Proses komunikasi pada zaman
ini sangat dipicu oleh pertanyaan yang langsung ditindaklanjuti dengan pencarian
berbagai jawaban. Sarana-sarana pencari di internet dan jaringan sosial telah
menjadi titik awal dari komunikasi banyak orang, yang berusaha menemukan
berbagai nasihat dan saran, ide-ide, informasi, dan jawaban yang dirasa sesuai.
Sesungguhnya manusia zaman
sekarang secara terus menerus dibombardir dengan berbagai informasi dan
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang
tidak pernah mereka ajukan, dan dengan berbagai kebutuhan yang tidak mereka
sadari. Seseorang belum tentu ingin mengetahui tentang satu informasi. Namun,
media sosial menampilkan topik tertentu. Akhirnya, seseorang dengan sengaja
atau tidak sengaja, dengan niat atau tidak niat, toh informasi tersebut terbaca
juga.
Dalam derasnya informasi
seperti ini, diperlukan suatu hikmat untuk mampu memilah informasi yang akan
dibaca. Bahkan sekali waktu seseorang perlu menolak informasi yang tak ingin ia
ketahui. Keputusan untuk memilah dan
menolak suatu informasi itu adalah hak seseorang. Jika kita ingin mengenali
pertanyaan-pertanyaan yang benar-benar penting saja dan berfokus pada hal-hal
itu, maka keheningan adalah sebuah sarana berharga yang memampukan kita untuk
mempunyai ketrampilan membedakan secara baik apa yang sungguh penting itu, di
tengah meningkatnya kuantitas informasi dan data yang kita terima.
Bagaimanapun, di tengah
kompleks dan beragamnya dunia komunikasi, banyak orang kemudian menemukan
dirinya berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan fundamental dari keberadaan
umat manusia dan informasi: Siapakah aku? Apa yang dapat aku ketahui? Apa yang
seharusnya aku lakukan? Apa yang dapat aku harapkan? Apakah aku memrlukan hal
tersebut? Mengapa aku memrlukannya? Adakah maknanya buatku? Adakah dampaknya
bagi orang lain? Bisakah membawaku pada yang kucari?
Adalah penting untuk
mendukung mereka yang mempertanyakan semua itu, dan untuk membuka
kemungkinan-kemungkinan terhadap sebuah permenungan yang melahirkan refleksi
dan karya reflektif. Atau membawa pada dialog yang sehat, melalui sarana
kata-kata dan tukar pikiran, dan juga kepada panggilan untuk mengolahnya dalam
keheningan. Sesuatu yang seringkali lebih berharga daripada sebuah jawaban yang
terburu-buru, dan memungkinkan si pencari jawaban menjangkau kedalaman
keberadaan mereka, membuka diri mereka kepada jalan pengetahuan yang telah
diukir oleh Sang Sumber di dalam hati manusia.
Pertanyaan-pertanyaan
menunjukkan kegelisahan umat manusia, yang tak henti-hentinya mencari
kebenaran, mulai dari yang terpenting hingga yang kurang penting, yang mampu
memberikan arti dan harapan bagi hidup mereka. Kegelisahan itu membawa mereka
pada ketergesaan untuk mencari data dan informasi sehingga semua yang di dapat
bersifat dangkal di permukaan. Tak hanya dangkal, juga dapat mendaatangkan malapetaka
bagi dirinya dan sesame. Sehingga kegelisahan bukannya sirna malah berganti
dengan kemarahan dan penderitaan.
Beberapa orang tidak mau
berhenti dan tidak merasa puas dengan tukar pikiran yang mengundang pertanyaan
dan jawaban hanya bersifat superfisial / permukaan saja. Banyak pendapat-pendapat yang skeptis tentang
kehidupan – pada masa ini. Karena itu
meraka berada dalam pencarian akan
kebenaran dan memendam kehausan akan kebenaran yang mereka rindukan. Di situlah letaknya mereka saling berabgi
kebenaran. “Ketika manusia saling bertukar informasi, sesungguhnya mereka
sedang saling berbagi diri mereka sendiri, saling berbagi pandangan mereka akan
dunia, harapan-harapan mereka, dan cita-cita mereka” (Message for the 2011 World Day of Communications).
Dalam pencarian informasi
inilah, diperlukan kegiatan berliterasi yang kritis. Kritis terhadap informasi
yang dibaca. Kriris terhadap diri kita untuk mempertanyakakn seberapa
pentingnya informasi ini untuk kita, seberapa mendesaknya informasi itu kita
perlukan?
Kekritisan kita akan lebih
tajam bila kita berliterasi dalam hening. Hening yang dimaksud adalah dengan
pikiran jernih dan hati yang lapang. Tidak tergesa-gesa dan tertekan. Melainkan
semua disadari penuh.
Perhatian harus diberikan
kepada berbagai jenis situs web, aplikasi, dan jaringan sosial yang dapat
membantu manusia zaman ini menemukan waktu untuk permenungan dan mempertanyakan
hal-hal yang otentik, serta untuk menciptakan waktu-waktu hening sebagai
kesempatan untuk saat teduh, bermeditasi, atau saling berbagi hal yang positif
dan menginspirasi. Melalui kalimat-kalimat yang singkat namun padat, kata-kata
yang membangkitkan motivasi.
Sebaliknya perlu diwaspadai
berbagai situs, web, jejaring sosial, dan aplikasi yang isinya membawa pada
perpecahan. Konten yang memanipulas, yang memalsukan dan memutar balik
kenyataan bahwa yang salah jadi benar, sementara yang benar menjadi salah.
Manusia pada umumnya ingin
hidup damai dan sejahtera. Namun, bila ada situasi perpecahan, itu karena ada
kerakusan yang menguasai manusia sehingga mereka mencari cara untuk memuaskan
kerakusan tersebut. Mereka mencari cara untuk memanipulasi berbagai macam,
termasuk data dan informasi yang diputarbalikan.
Di sinilah hikmat berlaku
untuk menjadikan kejernihan hati dan pikiran dalam membedakan yang benar dan
yang salah. Hikmat membuat manusia berani menyatakan bahwa yang benar adalah
benar dan yang salah adalah salah. Hikmat
yang mampu membawa manusia kepada hakikat yang sebenarnya sebagai Citra Allah. Hikmat
akan hadir pada kala hening ada dalam setiap hati.
Tidaklah mengherankan bahwa
berbagai tradisi agama yang berbeda, sama-sama menghargai kesendirian dan
keheningan sebagai sebuah keadaan yang berharga yang membantu manusia menemukan
jati dirinya kembali dan menemukan Kebenaran yang memberi makna kepada segala
hal. Dengan demikian akan membawa manusia pada hikmat yang membuat hidup mereka
lebih terarah bukan hanya pada dirinya sendiri an kelompok atau golongannya
(eksklusif), melainkan membawa manusia
pada sesamanya siapa saja, bahkan yang bersebrangan dengannya (inklusif). (Ch. Enung Martina)