Minggu, 22 Juli 2018

Tak Ada yang Sama, Semuanya Berubah



Kembali mengajar setelah libur lama tentunya mempunyai situasinya tersendiri. Apalagi sebelum liburan, tepatnya di pengujung tahun pelajaran 2018-2019, goro-goro terjadi. Goro-goro ini menyangkut pribadi saya secara khusus dan secara umum pengajar SMP. Luar biasaaaaah!!!!

Hal ini mempengaruhi perasaan dan hati saya. Meskipun begitu, ternyata saya mampu melaluinya dengan elegan.

Ada beberapa orang berbicara dan berbisik secara pribadi tentang persitiwa tragis akhir tahun tersebut. Ada banyak pesan japri melalui WA.  Isi dari semua yang berbisik secara pribadi pada umumnya berbicara tentang pendapat dan pengalaman mereka berkaitan dengan kejadian tersebut. Juga menyampaikan penguatan kepada saya.

Akhirnya saya menjadi mendapat kejelasan tentang banyak hal yang dialami oleh beberapa teman menyangkut hal ini. Saya merasa semakin dikuatkan bahwa nurani saya yang beberapa waktu yang lalu saya sangkal ternyata memang benar. Penyangkalannya membuat saya melintir sakit perut karena asam lambung saya naik. Tubuh memang tak bisa dibohongi.

Serta merta saya mempunyai pandangan tentang setiap orang yang saya temui dalam komunitas saya di tempat saya bekerja. Berbagai macam pribadi saya jumpai. Saat tertentu penilaian saya terhadap seorang pribadi bisa saja berubah pada kala lain. Semua tergantung pada sentuhan pengalaman pribadi saya dengan pribadi orang tersebut.

Saya mengalami perubahan relasi dengan seorang pribadi yang awalnya kualitas relasi saya biasa-biasa saja. Namun, dalam perkembangannya menjadi tidak biasa saja karena ternyata pribadi itu adalah adik kandung dari teman seangkatan saya di perguruan tinggi. Saya baru tahu saat liburan panjang ini. Ketika saya tahu, saya makin akrab. Yang dahulu memanggil saya formal dengan sebutan Ibu Nung, sekarang dia memanggil saya Ua Nung (untuk memberikan contoh pada anaknya cara memanggil saya). Panggilan Ua menandakan panggilan kekeluargaan dalam silsilah keluarga Sunda. Artinya sama dengan budhe, mama tua, tante. Pribadi itu menganggap saya bukan lagi sekedar hubungan selewat, tetapi menganggap saya kakak perempuannya.

Kebalikannya, ada hubungan yang dahulu kualitasnya sangat tinggi, sekarang menjadi biasa saja. Saya awalnya mengagumi teman saya yang sangat komit dan total dalam bekerja. Kinerjanya luar biasa. Datang pagi pulang petang. Pokoknya saya mengagumi komitmen dia dalam bekerja. Saya mah tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan dia dalam hal kinerja. Namun, kekaguman saya bisa berubah menjadi menyangsikan karena totalitas yang dia lakukan ternyata untuk melarikan diri dari tanggung jawab utamanya sebagai seorang ibu. Ternyata nilai-nilai pribadinya sangat dangkal berkaitan dengan kejujuran, daya juang, dan pendidikan anak. Ternyata teman yang saya kagumi tersebut seorang yang penakut, suka melarikan diri, integritasnya rendah kalau berkaitan dengan harga dirinya. Ternyata dia seorang penakut dan gengsinya sangat tinggi. Demi gengsinya dia bersedia mengorbankan orang lain. Ternyata dia seorang yang suka menihilkan kebaikan orang lain dan meniadakan jasa orang lain demi mencari pembenaran sendiri. Ternyata dia bisa menggunakan cara ‘melankolis’ untuk mengancam atasan agar semua keinginannya tercapai. Ternyata orang ini sangat tidak mempunyai belas kasih terhadap siapa pun. Ternyata dia tak mempunyai rasa penyesalan sedikit pun akan apa yang dia sudah lakukan terhadap orang lain. Ternyata Selama bekerja dia hanya mengejar nama baik untuk mengibarkan namanya tanpa  mempedulikan bahwa ada orang lain yang dikorbankan, bahkan anak kandungnya. Selama ini sama sekali tak kelihatan. Yang nampak dia adalah pribadi yang disiplin, setia, pekerja keras, rapi, sempurna, teliti, tak pernah salah, dan sangat bertanggung jawab. 

Rupanya itu semua kamuflase. Segala yang saya kagumi dari sosok ini, dalam seketika musnah tak berbekas. Saya hanya melihat dengan mata nanar dan berkata: O, rupanya dia seperti itu. Apakah tersisa rasa benci pada pribadi ini? Awalnya saya melihat sepertinya saya membenci dia. Namun, ketika saya mengkonfirmasi hati saya dalam meditasi, ternyata saya tidak membencinya. Namun, saya kecewa karena harapan saya tidak terpenuhi pada pribadi ini. Bayangan yang semula muluk-muluk terhadap pribadi ini, ternyata plekenyi  tak terjadi. Harapan saya pribadi, teman saya ini akan memiliki integritas tinggi: nyambung antara omongannya yang sangat edukatif dan penuh nilai hidup dengan tindakannya. Ternyata harapan saya tidak terpenuhi. Pribadi ini rupanya rapuh tak sekuat yang saya bayangkan. Ya, benar, saya kecewa karena horizon harapan saya tak terpenuhi dari pribadi yang selama ini saya kagumi.

Saya merasa jengkel menuju pada kasihan. Akhirnya lama-lama dengan berjalannya waktu dan proses rekonsiliasi pada diri saya,  perasaan saya flat,  datar saja, netral tak ada perasaan yang mendominasi pada dia. Hanya diri saya memutuskan untuk tidak terlalu intens berhubungan dengan dia. Ada semacam ‘ warning’ untuk menjaga jarak, untuk hanya seperlunya saja. Karena tak ada faedahnya.

Itulah kekaguman pada tokoh manusia terkadang mengecewakan. Dengan bertambahnya kesadaran dan kemampuan saya mencerna peristiwa, maka saya melihat pribadi ini dengan sangat netral. Saya tetap berkomunikasi dengan dia. Menyapa, tersenyum, bercanda sekadar yang diperlukan sesuai situasinya.

Beberpa teman bertanya apakah pribadi ini sempat berbicara dan meminta maaf pada saya untuk goro-goro di akhir tahun pelajaran? Saya mengatakan tidak pernah. Bagi saya itu pun tak penting. Hal ini malah menguatkan penilaian saya akan pribadi ini. Jadi, saya berda di jalur yang benar untuk melihat segalanya netral dan objektif. Dalam kehidupan semuanya tak abadi. Semuanya berubah, tak ada yang sama. Hanya iman, harapan, dan kasih yang mampu mencerna semua yang terjadi. Dan lebih daripada itu, kasihlah di atas segala-galanya. (Ch. Enung Martina)


Sabtu, 21 Juli 2018

MENJADI BAN SEREP



Ban serep atau ban cadangan menjadi solusi saat kendaraan mengalami masalah ban bocor atau kempis di jalan. Walau menggunakan embel-embel cadangan, ban serep adalah piranti yang harus ada pada kendaraan. Bila sewaktu-waktu ada masalah dengan ban yang sedang dipakai, maka ban serep menjadi solusi yang dapat menyelamatkan kendaraan berserta penumpangnya. Betapa berartinya ban serep. Ban serep itu ibarat nyawa cadangan bagi pemilik kendaraan beserta para penumpangnya.

Apa hubungannya tulisan saya dengan pengertian ban serep di atas?

Tahun pelajaran 2018-2019 ini, saya meminta kepada Yayasan dan Kepala Sekolah agar saya tidak dijadikan wali kelas. Tiga tahun lagi menjelang pensiun membuat saya ingin melihat semua perjalanan karya saya sebagai pendidik lebih objektif. Terlebih setelah akhir pelajaran tahun lalu ada ‘goro-goro’ yang membuat saya memutuskan untuk perlahan mundur dulu dan melihat dari kejauhan apa yang sudah, sedang, dan akan terjadi.

Tampaknya ini menjadi terdengar bijaksana. Namun bukan kebijaksanaan yang saya cari. Saya hanya ingin menguji diri saya untuk memulai melepas beberapa hal yang menjadi peran saya selama ini. Barangkali menjadi subjektif ketika saya memutuskan untuk melakukan ini. Ya betul saya akui. Namun, hal yang bersifat subjektif pun berhak seseorang lakukan karena kita memang subjek.

Dari tindakan yang subjektif ini saya berharap justru untuk melihat segala sesuatu lebih objektif, lebih terang, jernih, dan tak bercampur dengan ketergesaan dan kelelahan secara fisik maupun psychis.

Kecemasan dan kekuatiran terasa lebih besar kala akan memasuki tahun ajaran ini. Juga kegamangan dan sedikit kurangnya harapan mewarnai kala hari menjelang masuk sekolah tiba.

Namun, segala hal yang negative saya tepis dengan tentu saja sebuah senjata sakti saya : doa. Muncul keyakinan bahwa ada pelangi di balik rintik hujan.

Tiba di sekolah bertemu si A, B, C dll. Semua berseru: Halo, Teh Nung! Mereka memeluk, mencium, menautkan tangan dalam bentuk salaman, dan juga jalinan tangan persahabatan. Sungguh terasa manis dan hangat di hati.

Seminggu berlalu waktu dari awal tahun pelajaran ini. Semua seru dan menderu dalam irama sibuk. Karena tidak jadi wali kelas, saya bisa piket tiap pagi menyambut wajah-wajah segar penuh harapan memasuki gerbang sekolah. Semangat terus berdenyut cepat melihat generasi muda ini bersemangat menyongsong hari. Karena itu saya pun terbawa bersemangat. Barang kali semangat ini memancar ke luar sehingga ada beberapa teman berkomentar: wah, makin muda aja ni! O, itu artinya aura semangat saya berpendar ke luar. Puji Tuhan!

Situasi yang tak jadi kelas inilah yang justru sering mendapat job dadakan. Apakah gerangan? Menggantikan teman guru lain yang tidak bisa masuk di kelasnya saat perwalian karena ada urusan ini dan itu. Nah, di sinilah ban cadangan mulai berfungsi. Ban serep mulai dipakai. Jadailah saya menjadi wali kelas cadangan yang laris manis tanjung kimpul!

Saat saya jadi ban serep,  ya,  sedap-sedap gimana gitu! Sedapnya saya masuk ke berbagai kelas menjadi wali kelas yag memberikan wejangan ini itu menyangkut masalah kelas dan seluk beluk kehidupan para pelajar. Saya senang melihat reaksi para remaja yang ‘ngowoh’ melihat saya sedang beraaksi dengan ala saya. Kalau tidak enaknya adalah: waktu saya seharusnya kosong bisa mengerjakan yang lain jadi hilang. Jam bebas saya terampas. Namun, saya tetap melakukannya dengan bersemangat.

Saya hanya mengingat sejatinya ban. Ban yang selalu dipakai akan terkena panas, kena dingin, jadi bannya bekerja. Tapi kalau ban serep yang tidak pernah dipakai, selama setahun aja, pasti jadi lebih keras, dan kurang lentur. Maka ban serep saatnya dipakai harus selalu siap. Dengan dipakainya ban serep itu berarti ban serep sedang menjalankan fungsinya.

Demikian pula saya. Saya menggantikan perwalian pun itu artinya saya sedang menajalankan fungsi dan tugas saya sebagai pengganti sementara. Itu artinya saya harus selalu siap. Ready. Sedia.  Karena sejatinya manusia dalam hidup harus selalu sedia. (Ch. Enung Martina)










Minggu, 08 Juli 2018

Goa Maria Kanada: Tempat Ziarah Terdekat dari Jakarta





Gua Maria Bukit Kanada (Kampung Narimbang Dalam)  berada di wilayah Paroki Santa Maria Tak Bernoda Rangkasbitung – Keuskupan Bogor. Terletak tidak jauh dari Gereja Paroki Rangkasbitung atau sekitar 3 km dari pusat kota Rangkasbitung, Gua Maria ini telah dicanangkan oleh Mgr. Paskalis Bruno Syukur sebagai Marian Center Keuskupan Bogor.

Alamat lengkap Gua Maria ini adalah di dalam lokasi Akademi Keperawatan (Akper) Yatna Yuana (dikelola oleh SPK RS Misi), Jl. Jend. Sudirman Km.2 (arah jl. Raya Cipanas)  ds. Jatimulya, Narimbang, Rangkasbitung - Banten. Telp: (252) 201652. Koordinat GPS : S6° 21' 04.6" E106° 16' 12.3". Begitu kata anak muda yang selalu tak lepas dari per-gajetan.

Gua Maria ini dikembangkan oleh umat Paroki Rangkasbitung di era 1988 dengan dukungan dari pimpinan Kongregasi Suster-suster Fransiscan Sukabumi di Rangkasbitung. Berawal dari tanah di lingkungan SPK Misi Lebak Rangkasbitung yang dianggap memenuhi syarat sebagai Gua Maria. Pada tanggal 1 Mei 1988 Pastor Paroki meletakan batu pertama sebagai langkah awal pembangunan Gua Maria. Pembangunan Gua Maria itu selesai tepat pada tanggal 15 Agustus 1988, yaitu Hari Raya Maria diangkat ke Surga, bertepatan dengan penutupan Tahun Maria.

Kemudia gua ini diberkati oleh Mgr. Ign. Harsono, Pr. Gua ini merupakan tempat ziarah pertama di tanah Banten. Gua Maria ini menjadi satu dengan Akademi Keperawatan (Akper) Yatna Yuana Rangkasbitung. Gedung Akper terletak di bagian depan dan tanah dibagian belakang dibangun gua Maria. Jika Anda bertanya ke orang sekitar, sekarang banyak yang tahu Gua Maria. Orang-orang di sekitar Staatsiun Rangkas juga banyaak yang mengetahui keberadaan gua ini.

Pelataran didepan gua Maria cukup besar, juga pelataran di sampingnya yang bisa dipakai untuk berbagai upacara gereja. Di pelataran luar tersedia beberapa tempat istirahat berbentuk saung-saung kecil yang cukup nyaman untuk tempat berteduh. Lokasi jalan Salib ada dijalan samping gedung Akper (Akdemi Keperawatan), jalan Salibnya memutar komplek Akper. Banyak pohon rindang dan dikelilingi hutan kecil yang masih luas. Jalan tanahnya lumayan panjang dengan setiap perhentian jalan Salib yang cukup lapang. Perhentian ke 12 diletakan pada lokasi lebih tinggi dengan perlataran yang cukup besar. Sedang dari perhentian terakhir Anda bisa turun tangga langsung menuju ke gua Maria. Sekarang di pelataran depan gua juga ada stasi jalan salib yang lebih singkat karaknya. Stasi yang singkat ini diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak kuat berjalan kaki jauh mengikuti jalan salib yang lokasinya memang ada yang terjal.

Bagi kita yang tinggal di sekitar Serpong ini, dan  yang ingin berziarah, berdevosi kepada Bunda Maria, serta ingin berwisata rohani, Gua Maria Bukit Kanada Rangkasbitung bisa menjadi sebuah pilihan. Kita bisa mengajak  keluarga,  kerabat, sahabat, teman,  dan komunitas. Selain itu, kita tak perlu lagi repot-repot untuk mengatur jadwal jauh-jauh hari serta tidak membutuhkan banyak biaya. Kabar baiknya lagi, mulai 1 April 2017, PT. Kerets Api Indpnesia telah mengoperasikan Kereta Rel Listrik (KRL) hingga Stasiun Rangkasbitung. Artinya kita bisa menjangkau Gua Maria dengan Kereta Api. Saya telah membuktikannya. Kita bisa naik dari Statsiun Rawa Buntu atau Statsiun Serpong. Turun hingga statsiun terakhir, yaitu Rangkas. Dari Statsiun tinggal berjalan menyebrangi Pasar Tradisional. Mencari Angkot warna merah-putih ke arah Gua Maria. Kita membayar Rp 5.000 sudah diturunkan di depan komplek gua.

Perkembangan sarana transportasi dan telekomunikasi yang semakin canggih membuat peluang umat Katolik  untuk melakukan penziarahan dan lebih menghayati imannya. Suasana berdoa yang dilakukan di setiap tempat akan berbeda. Kita sebagai orang Katolik bersyukur karena kita memiliki warisan Gereja berupa liturgi yang indah, termasuk kebiasaan berziarah. Kita juga bersyukur karena  memiliki seorang Ibunda yang setiap saat bisa ditemui. Mari alami kebersamaan, penghormatan iman, doa dan kasih kita kepada Bunda Maria dalam ziarah rohani di Gua Maria Bukit Kanada – Rangkasbitung. (Ch. Enung Martina)

Rabu, 04 Juli 2018

Antara Stress dan Tukak Lambung


Terkena Penyakit Maag
Saya mengetahui bahwa maag  adalah gejala penyakit yang terjadi  pada lambung, dikarenakan terjadinya peradangan atau iritasi dengan ciri-ciri seperti sakit di lambung, mulas, perih dan mual, dan jika dibiarkan akan mengakibatkan terjadinya luka atau lubang yang parah di dinding lambung atau biasa disebut juga dengan tukak lambung. Itu yang saya ketahui dari definisi kesehatan.

Pada hari terakhir sebelum liburan akhir tahun pelajaran 2017-2018 saya mengalami gejala pada tubuh saya seperti perut kembung, nyeri dan perih di sekitar perut dan dada, sering bersendawa, merasa mual dan ingin muntah, kondisi tubuh melemah.

Awalnya saya menyangka itu mungkin masuk angin seperti biasanya. Karena itu saya kerokan dan gosokan seluruh badan. Lalu minum teh panas manis.  Biasanya kalau sudah itu tinggal menunggu kentut, sendawa, dan keringat keluar tubuh. Kalau sudah begitu, pasti sembuh. Namun, ini kok berbeda ya. Tidak sembuh dan sakitnya dekat ulu hati. Biasanya sekitar perut. Wah, ini tidak beres. Lantas saya tahu ini gejala maag. Terus terang saya baru mengalami sakit perut yang seperti ini.

Yang saya lakukan pertama adalah merefleksikan diri saya apa yang tak beres dengan diri saya. Saya  makan dengan waktu yang teratur. Saya tak pernah telat makan, bahkan sangat dini saya makan. Makan dengan porsi yang wajar. Saya juga mengunyah makanan dengan baik. Pola tidur  saya juga sangat  teratur, kecuali sesekali tidur malam kalau ada kegiatan sampai malam. Minum minuman yang beralkohol juga tidak. Saya juga tidak mengonsumsi obat-obatan tertentu, Makan makanan pedas saya lakukan, tapi tidak sampai berlebihan.

Apakah saya stress? What… the….

Saya menyangkal bahwa saya stress. Saya ini orangnya tahan banting. Kuat mental. Hal-hal remeh temeh tak bikin saya stess. Sombong, Bray! Memang betul. Puji Tuhan, saya termasuk yang kuat.

Meskipun diri saya menyangkal, tetapi saya penasaran sendiri dengan keadaan saya. Lantas saya mulai mengkaji lebih dalam kemungkinan saya stess. Akhirnya saya sangat tahu bahwa diri saya sedang menghadapi permasalahan yang membuat diri saya merasa diinjak dan terinjak sampai ada di titik nadir saya. Kalau hanya diri saya saja itu mungkin saya bisa saya netralisir dengan diri saya sendiri. Namun, ternyata permasalahannya sampai merembet pada kawan-kawan sejawat saya, bahkan seorang anak laki-laki berusia 10 tahun.

Saya tidak bisa dan tidak akan berbagi ceritanya di media atau di mana pun karena menyangkut beberapa nama dan tentu saja nama baik sebuah lembaga. Namun, rekan-rekan sejawat saya tahu. Terutama rekan saya satu unit pasti sangat tahu cerita ini. Saya akan keep dengan rapat!

Saya hanya berbagi bahwa ternyata dampak dari perkataan seseorang itu bisa menimbulkan permasalahan yang dan luka batin sangat dalam. Luka batin inilah yang berdampak pada fisik. Salah satu dampaknya adalah penyakit maag atau tukak lambung. Lantas saya penasaran, bagaimana hubungan stress dengan lambung?

Lambung yang sehat memiliki penghalang lendir (mucous barrier) yang mencegah asam lambung di dalamnya kontak langsung dengan lapisan permukaan lambung. Ribuan sel lendir dan kelenjar di dinding lambung terus-menerus memproduksi lendir untuk melindungi lapisan dalam (permukaan) dinding lambung.

Pada prinsipnya di sana ada sistem keseimbangan, antara faktor perusak dan penyembuh. Asam lambung yang bersifat keras (perusak) tidak dapat melukai lambung akibat adanya barrier itu tadi. Dan ketika terjadi kerusakan sel-sel dinding lambung, akan dengan cepat memperbaharui diri. Pada gastritis atau sakit maag dan masalah yang terkait dengannya, keseimbangan ini tidak berjalan dengan baik. Sebagai hasil akhirnya lapisan lambung termakan oleh asam lambung dan menjadi rusak bahkan sampai menyembabkan adanya tukak pada lambung.Terkadang sistem barier lendir dalam kondisi yang normal-normal saja, akan tetapi ketika asam lambung diproduksi secara berlebihan atau sangat asam, sampai pada suatu titik di mana barrier tidak danggup untuk menahannya.

Stress sangat berpengaruh terhadap kesehatan tubuh secara keseluruhan, termasuk ia dapat mempengaruhi asam lambung. Jadi stress menjadi penyebab sakit maag atau kekambuhan karena stress dapat meningkatkan produksi asam lambung. Di samping itu, para ahli menemukan bahwa stress dapat merangsang area tertentu pada otak yang meningkatkan sensitifitas terhadap nyeri, termasuk nyeri uluhati. Jadi meskipun asam lambung tidak begitu meingkat, namun bagi orang yang lagi stress itu akan lebih terasa sakit. Alasan lainnya kenapa stress menyebabkan sakit maag, karena stress dapat menurunkan kadar hormon prostaglandin yang memiliki fungsi membantu memperkuat barrier yang melindungi lapisan lambung dari Asam lambung. (Sumber: Stress, Penyebab Sakit Maag yang Tak Disadari – Mediskus)

Begitu saya tahu bahwa saya terkena maag, dengan segera saya pergi ke klinik tempat faskes saya berada : Klinik Selaras BSD. O, Klinik Selaras BSD pelayanannya sekarang bagus lho! Saya puas dengan pelayanan paramedic dan karyawan di Klinik Selaras BSD. Mana bersih dan nyaman lagi. Love Klinik Selaras BSD!!!

Saudari-saudara, ternyata kita ini juga rentan stress. Satu permasalahan bagi orang tertentu mungkin biasa saja. Namun, bagi orang lain bisa melukai. Namun, yang saya dapatkan kali ini memang luar biasahhhh! Puji Tuhan, saya dipercaya untuk mendapatkan ini. Ya, kata orang tua, hitung-hitung memperinagn dosa kita dalam perhitungan di alam bazrah nanti. Lha, kok malah bawa-bawa alam lain.

Namun, sekarang lambung saya sudah sembuh. Begitu juga hati saya yang kemarim biru lebam, sekarang berangsur memerah lagi. Apa rahasianya? Pengampunan, Bray! Doa adalah alatnya.  

Anda tahu yang saya lakukan? Begitu hari pertama libur terjadi, Senin 11 Juni 2018, saya langsung ngacir pergi berziarah ke Gua Maria Kanada (Kampung Narimbang Dalam), Rangkas Bitung. Saya pergi di atas pukul 12.00 dengan naik kereta api. Wah, pilihan transportasi yang tidak tepat untuk hari itu karena itu hari mudik orang-orang Rangkas dan sekitarnya yang bekerja di luar daerah, terutama Jakarta, Bintaro, BSD dll. Jadi kereta sangat penuh sesak. Demikian pula di Statsiun Akhir Rangkas. Penumpang berjejal keluar dari statsiun.

Namun, kami (saya dan Metta, anak saya yang sedang liburan) mendapat kelegaan ketika naik angkot dari statsiun ke Gua Maria. Gua Maria pun milik kami berdua awalnya. Dari perhentian pertama sampai 8 hanya kami berdua. Saaat itu waktu menunjukkan sekitar pukul 14.00. hari sedang terik. Namun, kami menjalani jalan salib kami dari satu stasi ke yang lain di antara keteduhan pepohonan rimbun. Suasana itu membantu kami berdoa dengan sangat pribadi dan khidmat.

Hal lain yang saya lakukan adalah bermeditasi sambil berdoa. Saya berada dalam SOLITUDE. Dalam meditasi itu saya menjadi rileks. Otak saya lebih memilah – memilih, memfilter, menganalisis, memberi jawaban, berpasrah, dan akhirnya saya berserah-SURENDER. Luka saya makin menyembuh. Saya tahu dia akan sembuh 100%. Perlu proses dan perlu waktu.  (Ch. Enung Martina)


Minggu, 01 Juli 2018

AMBON MANISE 12


AMBON NAN DAMAI

(Pic. bbcindonesia)

Cerita dua pemuda Ambon yang dulu bermusuhan saat terseret pusaran konflik atas nama agama pada tahun 1999, tetapi sekarang mereka  bersahabat disebut para pembaca BBC sebagai inspirasi perdamaian.

Salah satu pemuda tersebut menjadi tour guide di bis 1. Pemuda tersebut bernama Ronald Reagen. Barangkali orang tuanya terinsiparasi oleh nama salah satu presiden Amerika Serikat. Weh, ternyata pemandu saya ini begitu saya cari di internet gambarnya bertebaran. Orang terkenal juga ini bocah! Sedangkan yang satu lagi bernama Iskandar. Keduanya menjadi icon perdamaian di Kota Ambon. Saya tidak kenal Iskandar. Namun, Tuhan mempertemukan saya dengan Ronald.

(Ronald)

Poster Iskandar dan Ronald pernah dipasang di salah satu sudut kota di Ambon sebagai "contoh persaudaraan" Muslim dan Kriten dan sebagai bagian dari acara anak-anak muda Seni untuk Damai untuk semakin mempererat pertemanan dan persaudaraan.
"Kami mengajak generasi muda berkeliling dan menikmati karya visual, instalasi dan musik di lima titik di kota Ambon. Namun beberapa orang selama ini masih takut atau enggan untuk mengunjungi...dan kami mau mengajak orang-orang untuk melintasi batas-batas perasaan takut, curiga yang masih ada," cerita Ronald.

Ini kutipan dari bbcindonesia :

bbcindonesia 24 APRIL Kisah mantan tentara anak Ambon: Saling serang, saling bunuh...sampai 'sayang kamu semua' . . Mereka dulu bermusuhan, saat Ambon terlibat dalam pusaran konflik atas nama agama, Muslim dan Kristen. Mereka termasuk dari ratusan anak yang berada di garis depan dalam konflik paling berdarah di Indonesia yang pecah hampir 20 tahun lalu itu. Saling serang, saling bunuh, saling bakar. Mereka terkungkung dalam komunitas yang terpecah, sampai kemudian mereka bertemu, menumpahkan pengalaman dan perasaan. Pertemuan yang membuka mata mereka bahwa mereka adalah imbas dari konflik "entah siapa yang punya perbuatan". Dua pemuda Maluku ini, Ronald Regang dan Iskandar Slameth, kini giat menjadi duta perdamaian dan ingin agar "orang di luar sana mengambil hikmah atas apa yang kami rasakan." #CrossingDivides #MelintasiPerbedaan #peace #perdamaian #hope #harapan #BBCIndonesia @ronal_regan @alendarkhairullaah 

Saat saya mendengar cerita Reagen, saya mendengarnya seolah dia mendongeng dari sebuah negri antah berantah. Namun, itu ternyata nyata dialmai pemuda yang bercerita di hadapan saya dengan matanya yang nanar menerawang mengingat kejadian pilu di masa lalunya.
Bila dia tidak menceritakannya, saya tak akan menyangka bahwa pemuda ini mengalami trauma yang begitu mengerikan dalam hidupnya. Penampilannya sangat ceria dan banyak tertawa serta bercanda. Namun, ketika saya berhadapan muka dan memandang matanya yang tajam mengarah ke beringas, baru saya tahu bahwa mata itu berbicara banyak.  
Hal ini terbukti kala dia emosional karena kejengkelan dan kemarahan. Saya melihatnya saat hari terakhir ketika kami akan makan siang menuju ke satu tempat yang menurut kami sangat tak jelas. Ini bukan salah Ronald dkk. Ini semata kesalahan dari pihak pengelola tour (yang dibayar St. Ursula BSD) yang membawa kami dari Jakarta, yang selama kami di Ambon, pelayanan pengelola tour ini jauh dari memuaskan.  Saat itu Ronald sangat emosional. Dia marah dan jengkel karena komunikasi sangat buruk. Saya sebagai ketua bis 1 menyaksikan dia sangat marah dan kecewa. Saya melihat matanya beringas dan nafasnya memburu serta tak berkata-kata. Namun, saya tahu dia sangat emosional. Saya hanya mendekati dia dan menepuk punggungnya pelan, “Ini bukan salahmu! Kami tahu itu!” Dia berekasi dan menatap saya seperti seorang anak yang diberi dukungan.  
Ketika saya melihat videonya tentang kisah perjalanan perjuangan perdamaian di Ambon menunjukkan bahwa masyarakat Ambon merupakan masyarakat yang cinta damai. Karena itu, ketika ada kerusuhan Ambon tahun 1999 silam menyisakan tanya mengapa itu bisa terjadi pada masyarakat yang menjaga persaudaan sejak ratusan tahun silam. Gaung perdamaian terus dihembuskan di kota ini. Karena itu  pada tanggal 25 November tahun 2009 Kota Ambon dipilih sebagai tempat peringatan Hari Perdamaian Dunia dengan ditandai diresmikannya Gong Perdamaian di Lapangan Pelita.  Srlain itu, Kota Ambon tercatat pada  Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai kota ke-34 situs dengan perdamaian dunia. 

Kehadiran gong perdamaian dunia di Kota Ambon yang pernah dilanda konflik sosial pada 1999-2004 diharapkan dapat menggugah masyarakat Maluku untuk hidup berdampingan sebagai satu keluarga besar sebagai cerminan budaya “pela dan gandong (relasi persaudaraan antara satu negeri dengan negeri lain baik yang sedaratan atau berlainan pulau. Hal ini berlaku  juga antara etnis dan agama yang berbeda.  Pela sendiri berarti perjanjian sedangkan  gandong  sendiri berarti adik)  sebagai warisan leluhur. Gong perdamaian dunia ini pada  lingkaran luarnya bergambar bendera seluruh negara di dunia dan simbol-simbol agama di dunia  pada lingkaran dalamnya. Gong perdamaian  telah “disemayamkan” di 34 kota di dunia. Diharapkan gong yang berasal dari Desa Plajanmlonggo, Jepara, Jawa Tengah, itu mampu menggemakan pesan perdamaian bagi umat manusia di seluruh muka bumi pada umumnya, dan di Kota Ambon pada khususnya.
Meskipun banyak ketidakpuasan yang kami alami dari pelayanan tour yang dipercaya Yayasan kami, tetapi kami mempunyai kenangan indah di Ambon sesuai dengan icon Ambon Manise!
Akhirnya kami tiba untuk meninggalkan Ambon. Setelah berterima kasih pada crew bis 1, kami pun turun menuju ke pintu boarding pass kami. Secara khusus saya menyalami Jack (driver), Andre/Bongkar, serta tak lupa Ronald. Ronald memeluk saya dan mengucapkan : “ Terima kasih, Mama” dengan pandangan tulus bekaca-kaca dari seorang anak. Saya sungguh terharu.
Berakhirlah perjalanan kami di Ambon. Kedaiaman Ambon mengantarkan kami untuk kembali ke rumah kami di Tangerang Selatan.  (Ch. Enung Martina)