Setiap orang mempunyai tujuan dalam hidupnya.
Tujuan itu ada yang benar-benar disadari dan diperjuangkan. Namun, ada juga
yang tak disadari karena seseorang mersa hidup itu mengalir begitu saja:
mempunyai keluarga, mempunyai teman dan jaringan sosial, mempunyai pekerjaan,
mempunyai pendidikan, mempunyai harta yang mungkin didapat sendiri atau
warisan. Dengan demikian orang ini tak pernah berpikir apa itu tujuan hidupnya.
Tak pernah terpikirkan, tak ingin memikirkannya, dan tak mempunyai kesempatan
untuk memikirkan. Semuanya hidup terasa ada begitu saja, sudah wajar, sudah
biasa.
Begitu kita
melihat bahwa hidup itu tidak hanya sekedar ada dan berlalu begitu saja,
melihat hidup dari sudut pandang yang berbeda, tentunya baru menyadari bahwa
hidup ada tujuannya. Untuk mencapai tujuan itu seseorang harus berjuang dan harus
berlajar. Dalam proses belajar ini seyogyanya seseorang mempertahankan sikap
dan akal budi seorang pemula. Artinya hendaknya kita selalu siap menerima
pelajaran yang baru. Selalu dengan rendah hati menerima kritik dan saran. Siap
menerima pelajaran baru. Selalu siap dan bersemangat untuk mendapatkan hal-hal
baru. Setiap saat kita melihat dan merasakan hal-hal baru, meskipun dari
pengamatan luar sepertinya yang dilakukan dan dipandang masih sama saja dengan
hari yang lalu. Sanubari dan mata batin dilatih untuk menatap sesuatu dengan
perasaan dan intuisi, segar, dan baru. Dengan cara demikian orang dapat
menghindari kejenuhan dalam belajar, berlatih, atau bekerja.
Manusia tak pernah merasa puas dengan berkah yang
diterimanya, sekalipun orang itu sudah berkelimpahan. Orang akan terus berilusi
menjadai lebih dan lebih. Dia selalu beranggapan masih kurang. Kalau direntang
terus tanpa henti, tanpa perhitungan, di luar batas kemampuan, dan dengan
kecepatan tinggi, maka orang akan melingkar kembali ke titik awal. Ingat kembali
akan dongeng tukang batu yang menjadi orang kaya, kemudian jadi pejabat, jadi
raja, jadi matahari, jadi awan, jadi angin, jadi gunung batu, dan kembali
menjadi pemecah batu. Apa yang dia raih
tak pernah memuaskan dirinya sehingga orang itu kembali ke titik awal. Rupanya
titik awal bagi tukang batu dalam dongeng ini bila disadari dengan penuh syukur
itulah yang menjadi sempurna. Sepertinya hidup tak selalu dianggap berhasil
dengan memuaskan keinginan untuk mencapai semua yang dikehendaki.
Dalam belajar untuk mencapai tujuan, betapa banyak
pilihan dalam hidup ini. Karena itu, kita jangan terpaku pada pola-pola yang
sama. Semangat atau kepercayaan diri adalah hal yang utama, tetapi belum
lengkap tanpa daya juang dan keterbukaan hati untuk menerima apa yang terjadi
dalam hidup. Ada orang yang mudah untuk mengepakkan sayapnya berjuang
mengarungi angkasa kehidupan. Namun, ada juga orang yang mudah kehilangan
kemauan kuat dan daya juangnya. Determinasi begitu lebih tepatnya, adalah
kemauan kuat yang tidak mengenal kata menyerah, rupa-rupanya sangat diperlukan
untuk mengarungi samudra kehidupan yang penuh tantangan ini. Agar determinasi
itu tetap ada, rupanya diperlukan suatu dorongan yang terus mendorong tanpa
henti. Motivasi memang diperlukan untuk itu.
Mengenal diri kita dengan segala kelebihan dan
kekurangannya, mengenali musuh dengan segala kekuatan dan kelemahannya, adalah
salah satu strategi untuk meraih tujuan. Mengenal medan tempat kita berjuang,
mengenali iklim di sekitar lingkungan kita, maka kemenangan akan datang
perlahan kepada kita. Mengenal diri sendiri, bukan hanya semata mengetahui
kelemahan dan kelebihan kita, tetapi juga
mengetahui juga hal-hal yang tak nyata dan tak disadari selama ini.
Musuh diartikan juga sebagai lawan atau partner dalam bidang kerja kita. Iklim
yang dimaksud bukan hanya sekedar alam saja, tetapi juga menyangkut pada
perubahan zaman dengan segala kemajuannya.
Sebelum bertindak perlu juga waspada. Pikirkan
yang terburuk. Setiap peristiwa, setiap
masalah, hendaknya dihadapi dengan sikap menghadapi sesuatu yang baru: serius,
antusias, dan tidak menganggap remeh.
Strategi Meraih Tujuan
Selain motivasi, seseorang juga perlu memikirkan
strategi, teknik, taktik, informasi, dan skenario keluar dari kejatuhan jika
segala sesuatunya tak berjalan mulus dan lancar sesuai yang diharapkan. Strategi
itu bisa saja kita meniru, mencontek, mengadopsi dari orang yang pernah
mengalami masalah serupa. Namun, baik juga jika kita mempunyai kekhasan yang
keluar dari diri kita. Yang asli, yang orisinil. Keaslian ini sangat baik
karena menunjukkan jati diri seseorang. Pengalaman
langsung, kewajaran, dan spontantanitas merupakan ciri-ciri utama yang menjiwai
keaslian.
Bila kita mengalami kejatuhan dalam meraih tujuan,
orang perlu kembali melihat semua yang sudah terjadi. Merunutnya dan
memandangnya dengan lebih objektif. Dalam keheningan total, kesadaran murni akan membimbing orang
ke arah kebenaran sejati yang tanpa amarah, tanpa rasa dengki, dan tanpa
dendam.
Perlu pula diperhatikan dalam strategi untuk
bertahan adalah jangan tergoyahkan oleh kritikan atau pujian. Sampai batas mana
perlu sikap teguh hati, tidak ambil pusing, dan di mana batas untuk
bersikap terbuka, mau menerima penilaian
orang? Itu semua diperlukan kebeningan pikiran dan hati untuk memilahnya.
Bolehlah menjadi satu acuan bagi kita bahwa sekali pun pengalaman pribadi dan
pencerapan langsung mendapat tempat utama, tetapi masukan dari luar senantiasa
boleh diterima untuk disaring. Pendapat dan pengalaman orang lain juga bisa
menjadi bahan pelajaran untuk memperkaya diri kita dan menambah wawasan. Dengan
talenta, kemampuan, , kepercayaan diri,
daya juang, motivasi dari orang-orang kepercayaan, keterbukaan hati pada
inspirasi dari orang lain, dan keyakinan akan rahmat Ilahi, kita semua berharap
segala asa dan tujuan hidup kita bisa tercapai dengan baik. (Ch. Enung Martina )