Minggu, 29 Maret 2009

WILUJENG ENJING

REFLEKSI DI PAGI HARI

“Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku seuai perkataanmu”
Kata-kata ini diucapkan Maria ketika Malaikat Gabriel datang membawa kabar suka cita bahwa Maria akan mengandung dari Roh Kudus. Kalimat itu sering kubaca dan sering kudenagr. Rasanya biasa saja. Aku tahu itu bermakna, tetapi aku menanggapinya secara biasa-biasa sehingga tak ada yang istimewa. Hingga suatu hari ayat itu benar-benar membuat aku merenungkan seluruh hidupku, empat puluh tahun lebih. Hal ini terjadi ketika akhir tahun 2008. Akhirnya kata-kata ini juga yang menjadi refleksiku pada saat ziarah keluarga ke Jawa Tengah pada akhir Desember 2008.

Kata-kata itu menjadi begitu menyentuhku karena ada beberapa alasan:
Kata-kata itu di- sms- kan sahabat lama pada tanggal 21 desember 2008. Mengingat persahabatan kami sudah terputus 19 tahun, dan kini berkat kemurahan Tuhan tersambung kembali. Mengingat juga persahabatan kami unik karena waktu remaja kami bersahabat sekitar 4 tahun, nyambung lagi sesudah 19 tahun terpisah, dan dari semua itu yang paling aneh lagi, kami belum pernah berjumpa muka.

Alasan lain bahwa dalam setiap perjalanan hidupku terutama hal-hal yang penting dan sukar serta menentukan kelangsungan hidup (misalnya: memilih sekolah, perjuangan selama sekolah, memilih karir, memilih pasangan hdup, kehamilan, kelahiran, anak sakit, membesarkan anak, roda hidup berumah tangga, perekonomian keluarga dll), Bunda Maria selalu mendampingiku. Dia selalu menjadi bagian dari peristiwa-peristiwa penting hidupku.

Alasan ketiga, aku melihat dan merenungkan bahwa kehidupan Bunda Maria atau Siti Mariam, atau Diah Maria, atau Mama Mia, Madona, atau berbagai sebutan untuk perempuan saleh nan sederhana ini, selalu patuh, taat, setia, dan penyerahan total kepada Alla Yahwe yang dia sembah.

Menyadari, merasakan, dan juga merenungkan aneka gejolak rasa, harapan, hasrat, impian, doa, dalam perjalanan hidupku sejak dulu, sekarang, hingga masa mendatang. Aku tak bisa lakukan apa pun kalau bukan karena cinta Allah kepadaku.

Doa perempuan sederhaa ini menguatkanku dalam setiap langkahku. Terkadang aku tak bisa bercerita pada siapa pun juga pada ibuku sendiri untuk masalah tertentu, maka aku bisa bercerita kepada Ibu yang satu ini, yang selalu siap mendengarkan, dan itu membuatku merasa lebih baik dan lebih siap untuk menghadapi apa-pun persolan yang kuhadapi kala aku sudah membicarakannya dengan dia.

Selain itu melihat keadaan jaman yang semakin tak menentu yang membutuhkan pegangan iman yang kuat, maka aku memutuskan bahwa aku memang harus cerdas seperti ular dan tulus seperti merpati. Untuk menjadi demikian itu tentu tidak mudah. Ada banyak godaan, halangan, rintangan dari berbagai madhab, dan yang paling besar adalah tantangan dari diri sendiri. Maka aku bertekad kuat bahwa tak ada cara lain selain memasrahkan hidupku ini kepada Sang Pemilik Kehidupan itu sendiri.

Aku yakin bahwa Sang Pencipta Hidup memiliki rancangan keselamatan dan damai sejahtera untukku. Dalam setiap perjalanan hidupku ada banyak permasalahan yang kuhadapi, tetapi toh aku bisa melaluinya dengan baik dan tak kurang suatu apa pun hingga saat ini. Aku dan keluargaku masih baik-baik saja, bahkan teramat baik.

Tak bisa dipungkiri bahwa selama perjalanan hidupku ada masa-masa gelap yang aku harus hadapi. Ada masa di mana Tuhan rasanya begitu jauh tak terjangkau dan tak peduli serta asing sekali. Rasanya hidup teras berat dan beban menekan serta mendesak. Waktu-waktu seperti itu aku rasakan dan aku habiskan dalam segudang tanya da air mata.
Kehidupan memang ada pasang dan ada surutnya. Ada susah an ada senangnya. Kala kita senang kita diajarkan untuk selalu ingat akan Tuhan dan besyukur untuk semua anugrah dan limpahan-Nya. Kala kita sedih kita juga diajarkan untuk bersyukur dan belajar bertahan dalam iman. Penderitaanlah yang membuat pribadi seseorang sangat kuat dan a lot tak tergoyahkan oleh hujan badai kehidupan.

Maka aku bertekad untuk melakukan permenungnaku dalam ziarah hidupku dan selalu mendasarkan diri pada perkataan seorang perempan sederhana dari sebuah desa Nazareth ribuan tahun yang alu:
“Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku seuai perkataanmu”


Ch. Enung Martina

Kamis, 26 Maret 2009

PERJALANAN

REPORTASE
AYO, … MERASUL BERSAMA MARIA!
ALAM SUTRA, KOMUNIKA- Upaya orang untuk mencari dan mendekatkan diri pada Tuhan ada aneka cara. Salah satunya dengan mengadakan kegiatan gerejawi. ACIES demikian kegiatan itu dinamakan. ACIES yaitu kegiatan tahunan berupa upacara penyerahan diri legioner kepada Bunda Maria. Upacara ini diadakan setiap tanggal 25 Maret atau tanggal yang mendekatinya. Kata ACIES berasal dari bahasa Latin yang artinya pasukan yang siap sedia bertempur. Arti ini tepat digunakan untuk upacara ini karena para legioner sebagai suatu badan berkumpul untuk memperbaharui janji kepada Maria, Ratu Legio, dan untuk menerima kekuatan serta berkat dari Maria sebagai bekal untuk pertempuran selama satu tahun yang akan datang dalam menghadapi kekuasaan setan.

ACIES merupakan pertemuan tahunan pusat legio sehingga kehadiran anggotanya sangat penting. Pada ACIES tahun 2009 ini, tepatnya hari Kamis, 26 Maret, legioner yang hadir berkisar 450 orang. Kuria Maria Assumpta dalam ACIES tahun ini mengambil tema Ayo Mearsul Bersama Maria. Tema ini diambil sehubungan dengan tugas utama legioner yaitu menjadi utusan dalam melayani Tuhan di tengah-tengah kehidupan nyata. Untuk sekedar informasi, Kuria Maria Assumpta sekarang terdiri dari 14 presidium yaitu: 8 presidium dari Santa monika, 2 presidium dari stasi Santo Laurensius, dan 4 presidium dari stasi Santa Helena (untuk mengetahui lebih lanjut tentang Legio Maria di Paroki santa Monika bisa bertanya kepada para ketua presidium, para perwia, para suster pendamping rohani, dan romo pembina rohani. Informasi tentang mereka bisa ditanyakan di sekretariat gereja).
ACIES yang diselenggarakan di stasi Santo Laurensius, Alam Sutra, Serpong, Tangerang ini diawali dengan arak-arakan patung Bunda Maria mengelilingi gereja. Pada saat perarakan para legioner mendaraskan doa pembukaan dari Tesera (lembaran berisi doa- doa legio) dan lima puluhan Rosario. Doa pembukaan dibawakan oleh Ibu Diah Simon sebagai ketua Kuria Maria Assumpta dan 50-an Rosario dibawakan oleh Ibu Diah Yosef. Selesai berkeliling rombongan masuk ke dalam gereja dalam suasana doa Rosario dan duduk sesuai dengan presidium masing-masing.

Suasana doa ini dilanjutkan untuk masuk pada acara pokok yaitu Ekaristi. Perayaan Ekaristi hari ini dibawakan oleh tiga romo sebagai konselebran dengan konselebran utama Romo Antonius Eko Susanto, OSC yang ditemani oleh Romo Nono Juarno OSC dan Romo Yohanes Surono OSC. Bacaan yang diambil pada ekaristi ini adalah Nasehat supaya bersatu dan merendahkan diri seperti Kristus (Surat Rasul paulus kepada jemaat di Filipi : Fil 2:1-11) dan Injil Yohanes pasa 8 ayat 21-29 (Yesus bukan dari dunia ini). Dalam khotbahnya Romo Santo menekankan tentang makna pelayanan sebagai legioner yang membawa nama Maria sebagai Bunda Penebus dan Bunda Gereja.

Pembaharuan janji kesetiaan legioner diucapkan setelah syahadat. Para legioner maju ke depan altar untuk mengucapkan janji yang berbunyi; AKU ADALAH MILIKMU, YA RATU DAN BUNDAKU, DAN SEGALA MILIKKU ADALAH KEPUNYAANMU. Janji itu diucapkan bergantian 16 orang setiap kali maju. Salah seorang ada yang memegang panji Legio (Veksilum Legionis) dan yang lain memegang pundak teman lain sambil menyentuh pundak orang yang memegang veksilum. Sepanjang pengucapan janji, tak henti koor menyanyikan berbagai lagu pujian kepada Maria. Koor yang mengiringi ACIES tahun ini dari kelompok LETICIA, salah satu kelompok koor yang beranggotakan para penyandang tunanetra. Misa diselingi doa catena dan diakhiri dengan doa penutup dari Tesera, yang akhirnya disempurnakan dengan berkat terakhir dari imam.

Dalam sambutannya Ketua Kuria Maria Assumpta, Ibu Diah Simon menyatakan rasa suka citanya karena ACIES bisa terselenggara dengan baik. Demikian juga Ketua Panitia ACIES 2009, Ibu Francisca Mida. Secara khusus Ketua Panitia mengucapkan terima kasih kepada para romo sebagai pembina rohani dan para suster sebagai pendamping rohani serta para legioner yang sudah hadir dalam ACIES tahun ini.Kedua ketua ini berharap para legioner tetap bersemangat dalam menjalankan tugas-tuasnya.
ACIES dilanjutkan dengan lomba mazmur. Namun, ada sedikit gangguan sesudah selesai Ekaristi menjelang lomba mazmur. Gangguan tersebut adalah banyak legioner yang sudah berusia lanjut dan juga beberapa legioner yang relatif muda mengalami rasa lapar. Padahal, saat itu jam baru menunjukkan pukul 12.00 siang. Panitia menyediakan snack, tapi disajikannya dengan cara mengambil sendiri sehingga banyak orang yang akhirnya tidak mendapatkannya. Begitu lomba mazmur selesai, peserta yang sudah lapar tersebut dipersilakan untuk mengambil makan siang yang disajikan secara parasmanan. Dalam mengantri makan siang pun ada gangguan lagi, yaitu antrian parasmanan hanya dibuat dua meja sedangkan peserta ada 450 orang. Jadi setiap meja yang mengantri panjang dan berdesak-desakan. Antrian terjadi dari dua arah yang berbeda, sedangkan penataan makanan dibuat satu sisi sehingga antrian satu sampai pada nasi dulu, sedangkan yang sisi lain sampai pada lauk dulu. Akhirnya bertemu di tengah-tengah. Lumayan heboh juga melihat para tentara Maria mengantri makanan. Untung tak ada kekisruhan besar yang terjadi.

Pengumuman pemenang lomba mazmur dilakukan sesudah makan siang. Ada pun pemenangnya adalah: Juara pertama Ibu Iken (Presidium Bunda rahmat ilahi) , Cyntia (Presidium Regina Pacis) sebagai juara kedua, dan juara ketiganya adalah Maria Frida ( Presidium Maria Bunda Ekaristi) . dalam kesempatan itu diberikan pula penghargaan kepada presidium yang paling banyak anggotanya,dan legioner yang pantang menyerah.

Pesta ACIES tahun ini sudah berakhir. Proficiat kepada panitia, Presidium Ratu Rosari, Santo Laurensius, Alam Sutra. Semoga para legioner semakin bertambah semangat dalam melayani. Semoga berkat Tuhan senatiasa berlimpah untuk para legioner semuanya. Selamat berkarya. Ayo, merasul bersama Maria!


Christina Enung Martina
Legioner Putri Kerahiman sejati

Rabu, 25 Maret 2009

IRAMA HIDUP (Refleksi tentang Kehidupan)

IRAMA HIDUP

Irama adalah garis hidup kita, yang membuat hidup kita terus terjalin dengan tubuh, keluarga, teman, liburan, budaya, kehidupan spiritual, dan alam kita. Kita mengenal irama kehidupan dan kematian dari alam. Irama pergantian musim, perputaran bumi mengelilingi matahari, siklus air, siklus menstruasi, …


Ritus spiritual dan cultural telah diciptakan untuk memformalisasi dan menghormati kekudusan irama hidup kita: kelahiran, kanak-kanak, remaja, dewasa, menikah, tua, meninggal.

“Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa-apa di bawah langit ada waktunya”

Irama alam bersifat mendukung dan merawat. Irama alam membuat kita selalu terhubung dengan diri sendiri dan terjalin dengan orang lain, alam semesta, dan Yang Ilahi. Selama ribuan tahun, irama dari satu orang tampil dan mendukung siklus kehidupan suatu masyarakat: mulai dari masa panen dan berburu sampai pada perjalanan hidup yang penting, kontemplasi, dan ritus-ritus spiritual.

Irama alami kita jauh lebih lambat daripada langkah kita pada saat ini. Akhirnya kita mengeluh: kita tak punya waktu untuk keluarga, sanak-saudara, teman-sahabat, hobi, olah raga, istirahat. Bahkan kita tak punya waktu untuk diri sendiri, apalagi untuk Tuhan.

Setiap sel dalam tubuh kita mempertahankan irama yang tetap, setiap sel mengetahui apa yang harus dilakukan dengan begitu sempurna untuk setiap saat. Ini merupakan misteri terbesar dalam hidup.

Sel-sel dalam tubuh kita harus bekerja selaras satu sama lain untuk memelihara irama dan mempertahankan hidup. Demikian pula setiap orang bisa diibaratkan sebuah sel tunggal yang berdenyut dalam jagat raya ini. Bila kita lupa bahwa kita adalah bagian dari jarring kosmik ini, kita akan merasa sendirian dan kesepian. Perasaan sendirian cenderung membuat kita berjalan tak berirama sehingga menimbulkan gangguan fisik, mental, psikis, dan spiritual.

Penting sekali kita menyelaraskan irama hidup kita dengan juga irama alam dan irama hidup orang lain sehingga kita bisa hidup harmonis dan bahagia (NUNG MARTINA)

Sabtu, 21 Maret 2009

MAKAN MAKANAN YANG BAIK

PEMBERSIHAN
(Cataatn sesudah membaca buku Eat Right in a Modern Life)

Mengubah energi menjadi jiwa berarti menyimpan yang bersih dan membuang yang kotor. (The Taoist Classic, vol. 3)

Untuk melakukan pembersihan kita tidak perlu ke manapun, kecuali ke dalam diri sendiri.

Tubuh dan jiwa tidak terpisahkan dan kita tidak boleh mengabaikan tubuh kita. Kita perlu bekerjasama dengan tubuh kita untuk menciptakan keseimbangan spiritual dan emosional, kita harus belajar merespon kebutuhan tubuh kita.

Di dunia ini kita hidup denagn tubuh kita. Jika kita tidak menggunakan wahana ini dengan baik, keseluruhan sistem : tubuh, pikiran, hati, jiwa- juga akan terganggu keseimbangannya.

Hasrat alami tubuh adalah mendapatkan kesehatan, rasa nyaman, dan vitalitas. Sedangkan kebijaksanaan alaminya adalah belajar untuk tidak mengusik keseimbangan tersebut.

Bila kondisi tubuh sedang seimbang, emosi kita akan tenang, tidak mudah berubah-ubah. Kita merasa siap untuk menyikapi kejutan-kejutan yang sering terjadi dalam hidup. Pikiran selalu sadar, mampu berkonsentrasi. Kita akan terbuka dan siap menerima jiwa kia. Tubuh, pikiran, dan emosi harus disatuan untuk berjalan menuju jiwa.

Keseimbangan dalam diri kita akan tercapai apabila kita mau mengadakan pembersihan diri. Pembersihan dimulai dari yang jasamni dulu, langkah berikutnya pembersihan batin (rohani) pun akan menyusul. Pembersihan tubuh dimulai dengan memperhatikan makan. Sesudahnya dilanjutkan dengan pengaturan energi dan pembersihan diri secara rohani.


Enung Martina

Rabu, 18 Maret 2009

REFLEKSI MINNGU INI

Sebetulnya sudah gatal tanganku ingin mengetik banyak hal. Namun, apa daya kala aku duduk depan komputer yang tertulis bukanlah surat malah laporan, program kerja, modul, dan hal lain yang semua bersumber dari otak kiriku. Rasanya otak kiri ini sudah kriting dan terpilin-pilin. Sementara otak kanan kosong dan keropos. Begitulah kisah guru zaman sekarang yang banyak urusan administrasi dan juga urusan yang lainnya.

Ok, mari kita mulai bercerita sekarang. Ceritaku ada dua part. Bagian pertama kisah menyentuh hati karena akibat ketakpedulianku dan akibat suka obral janji dan basa-basi. Begini kisahnya: Pada bulan Mei 2008 lalu, aku kunjungan ke sebuah rumah dalam acara doa Rosario (tugas legio). Pemiliknya seorang perempuan sebaya aku, namanya Anggi. Suaminya Fernando. Anggi katolik, suaminya Budha. Yang sangat menginspirasiku adalah Inge lumpuh sejak ia masuk kuliah karena sesuatu hal, dia tidak bercerita detil. fernando cowoknya sejak SMA setia menunggu Anggi yang lumpuh hingga lulus D3 dan menikahinya meski harus melalui rintangan dari keluarga. Wow… keren, man! Pokoknya ini cinta sejati. Nah, perkawinan mereka Ok. O, ya Anggi itu mandul karena rahimnya diangkat. Gile nggak tuh si Fernando itu. Nah, dalam kunjungan itu aku mengobrol lama dengan Anggi. Sayangnya Fernando bukan tipe orang yang suka ngobrol, jadi hanya salam lalau ia asyik di kamarnya dengan komputernya. Dalam obrolanku terucap kata yang aku pasti tak ingat bagaimana bunyinya, intinya aku janji akan datang lagi ke rumah Inge. Biasa lah basa yang basi. Aku ucapkan tanpa aku sadar apa akibat pada orang. Rupanya Anggi itu menantikan apa yang aku janjikan. Hingga pada Jumat pertama bulan Maret 2009 kemarin, aku bertemu dengan Anggi bersama dua pembantu setianya dalam misa Jumat pertama. Ia menagih janjiku. Aku malu banget dengan Anggi. Aku marah banget dengan diriku sendiri. Gila kok aku sampai gak kepikiran kalo omongan aku yang basa-basi itu diingat sama dia.Betul-betul aku tertohok dengan peristiwa ini. Aku membayangkan bagi Inge dikunjungi itu suatu penghiburan karena ia seharian di rumah tak kenal dunia luar. Sehari-hari bergaul dengan 2 bibi dan suami yang pulang larut. Jarang ada teman, saudara, kenalan, yang datang untuk special ngobrol sama dia, dengerin ceritanya, harapannya, keluhannya. Sungguh, aku benar-benar orang yang tak berperasaan. Rasanya ulu hatiku ditusuk benda tumpul yang membuat aku harus menahan nafas dan menghelanya panjang. Bisa-bisanya aku gak inget dia, dan gak inget akan janjiku sendiri. Akhirnya saat itu terjadilah pertukaran no HP. Hingga sekarang aku belum berkunjung lagi ke rumahnya, tapi kami ber sms. Dia banyak cerita tentang hal yang sepele. Gaya rambut, suaminya, Tanya anak2ku. Bagi orang lain mungkin sepele, tapi itulah hidupnya. Sebetulnya perasaanku lebih pada kasihan. Bukan pada dia, tapi pada diriku sendiri karena dalam diriku juga ada kelumpuhan yang kualami. Ketika aku bertemu dengan seseorang seakan aku melihat salah satu mozaik, bagian dari puzzleku yang masih tercecer, kutemukan pada diri orang itu. Kekagumanku tak henti pada pribadi-pribadi tangguh yang Tuhan pertemukan denganku.

Part Two:
Cerita bagian dua ini lebih suram dari yang pertama. Aku bercerita tentang temanku di kantorku . Dia seorang karyawan di fotocopy samping kantor yayasan. Seorang laki-laki, baru menikah 7 bulan lalu, istrinya sedang hamil 5 bulan. Pada suatu siang ia makan bersamaan di ruang makan denganku. Ia bercerita tentang perasaan khawatir dan ketakutannya. Ia bilang ia tak bisa tidur, sering takut, ada berbagai penyakit yang diderita: tokso, pusing, saluran kemih, batu ginjal, dll. Ia pergi berkunjung ke banyak dokter. Ia malah bingung sebetulnya penyakitnya itu apa. Banyak obat dikonsumsi. Ia merasa tak ada perubahan. Ia bilang kepalanya sering sakit, panas, seperti mau pecah. Karena toksonya, sebelah matanya berangsur suram, dan tak melihat. Aku dengarkan saja. Di akhir obrolan dikasih sedikit saran, diberi penghiburan. Tahu tidak, tiga hari kemudian ia diberi cuti tiga bulan dan pulang Yogya karena ternyata ia menderita schizophrenia, gejala kejiwaan. Aku kaget. Karena setahuku, ia pemuda yang baik, rajin, beriman, tak nampak kestresan yang akut, atau tanda-tanda depresi. Tahu-tahu seperti itu. Dan aku baru menyadari bahwa selama ini kita bekerja, bergaul bersama teman, terkadang hanya sebatas basa-basi lagi. Just say hallo, piye anak-bojomu, tapi kita memberi perhatian hanya di permukaan, dangkal dan terbatas. O, ya… yang mengalami penyakit serupa di tempat aku bekerja sudah tiga orang dengan dia. Aku berpikir kami dengan psikolognya, dengan yayasannya yang besar, dengan namanya yang megah, ternyata tak mampu memberi jaminan kenyamanan hati bagi warganya. Aku sering merasa gamang, prihatin, dll dengan keadaan seperti ini. Meskipun aku tahu ketahanan mental itu tergantung pada tiap pribadi, tiap individu. Lantas terdampar tanya apakah situasi bekerja di kota besar memang demikian? Ada orang yang terpental karena tak bisa mengimbangi irama hidup yang menekan, keras, dan mendesak? Dan aku juga bertanya, kami semua adalah sel dari denyut nadi kehidupan ternyata tak bisa memberikan bantuan, atau kontribusi yang berarti untuk teman yang mengalami seperti itu. Rasanya kok kita ini yang dipertemukan dalam satu wadah menjadi teman menjadi saudara hanya sebatas pada kata. Sesudah itu kita hanya bilang aduh kasihan,… kumpul sumbangan, terus lanjut dengan kesibukan lagi, ngurusi ini-itu. Seolah lupa pada orang itu. Huh… memang kenyataan yang dihadapi dan dituntut (siapa yang menuntut? Gak tahu juga) seperti itu. Namun, kala kita sedikit berhenti masuk dalam kesendirian terbitlah aneka pertanyaan yang menyangkut berbagai peristiwa itu. Yang bisa dilakukan ya, mendoakan.

Kamis, 12 Maret 2009

Kutipan dari Seorang Saksi Kekejaman Nazi

Kutipan dari Perkataan Elie Wiesel
(pemenang hadiah nobel sastra, seorang saksi kekejaman Nazi)
Ditulis dengan beberapa perubahan seperlunya

O, …. pengembara…
Kampung halaman mencarimu

Engkau sang jiwa!
Engkau tidak akan mati
dan kampung halaman ada dalam keabadian

Kami mempercayai Tuhan, mempercayai manusia, dan tinggal bersama ilusi bahwa setiap orang, kita semua telah diwarisi percikan suci dari nyala api Sang Shekinah. Mata dan jiwa kita membawa pantulan dari gambaran Tuhan.

Seorang Yahudi yang disalib, dan salib-Nya telah merebut hati dunia.
Dan bahwasannya kaitan antara SALIB dengan penderitaan manusia merupakan kunci dari misteri tak terduga yang melenyapkan keakinan masa kecilnya.
Kita tak tahu nilai satu tetes darah, satu tetes air mata.
Segalanya agung bila Tuhan Maha Kuasa.
Keputusan akhir ada di tangan-Nya.

Setiap pertanyaan memiliki kekuatan yang tersembunyi di balik jawaan.
Manusia makin dekat dengan Tuan melalui pertanyaan yang ia ajukan kepada-Nya.
ayangnya kita tidak memaknai jawaban Tuhan.
Kita tak dapat mengerti karena jawaban itu diam di dalam kedalaman jiwa dan tetap tinggal di sana sampai kita mati.

Ada ribuan jalan dan hanya ada satu pintu gerbang yang dapat kita memasuki untuk mencapai taman berisi kebenaran batin.
Setiap manusia memiliki jalannya sendiri.
Dia tak boleh keliru dan berusaha memasuki taman itu melalui gerbang yang bukan diperuntukkan baginya.
Hal itu tidak saja berbahaya bagi orang yang memasuki, tetapi juga bagi mereka yang telah berada di dalamnya.

Kesetaraan manusia yang sesungguhnya adalah ketelanjangan.

Terkadang kita tak lagi berpegang teguh pada apa pun.
Naluri untuk menjaga, mempertahankan diri, ataupun harga diri, semuanya sudah pergi.

Satu malam berlalu.
Bintang tajam bersinar di langit.
Kita pun harus menjadi orang yang berbeda.

Di depan kalian terbentang jalan panjang berlapis penderitaan.
Jangan hilang harapan.
Kumpulkan kekuatan dan keyakinan.
Kita semua akan melihat hari pembebasan.
Milikilah keyakinan hidup, keyakinan yang berlipat-lipat.
Dengan menyingkirkan rasa putus asa, kita akan tersingkirkan dari kematian.

Ciptakanlah persahabatan di antara kita
Kita semua saudara dan berpegang pada keyakinan yang sama: Tuhan
Tolong menolonglah, itulah satu-satunya cara untuk bertahan hidup.


* * *

Aku bukan menyangkal keberadaan Tuhan, tetapi meragukan keadilan-Nya yang absolut.

Tapi sekarang aku tak lagi memohon untuk apa pun
Aku ak mampu lagi meratap.
Sebaliknya, aku merasa begitu kuat.
Aku adalah Sang Pendakwa dan Tuhan SANG TERTUDUH.

Kami adalah penguasa alam, penguaa dunia.
Kami telah melampaui semuanya, kematian, kelelahan, kebutuhan lamai.
Kami lebih kuat dari rasa lapar dan dingin, lebih kuat senapan dan keinginan untuk mati, terhukum dan tentu nasib.
Kami bukan apa-apa
kami adalah anusia yang tersisa di bumi.
“Barukh atah adonai…shehekhyanu vekiymanuvekymanu vehigianu lazman hazeh”
Terpujilah Engkau Tuan, yang memberi kehidupan, yang menopang kita, dan ang telah mengizinkan kita hidup sampai hari ini.( Elie Wiesel)

Senin, 09 Maret 2009

PUISI ABDI

DIA YANG PERGI
(Puisi mengenangkan Ayahku)

Tak ada lagi yang berbicara tentang ladang
atau rinai hujan di antara kaki bukit

Dia yang mengenalkanku pada jejak embun pagi
pada barisan laron dan jua cericit pipit di pohon kopi

Dalam dinginnya pagi ia pergi
dan kutahu tak akan kembali
untuk sekedar berdiang menghangatkan diri di tungku api

Dalam hembusan angin kering bulan Oktober
Dia pergi meninggalkanku
dalam untaian doa yang tak pernah usai

Meski tak terucap pesan khusus
atau sebaris sajak yang tergores
aku tahu sajaknya ada pada rintik gerimis
dan puisinya pada sebaris pelangi
Restunya hanya untukku

Akan selalu kukenangkan dia
dalam rintik gerimis dan kaki-kaki hujan
di suatu senja di masa kecilku

(28 Oktober 1996)


SAJAK UNTUK AYAH
(Kutulis untuk mengenang ayahku yang telah tiada dan juga penghormatan kepada semua ayah di dunia)

Aku masuk di dalam relungmu
Membayangkan kelepak sayap
Terbang membahana menukik miring
di ketinggian angkasa

Aku merasuk ke dalam sukmamu
mencari semesta yang terpecah
Mungkin aku masih bisa temukan
serpihannya untuk kubuat mozaik

Aku masuk ke alam logikamu
memungut pengetahuan tentang hidup
yang kudapati sebuah dalil
hidup bukan untuk diketahui tapi untuk dijalani

Aku menelusup ke dalam ingatan bawah sadarmu
untuk mencari butiran lepas masa silam
yang mengaitkan pada titik kekinian

Aku menyusup dalam pikiranmu
untuk melihat apakah ada satu ide yang gagal
dan masih melingkar liar menjalari otak reptilmu
dan membuka katup otak mamaliamu
hingga disadari neokorteksmu

dan seekor merpati melesat terbang
tinggi menukik dari kedalaman hatimu
yang gulita dan pekat dan merah marun
ia membumbung menuju pada kebebasannya
pada angkasa biru yang kemerlap
dan gumpalan awan seputih kapas.

(Medio Maret 2009: Teh Enung Martina)

Minggu, 08 Maret 2009

Refleksi Abdi

IKUTI KATA HATIMU
Refleksi sesudah membaca buku Andrew Matthews


Pertumbuhan sangat menyakitkan kalau kita menentangnya. Dalam hidup selalu ada pertumbuhan jasmani maupun rohani. Berkaitan dengan pertumbuhan rohani: Hidupku menjadi serangkaian pelajaran yang saya butuhkan, terjadi dengan urutan yang sangat tepat. Meskipun terkadang kita merasakannya sebagai sebuah hal yang sangat tidak nyaman bahkan menyakitkan. Dalam hidup semuanya akan terjadi suka atau pun tak suka, semua peristiwa yang harus terjadi pasti terjadi. Baik kita sebagai orang yang bertanggung jawab atau yang menjadi korbannya, baik yang memperhatikan maupun yang mengabaikan hal tersebut. Peristiwa pasti akan kita alami.

Setiap kali terjadi peristiwa pahit dan serangkaian kegagalan, pasti ada pelajaran di dalamnya. Hal yang terburuk yang selalu kita katakana adaah: TIDAK ADIL. Kita merasa bahwa seharusnya kita diperlakukan adil. Dunia seharusnya berlaku adil. orang lain seharusnya memperlakukanku adil karena aku pun selalu berusaha adil kepada mereka. Tapi kenyataannya dunia tak pernah adil. Bukan begitu?

Bertindaklah seolah-olah setiap peristiwa memiliki tujuan sehingga kita juga mempunyai tujuan hidup. Kita berhadapan dengan berbagai persistiwa dari yang biasa sekali, biasa, sampai yang luar bisa. Berlakulah seolah itu semuanya ada tujuan dan ada maknanya untuk hidup kita. Kalau kita melakukannya ternyata memang kita menemukan bahwa semuanya memang ada tujuan dan ada makannya.

Pertumbuhan berarti berada di tempat dan suasana baru. Tempat, peristiwa, dan suasana sebenarnya tidak berubah. Yang berubah adalah cara pandang kita terhadap semaunya. Bila kita memandang sesuatu itu menyenangkan kita bakal menemukan bahwa itu menyenangkan juga. Bila kita beranggapan itu tak berarti, maka sampai akpan pun sesuatu tak akan pernah ada artinya bagi hidup kita.

Mengubah cara pandang itu tidak mudah. Tapi bukan mustahil untuk dilakukan. Kita menuntut orang lain yang ada di sekitar kita berubah menjadi lebih baik, menjadi sesuai keinginan saya, bisa selaras dengan saya, dan semuanya baik-baik saja, semuanya berjalan lancar. Namun, apakah kita juga sudah berani mengubah diri. Perubahan dimulai bukan pada orang lain tetapi pada diri sendiri. Dan tempat yang paling tepat untuk memulai perubahan adalah tempat kita berada sekarang.

Aku sudah mengubah diri menjadi lebih baik. Tapi kenapa yang lain masih begitu saja gak ada bedanya. Sabar, semuanya perlu waktu dan perlu proses. Kalau memang orang itu tetap tidak berubah juga. Coba lagi. kalau gagal? Jangan menyerah, yang penting kita sudah berusaha. Dan yang penting kita sudah bisa mengalahkan diri kita sendiri untuk bisa mengubah diri menjadi yang lebih baik. Selamat aku dan kamu sekarang sudah menjadi orang yang agak bijaksana sedikit. Dunia ini memerlukan oang-orang yang punya hati dan bijaksana dalam jumlah ang sangat besar.

Teh Enung Martina anu bageur tea

Jumat, 06 Maret 2009

Opini

OPINI berdasarkan ARTIKEL:
Mungkinkah Peradaban Kemiskian Menggantikan Peradaban Kekayaan dalam Dunia Pendidikan

Membaca artikel ini teringat sebuah artikel lain tentang pendidikan yang pernah dimuat pada harian KOMPAS (terbitan maaf lupa) yang berjudul: Orang Miskin Dilarang Sekolah.
Kemiskinan yang seharusnya bisa terangkat dengan pendidikan dalam kenyataannya tidak demikian. Malah terkadang pendidikan menciptakan neokolonialisme yang memperburuk kesenjangan antara si kaya dan si miskin.

Kesenjangan dalam dunia pendidikan antara sekolah favorit, sekolah unggulan, sekolah nasional plus, sekolah internasional dan banyak lagi sekolah sejenis itu dengan sekolah biasa, sekolah kampung, sekolah Indonesia banget memang semakin terasa. Yang lebih memprihatinkan lagi adalah bahwa sekolah yang menamakan dirinya sekolah Katolik atau Kristen dengan visi misi kekatolikan atau kekristenannya pun terkadang melupakan dan keluar dari komitmen sebelumnya yang mengutamakan visi kekristenan: berpihak pada orang lemah.

Di Jakarta dan sekitarnya, termasuk Bumi Serpong Damai, bisnis dalam dunia pendidikan sekarang ini merajalela. Mulai dari sekolah Taman Bermain, Taman Kanak-Kanak, SD, SMP, SMA hingga Perguruan Tinggi bertebaran di mana-mana. Bisnis ini semakin marak dengan bertebarannya perumahan-perumahan elite di sekitar Jakarta. Apakah ini salah? Tentu saja tidak karena memang hal itu dibutuhkan untuk tuntutan masa sekarang. Lantas yang salah apa? Kesalahannya seperti tadi yang diungkapkan dalam artikel dengan judul di atas, bahwa pendidikan tak pernah berpihak pada orang lemah, orang miskin, kaum marginal, kaum terpinggirkan. Semua sekolah diperuntukkan bagi orang yang berduit, yang mampu bayar. Tidak mampu bayar, ya jangan harap bisa menikmati pendidikan, menginjakkan kaki di halamannya pun sudah diusir satpam.

Lantas nasib orang lemah, kaum tepinggirkan, kaum marginal bagaimana? Sepertinya dalam artikel dengan judul di atas, penulis tidak membatasi pengertian miskin dari sisi ekonomi saja, juga dari sisi kemampuan lain seperti akademis. Di sini artikel tersebut mendiskusikan pendidikan dari sisi permasalahannya dan mengaitkannya dengan teologi kristiani tentang kemiskinan dan pembebasan.

Sisi lain dalam artikel itu dikaitkan juga dengan tokoh pendidikan Katolik; Ellacuria. Salut untuk perjuangan dan pemikirannya. Buah pikirannya tentang pendidikan yang membebaskan sungguh luar biasa. Seharusnya pendidikan itu memang membebaskan dan berpihak pada kaum miskin.

Pemikiran lain dari Ellacuria bahwa pendidikan tidak boleh mengasingkan dunia akademis dengan realitas sejarah yang ada dalam masyarakat.Dengan kata lain pendidikan harus berpijak pada realitas kehidupan. Pendidikan jangan menjadi menara gading yang terasing dari masayarakatnya.

Berbicara tentang pendidikan/sekolah jangan hanya menjadi menara gading, pimpinan kami, Sr Francesco Maryanti,OSU (sudahkah kau mendengar nama besarnya?) selalu mengatakan kepada kami para guru untuk selalu mengajar/mendidik dengan memperhatikan apa yang sedang terjadi di sekeliling. Di sekolah kami (TB,TK,SD,SMP,SMA) sedang digalakkan apa yang disebut pendidikan nilai yang terintegrasi dalam kegiatan kurikuler (ekstra maupun intra). Setiap pertemuan di kelas maupun di luar kelas kami diminta dengan sadar untuk menyampaikan nilai-nilai kehidupan. Sebetulnya setiap pendidik di mana pun dia mengajar pasti akan mentransfer ilmu dan berikut nilai-nilai, sadar maupun tak sadar. Apakah berhasil? Keberhasilan dari pendidikan nilai itu tidak bisa kami petik secara instan. Hal itu akan melalui perjalanan panjang, proses yang lama tentunya. Yang terpenting bagi kami, kami sudah sampaikan berbagai nilai hidup pada mereka dengan harapan mereka memiliki nilai-nilai tersebut dalam hidup mereka dan tentu saja menjadi pedoman ketika hal itu dibutuhkan.

Artikel dengan judul di atas sungguh memberi wawasan dan peneguhan bahwa pendidikan harus memperhitungkan anak yang kurang/lemah (marginal) dalam berbagai bidang. Artikel ini menyadarkan kembali bahwa pendidikan itu adalah jalan menuju pembebasan. Selain itu muncul harapan bahwa diskriminasi sekolah dengan berbagai sebutan, predikat, dan embel-embel di belakangnya itu tidak menjadi pemisah antara realitas pendidikan di negri kita tercinta ini, melainkan memberikan warna dan memperkaya dunia pendidikan kita dengan saling peduli satu sama lain. Semoga!

Nung Martina

Minggu, 01 Maret 2009

PUISI TENTANG CINTA

Yang Kutahu
Kau tahu bahwa cinta bukan untuk memilih
Ini sebuah komitmen
pada janji suci
atau mungkin sebuah gengsi
yang melibatkan harga diri

Yang kutahu cinta tidak selalu semerah saga
atau sebening embun pagi
dan romsntis seperti musik

Cinta terkadang busuk dan bau
melelehkan nanah dari koreng infeksi
atau deraan rasa lapar, hujaman rasa sakit

Terkadang ia berwujud teguran keras dan kemarahan
yang menghujam nubari hingga terluka

Waktu lain ia datar dan tak beriak
layaknya permukaan kaca
Membosankan tak bergairah
arogan dan bertingkah

Bentuk cinta yang lain bisu dan diam
Dingin seperti kutub utara

Bahkan ia terkadang ekstrim
memerlukan korban nyawa
agar semua bisa terselesaikan dalam damai yang sempurna

Teh Nung
Sukabumi, Medio November 2008