa untuk mereka yang menganiaya-Nya dengan tidak adil dan kejam. Kisah sengsara-Nya adalah hasil konsfirasi antara kaum agamawan (para Imam Yahudi) dan elite politik (Romawi- Ponsius Pilatus & Israel- Raja Herodes) pada masa itu yang merasa terganggu dengan sepak terjang Yesus yang banyak menyinggung cara hidup mereka yang jauh dari benar.    

Dalam hidup kita sebagai warga kita merasakan adanya sosok pemimpin. Pemimpin yang diharapkan oleh warga adalah pemimpin yang mempunyai kriteria tertentu. Pastinya dia bisa memimpin dengan baik, benar, dan jujur. Semua orang adalah pemimpin. Minimal pemimpin untuk dirinya sendiri, pemimpin di keluarganya, di lingkup tertentu yang kecil, atau bahkan yang lebih besar. Anak-anak di sekolah sejak dini juga sudah diberi pelajaran tentang kepemimpinan. Tujuannya agar menumbuhkan jiwa kepempinan pada setiap anak sehingga kelak mereka mampu menjadi pemimpin yang baik.

Lantas apa hubungannya dengan kita? Sebagai warga gereja dan sekaligus warga masyarakat yang berada dalam suatu lingkup tertentu, kita juga dipanggil untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan tidak selalu dinyatakan menjadi ketua ini dan itu. Kepemimpinan bisa dinyatakan dalam tindakan sederhana, misalnya dalam bentuk keterlibatan kita di tempat kita berada. Terlibat sebagai umat di lingkungan, terlibat sebagai warga di RT/RW tempat kita tinggal. Keterlibatan dan pelayanan menandakan bahwa kita peduli dan menjadi bagian dari lingkungan tempat kita berada.

Gereja Katolik memiliki keprihatinan terhadap nilai-nilai kebangsaan yang semakin menurun. Gereja berharap umat akan diteguhkan dan disadarkan lagi tentang pegangan kita dalam menjalin relasi dengan masyarakat yang majemuk. Di sinilah peran kita sebagai umat beriman dan sekaligus sebagai warga masyarakat untuk andil menjadi bagian dari lingkungan tempat kita berada. Seorang pemimpin yang baik adalah seorang yang berpijak pada bumi tempat dia tinggal dan menjunjung langit di atas dia berdiri. Artinya mengerti dan menaati tata cara dan adat yang berlaku di tempat dia bertempat tinggal. Memberikan andil pada lingkungan tempat kita berada. Apakah saya dan Anda sudah lakukan itu? Sekarang saya dan Anda yang mengaku sebagai pengikut-Nya apakah sudah layak disebut sebagai pengikut Kristus? Kita layak disebut pengikut-Nya bila kita sudah melakukan apa yang Sang Raja itu katakan : Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.(Mat.25:41).

Sekarang saya dan Anda yang mengaku sebagai pengikut-Nya apakah sudah layak disebut sebagai pengikut Kristus. Apakah saya dan Anda sudah melakukan apa yang disabdakan-Nya ketika DIA lapar, kita memberi DIA makan; ketika DIA haus, kita memberi DIA minum; ketika DIA seorang asing, apakah kita  memberi DIA tumpangan; ketika DIA telanjang, kita memberi DIA pakaian; ketika DIA sakit, kita melawat DIA; ketika DIA di dalam penjara, kita mengunjungi DIA?

Allah Yang Maha Tinggi mengambil rupa manusia menyatakan kepada kita betapa Allah itu mencintai ciptaan-Nya tak berkesudahan. Penglihatan Daniel (Daniel 7:1-27)  berbicara bukan hanya untuk umat Tuhan zaman Daniel saja. Untuk zaman sekarang juga. Allah yang hidup dari zaman ke zaman, Allah yang berkarya di sepanjang sejarah manusia, adalah Allah yang setia memerhatikan umat-Nya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Maka bila kita merasa terzolimi dan tersingkirkan karena iman kepada Kristus, jangan pernah mundur! Tetaplah tegak berdiri dalam iman,  harapan, dan kasih. Karena akan ada saat Allah mengokohkan kerajaan-Nya dan menghakimi mereka yang melawan Dia! Yesus Raja Semesta Alam adalah pemimpin kita untuk sepanjang segala masa.

Selamat menuju  tahun 2018 yang sebentar lagi menjelang datang! Tuhan memberkati kita semua. 
(Ch. Enung Martina)


Rabu, 22 November 2017

Disruption

PERUBAHAN PENGHIDUPAN DI ERA DIGITAL




Akhir-akhir ini kita mendengar satu kata baru dalam dunia perbisnisan dan perekonomian, juga pendidikan. Kata tersebut adalah disrupsion. New Oxford Dictionary mengartikan disruption sebagai“…. or problems that interrupt an event“. Kamus Inggris Indonesia mengartikan sebagai gangguan. Sementara di Kamus Bahasa Indonesia, diartikan sebagai tercerabut dari akarnya. Arti lainnya, misalnya, yang tercantum pada buku Disruption tulisan Rhenald Kasali (2017), disruption diartikan sebagai inovasi (hal. 34), yang menggantikan sistem lama dengan cara baru.

Sehingga kita boleh menggabungkan beberapa makna tersebut menjadi arti disrupsion dengan gabungan makna : “gangguan pada sebuah keadaan, dalam bentuk inovasi, yang menjadikan pemain lama terancam atau bahkan tercerabut dari kemapanannya”.

Disruption,sebagai sebuah inovasi terkadang dianggap sebagai ancaman bagi pemain lama. Ojek dan taksi online, misalnya,  yang mengganggu keberadaan taksi dan ojek konvensional. Keduanya mampu menghadirkan layanan yang mudah, murah dan praktis, serta harga yang dapat dilihat di muka. Atau platform toko online yang menjamur, serta pengaruhnya pada toko atau swalayan besar yang sudah ada sehingga banyak toko yang gulung tikar.

Ancaman ini, menurut Rhenald Khasali, pada bukunya yang berjudul Disruption di atas, ada  pengecualian. Kunci pengecualian itu ada pada inovasi, membentuk ulang ,re-shape (mencari bentuk lain) model bisnis dengan cara baru. Fenomena 'Disruption' dalam hal ini sebagai upaya mendefinisikan perubahan. Ia menyebutnya revolusi yang saat ini tengah terjadi ada dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat.

Perubahan itu, menurut Rhenald, dimotori oleh perkembangan teknologi informasi. Ia menyebutkan bahwa kini masyarakat berada dalam gelombang ketiga perubahan  yang dipengaruhi terutama oleh teknologi informasi.

Mengutip Alvin Toffler dalam buku The Third Wave, Rhenald menyebutkan, gelombang pertama revolusi tersebut terjadi sekitar tahun 1990-an. Gelombang tersebut dikenal dengan istilah connectivity,dalam periode ini internet baru saja lahir. Kemudian pada awal abad 21, masyarakat memasuki gelombang selanjutnya, yakni ketika masyarakat mulai berpikir untuk mengisi keterhubungan tersebut. Ditandai dengan munculnya berbagai media sosial. Akhirnya, gelombang ketiga yang sedang terjadi saat ini: disruption.Sekarang kita masuk gelombang ketiga. Itu memindahkan dunia yang sebenarnya ke dalam dunia yang tidak kelihatan atau maya. 

Dalam gelombang disruption ini, masyarakat tengah menutup sebuah zaman. Bukan akhir zaman sebagaimana diramalkan oleh banyak orang, melainkan hanya mengakhiri sebuah zaman dan memulai zaman yang baru. Sebuah zaman yang menjadi tantangan besar bagi para perusahaan incumbent besar bereputasi yang selama ini berdiri kokoh. Kompetitor  yang  ada saat ini adalah kompetitor yang tak kelihatan. Misalnya perusahaan-perusahaan taksi yang memiliki kompetitor taksi online yang tak memiliki gambaran fisik taksi sebagai mana lazimnya.  Begitu juga dengan aplikasi online ojek yang  mendistrupsi ojek konvensional.

Dalam gelombang disrupsi ini, orang-orang  yang terperangkap dalam tradisi akan merasa cemas dan gugup dalam menghadapi perkembangan dunia. Tradisi memang baik, tetapi tradisi juga perlu diperbaharui dan disesuaikan dengan tuntutan zaman.Keadaan ini menyuguhkan sebuah cara pandang kepada semua orang, tak terkecuali pemegang keputusan kebijakan, dunia pendidikan, perbisnisan, dan yang lain untuk memahami perubahan yang tengah terjadi sehingga dapat mengambil sikap yang relevan untuk menghadapi perubahant ersebut.


Ekonomi Berbagi
Taksi online dan toko online, sesungguhnya tidak selalu memiliki apa yang mereka jual. Barang ada di berbagai tempat, moda transportasi yang ditawarkan ada di berbagai gara si pemilik motor/mobil. Biaya produksi ditanggung oleh banyak orang, demikian pula biaya perawatan kendaraannya. Hal ini menyebabkan biaya yang biasanya ditanggung oleh perusahaan taksi atau mall, bisa ditekan. Akibatnya biaya yang harus dibayarkan konsumen menjadi murah.

Ojek dan taksi online, dapat merebut pasar atau mencipta pasar baru karena dirasa lebih murah dan mudah, serta real time dalam hal biayanya. Toko online, kurang lebih sama. Mudah, tidak perlu mobilitas, sehingga jika ada selisih harga menjadi agak lebih mahal, tidak begitu dipermasalahkan. Adanya informasi harga di awal, dan jelas, menjadikan konsumen percaya. Kalau cocok, pelayanan bagus, atau barang bagus lanjutkan. Jika dirasa mahal, dibatalkan.Sungguh membuat konsumen menjadi  raja. 

Re-shape layanan dari incumbent (pemain lama) sebagai bentuk respon pada disruption dapat kita lihat dari usaha mereka melakukan duplikasi model. Misalnya taksi konvensional membuat apps, dengan iming-iming harga yang lebih murah. Mall konvensional menyediakan apps dan juga layanan antar pada konsumen. Mereka ingin menawarkan kemudahan dan harga murah pada konsumen. Dua layanan tersebut sebelumnya telah ada di toko online. Kita bias melihat adanya perusahaan taxi yang juga dipermodern, atau system sebuah mall yang menawarkan layanan antar barang. Berhasilkah? Tergantung rejeki begitu mungkin bahasa diplomasinya.

Pemain konvensional (toko dan taksi konvensional), agaknya lupa, bahwa taksi dan toko online memainkan peran berbagi modal.  Rhenald Khasali menyebutnya sebagai economic sharing. Berbagi modal ini, menjadikanharga taksi online menjadi lebih murah. Berbagi modal tersebut tidak dilakukan oleh yang konvensional. Inilah yang disebut ekonomi berbagi. Sistem ini menguntungkan tidak hanya pemilik modal, tetapi juga masyarakat luas. 

Bagaimana Sikap Kita?

Terkait kepustakaan dan perbukuan apakah disruption juga berpengaruh? Ketika dahulu perpustakaan,   toko buku, dan penerbit  menyediakan buku fisik, maka kemunculan komputer untuk mencatat koleksi agar pencariannya mudah, menjadi gangguan pertama bagi para pustakawan incumbent. Juga bagi para percetakan  buku yang tersingkirkan karena e-book. Kemudian, ketika muncul catalog terpasang, dan pencatatan sirkulasi secara elektronik, menjadikan gangguan bagi pustakawan yang kurang bisamenggunakan komputer. Juga menjadi gangguan bagi para karyawan penerbitan dan toko buku. Buku tak laku karena orang beralih membaca buku dana bacaan digital.

Lihat contoh ini. Lowongan pustakawan tapi syaratnya bukan sarjana perpustakaan juga bentuk gangguan bagi para incumbent. Padahal (bisa jadi) institusi tersebut memang memerlukan pustakawan yang paham ilmu lain (misalnya komputer dan statistik ) untuk mengoptimalkan peran perpustakaannya. Pustakawan merasa terganggu (terdisrupsi).

Selain itu dalam dunia pendidikan pun menjadi bagian yang digegerkan dengan berbagai perangkat pendidikan yang mulai menggunakan computer yang terhubung melalui jaringan internet. Beberapa guru yang masih ‘katro’ dan bermain dalam dunia lama (incumbent) mulai resah. Beberapa berkas yang diperlukan untuk pengajuan sertifikasi dan berbagai administrasi keguruan yang diminta olehlembaga terkait mulai menggunakan jaringan online.

Demikian pula metodologi pengajaran di kelas. Bila seorang pendidik masih bermain dengan cara lama dan media yang jadul, dianggap guru yang tidak bias mengikuti perkembangan zaman. 

Respon itu, sama dengan respon taksi konvensional, yang menggunakan senjata regulasi dan meminta bantuan pemerintah untuk membela mereka.

Ketika Google begitu gagah dansaktinya memberikan jawaban atas pencarian yang dilakukan manusia, lalu bagaimana posisi catalog perpustakaan? Ketika e-book dan e-jurnal akses terbuka begitu mudah diakses dari internet, lalu apa peran pustakawan? Ketika Mbah Google sangat mudah dicari untuk penjelasan keilmuan yang dibutuhkan seorang murid, lantas apagunanya guru?

Tak ada satu pun bidang kehidupan yang tak terdisrpusi. Bahkan orang akan mencari firmanTuhan dan kebijaksanaan bukan lagi dari gulungan kitab atau lembaran-lembaran perkamen lagi, tetapi darig awai yang dengan mudahnya dapat  memberikan apa yang dicari. 

Ketika perubahan ini terus berjalan tanpa terbendung, semua orang terkena dampaknya. Rugi bila kita masih berkecamuk dengan mempertanyakan dan memprotes dengan penuh emosional  seputar perubahan ini. Kini saatnya bukan untuk bertanya, melainkan untuk mengambil peran yang tepat dalam perubahan ini. Semua bidang akan terdisrupsi. Namun, yang jelas kehidupan akan tetap berlangsung. Makan, minum, berkesenian, belajar, bekerja, beragama, percintaan, bersosialisasi, berkomunikasi, dan apa pun kegiatan yang selama ini manusia lakukan akan tetap berjalan seperti biasanya. Hanya perubahan ada pada cara dan medianya. 
(Ch. Enungmartina)