Orang Upahan di Kebun Anggur
Sejak dulu saya sangat penasaran dengan cerita tentang orang
upahan di kebun anggur. Setiap kali saya membaca, saya melihat memang tidak
adil. Mata manusia saya tidak melihat keadilan. Memang hal ini didasarkan pada
pengalaman pribadi sendiri sebagai orang upahan. Ada beberapa pengalaman pribadi
yang mirip denagn cerita ini. Dengan pengalaman pribadi ini saya cenderung
menjadi orang yang bersungut-sungut karena merasa tak adil juga. Bila dibandingkan
dengan cerita tersebut, saya merupakan orang upahan yang bekerja dari pagi buta
hingga matahari terbenam. Jelaslah, bahwa saya merasa diperlalkukan tak adil
oleh majikan saya.
Namun, pada Tahun Hikmat ini, saya mendapat enlightment ‘pencerahan’ tentang cerita
ini. Pencerahan ini saya dapatkan ketika saya mengikuti seminar Kitab Suci yang
diberikan oleh Romo Josef Sutanto, Pr. di St. Ambrosius, Vila Melati Mas.
Mari kita lihat utuhnya cerita tentang orang upahan di kebun
anggur di bawah ini:
“Adapun hal Kerajaan
Allah sama seperti seorang pemilik kebun anggur yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja
untuk kebun anggurnya. Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai
upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya.
Kira-kira pukul
sembilan pagi ia keluar lagi dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain
menganggur di pasar. Katanya kepada mereka: Pergilah juga kamu ke kebun
anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan kepadamu. Lalu mereka pun pergi.
Kira-kira pukul dua
belas dan pukul tiga petang ia keluar dan melakukan sama seperti tadi.
Kira-kira pukul lima
petang ia keluar lagi dan melakukan sama seperti tadi. Kira-kira pukul lima
petang ia keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada
mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? Kata mereka
kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi
jugalah kamu ke kebun anggurku.
Ketika hari malam
pemilik kebun itu berkata kepada mandornya: Panggillah pekerja-pekerja itu dan
bayarkan upah mereka, mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka
yang masuk pertama.
Lalu datanglah mereka
yang mulai bekerja kira-kira pukul kira-kira pukul lima dan mereka menerima
masing-masing satu dinar. Kemudian datanglah mereka yang masuk pertama, sangkanya
akan mendapat lebih banyak, tetapi mereka pun menerima masing-masing satu dinar
juga.
Ketika mereka
menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada pemilik kebun itu, katanya: Mereka
yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka
dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik
matahari.
Tetapi pemilik kebun
itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil
terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Ambillah bagianmu
dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk gterakhir ini sama
seperti kepadamu. Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak
hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?
Demikianlah orang yang
terakhir akan menjadi yang pertama dan yang pertama akan menjadi yang terakhir.
(Mat 20:1-16)
Untuk bisa memahami cerita ini kita harus lihat latar
belakang pembagian waktu berdasarkan tradisi Yahudi. Pembagian waktu dalam
tradisi Yahudi atau jadwal tradisional dalam tradisi Yahudi seperti berikut: Matins (12 PM) (tengah malam), Lauds (jam 3 AM/pagi), Prime (6-9 AM), Underne (9-12AM), Sexte (12-3PM-siang), None (3-6 PM/sore), Vesper (3-6 PM – senja), Compline (9-12 PM/malam).
Dalam cerita dikatakan bahwa Pemilik Kebun Anggur pagi-pagi benar keluar mencari
pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. Diperkirakan itu sekitar pembagian
waktu Prime ( 6-9 PM). Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja
itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya. Romo
Josef menjelaskan bahwa saat itu adalah zaman susah. Kalau orang mendapatkan
pekerjaan itu adalah hal yang dinanti-nantikan. Mereka adalah para buruh lepas
yang bukan pegawai tetap. Jadi bisa dibayangkan bahwa ketika mendapat pekerjaan
pada hari itu mereka sudah sangat beruntung sehingga bisa mendapat upah untuk
hari itu, 1 dinar. Jika dirupiahkan setara dengan gaji buruh harian (UMR)
kira-kira Rp 125.000.
Kira-kira pukul
sembilan pagi ia keluar lagi dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain
menganggur di pasar.
Ini berarti Pemilik Kebun Anggu keluar lagi mencari pekerja pada pembagian waktu
Underne. Romo Josef menjelaskan bahwa
kalau
golongan pertama tadi para upahan ini beruntung karena mereka mendapat
pekerjaan dari pagi. Semenatra orang-orang golongan kedua adalah para lelekai
yang sedang kongko di pasar menantikan orang yang menawari pekerjaan. Mereka sudah
merasa kuatir, takut tidak mendapat pekerjaan untuk hari itu. Begitu mendapat
tawaran dari Pemilik Kebun Anggur, pasti mereka seneng. Hati mereka ayem karena
mendapat upah untuk kari ini. Artinya anak istri di rumah tidak kelaparan.
Kira-kira pukul dua
belas dan pukul tiga petang ia (pemilik kebun anggur) keluar dan melakukan sama seperti tadi. Ini artinya pembagian waktu pada
kuadran 3- Sexte. Itu berarti hari semakin
siang. Para pekerja yang mendapat pekerjaan akan mengalami deg-degannya lebih
daripada golongan 1 dan 2. Mereka membayangkan bahwa sudah siang mereka belum
mendapat pekerjaan. Artinya hari ini
anak-istri bakal kelaparan. Tak ada tepung untuk membuat roti atau sayuran
sekedarnya atau sedikit tetelan daging. Untuk makan malam nanti. Golongan pekerja
yang mendapat pekerjaan pada kurun waktu ini, rasa syukurnya lebih banyak.
Kira-kira pukul lima
petang ia keluar lagi dan melakukan sama seperti tadi. Jam kerja di sana berakhir pukul 6
sore. Kita bisa membayangkan bahwa pekerja dari kelompok yang keempat ini
adalah buruh yang nyaris tak mendapat pekerjaan. Nyaris menganggur hari itu. Anak
istri nyaris kelaparan karena kepala keluarga tak mendapat uang untuk hari itu.
Kita membayangkan betapa mereka sudah berdoa dari pagi hingga siang. Mungkin kala
matahari tergelincir ke barat, mereka sudah melepaskan harapan mereka untuk
hari itu. Kita perhatikan bahwa mereka bukan orang malas. Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? Kata mereka
kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Betapa mereka akan sangat
bersyukur ketika Pemilik Kebun anggur menawarkan pekerjaan. Mungkin mereka akan
mau ketika diminta untuk kerja lembur. Demi memberi nafkah anak istri, mereka
akan sanggup melakukan pekerjaan hingga jauh malam sekali pun. Saya membayangkan
kalau situasi itu diri saya, saya akan sujud syukur mendapat pekerjaan di
penghujung hari.
Ketika saya mendapat pencerahan ini, rasa ketidakadilan yang
selama ini saya rasakan ketika membaca cerita ini, seketika sirna. Dulu saya
sebel banget ketika Si Pemilik Kebun Anggur berkata: Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau
iri hatikah engkau, karena aku murah hati? Namun, ketika saya mendapatkan
pengetahuan ini saya merasakan bahwa diri saya meleleh dan lumer oleh rasa yang
sangat bersyukur. Saya bersyukur karena saya tergolong upahan tetap yang
bekerja tanpa harus kuatir untuk tidak mendapat pekerjaan pada hari itu. Saya sangat
bersyukur karena segalanya lebih dari cukup untuk saya dan keluarga. Saya berlimpah
dengan berkat yang diberikan untuk saya.
Maka meneteslah air mata syukur di pelupuk mata saya.
(Christina Enung
Martina, Jelupang, Jumat Agung 2019)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar