Senin, 10 November 2025

ARTIKEL HARI ST. URSULA 2025

 


Brave Hearts, Strong Spirits, Shining in Love


Judul di atas menjadi tema perayaan Hari Santa Ursula tahun 2025 di Kampus Santa Ursula BSD. “Brave Hearts, Strong Spirits, Shining in Love” mengajak setiap Ursulin muda dan seluruh pendidik untuk meneladani keberanian dan ketangguhan Santa Ursula dalam menempuh jalan iman, pengetahuan, dan kasih. Di tengah dunia yang terus berubah, semangat ini menginspirasi setiap pribadi untuk memiliki hati yang berani menghadapi tantangan, jiwa yang tangguh dalam berjuang, serta cinta yang memancar dalam setiap tindakan nyata. Perayaan ini menjadi ungkapan syukur atas warisan spiritual yang terus hidup dan berbuah dalam karya pendidikan Santa Ursula BSD.


Keberanian bagi para Sanurian di zaman ini tidak lagi hanya berarti menghadapi bahaya besar atau perjuangan fisik, tetapi juga tentang kesetiaan pada nilai-nilai kebenaran dan kasih di tengah arus dunia yang cepat berubah. Di Kampus Santa Ursula BSD, keberanian itu tampak dalam keseharian: para guru yang terus berinovasi dan mendampingi dengan hati, para siswa yang berani berpikir kritis dan tetap rendah hati, staf tata usaha dan karyawan yang setia melayani dengan ketulusan meski dalam kesibukan dan keterbatasan. Keberanian sejati adalah keberanian untuk tetap menjadi terang di tengah kegelapan, melakukan yang benar meski tidak populer, dan terus menabur kasih tanpa pamrih. Di sinilah semangat “Brave Hearts, Strong Spirits, Shining in Love” menemukan wujud nyatanya dalam langkah-langkah sederhana setiap Sanurian yang berani mencintai dan berkarya dengan sepenuh hati.


Keberanian sejatinya  tumbuh dari hati yang percaya dan jiwa yang teguh pada nilai-nilai kebaikan. Dalam kehidupan sehari-hari di kampus BSD, keberanian itu tampak ketika seseorang berani mengakui kesalahan dan belajar darinya, ketika guru tetap setia mendampingi meski hasil belum terlihat, ketika siswa berani berbicara dengan jujur, dan ketika setiap karyawan memilih bekerja dengan integritas tanpa mencari pujian. Keberanian juga berarti tidak menyerah pada kelelahan atau ketidakpastian, melainkan terus melangkah dengan harapan dan doa. Seperti Santa Ursula yang mengandalkan kekuatan kasih Tuhan dalam menghadapi tantangan, para Sanurian pun diajak untuk menyalakan keberanian itu setiap hari untuk menjadi diri sendiri, untuk melayani dengan tulus, dan untuk memperjuangkan kebaikan di mana pun berada.


Unsur kedua dari tema di atas adalah tentang keteguhan jiwa. Keteguhan jiwa menjadi dasar yang meneguhkan semangat Sanurian dalam menjalankan setiap tugas dan kewajiban. Di tengah tuntutan pekerjaan, studi, maupun pelayanan, keteguhan ini tampak dalam kesetiaan untuk tetap berproses dengan sabar, tekun, dan bertanggung jawab. Guru yang terus membimbing meski lelah, siswa yang berjuang menyelesaikan tugas dengan jujur dan disiplin, serta karyawan yang bekerja dengan disiplin dan komitmen adalah wujud nyata dari jiwa yang kuat. Keteguhan tidak selalu tampak besar. Namun, hidup dalam hal-hal sederhana dalam kesediaan untuk tetap setia, dalam kesabaran menghadapi kesulitan, dan dalam keyakinan bahwa setiap karya, sekecil apa pun, adalah bagian dari panggilan kasih. Keteguhan jiwa inilah yang diharapkan  senantiasa hidup di tengah komunitas Santa Ursula BSD.


Keteguhan jiwa menjadi sangat penting karena dunia saat ini. Situasi  sering menguji kesabaran, komitmen, dan integritas manusia. Tanpa keteguhan, seseorang mudah goyah oleh tekanan, mudah menyerah ketika hasil tak segera tampak, atau tergoda untuk mengambil jalan pintas demi kenyamanan sesaat. Keteguhan membuat hati tetap berpaut pada nilai-nilai kebenaran dan kasih, meski lingkungan sekitar kadang tidak mendukung. Bagi para Sanurian, keteguhan jiwa berarti berani bertahan dalam kebaikan, menjaga semangat pelayanan, dan tetap berpegang pada cita-cita luhur pendidikan Ursulin. Di sinilah makna mendalam dari Strong Spirits, bahwa kekuatan sejati bukan datang dari luar, melainkan dari ketekunan dan kesetiaan batin untuk terus berbuat baik, apa pun tantangannya.


Dari keberanian yang lahir dari hati yang tulus dan keteguhan jiwa yang teruji dalam kesetiaan, terpancarlah cahaya kasih yang menerangi kehidupan. Inilah makna terdalam dari Shining in Love. Bahwa kasih menjadi buah dari keberanian dan keteguhan yang dijalani dengan rendah hati. Kasih itu tidak berhenti di ruang kelas atau lingkungan sekolah, tetapi mengalir ke rumah dan keluarga dalam bentuk perhatian, pengertian, dan kehadiran yang menguatkan. Ia juga menyebar di lingkungan sekitar dan masyarakat melalui sikap peduli, solidaritas, dan kepedulian terhadap sesama serta alam ciptaan. Ketika setiap Sanurian berani berbuat baik, teguh dalam panggilannya, dan menjalankan tugas dengan tulus, maka semangat “Brave Hearts, Strong Spirits, Shining in Love” sungguh hidup nyata sehingga menjadi terang yang menuntun dan menyejukkan dunia di sekitarnya.


Dunia saat ini sungguh merindukan kehadiran pribadi-pribadi yang memancarkan kasih dalam tutur, sikap, dan tindakan. Di tengah derasnya arus persaingan, individualisme, dan ketidakpedulian, kasih menjadi tanda kehadiran Allah yang menenangkan dan memulihkan. Kasih yang memancar bukan hanya berupa kata-kata manis, melainkan nyata dalam empati, kesediaan mendengarkan, dan ketulusan berbagi. Inilah panggilan bagi setiap Sanurian untuk menjadi pribadi yang menghadirkan kasih di mana pun berada: di rumah, di sekolah, di lingkungan, dan di tengah masyarakat. Ketika kasih menjadi pusat dari segala perbuatan, dunia yang keras dan terburu-buru akan kembali menemukan wajah kemanusiaannya. Dengan demikian, semangat “Brave Hearts, Strong Spirits, Shining in Love” bukan sekadar tema perayaan, melainkan jalan hidup yang menyembuhkan dan menebarkan terang bagi banyak orang.


Menjalankan semangat “Brave Hearts, Strong Spirits, Shining in Love” tentu bukan perkara mudah. Dalam kenyataan hidup sehari-hari, sering kali kita dihadapkan pada kelelahan, kekecewaan, atau situasi yang membuat semangat kasih dan keteguhan hati terasa redup. Tidak selalu mudah untuk tetap berani berbuat benar ketika lingkungan menuntut kompromi, atau untuk tetap teguh ketika hasil kerja tak segera tampak. Namun justru di sanalah nilai sejatinya: kita terus berusaha, setahap demi setahap, sesuai kemampuan yang Tuhan anugerahkan. Dengan kesadaran akan keterbatasan, kita belajar mengandalkan rahmat dan kekuatan dari-Nya. Setiap upaya kecil untuk tetap berani, teguh, dan penuh kasih adalah persembahan berharga.  Memelihara terang di tengah dunia yang suram,meskipun terang yang, itu kecil, tetap berarti bagi sesama dan menjadi tanda harapan bagi banyak hati.


Di tengah tantangan zaman yang kompleks, kita diajak untuk tidak kehilangan arah, melainkan menjadikan nilai-nilai Ursulin sebagai kompas yang menuntun hati. Keberanian, keteguhan, dan kasih bukan sekadar semboyan, tetapi jalan pembentukan diri menuju kedewasaan iman dan kemanusiaan. Hati yang berani menghadapi tantangan, jiwa yang kuat menapaki tanggung jawab, dan cinta yang bersinar dalam pelayanan, semua membawa kita menuju pada kemajuan bersama di kampus kita tercinta.  Setiap Sanurian menjadi bagian dari terang yang mengubah dunia, mulai dari hal-hal kecil di rumah, di gereja,  di sekolah, hingga di masyarakat luas. Inilah warisan Santa Ursula yang terus hidup dan berbuah sepanjang zaman. Selamat merayakan Hari Santa Ursula, pelindung kampus kita. Tuhan memberkati. (Ch. Enung Martina)


Refleksi November

 


Rumah Masa Kecil

Antara Sendu, Syukur, dan Harapan

Ada saat-saat ketika pagi terasa begitu lembut, udara dingin menusuk pelan, dan rintik hujan jatuh tanpa tergesa. Bulan November selalu membawa nuansa sendu, seolah waktu sendiri melambat agar hati punya kesempatan menengok ke belakang, menatap ke dalam, dan menyiapkan diri menatap ke depan. Dalam keheningan seperti ini, berbagai rasa bercampur: ada galau dan keraguan tentang masa depan, ada rindu pada masa lalu, namun di antara semuanya, mengalir rasa syukur yang menenangkan.

Ketika mengingat masa kecil, hati serasa hangat. Ada kenangan tentang tawa bersama saudara, permainan sederhana di tanah kampung, aroma tanah basah selepas hujan, dan cahaya sore yang memantul di sela-sela pepohonan. Semua itu mungkin tampak jauh, tapi justru di sanalah akar kebahagiaan bertumbuh. Bersyukur rasanya pernah memiliki masa kecil yang begitu murni dan penuh kasih. Keluarga yang akur dan rukun, meski tak sempurna, telah menanamkan nilai kesederhanaan dan ketulusan yang kini menjadi fondasi dalam menghadapi hidup.

Rumah masa kecil di tanah kelahiran kini menjadi rumah bersama, tempat kenangan bersemayam sekaligus tempat jiwa pulang mencari tenang. Setiap sudutnya menyimpan cerita, setiap dindingnya menampung doa. Di sanalah seseorang belajar bahwa cinta tidak selalu diungkapkan dengan kata, tetapi hadir dalam kesetiaan, dalam upaya menjaga dan merawat yang ada.

November juga menjadi penanda bahwa Natal semakin dekat. Musim yang membawa cahaya dan sukacita. Ada getar batin yang lembut setiap kali mengingat malam Natal di desa, di Kampung Susuru, Kertajaya, Panawangan, Ciamis.  Ketika  gamelan degung  gereja bergema mengiringi pujian  di tengah sunyi, lilin-lilin kecil menyala di tangan anak-anak, dan lagu “Wengi Suci” terdengar lembut di udara dingin. Semua kenangan itu tidak sekadar nostalgia; ia adalah sumber kekuatan batin, pengingat bahwa kasih selalu menemukan jalannya.

Kini, di tengah perjuangan  hidup dan perubahan zaman, rasa syukur menjadi jangkar. Syukur atas waktu yang telah dilewati, atas keluarga yang setia hadir, atas hari-hari yang masih bisa dijalani. Meski kadang ada tantangan, hati tetap diundang untuk percaya bahwa hidup ini, dengan segala warna dan luka, adalah anugerah yang terus diperbaharui setiap pagi. Seperti firman Tuhan mengingatkan:

“Kasih setia Tuhan tak berkesudahan, rahmat-Nya tidak habis-habisnya; selalu baru tiap pagi, besar kesetiaan-Mu.”
(Ratapan 3:22–23)

Dan dalam rasa syukur itu, jiwa pun berdoa bersama pemazmur:

“Pujilah Tuhan, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya! Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu, yang menebus hidupmu dari liang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat.”
(Mazmur 103:2–4)

Maka, biarlah sendu menjadi bagian dari keindahan. Biarlah rintik hujan November menjadi doa yang jatuh perlahan. Karena di antara setiap tetesnya, selalu tersimpan harapan, bahwa esok akan membawa cahaya baru, dan hati selalu  kembali menemukan damainya.

“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”
(Yeremia 29:11)

Jelupang, 11 November, pulul 05.25 saat meditasi pagi hari menunggu keberangkatan ke tempat kerja. Saat itu hujan rintik kecil menetes - Ch. Enung Martina 

Senin, 14 Juli 2025

Angin Perubahan

 



                                Hari St. Ursula 2025



Waktu terus berlalu. tak terasa usia semakin senja., kepala enam sudah diriku. Perubahan sangat terasa pada tubuh, ingatan, dan beberapa hal lain. Alam memang tab bisa dilawan. Secara perlahan, namun pasti perubahan karena usia tampak dan terasa. Peristiwa-demi peristiwa kehidupan pun bergulir silih berganti. Dari yang manis bak madu, hingga pahit bak empedu. Semuanya silih berganti memperkaya mozaik pengalaman hidupku.


Begitu pula perjumpaan. Ada yang hanya sekilas tak berbekas, tetapi ada yang lama dan mendalam. Semua tak direkayasa mengalir secara natural. Relasi pun ada air yang lebih kental daripada darah dan berkualitas. Namun, sebaliknya, ada juga persaudaraan yang semestinya kental, tetapi malah lebih encer  daripada air, dan akhirnya berakhir dalam kerenggangan. Tak bisa dipaksakan memang, energinya tak sesuai. Kalau dipaksakan juga malah berat dan memakan banyak sekali harga yang harus dibayar. Biar saja mengalir dalam kebebasannya. 


Bagaikan angin yang terus berhembus dari penjuru ke penjuru membawa serta debu, awan, uap air, dan terkadang membawa pula pohon, rumah, binatang dan aneka hal yang ia ingin bawa. Hidup kita pun demikian, terkadang mendekap serta hal-hal remeh  temeh dan beban berat yang sarat berat. 


Suatu saat kau merasa bahwa anginmu begitu lembut, semilir, penuh kedamaian. Suatu saat anginmu kencang disertai hujan deras. Bahkan suatu saat anginmu menjadi badai yang bergelora siap menghempas apa pun. Dan kau diam dalam keputusasaan yang tak tahu harus berlaku apa. kau terjebak dalam ketidakberdayaan.  Kita bertanya kapankah badai ini berlalu? 


Namun, kita tak perlu kuatir. Karena badainya pasti berlalu. Maka muncullah angin perubahan. Angin perubahan, atau yang sering disebut angin muson, adalah angin yang bertiup akibat perbedaan tekanan udara antara daratan dan lautan, dan juga dipengaruhi oleh perputaran bumi. Perubahan musim mempengaruhi pola angin ini, dan bisa berdampak pada cuaca, iklim, serta aktivitas manusia, termasuk pertanian dan perikanan.


Pentingnya Memahami Angin Perubahan: Memahami fenomena angin perubahan dan dampaknya sangat penting untuk mengurangi risiko bencana, mempersiapkan diri terhadap perubahan cuaca, serta mengoptimalkan kegiatan ekonomi yang dipengaruhi oleh angin.


Begitu juga dengan cuaca dan iklim hidup kita. Ketika ada angin perubahan berhembus, maka kita harus menyiapkan diri menyambut angin perubahan ini agar bisa lebih  maju dalam iman dan siap menghadapi tantangan. Angin perubahan dalam kehidupan merujuk pada transformasi dan dinamika yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan.


Angin perubahan adalah bagian tak terhindarkan dari kehidupan. Dengan memahami sifat perubahan dan dampaknya, serta mengembangkan keterampilan untuk beradaptasi dan mengambil peluang, kita  dapat mengarungi angin perubahan dengan lebih baik dan mencapai kemajuan.


......
The world is closing in
And did you ever think
That we could be so close, like brothers?
The future's in the air
I can feel it everywhere
Blowing with the wind of change   

-Wind of change (Scorpio)-

(Ch. Enung Martina)


Jumat, 20 Juni 2025

Kata Kenangan Untuk Adik Bungsuku


 Untuk Maria Iroh, Adikku yang Tabah

Tak banyak kata yang kau tinggalkan,
tapi jejakmu nyata di tanah rumah masa kecil kita
di sudut dapur, di pekarangan,
di pangkuan ibu yang dulu kau rawat dengan kasih diam-diam.

Kau jalani hidupmu seperti air,
tenang, mengalir, memberi,
menyembunyikan luka bahkan dari kami yang mencintaimu.
Kami baru tahu kau sakit…
saat tubuhmu tak lagi bisa melindungi rahasia itu.

Iroh, adikku, 
namamu akan tetap tinggal di antara kami
sebagai tanda kekuatan perempuan desa yang tak banyak bicara,
tapi bekerja tanpa pamrih.
Sebagai tangan ringan yang siap bantu siapa pun yang membutuhkan.
Sebagai penjaga tanah dan rumah warisan, imah kabuyutan
rumah tempat kita menanam kenangan bersama keluarga kita.

Kau bukan hanya adik,
kau adalah tiang yang diam-diam menyangga banyak hal.
Dan kini, kami harus belajar hidup tanpa hadirmu.
Tapi tidak tanpa cintamu.
dan di hati kami yang sedang belajar menerima.

Selamat jalan, Maria Iroh.
Semoga damai dan cahaya kekal memelukmu,
seperti pelukan ibu yang dulu kau jaga sampai akhir hayatnya.

Kini kau sudah berbaring dalam damai kekal bersama Emak, Bapak, Nini, Aki, dan semua leluhur kita



Doa untuk Maria Iroh
(Adik yang kami cintai)

Allah yang Maharahim,
hari-hari ini hati kami diliputi duka karena Engkau telah memanggil pulang Maria Iroh,
adik kami, saudari kami, pribadi yang sederhana dan setia.

Kami bersyukur atas hidupnya
atas ketulusan yang dia berikan dalam diam,
atas cintanya yang nyata dalam kerja dan pengorbanan,
atas ketabahannya yang tak pernah mengeluh,
meski tubuhnya memikul beban yang tak kami tahu.

Ya Tuhan,
terimalah Maria Iroh dalam pelukan kasih-Mu.
Ampunilah segala dosanya, dan bukakan pintu surga baginya.
Biarlah ia beristirahat dalam damai,
bersama para kudus dan semua yang telah Engkau panggil lebih dahulu.

Kuatkan kami yang ditinggalkan:
Bayu dan Ira, suaminya,
kami kakak dan saudara-saudarinya, dan seluruh keluarga besar
serta semua yang mencintainya.
Ajari kami menerima kepergiannya dengan iman dan harapan,
bahwa kematian bukan akhir,
melainkan perjumpaan dengan-Mu yang hidup dan setia selamanya.

Tuhan, ubahlah air mata kami menjadi doa,
dan kehilangan ini menjadi kenangan yang menguatkan.
Dalam kasih-Mu, kami serahkan Maria Iroh.
Dalam iman, kami percaya:
ia kini ada dalam terang wajah-Mu.

Amin.

Rabu, 04 Juni 2025

Puisi tentang Sapiens

 


Jejak Manusia

Manusia berjalan dengan dua kakinya tegak,
Otak besar menjulang dalam sunyi berpikir,
Di tengah rimba sosial mereka bertindak,
Menenun norma, bahasa, dan ritual tak berakhir.

Dari Afrika mereka mengawali langkah,
Menyusuri zaman, memburu dan mengumpul,
Hingga ladang dan kota pun tumbuh megah,
Dalam peradaban yang silih bergumul.

Tubuhnya beragam, namun gen tetap serupa,
Lelaki dan perempuan saling melengkapi,
Dengan nyala api dan rasa yang menyapa,
Mereka belajar bertahan dan memberi arti.

Di balik mata yang merenung dunia,
Ada imajinasi dan tanya tak henti,
Manusia mencipta, menyusun makna semesta,
Menjaga warisan pikiran hingga abadi.

Senin, 26 Mei 2025

Renungan Terpadu -

         


(doc. pribadi)



      Catatan hasil refleksi bersama beberapa orang  fasilitator Emaus Journey Villa Melati Mas pada     hari  Senin, 26 Mei 2026, terkait dengan bacaan di bawah ini.     

  • Kisah Para Rasul 7:55–60 (kemartiran Stefanus),

  • Yohanes 17:20–27 (doa Yesus agar semua murid menjadi satu),.

  • Wahyu 22:12–20 (janji kedatangan Yesus yang segera),

  • dengan penekanan pada ciri khas Gereja Katolik: satu, kudus, katolik, dan apostolik.

Dalam terang Sabda Tuhan hari ini, kita diajak memandang Gereja Katolik sebagai persekutuan umat Allah yang dipanggil untuk hidup dalam kesatuan, kekudusan, pewartaan, dan harapan akan kedatangan Kristus. Ketiga bacaan suci memberikan gambaran utuh mengenai jati diri Gereja dan panggilan kita sebagai anggotanya.

1. Gereja yang SATU: Doa Kristus bagi Kesatuan (Yohanes 17:20–27)

Yesus, menjelang sengsara dan wafat-Nya, memanjatkan doa agar semua murid-Nya “menjadi satu seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau.” Kesatuan ini bukan hasil buatan manusia, tetapi karunia dari Allah sendiri, yang ditanamkan melalui iman, sakramen, dan kasih.

Dalam dunia yang sering terpecah oleh perbedaan, Gereja dipanggil menjadi tanda nyata persatuan dalam Kristus: lintas budaya, bangsa, usia, dan status sosial. Kesatuan ini tetap dijaga oleh Gereja Katolik lewat kesetiaan pada ajaran para rasul, pada Paus sebagai penerus Petrus, dan dalam perayaan Ekaristi yang sama di seluruh dunia.

Refleksi: Apakah aku berkontribusi dalam menjaga kesatuan dalam keluargaku, komunitas, dan Gereja? Ataukah aku justru menambah luka-luka perpecahan?


2. Gereja yang KUDUS: Teladan Stefanus (Kisah 7:55–60)

Stefanus, martir pertama, memberikan kesaksian iman yang luar biasa. Di tengah penderitaan, ia tetap memandang ke surga, bersatu dengan Kristus, dan mengampuni mereka yang membunuhnya. Inilah buah dari kekudusan: hidup dalam Roh Kudus, bersatu dengan Kristus, dan mencerminkan kasih Allah bahkan kepada musuh.

Gereja disebut kudus bukan karena anggotanya sempurna, tetapi karena Kristus yang kudus menjadi Kepala-Nya, Roh Kudus menghidupinya, dan sakramen-sakramen menyucikan umat-Nya. Kekudusan adalah proses ziarah yang harus dijalani setiap hari dengan kesetiaan, pertobatan, dan kasih.

Refleksi: Apakah aku bersedia menjadi kudus di tengah dunia, dengan memaafkan, membangun damai, dan hidup benar?


3. Gereja yang KATOLIK: Terbuka bagi Semua dan Menanti Penggenapan (Wahyu 22:12–20)

Yesus berkata: “Sesungguhnya Aku datang segera.” Gereja Katolik, yang berarti "universal", terbuka untuk segala bangsa dan zaman, dan senantiasa menantikan kedatangan Tuhan dengan penuh harapan.

Sebagai umat Katolik, kita bukan hanya hidup untuk dunia ini, tetapi juga untuk Kerajaan Allah yang akan datang. Doa kita: “Datanglah, Tuhan Yesus!” menjadi ekspresi iman dan kerinduan akan pemenuhan janji keselamatan.

Refleksi: Apakah hidupku mencerminkan harapan akan kedatangan Kristus? Apakah aku bersaksi tentang kasih Allah yang universal kepada semua orang?


4. Gereja yang APOSTOLIK: Berdiri di Atas Pewartaan Para Rasul

Stefanus adalah buah dari pewartaan para rasul. Doa Yesus menyebut orang-orang yang percaya melalui pewartaan mereka, dan dalam Wahyu, janji Yesus ditujukan kepada komunitas yang memegang teguh ajaran iman sampai akhir.

Gereja Katolik disebut apostolik karena berakar pada pewartaan dan tradisi para rasul, dijaga dalam ajaran magisterium (pengajaran resmi Gereja), dan dilanjutkan melalui suksesi para uskup yang ditahbiskan secara sah dalam garis kerasulan.

Refleksi: Apakah aku setia pada ajaran iman Katolik yang bersumber dari para rasul? Ataukah aku memilih ajaran-ajaran yang hanya menyenangkan telinga?


Penutup: Gereja yang Setia Menanti dan Bersaksi

Gereja Katolik — yang satu, kudus, katolik, dan apostolik — adalah tubuh Kristus yang hidup. Kita adalah bagian dari tubuh itu, dipanggil untuk:

  • hidup dalam kesatuan,

  • bertumbuh dalam kekudusan,

  • menjadi saksi kasih yang universal, dan

  • mewartakan iman yang apostolik,
    sambil menantikan kedatangan Tuhan dengan penuh harapan.

Doa:

Tuhan Yesus, Engkau adalah Alfa dan Omega, yang datang untuk menyatukan, menguduskan, dan menyelamatkan umat-Mu. Berilah kami rahmat untuk hidup setia dalam Gereja-Mu yang satu, kudus, katolik, dan apostolik. Jadikan kami saksi kasih-Mu di dunia ini, hingga Engkau datang kembali dalam kemuliaan.
Amin. Datanglah, Tuhan Yesus!


Senin, 19 Mei 2025

Roh Kudus di Tengah Dunia Digital

 


"Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku..."

— Kisah Para Rasul 1:8


Dunia kita kini berubah cepat. Segalanya menjadi digital: belajar, bekerja, bahkan beribadah. Ada teknologi canggih, robot, dan kecerdasan buatan (AI) yang bisa menjawab pertanyaan, menulis puisi, atau menyusun jadwal harian.

Pertanyaannya: Di mana Roh Kudus di tengah dunia digital ini?

Jawabannya: Roh Kudus tidak pernah absen.

Ia tidak hanya hadir di gereja atau saat kita berdoa, tetapi juga:

  • Di balik inspirasi ilmuwan yang menciptakan teknologi untuk kebaikan.

  • Di antara para guru yang menggunakan media digital untuk membentuk karakter muridnya.

  • Dalam hati seorang anak muda yang memakai medsos untuk menyebar harapan, bukan hoaks.

Roh Kudus adalah Roh yang kreatif, yang sejak awal menciptakan dunia bersama Allah dan Sabda-Nya. Maka, dunia digital pun bisa menjadi ladang karya-Nya.

 Tantangan di Era AI

Namun, seperti segala ciptaan, teknologi bisa disalahgunakan:

  • Jadi sumber kecanduan, bukan pertumbuhan.

  • Jadi pengganti relasi, bukan jembatan kasih.

  • Menjadikan manusia merasa seperti Tuhan, bukan semakin rendah hati.

Roh Kudus akan tetap menuntun—asal kita mau mendengarkan-Nya.

 Panggilan Kita: Menjadi Saksi di Dunia Digital

Hari ini, kita dipanggil bukan hanya menjadi pengguna teknologi, tapi:

  •  Saksi kasih di media sosial.

  •  Pewarta pengharapan lewat tulisan, gambar, atau video.

  •  Pendamping anak-anak dan remaja agar cerdas dan berhikmat dalam dunia digital.

Kiranya Roh Kudus selalu menjadi inspirasi bagi kita semua, membimbing dan mengarahkan pada Sang Kebenaran. Amin.


Minggu, 11 Mei 2025

Bukan Hanya Sekadar Kebetulan

 

Tanda-Tanda Kecil yang Bukan Kebetulan: Menemukan Makna di Balik Kejadian Sehari-hari

                                       Sumber: https://id.pngtree.com/free-backgrounds-photos/alam-semesta-abstrak-pictures

Ada kalanya dalam hidup, kita merasa ada "sesuatu" yang tidak kebetulan, meski tampaknya sepele dan tidak terencana. Salah satu pengalaman yang mengajarkan saya untuk lebih peka terhadap tanda-tanda kecil adalah sebuah kejadian yang baru saja saya alami.

Beberapa waktu yang lalu, ada rencana perjalanan keluar negeri bersama kantor (sekolah).  Ke Hongkong, tepatnya. Namun, hati saya merasa begitu berat untuk ikut. Salah satu alasan terbesar saya adalah perasaan kurang pantas untuk bergabung, mengingat baru saja saya selesai menghadapi kehilangan yang mendalam, yaitu berpulangnya Sr. Kepala yang saya hormati. Perasaan itu membawa saya pada keputusan untuk tidak ikut, meskipun tawaran itu sangat menggoda. Ada perasaan berat untuk ikut kegiatan tersebut. Kedukaan dan rasa kehilangan masih tetap bercokol dalam jiwa saya kala itu.  Padahal, biasanya tak pernah absen kantor pergi ke mana pun. Dua  bulan setelah saya memutuskan untuk tidak pergi, saya mendengar kabar bahwa perjalanan itu kemungkinan besar dibatalkan—bukan karena alasan pribadi atau apapun yang saya harapkan, tetapi karena maskapai penerbangan yang digunakan ternyata mengalami suspensi. Saya terdiam sejenak, merasa ada yang begitu berhubungan dengan pilihan saya untuk tidak ikut.

Saya merasa ini bukan kebetulan. Kadang, kita melihat dunia berputar dengan cara yang tidak kita rencanakan, dan ternyata Tuhan sering bekerja melalui hal-hal yang tampak "sepele". Ketika saya memilih untuk tetap tinggal dalam keadaan berduka, keputusan itu dilengkapi dengan cara Tuhan yang sangat bijaksana, memastikan bahwa tidak ada yang "terlewatkan" atau "salah arah". Sebuah cara ilahi yang sangat menyentuh, dan saya percaya ini adalah tanda yang diberikan-Nya untuk meneguhkan hati saya.

Tanda-tanda kecil semacam ini, yang awalnya kita anggap sebagai kebetulan atau kejadian tak terduga, sebenarnya sering kali adalah cara Tuhan berbicara kepada kita. Dalam discernment (pembedaan roh) kita belajar untuk tidak hanya mendengarkan suara hati, tetapi juga membaca setiap kejadian sebagai bagian dari perjalanan hidup kita yang lebih besar. Apa yang tampak sebagai kecelakaan atau kegagalan sering kali merupakan bagian dari rencana yang lebih indah yang mungkin tidak kita pahami pada saat itu.

Seperti halnya dalam ajaran Sunda Wiwitan yang mengajarkan tentang keharmonisan dengan alam dan sesama, atau dalam ajaran metta dan karuna dalam Buddhisme, hidup kita saling terhubung dengan orang lain dan dengan semesta. Tidak ada yang benar-benar terpisah—baik yang besar maupun yang kecil. Kita diminta untuk melihat ke setiap langkah kita, baik yang terang maupun yang gelap, dengan penuh pengertian, karena mungkin di sanalah Roh Kudus sedang menuntun.

Kehidupan kita ini, sesungguhnya penuh dengan tanda-tanda kecil yang bukan kebetulan, yang jika kita peka, akan membuka mata hati kita untuk merasakan kehadiran Tuhan dalam setiap detail kehidupan. Semoga kita semua semakin mampu menangkap makna di balik peristiwa-peristiwa sehari-hari, bahkan yang tampaknya sepele sekalipun. Sebab, tidak ada yang terjadi tanpa tujuan—semuanya saling berhubungan, mengarah pada satu titik yang lebih besar, yaitu kasih-Nya.