Senin, 10 November 2025

ARTIKEL HARI ST. URSULA 2025

 


Brave Hearts, Strong Spirits, Shining in Love


Judul di atas menjadi tema perayaan Hari Santa Ursula tahun 2025 di Kampus Santa Ursula BSD. “Brave Hearts, Strong Spirits, Shining in Love” mengajak setiap Ursulin muda dan seluruh pendidik untuk meneladani keberanian dan ketangguhan Santa Ursula dalam menempuh jalan iman, pengetahuan, dan kasih. Di tengah dunia yang terus berubah, semangat ini menginspirasi setiap pribadi untuk memiliki hati yang berani menghadapi tantangan, jiwa yang tangguh dalam berjuang, serta cinta yang memancar dalam setiap tindakan nyata. Perayaan ini menjadi ungkapan syukur atas warisan spiritual yang terus hidup dan berbuah dalam karya pendidikan Santa Ursula BSD.


Keberanian bagi para Sanurian di zaman ini tidak lagi hanya berarti menghadapi bahaya besar atau perjuangan fisik, tetapi juga tentang kesetiaan pada nilai-nilai kebenaran dan kasih di tengah arus dunia yang cepat berubah. Di Kampus Santa Ursula BSD, keberanian itu tampak dalam keseharian: para guru yang terus berinovasi dan mendampingi dengan hati, para siswa yang berani berpikir kritis dan tetap rendah hati, staf tata usaha dan karyawan yang setia melayani dengan ketulusan meski dalam kesibukan dan keterbatasan. Keberanian sejati adalah keberanian untuk tetap menjadi terang di tengah kegelapan, melakukan yang benar meski tidak populer, dan terus menabur kasih tanpa pamrih. Di sinilah semangat “Brave Hearts, Strong Spirits, Shining in Love” menemukan wujud nyatanya dalam langkah-langkah sederhana setiap Sanurian yang berani mencintai dan berkarya dengan sepenuh hati.


Keberanian sejatinya  tumbuh dari hati yang percaya dan jiwa yang teguh pada nilai-nilai kebaikan. Dalam kehidupan sehari-hari di kampus BSD, keberanian itu tampak ketika seseorang berani mengakui kesalahan dan belajar darinya, ketika guru tetap setia mendampingi meski hasil belum terlihat, ketika siswa berani berbicara dengan jujur, dan ketika setiap karyawan memilih bekerja dengan integritas tanpa mencari pujian. Keberanian juga berarti tidak menyerah pada kelelahan atau ketidakpastian, melainkan terus melangkah dengan harapan dan doa. Seperti Santa Ursula yang mengandalkan kekuatan kasih Tuhan dalam menghadapi tantangan, para Sanurian pun diajak untuk menyalakan keberanian itu setiap hari untuk menjadi diri sendiri, untuk melayani dengan tulus, dan untuk memperjuangkan kebaikan di mana pun berada.


Unsur kedua dari tema di atas adalah tentang keteguhan jiwa. Keteguhan jiwa menjadi dasar yang meneguhkan semangat Sanurian dalam menjalankan setiap tugas dan kewajiban. Di tengah tuntutan pekerjaan, studi, maupun pelayanan, keteguhan ini tampak dalam kesetiaan untuk tetap berproses dengan sabar, tekun, dan bertanggung jawab. Guru yang terus membimbing meski lelah, siswa yang berjuang menyelesaikan tugas dengan jujur dan disiplin, serta karyawan yang bekerja dengan disiplin dan komitmen adalah wujud nyata dari jiwa yang kuat. Keteguhan tidak selalu tampak besar. Namun, hidup dalam hal-hal sederhana dalam kesediaan untuk tetap setia, dalam kesabaran menghadapi kesulitan, dan dalam keyakinan bahwa setiap karya, sekecil apa pun, adalah bagian dari panggilan kasih. Keteguhan jiwa inilah yang diharapkan  senantiasa hidup di tengah komunitas Santa Ursula BSD.


Keteguhan jiwa menjadi sangat penting karena dunia saat ini. Situasi  sering menguji kesabaran, komitmen, dan integritas manusia. Tanpa keteguhan, seseorang mudah goyah oleh tekanan, mudah menyerah ketika hasil tak segera tampak, atau tergoda untuk mengambil jalan pintas demi kenyamanan sesaat. Keteguhan membuat hati tetap berpaut pada nilai-nilai kebenaran dan kasih, meski lingkungan sekitar kadang tidak mendukung. Bagi para Sanurian, keteguhan jiwa berarti berani bertahan dalam kebaikan, menjaga semangat pelayanan, dan tetap berpegang pada cita-cita luhur pendidikan Ursulin. Di sinilah makna mendalam dari Strong Spirits, bahwa kekuatan sejati bukan datang dari luar, melainkan dari ketekunan dan kesetiaan batin untuk terus berbuat baik, apa pun tantangannya.


Dari keberanian yang lahir dari hati yang tulus dan keteguhan jiwa yang teruji dalam kesetiaan, terpancarlah cahaya kasih yang menerangi kehidupan. Inilah makna terdalam dari Shining in Love. Bahwa kasih menjadi buah dari keberanian dan keteguhan yang dijalani dengan rendah hati. Kasih itu tidak berhenti di ruang kelas atau lingkungan sekolah, tetapi mengalir ke rumah dan keluarga dalam bentuk perhatian, pengertian, dan kehadiran yang menguatkan. Ia juga menyebar di lingkungan sekitar dan masyarakat melalui sikap peduli, solidaritas, dan kepedulian terhadap sesama serta alam ciptaan. Ketika setiap Sanurian berani berbuat baik, teguh dalam panggilannya, dan menjalankan tugas dengan tulus, maka semangat “Brave Hearts, Strong Spirits, Shining in Love” sungguh hidup nyata sehingga menjadi terang yang menuntun dan menyejukkan dunia di sekitarnya.


Dunia saat ini sungguh merindukan kehadiran pribadi-pribadi yang memancarkan kasih dalam tutur, sikap, dan tindakan. Di tengah derasnya arus persaingan, individualisme, dan ketidakpedulian, kasih menjadi tanda kehadiran Allah yang menenangkan dan memulihkan. Kasih yang memancar bukan hanya berupa kata-kata manis, melainkan nyata dalam empati, kesediaan mendengarkan, dan ketulusan berbagi. Inilah panggilan bagi setiap Sanurian untuk menjadi pribadi yang menghadirkan kasih di mana pun berada: di rumah, di sekolah, di lingkungan, dan di tengah masyarakat. Ketika kasih menjadi pusat dari segala perbuatan, dunia yang keras dan terburu-buru akan kembali menemukan wajah kemanusiaannya. Dengan demikian, semangat “Brave Hearts, Strong Spirits, Shining in Love” bukan sekadar tema perayaan, melainkan jalan hidup yang menyembuhkan dan menebarkan terang bagi banyak orang.


Menjalankan semangat “Brave Hearts, Strong Spirits, Shining in Love” tentu bukan perkara mudah. Dalam kenyataan hidup sehari-hari, sering kali kita dihadapkan pada kelelahan, kekecewaan, atau situasi yang membuat semangat kasih dan keteguhan hati terasa redup. Tidak selalu mudah untuk tetap berani berbuat benar ketika lingkungan menuntut kompromi, atau untuk tetap teguh ketika hasil kerja tak segera tampak. Namun justru di sanalah nilai sejatinya: kita terus berusaha, setahap demi setahap, sesuai kemampuan yang Tuhan anugerahkan. Dengan kesadaran akan keterbatasan, kita belajar mengandalkan rahmat dan kekuatan dari-Nya. Setiap upaya kecil untuk tetap berani, teguh, dan penuh kasih adalah persembahan berharga.  Memelihara terang di tengah dunia yang suram,meskipun terang yang, itu kecil, tetap berarti bagi sesama dan menjadi tanda harapan bagi banyak hati.


Di tengah tantangan zaman yang kompleks, kita diajak untuk tidak kehilangan arah, melainkan menjadikan nilai-nilai Ursulin sebagai kompas yang menuntun hati. Keberanian, keteguhan, dan kasih bukan sekadar semboyan, tetapi jalan pembentukan diri menuju kedewasaan iman dan kemanusiaan. Hati yang berani menghadapi tantangan, jiwa yang kuat menapaki tanggung jawab, dan cinta yang bersinar dalam pelayanan, semua membawa kita menuju pada kemajuan bersama di kampus kita tercinta.  Setiap Sanurian menjadi bagian dari terang yang mengubah dunia, mulai dari hal-hal kecil di rumah, di gereja,  di sekolah, hingga di masyarakat luas. Inilah warisan Santa Ursula yang terus hidup dan berbuah sepanjang zaman. Selamat merayakan Hari Santa Ursula, pelindung kampus kita. Tuhan memberkati. (Ch. Enung Martina)


Refleksi November

 


Rumah Masa Kecil

Antara Sendu, Syukur, dan Harapan

Ada saat-saat ketika pagi terasa begitu lembut, udara dingin menusuk pelan, dan rintik hujan jatuh tanpa tergesa. Bulan November selalu membawa nuansa sendu, seolah waktu sendiri melambat agar hati punya kesempatan menengok ke belakang, menatap ke dalam, dan menyiapkan diri menatap ke depan. Dalam keheningan seperti ini, berbagai rasa bercampur: ada galau dan keraguan tentang masa depan, ada rindu pada masa lalu, namun di antara semuanya, mengalir rasa syukur yang menenangkan.

Ketika mengingat masa kecil, hati serasa hangat. Ada kenangan tentang tawa bersama saudara, permainan sederhana di tanah kampung, aroma tanah basah selepas hujan, dan cahaya sore yang memantul di sela-sela pepohonan. Semua itu mungkin tampak jauh, tapi justru di sanalah akar kebahagiaan bertumbuh. Bersyukur rasanya pernah memiliki masa kecil yang begitu murni dan penuh kasih. Keluarga yang akur dan rukun, meski tak sempurna, telah menanamkan nilai kesederhanaan dan ketulusan yang kini menjadi fondasi dalam menghadapi hidup.

Rumah masa kecil di tanah kelahiran kini menjadi rumah bersama, tempat kenangan bersemayam sekaligus tempat jiwa pulang mencari tenang. Setiap sudutnya menyimpan cerita, setiap dindingnya menampung doa. Di sanalah seseorang belajar bahwa cinta tidak selalu diungkapkan dengan kata, tetapi hadir dalam kesetiaan, dalam upaya menjaga dan merawat yang ada.

November juga menjadi penanda bahwa Natal semakin dekat. Musim yang membawa cahaya dan sukacita. Ada getar batin yang lembut setiap kali mengingat malam Natal di desa, di Kampung Susuru, Kertajaya, Panawangan, Ciamis.  Ketika  gamelan degung  gereja bergema mengiringi pujian  di tengah sunyi, lilin-lilin kecil menyala di tangan anak-anak, dan lagu “Wengi Suci” terdengar lembut di udara dingin. Semua kenangan itu tidak sekadar nostalgia; ia adalah sumber kekuatan batin, pengingat bahwa kasih selalu menemukan jalannya.

Kini, di tengah perjuangan  hidup dan perubahan zaman, rasa syukur menjadi jangkar. Syukur atas waktu yang telah dilewati, atas keluarga yang setia hadir, atas hari-hari yang masih bisa dijalani. Meski kadang ada tantangan, hati tetap diundang untuk percaya bahwa hidup ini, dengan segala warna dan luka, adalah anugerah yang terus diperbaharui setiap pagi. Seperti firman Tuhan mengingatkan:

“Kasih setia Tuhan tak berkesudahan, rahmat-Nya tidak habis-habisnya; selalu baru tiap pagi, besar kesetiaan-Mu.”
(Ratapan 3:22–23)

Dan dalam rasa syukur itu, jiwa pun berdoa bersama pemazmur:

“Pujilah Tuhan, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya! Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu, yang menebus hidupmu dari liang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat.”
(Mazmur 103:2–4)

Maka, biarlah sendu menjadi bagian dari keindahan. Biarlah rintik hujan November menjadi doa yang jatuh perlahan. Karena di antara setiap tetesnya, selalu tersimpan harapan, bahwa esok akan membawa cahaya baru, dan hati selalu  kembali menemukan damainya.

“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”
(Yeremia 29:11)

Jelupang, 11 November, pulul 05.25 saat meditasi pagi hari menunggu keberangkatan ke tempat kerja. Saat itu hujan rintik kecil menetes - Ch. Enung Martina