Prihal orang-orang yang menjalani hidup dengan
berserah (surrender) , dalam kemalangannya muncul hikmah yang malah membawa
mereka pada keberuntungan. Dalam peristiwa keberserahan muncul berkah
tersembunyi (blessing in disguise). Orang orang sejenis ini adalah manusia yang
tidak melonjak-lonjak lupa diri pada kala mereka beruntung, sebaliknya kala
kemalangan, mereka tidak jatuh dalam kesedihan dalam dan depresi berat. Susah
dan senang, kalah dan menang adalah bagian yang wajar dalam kehidupan.
Kehidupan memang menyimpan sejumlah misteri yang tak terkenali. Mereka inilah
yang orang tua sering menyebutnya eling
lan waspada.
Berbicara tentang kata eling, saya teringat teman saya Mbak Fenny yang membuka usahanya
dengan merek ELLING! (saya tidak promosi!) Hebat Mbak! Piye kabare? Salam untuk Mbak Fenny, di mana pun Anda berada!
Semoga sukses dan selalu eling!
Menurut sebuah buku yang pernah saya baca,
orang-orang yang agresif dalam kehidupan senantiasa ingin memaksakan kehendak,
ide, dan kemauannya. Namun, kebalikannya, orang-orang besar yang bijak
mengetahui bila mana ia harus memegang kendali yang ketat, dan mengetahui kapan
harus membiarkan kendali lepas. Semuanya bukan demi dirinya, tapi demi
kelangsungan hidup yang baik. Saya kira Paus Emiritus Benedictus VI adalah
salah satu dari mereka orang besar yang bijak itu.
Kalau
tali gitar dipetik terlalu keras, maka snarnya akan putus, lagunya akan hilang.
Sebaliknya kalau senar dipetik terlalu kendur, maka ia tak akan mengeluarkan
suara. Tarikan tak boleh terlalu keras atau terlalu lembut. Si pemainlah yang
harus pandai menimbang dan bijak meraba. ( Wisdom of the Common People)
Menurut buku yang saya baca ada siklus dalam
kehidupan ini. Siklus itu berlaku juga dalam hidup manusia. Mereka yang hidup
dengan seimbang dan mampu menahan diri pada umumnya hidup sehat dan panjang
umur. Kebalikannya, orang yang mengumbar habis hasrat, energinya akan cepat terkuras. Usia pun menjadi pendek dan
kalau pun berumur panjang dia akan penuh dengan sakit dan penyakit.
Ternyata orang itu harus percaya diri, tetapi
sekaligus tahu diri. Tahu kapan saatnya makan dan kapan harus berhenti makan.
Kapan harus bekerja dan kapan harus beristirahat. Begitu pun Al Kitab berkata:
ada saatnya menanam, ada saatnya menuai. Semua ada waktunya. Seseoarng menjadi
orang besar karena dia mengetahui keterbatasannya.
Dalam hidup pasti ada perubahan. Perubahan
linear adalah adalah perubahan yang digerakkan oleh kemauan keras manusia.
Namun, kenyataannya perubahan itu hendaknya juga memperhatikan beberapa aspek,
antara lain: siklus kehidupan manusia, situasi dan kondisi, pengaruh lingkungan
alam, dan berbagai interaksi. Diharapkan dengan pemahaman akan berbagai
perubahan itu, saya dan Anda dengan rendah hati dan penuh keterbukaan
mengandalkan diri pada Sang Pencipta.
Dalam menghadapi perubahan itu diperlukan kehidupan yang benar: memberi tahu tentang
perlunya suatu cara hidup yang mendukung tujuan spiritual yang hendak dicapai.
Untuk itu diperlukan ketetapan hati yang benar : ada niat memfokuskan pada
tujuan yang akan membimbing seluruh tindakan maupun keyakinan. Selain itu
memperhatikan perkataan yang benar: membawa kita pada disiplin untuk selalu
berkata benar. Juga memerlukan pikiran yang benar: seluruh hidup kita adalah
hasil dari apa yang kita pikirkan. Mempunyai pikiran yang benar sangat penting
karena membawa pada pencapaian pencerahan. Dan untuk itu kita membutuhkan usaha
yang benar: pencapaian pencerahan bukanlah sesuatu yang mudah, diperlukan usaha
yang sungguh-sungguh. Karena itu betapa pentingnya kehendak sehingga akhirnya kita bisa
melakukan perbuatan yang benar: perbuatan sesuai hukum agama/ ajaran
spiritualitas. Akhirnya semua itu akan membawa kebahagiaan dan kedamaian bagi
diri saya, diri Anda, juga bagi orang-orang di sekitar kita.
Keberpasrahan juga sering dilambangkan pada
analogi alam, semisal air. Ada sebuah puisi klasik Cina yang melihat
kebijaksanaan air:
Mereka yang bijak bagaikan air
Memberi manfaat kepada segala
Tidak bersaing dengan semua
Air mengalir ke bawah
Ke tempat yang dilihat sebelah mata
( Tao te
Ching: Lao Tse, 500 SM)
Air mempunyai karakter asli yang lembut, lentur, dan mudah mengalir
dengan leluasa tanpa beban. Ia membersihkan, menyegarkan, dan menyejukan. Ia
bersifat adil kepada semuanya tanpa memilih, tanpa melihat perbedaan, tanpa
pertimbangan. Ia senantiasa stia, tekun, dan bergerak tanpa henti, tanpa lelah,
tanpa menyerah. Meskipun sisi lain ia juga responsif, di luar dugaan, dan tanpa
perhitungan.
Keberpasrahan juga sering dilambangkan dengan bumi. Planet biru yang
sudah tua, tetapi ia tetap setia. Apa pun yang terjadi dia berserah pada Penciptanya.
Keberpasrahan bukan berarti menyerah. Juga tidak sama dengan mengalah.
Keberpasrahan adalah surrender
menyerahkan dan mempercayakan pada Sang Pencipta. Keberpasarahan juga bukan
pasif. Karena seperti uraian di atas tadi: di dalamnya juga ada strategi. Dalam
berpasrah ada setia tanpa kenal lelah seperti dilambangkan dengan air.
Begitulah dalam keberserahan di dalamnya ada iman yang kuat akan satu
keyakinan bahwa Sang Pencipta sudah menyediakan segala yang terbaik.
Rancangan-Nya adalah rancangan damai sejahtera.
(Ch. Enung Martina)