Rabu, 08 Juni 2016

Yang Tak Terhindarkan



 Akhir-akhir ini saya menghadiri pemakaman salah satu teman yang usianya 10 tahun di atas saya.  Mbak Naning, begitu saya memanggil beliau. Ia sosok yang sederhana. Ia seorang guru Bahasa Inggris di sebuah sekolah negri di bilangan Jakarta.

Saya mengenalnya sudah lama. Dua puluh tahun barangkali saya mengenal dia. Paskah 2015 dia mengalami kecelakaan terkena semburan api saat dia menyalakan kompor ketika akan menghangatkan sup untuk adiknya, Mbak Anik, yang tinggal serumah dengannya. Sabtu, 4 Juni 2016 beliau dikabarkan meninggal.

Hari itu saya sedang sangat sibuk karena kegiatan penjualan seragam dan buku di sekolah yang berlangsung hingga pukul 16.00. Sepulang dari penjualan saya langsung ke gereja untuk mengikuti Ekaristi karena hari minggunya saya bertugas bakti sosial di Jelupang. Sungguh padat jadwal yang saya punyai. Saya memutuskan untuk hadir di pemakamannya di Jelupang pada hari Minggu tanggal 5 Juni sesudah saya pulang baksos.

Pertemuan saya yang terakhir dengan beliau pada bulan Maret 2016. Ia masih sehat. Kami mengobrol, makan siang dengan lauk tempe goreng,  sayur bening, rebus pete, sambal ikan, sosis sapi goreng, dan kerupuk.  Kami saling bercanda. Ada perasaan bahagia bertemu dengan sahabat yang dipertemukan Tuhan sedemikian rupa. Relasi yang indah yang memperkaya jiwa saya.

Kematian adalah salah satu episode hidup seseorang yang tak bisa dihindari. Ketika itu tiba waktunya, tak satu pun dapat mengelak. Namun, kala kita ditinggalkan mereka yang saatnya tiba untuk menyongsong kematiannya, kita merasa berat. Ada beberapa penyesalan mungkin. Seperti dengan Mbak Ning ini, saya juga mempunyai penyesalan karena saya belum menengok lagi sesudah 3 bulan berlalu. Saya menyesali kenapa saya tidak menyempatkan diri dari kesibukkan saya untuk barang sebentar menenegoknya.

Penyesalan tak akan berujung dengan kepuasan batin memang. Tiba saatnya saya sekarang melakukan untuk memberikan perhatian saya dalam bentuk lain, yaitu dalam bentuk mendoakan dia. mengirimkan cinta saya melalui kata-kata yang saya bisikkan untuk Mbak Ning, kakak, dan juga sahabatku.

Sesudahnya saya berjanji pada diri saya sendiri, saat hati saya menmanggil untuk datang menengok seseorang, lakukan, tak usah tunggu waktu luang, tak usah tunggu hari baik, tak usah berkilah sibuk, dan aneka alasan lain. Karena waktu ada yang memilikinya dan ada yang merngaturnya dengan cara tersendiri yang tak pernah diberitahukan kepada siapa pun.