Kita
menghadapi kemelut hidup dimulai dari yang kecil hingga yang besar, dari tiada
menjadi ada, dari mulai kita lahir, hidup, dan akhirnya mati. Hidup memberikan
begitu banyak pengalaman yang tak pernah sama untuk semua orang.
Kita
berbagi pengalaman dengan orang lain. Berbagi kesakitan yang dialami kita lalui
untuk menuju pemulihan. Segala sesuatu berjalan menurut proses yang memang
seharusnya dilewati. Kita menghadapi berbagai tantangan yang selalu dimulai
dengan tanda tanya. Kita mencoba menuntaskan kemelut itu satu persatu. Ketika
semuanya berlalu, barulah kita melihat dan tersadar betapa hidup ini penuh
dengan warna.
Terkadang
hidup begitu penuh ceria, bahagia, tawa riang. Di sisi lain, hidup penuh dengan
derita, duka, nestapa, dan air mata.
Berbagai emosi bermunculan bagai gelombang,
pasang dan surut. Terkadang kita dengan gagah berani menghadapi
kenyataan tetapi lain kali kita bersembunyi karena sudah tak mampu lagi menghadapinya. Kita
sekali waktu menjadi pahlawan, tetapi waktu lain kita menjadi pecundang. Saat
tertentu kita bersinar karena semangat yang begitu prima memuncak, tetapi saat
lain, kita dalam keadaan lemah, letih,
lesu, tak berdaya. Hati kita dicekcoki dengan pertanyaan mengapa orang begitu
baik dan mengapa orang begitu jahat.
Ternyata berbagai pertanyaan itu jawabannya terdapat di relung hati. Kita hanya
perlu menyibakkan tabirnya agar bisa tersenyum saat menerima jawaban dari semua
pertanyaan kita. Jawaban-jawaban itu terkadang tidak nyata dan tak gamblang,
atau ceto welo-welo (terbnaca mata). Akan
tetapi, pastilah semua pertanyaan ada jawaban akhirnya. Apakah jawabannya memuaskan atau tidak, itu tergantung pada
kebutuhan kita. Alangkah indahnya bila jawaban itu dapat menciptakan suatu
keajaiban yang membawa kepada perubahan yang baik.
Sebetulnya
semua kemelut hidup akan mendidik kita untuk menjadi lebih baik lagi dari
sebelumnya. Namun, untuk menyadari hal itu memerlukan proses yang alot dan
tidak mudah. Semua itu kembali kepada seberapa lebar kita menyibak hati. Kebahagiaan
adalah sesuatu yang relatif bagi semua orang.Tidak ada ukuran yang pasti untuk
menimbang kebahagiaan. Karena itu harta yang berlimpah dan materi yang berlebih
tak bisa menjamin hidup seseorang bahagia.
Di
bawah ini beberapa langkah untuk mengalihkan berbagai perasaan tertekan menurut
beberapa sumber yang saya baca:
1.
melupakan semua peristiwa yang menyakitkan dengan cara menggantungkan harapan
dengan
berdoa.
2.
Carilah kegiatan positif yang merasa
kita lebih berguna.
3.
Mengisi hari-hari dengan kegiatan yang banyak menggunakan otak kanan, misalnya
kegiatan
yang berkaitan dengan seni dan berbagai
hobi positif yang lain.
4.
Bergeraklah, berolahraga.
5.
Masuk dalam sebuah komunitas yang positif: mendiskusikan berbagai hal,
memperluas
pengalaman, dan memperluas wawasan.
6.
Mengungkapkan perasaan negatif melalui
media (buku harian, surat, blog, dll.) atau secara
Langsung membicarakannya.
7.
Membaca bacaan/buku-buku yang menginspirasi.
Satu lagi yang menurut saya ini
paling sukar untuk dijalani yaitu bersabar. Saya mengutip pendapat dari Ahmad
Fuadi dalam novelnya Ranah 3 Warna tentang kesabaran:
“
Yang namanya dunia ada masa senang dan ada masa kurang senang. Di masa kurang
senanglah kita harus aktif.Aktif untuk bersabar. Bersabar tidak pasif, tetapi
aktif bertahan, aktif menahan cobaan, aktif mencari solusi. Aktif menjadi yang
terbaik. Aktif untuk tidak menyerah pada keadaan. Kita punya pilihan untuk
tidak menjadi pesakitan. Sabar adalah punggung bukit terakhir sebelum sampai di
tujuan. Setelah ada di titik terbawah, ruang kosong hanyalah ke atas. Untuk
lebih baik. Bersabar untuk menjadi lebih baik. Tuhan sudah berjanji bahwa
sesungguhnya Dia berjalan dengan orang yang sabar,” (Ranah 3 Warna hal. 131).
Demikianlah hidup dengan kemelutnya
akhirnya membawa kepada satu titik kesadaran bahwa kita tidak bisa melangkah
sendiri. Kita memerlukan bantuan orang lain. Tentunya yang paling utama kita
tak akan pernah bisa lepas dari peran Tuhan dalam hidup kita. (
Posted by Ch. Enung Martina )
# # #