DOA DI HARI ULANG THUN
Aku hanya ingin menyerahkan hari-hariku pada kehendak dan rencana-Nya. Mendasarkan seluruh hidupku pada penyelenggaraan Allah. Ada begitu banyak rencana, begitu banyak harapan, dan juga doa yang dipanjatkan.
Terkadang rencana yang sudah disusun dengan matang tiba-tiba bisa begitu saja berubah karena ada hal lain di luar kemampuan dan kuasa kita. Karena itu biarlah aku menirukan perkataan seorang PEREMPUAN sederhana yang agung:
Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku sesuai perkataan-Mu.
Karena aku tahu Rancangan-Nya ada di atas rancanganku.
Tuhan, ajarkan kepadaku: kepasrahan, kesabaran, dan rasa syukur untuk hal-hal kecil hingga yang paling besar.
Ajarkan juga kepadaku pengendalian diri dan menikmati apa yang kulami dalam totalitas. Buka pemahamanku terhadap sesuatu yang bisa menjadi luar biasa dan bermakna. Buatlah aku menjadi pribadi sederhana yang mamapu menampilkan kesempurnaan-Mu dan keagungan sebagai karya cipta-Mu. Buatlah permata hatiku berkilau dalam kerendahan hati dan keceriaan. Ajari aku untuk memahami kebaikan di balik hal yang paling buruk sekalipun. Dan buatlah aku lebih berguna bagi orang-orang yang kucintai, bagi orang-orang di sekitarku, juga bagi orang yang bersebrangan denganku, atau membenciku. Kiranya hanya kepada-Mu aku menyerahkan seluruh perjalanan hidupku karena hanya Engkaulah Allah dan Juru Selamatku. Amin, ya amin.
Catatanku
Terkadang kehampaan yang dalam menelusup perlahan dalam nubari. Apa semua yang sudah kulewati ini bermakna? Hari-hari datang dan pergi seolah sudah bisa dan seharusnya begitu. Aku bertanya tentang suatu kata:KEBERHASILAN. Apakah aku termasuk kategori berhasil pada usiaku mennuju golden age ini? Keberhasilan itu sebenarnya diukur dari apa? Ada banyak definisi dan kategori untuk satu kata ini.
Orang memandang keberhasilan dari sudut materi. Kalau dilihat dari sisi materi: aku benar-benar keluar dari kategori berhasil. Harta yang kumiliki hanya sifatnya primer dan sekunder saja, benda-benda yang memang harus dimiliki oleh seseorang yang hidup di lingkungan kota seperti ini dengan pekerjaan yang juga di lingkungan perkotaan.
Dalam hati kecilku selalu terbit keinginan untuk berhasil dari sisi materi. Mapan dalam perekonomia. Namun, kenyataan yang kuhadapi memang beginilah adanya. Kedengarannya perkataanku seperti orang yang tak punya rasa syukur.
Rasanya perjuanganku untuk meraih cita-cita kemapanan ekonomi sangatlah sulit. Definisi berhasil semakin jauh daripadaku. Mario Teguh pernah berkata kalau kita bekerja tidak kaya dan tidak bahagia, kita perlu tinjau langkah hidup kita.
Lantas aku bertanya lagi: bahagiakah aku? Kalau pertanyaan kayakah aku? Jawabannya secara materi TIDAK.
Kebahagiaan yang mengukur bukan orang lain, tetapi diri sendiri. Aku boleh berkata selama ini aku merasa bahagia. Rasa tidak puas memang ada. Apakah itu wajar? Aku boleh berkata bahwa itu wajar-wajar saja bagiku. Rasa tidak puas bagiku adalah salah satu pemicu untuk aku mencari yang lebih baik daripada yang sekarang.
Namun, terbit pertanyaan: apakah rasa tidak puas itukah yang sering membawaku pada kehampaan yang dalam. Membawaku pada suatu perasaan gamang hampa dan kosong. Atau itukah yang disebut kesepian rohani? Aku tak tahu. Selalu ada pertanyaan yang tak bisa terjawab dengan memuaskan. Jawaban-jawaban itu masih terus kucari dalam prosesku.
Rasanya perjuanganku untuk meraih cita-cita sangatlah sulit. Terkadang aku berpikiran apakah aku ini hanya seorang pecundang yang selalu kalah dalam banyak hal ? Aku hanya bisa menyerah pada kenyataan bahwa aku harus mengaku kalah. Rasanya aku terluka dan terdampar pada suatu kehampaan yang tak bertepi ketika kutahu bahwa aku kalah dalam hal pencapaianku. Aku masih berharap ada kesempatan lain yang bisa membawaku untuk meraih cita-citaku. Aku menyiapkan seluruh energiku. Aku akan mencurahkan dan mengerahkan energiku untuk meraihnya. Cita-cita utama terkalahkan dengan hal-hal lain yang kita sebut sebagai kewajiban dan tugas yang tak bisa kita tolak dan hentikan. Geregetku untuk meraih cita-cita itu ada. Rintangan selalu ada dan terus akan ada. Bagaimana aku bisa meraih semuanya dengan baik sampai aku mencapai pada legenda-legenda pribadiku?
Semangat dalam dada terkadang nyalanya kecil hampir padam. Namun, ketika ada angin yang segar berhembus nyalanya mulai agak besar. Kobaran semangat terkadang surut dengan terpaan dan deraan kenyataan yang tak sesuai harapan dan bahkan bertentangan dengan hati nurani. Orang-orang yang kujumpai kerap menyalakan lagi obor semangat dalam jiwaku. Memupuk kembali harapanku bahwa masih ada hari esok yang bisa aku perjuangkan dan bisa aku raih.
Kewajiban akan keluarga dan akan pekerjaan yang terkadang membuat tulang sungsum semakin keropos, perlu disegarkan dengan vitamin dan mineral yang membuat tetap ajeg dan bertahan hingga kesudahannya. Suplemen rohani dari seseorang dari bacaan dari doa atau dari apa pun yang kutemui mampu membuat aku segar kembali untuk menghadapi semuanya dengan baik. Aku berusaha menunda keluhanku sampai kerongkongan, jangan sampai keluar dari mulut, dan meluncur di bibir. Aku katakan pada diriku sendiri: AKU HARUS BERTAHAN dan AKU PASTI BISA MELAKUKAN SEMUANYA!!!!
Meskipun begitu aku tetap menjalani semuanya dengan berusaha semampuku, sekuat tenagaku untuk melakukannya yang terbaik demi diriku sendiri, bukan demi siapa pun. Rasanya perjalananku ini akan menjadi sesuatu yang berarti bila aku melihat semuanya itu menjadi sebuah ziarah batin yang tak pernah henti. Rasanya perjuanganku akan menjadi sesautu yang menantang kala aku meletakkan semuanya dengan sudut pandang yang menarik. Rasanya kehampaan yang aku rasakan boleh menjadikanku untuk lebih banyak mencari makna hidup dengan cara menggantungkan segala sesuatu pada Yang Ilahi. Rasanya ketidakpuasanku pada kehidupan akan menjadikanku untuk terus mencari sumber mata air abadi yang terus mengalir tak pernah henti. Rasanya kerinduanku yang selama ini selalu salah aku tafsirkan akan terus menjadi pemicuku untuk memuaskannya dalam pertemuan-pertemuan dengan berbagai hati dan menautkannya dengan hatiku. Aku akan memenuhi seluruh ruang di hatiku dengan cinta dan tak akn kusisakan barang sedikit ruang kosong tanpa mengalirinya dengan cinta untuk orang-orang atau mahluk ciptaannnya yang mengisi hatiku. Selalu akan ada ruang kosong untuk orang-orang yang kukasihi untuk sahabat yang sudah lama hilang untuk teman yang perlu sentuhan untuk anak untuk suami untuk murid untuk sanak dan keluarga dan yang kutahu ruangan itu akan terus melebar tak akan pernah ada sesaknya. Ruangan di hatiku sangat elastis dan tak pernah ada batas kuota untuk menampungnya.
Akhirnya pasti dadaku akan sangat penuh dengan udara rasa syukur dan cinta yang memabukkanku dari waktu ke waktu. Yang memlambungkanku berjalan di muka bumi ini dengan keluwesan dan keringanan bak seorang astronot yang berjalan di atas permukaan bulan. Aku akan menapaki bumiku ini planetku ini dengan kebanggan dan akan kukatakan kepada seluruh jagat bahwa di sini ada seorang Christina Enung Martina yang selalu mengisi hidupnya dengan cinta. Keharmonisan pun akan terjadi. Dunia menjadi seimbang. Cinta bersemi dunia berseri hati memuji dan segalanya menjadi baik adanya. Betapa sempurnanya hidup. SEMPURNA!!!!
11 Februari 2009
BIG LOVE BIG OPURTUNITY
Rabu, 25 Februari 2009
Selasa, 24 Februari 2009
REFLEKSI PENGALAMAN KUNJUNGAN
PENGALAMAN KUNJUNGAN
Ch. Enung Martina
Selama saya menjadi anggota legio aktif sesudah beberapa lamanya tidak aktif, saya mempunyai pengalaman pada saat berkunjung sebagai berikut:
Pengalaman menyentuh:
Setiap kali kunjungan hati saya selalu tersentuh dengan hal-hal yang terjadi ketika kunjungan. Saya selalu mendapatkan pengalaman batin yang berguna bagi saya. Misalnya pada saat saya mengunjungi orang lumpuh (I. Ruchyat), beliau bercerita tentang keluarganya, tentang masa mudanya, tentang pembantunya, dan banyak hal lain. Saya merasa tersentuh betapa manusia pada dasarnya memiliki perasaan yang sama untuk dicintai dan diperhatikan. Pengalaman lain ketika mengunjungi Ibu Maria (mama mbak Vero). Saya melihat betapa pun fisik Ibu Maria yang sudah tergeletak tinggal kulit dengan tulang saja, tetapi hasrat kemanusiaannya untuk berkuasa tampak masih ada. Hal ini saya denganr dari bak Vero bagaimana mamanya bisa mengamuk atau marah-marah dengan mengeluarkan tenaga yang tak terduga. Bagaiman hasrat ingin berkuasa pada manusia ternyata masih menguasai meskipun maut sudah di hadapan kita. Saya tersentuh dengan bagaimana Mbak Vero melayani mamanya dengan penuh cinta dan kesabaran. Pengorbanan dan kasih sayang Mbak Vero membuktikan pada kita ahwa kasih anak itu tidak hanya sepenggalan.
Mengapa saya selalu tersentuh saat kunjungan? Jawabannya karena kita bukan kunjungan biasa saja, melainkan kita disertai oleh Bunda Maria. Tuhan menyentuh hati kita. Yang tampaknya biasa-biasa saja menjadi sesuatu yang lar biasa bila Tuhan menyentuh hati kita.
Pengalaman yang menjijikan
Pengalaman ini terjadi mungkin sebulan yang lalu saat mengunjungi Ibu Cornelia. Saat itu saya berkunjung bersama Ibu Rachmat. Ibu Cornela adalah seorang penderita penyakit komplikasi: lumpuh an kanker. Ibu cornelia sudah menderita kelumpuhan selama 20 tahun. Ia mempunyai dua orang anak laki-laki, yang pertama sudah menikah dan berada di Surabaya. Anak kedua juga laki-laki bernama Alex masih single. Ia bekerja di WTC sebagai badut pada acara-acara tertentu seperti ulang tahun. Ibu Cornelia tinggal di kamar sewaan seluas 2 x 3 m tanpa ventilasi. Waktu itu kami datang sore hari. Saat kami masuk kamarnya, Pispot yang berada di kamarnya terbuka. Bu Rahmat adalah orang yang paling depan, saya kedua. Bu Rahmat orang yang pertama melihat isi pispot dengan warna yang kekuningan itu sebelum si pemilik menutupnya. Bisa dibayangan kamar yang sangat sempit tanpa ventilasi dengan pispot di dalamnya, baunya seperti apa. Ibu Rahmat sampai tidak tahan dan ia mundur ke belakang untuk muntah dulu. Untung saya kuat jadi saya bisa melanjutkan obrolan kami, tetapi pintu kamar itu saya buka lebar-lebar. Saya sudah terbiasa dengan pispot dan isinya karena dulu ibu mertua saya seperti itu. Yang kasihan Ibu Rahmat sampai satu minggu ia tidak doyan makan.
Ada catatan khusus untuk Ibu Cornela, ia adalah mantan legioner ketika beliau sehat. Saya benar-benar ngeri mendengar kisah hidupnya. Sampai saya berpikir kok Tuhan tega banget sih membiarkan orang menderita begitu lamanya. namun saya sangat kagum dengan Ibu Cornelia. Orang ini punya kepribadian bagai batu karang. Dihempas penderitaan yang tak terahankan seperti itu dia masih waras bahkan terus berdoa. Saya jadi malu karena saya bukan pribadi yang tegar seperti Ibu Cornelia.
Catatan lebih khusus lagi:
Ibu Cornelia perlu pertolongan SSP. Saya kira keluarganya tidak begitu peduli padanya. Kesehatan dan kebersihannya sangat memprihatinkan. Meskipun belum menjadi warga lingkungan karena ia orang yang ngontrak, tetapi ia juga perlu mendapat pertolongan. Apakah SSP bisa membawana ke Marfati untuk dirawat di sana dan mendanai perawatannya? Namun, sebelumnya perlu berbicara dengan keluarga dulu.
Pengalaman yang menguatkan
Dari semua kunjungan dan pengalaman saat berada di Legio Maria jelas semuanya membawa perubahan dalam diri saya. Pengalaman dan cerita orang yang dikunjungi mampu meneguhkan iman saya. Terkadang menjadi inspirasi untuk melakukan sesatu yang berguna bagi saya atau keluarga bahkan orang lain.
Ketulusan dan keterbukaan pada saat kita berkunjung itu adalah kunci utama. Ada sih mungkin di antara kita kalau kunjungan itu agak khawatir atau takut. Saya sering mendengar kata-kata seperti ini: “Saya jangan disuruh kunjungan dulu, ya. saya masih takut.” Yang lebih parah lagi ada yang diberi tugas kunjungan dia membolos dengan alasan yang bermacam-macam. Wah, kalau seperti itu lebih baik janganlah. Memangnya ini tugas kantor yang kalau tidak bisa kita bikin alasan pada bos kita. Ini kan kaitannya dengan DIA yang memberi tugas. Kalau bisa dan sudah menyanggupi, ya harus kita lakukan apa pun halangannya harus bisa mengatasinya.
Yang tak kalah pentingnya adalah DOA saat kita berkunjung. Dengan doa orang yang dikunjungi merasa dikuatkan dalam penderitaannya dan merasa ditemani. Di dalam doa ada rasa persaudaraan yang kudus.
Saya kira cukup kesan-kesan saya tentang tugas kunjungan ini.
Maaf tidak bisa berbicara secara langsung karena saya akan mengunjungi kakak ipar saya di Bekasi. Beliau terkena stroke. Mohon doanya untuk beliau. Saya baru bisa mengunjungi kalau sudah tidak banyak tugas di sekolah. Saya banyak mengunjungi saudara seiman saya, tetapi saudara sendiri malah jarang saya kunjungi. Biasa alasannya klise, jarak yang jauh dan waktu yang tidak pas.
Terima kasih selamat melanjutkan tugas mulia menjadi perwira-perwira Maria yang handal dan penuh cinta.
Syallom,Nung
Ch. Enung Martina
Selama saya menjadi anggota legio aktif sesudah beberapa lamanya tidak aktif, saya mempunyai pengalaman pada saat berkunjung sebagai berikut:
Pengalaman menyentuh:
Setiap kali kunjungan hati saya selalu tersentuh dengan hal-hal yang terjadi ketika kunjungan. Saya selalu mendapatkan pengalaman batin yang berguna bagi saya. Misalnya pada saat saya mengunjungi orang lumpuh (I. Ruchyat), beliau bercerita tentang keluarganya, tentang masa mudanya, tentang pembantunya, dan banyak hal lain. Saya merasa tersentuh betapa manusia pada dasarnya memiliki perasaan yang sama untuk dicintai dan diperhatikan. Pengalaman lain ketika mengunjungi Ibu Maria (mama mbak Vero). Saya melihat betapa pun fisik Ibu Maria yang sudah tergeletak tinggal kulit dengan tulang saja, tetapi hasrat kemanusiaannya untuk berkuasa tampak masih ada. Hal ini saya denganr dari bak Vero bagaimana mamanya bisa mengamuk atau marah-marah dengan mengeluarkan tenaga yang tak terduga. Bagaiman hasrat ingin berkuasa pada manusia ternyata masih menguasai meskipun maut sudah di hadapan kita. Saya tersentuh dengan bagaimana Mbak Vero melayani mamanya dengan penuh cinta dan kesabaran. Pengorbanan dan kasih sayang Mbak Vero membuktikan pada kita ahwa kasih anak itu tidak hanya sepenggalan.
Mengapa saya selalu tersentuh saat kunjungan? Jawabannya karena kita bukan kunjungan biasa saja, melainkan kita disertai oleh Bunda Maria. Tuhan menyentuh hati kita. Yang tampaknya biasa-biasa saja menjadi sesuatu yang lar biasa bila Tuhan menyentuh hati kita.
Pengalaman yang menjijikan
Pengalaman ini terjadi mungkin sebulan yang lalu saat mengunjungi Ibu Cornelia. Saat itu saya berkunjung bersama Ibu Rachmat. Ibu Cornela adalah seorang penderita penyakit komplikasi: lumpuh an kanker. Ibu cornelia sudah menderita kelumpuhan selama 20 tahun. Ia mempunyai dua orang anak laki-laki, yang pertama sudah menikah dan berada di Surabaya. Anak kedua juga laki-laki bernama Alex masih single. Ia bekerja di WTC sebagai badut pada acara-acara tertentu seperti ulang tahun. Ibu Cornelia tinggal di kamar sewaan seluas 2 x 3 m tanpa ventilasi. Waktu itu kami datang sore hari. Saat kami masuk kamarnya, Pispot yang berada di kamarnya terbuka. Bu Rahmat adalah orang yang paling depan, saya kedua. Bu Rahmat orang yang pertama melihat isi pispot dengan warna yang kekuningan itu sebelum si pemilik menutupnya. Bisa dibayangan kamar yang sangat sempit tanpa ventilasi dengan pispot di dalamnya, baunya seperti apa. Ibu Rahmat sampai tidak tahan dan ia mundur ke belakang untuk muntah dulu. Untung saya kuat jadi saya bisa melanjutkan obrolan kami, tetapi pintu kamar itu saya buka lebar-lebar. Saya sudah terbiasa dengan pispot dan isinya karena dulu ibu mertua saya seperti itu. Yang kasihan Ibu Rahmat sampai satu minggu ia tidak doyan makan.
Ada catatan khusus untuk Ibu Cornela, ia adalah mantan legioner ketika beliau sehat. Saya benar-benar ngeri mendengar kisah hidupnya. Sampai saya berpikir kok Tuhan tega banget sih membiarkan orang menderita begitu lamanya. namun saya sangat kagum dengan Ibu Cornelia. Orang ini punya kepribadian bagai batu karang. Dihempas penderitaan yang tak terahankan seperti itu dia masih waras bahkan terus berdoa. Saya jadi malu karena saya bukan pribadi yang tegar seperti Ibu Cornelia.
Catatan lebih khusus lagi:
Ibu Cornelia perlu pertolongan SSP. Saya kira keluarganya tidak begitu peduli padanya. Kesehatan dan kebersihannya sangat memprihatinkan. Meskipun belum menjadi warga lingkungan karena ia orang yang ngontrak, tetapi ia juga perlu mendapat pertolongan. Apakah SSP bisa membawana ke Marfati untuk dirawat di sana dan mendanai perawatannya? Namun, sebelumnya perlu berbicara dengan keluarga dulu.
Pengalaman yang menguatkan
Dari semua kunjungan dan pengalaman saat berada di Legio Maria jelas semuanya membawa perubahan dalam diri saya. Pengalaman dan cerita orang yang dikunjungi mampu meneguhkan iman saya. Terkadang menjadi inspirasi untuk melakukan sesatu yang berguna bagi saya atau keluarga bahkan orang lain.
Ketulusan dan keterbukaan pada saat kita berkunjung itu adalah kunci utama. Ada sih mungkin di antara kita kalau kunjungan itu agak khawatir atau takut. Saya sering mendengar kata-kata seperti ini: “Saya jangan disuruh kunjungan dulu, ya. saya masih takut.” Yang lebih parah lagi ada yang diberi tugas kunjungan dia membolos dengan alasan yang bermacam-macam. Wah, kalau seperti itu lebih baik janganlah. Memangnya ini tugas kantor yang kalau tidak bisa kita bikin alasan pada bos kita. Ini kan kaitannya dengan DIA yang memberi tugas. Kalau bisa dan sudah menyanggupi, ya harus kita lakukan apa pun halangannya harus bisa mengatasinya.
Yang tak kalah pentingnya adalah DOA saat kita berkunjung. Dengan doa orang yang dikunjungi merasa dikuatkan dalam penderitaannya dan merasa ditemani. Di dalam doa ada rasa persaudaraan yang kudus.
Saya kira cukup kesan-kesan saya tentang tugas kunjungan ini.
Maaf tidak bisa berbicara secara langsung karena saya akan mengunjungi kakak ipar saya di Bekasi. Beliau terkena stroke. Mohon doanya untuk beliau. Saya baru bisa mengunjungi kalau sudah tidak banyak tugas di sekolah. Saya banyak mengunjungi saudara seiman saya, tetapi saudara sendiri malah jarang saya kunjungi. Biasa alasannya klise, jarak yang jauh dan waktu yang tidak pas.
Terima kasih selamat melanjutkan tugas mulia menjadi perwira-perwira Maria yang handal dan penuh cinta.
Syallom,Nung
Minggu, 08 Februari 2009
PERJALANAN SELAT SUNDA
DI SUMATRA AKU TERPANA
Selat Sunda, Sabtu, 29 November 2008, jam 07.00, pagi
Titian Nusantara, sebuah kapal fery yang sudah membuka pintunya lebar-lebar untuk dimasuki berbagai barang dan orang. Hiruk pikuk di pelabuhan. Penjaga pintu, satpam, petugas karcis, pedagang asongan, para sopir truk, bus, dan kendaraan pribadi. Semua bergegas dalam aktivitas. Bis kecil kami dengan Kang Yayan seagai driver, Kang Rustam sebagai asisten, juga antri dalam barisan menuju pintu Titian Nusantara. Dalam kehangatan mentari pagi, Titian Nusantara berdiri dengan anggunnya menyambut siapa pun dan apa pun yang dijejalkan di perutnya. Dalam diam, ia menjalankan tugasnya.
Laut biru, ombak tenang, mentari bersinar, langit terang. Sunguh perpaduan yang manis untuk hari ini. Lihatlah serombongan manusia berlalu-lalang di dalam Titian Nusantara. Mereka mencari tempat yang nyaman untuk menikmati perjalanan menyebrangi Selat Sunda. Kami, Laskar Maria, Putri Kerahiman Sejati (PKS) juga ikut dalam arus di dalam kesibukan Titian Nusantara. Kami terdiri dari oma-oma, ibu-ibu, bapak-bapak, dan para lajang, dan dua suster, juga sibuk mencari tempat yang nyaman untuk menikmati penyebrangan kami. Ada yang mejeng di geladak, yang memilih duduk di anjungan, dan ada juga yang memilih tinggal di bis.
Cuplikan kesibukan di Titian Nusantara kurekam dengan mata, telinga, dan catatan di tangan. Seorang lelaki separuh baya sedang menelepon dengan logat melayunya. Seorang lelaki lain sedang berbicara dengan perempuan yang mungkin kekasihnya dalam bahasa Jawa. Ada juga ibu-ibu sibuk menyuapi anak perempuannya yang gemuk dan lucu. Sementara itu lagu dangdut mengalun di tempat lain dari kios yang berjualan aneka panganan kecil dan minuman ringan. Betapa hidup itu indah. Ada gerak aneka dan suara beragam.
Sementara itu, laut yang biru, ombak yang tenang mengalun, dan sepoi angin bisa kita nikmati dari gladak. Angin laut yang bergaram terasa segar menembus paru-paru. Dua jam setengah, waktu untuk menyebrang Selat Sunda yang memisahkan dua pulau besar Jawa dan Sumatra. Kini kami sudah berada di Pulau Sumatra. Kami siap menuju perjalanan kami berziarah ke Gua Maria Laverna, Padang Bulan, Pring Sewu, Lampung.
Ziarah ke Gua Maria diawali denagn Jalan Salib dari perhentian satu sampai perhentian ke-14. Jalan Salib ini mengambil dari sudut pandang Bunda Maria sebagai ibu Yesus ang merasakan bagaimana penderitaan Sang Putra. Jalan salib dibawakan oleh Suster Evelyne, OSU dan Sr. Vivien, OSU. Setiap peserta mengikutinya dengan khidmat. Oma-oma yang sudah berusia lanjut seperti Oma Lastuti pun bisa mengikuti Jalan Salib ini dengan baik, meskipun jalan ada yang cukup terjal.
Gua Maria Laverna, yang asri dan teduh menambah kekhusukan para peserta untuk mendaraskan doa. Hari menjelang senja, matahari sudah condong ke barat. Udara dingin sudah terasa berhembus. Para peserta menyelesaikan doanya dan kembali ke bis untuk menuju penginapan di Wisma wulandari, Batu Keramat, Tenggamus, Lampung.
Makan malam di Wisma wulandari diawali dengan doa. Terasa nikmat makan nasi hangat dengan lauk pauk yang juga hangat sesudah seharian dalam perjalanan. Acara bincang rohani dengan tema Ziarah yang Senyatanya dibawakan oleh Bapak Alamsyah di aula Wisma Wulandari. Ziarah yang senyatanya itu adalah menjalani hidup ini dengan penuh syukur hingga kita siap ketikaTuhan membawa kita dari dunia ini. Kita hidup di dunia ini hanya sementara. Urip ming mampir ngumbe. Begitu orang Jawa membahasakannya. Hidup hanya mampir untuk minum
Udara yang dingin tak terasa karena peserta dihanyutkan dengan nyanyian dan juga perbincangan rohani. Namun, kala malam mulai merayap dan rasa penat tak bisa dihindarkan lagi, kantuk pun datang menyerang.
Sebelum tidur peserta dihangatkan dengan wedhang ronde, tahu isi, dan jagung bakar . Sebelum jam 24.00, para peserta sudah tak satu pun yang berkeliaran atau kongko di luar. Rupanya karena sudah kelelahan, akhirnya masuk ke peraduan masing-masing sebelum jam malam berakhir, yaitu am 24.00. Udara dingin mempercepat kantuk datang.
Jam 06.30 peserta sudah diharapkan menuju Kapel dekat penginapan untuk mengikuti perayaan Ekaristi. Pagi ini perayaan Ekaristi dipimpin oleh Romo Mario, Pr.Tema yang dibawakan saat itu sama dengan bacaan hari itu, Advent Minggu Pertama : Hati-hatilah dan berjaga-jagalah (Markus 13:33-37).
Ekaristi usai. Peserta menuju ruang makan menyantap sarapan pagi sebagai bekal energi untuk perjalanan menuju Katedral Kristus Raja, Jln. Kota Raja, Bandar Lampung ( Tanjung Karang nama lama). Makan siang sudah tersedia juga dalam bentuk nasi kotak. Bis mulai bergerak ke luar dari penginapan. Kang Yayan pengendara yang sangat lihai dengan cekatan bisa melalui kelokan-kelokan tajam dan naik turun dengan lihai. Hidup Kang Yayan! Lihat ia tambah keren dengan kacamata hitamnya! Wee…Bu Ani, paparazzi kami, siap mengabadikan gaya Kang Yayan.
Mulai di jalan dengan ngoceh-ngoceh kiri kanan dulu. Kemudian sepi sesaat, ngomong lagi, tertawa lagi. Ada juga yang melanjutkan ritualnya: tidur! Pasangan termesra dalam perjalanan Mega dan Manaek asyik berdua duduk berdampingan dan berdempetan sambil memandang ke kaca jendela. Sementara itu Sang Pparazzi, siap dengan kamera di tangan untuk mengabadikan gaya yang aduhai dari para peserta yang lengah. Rupanya paparazzi kita ini suka mencuri-curi mengambil pose orang yang menurut fotografi sangat nyeni. Misalnya yang lagi bengong, lagi ngowoh (mulut terbuka), lagi ngeces. Pokoknya yang heboh-heboh seperti itu. Sementara itu Sang Ketua PKS, Yulia, asyik meliukkan badannya mengikuti irama musik yang sengaja disetelkan musik dangdut. Wah, ini memang Laskar Maria yang sangat beraneka, seperti pelangi dong. Tapi, bukan Laskar Pelangi karena itu kan nama gengnya Andrea Hirata.
Tibalah kami di Katedral. Turun. Berdoa. Naik bis lagi menuju tempat oleh-oleh. Bis penuh sesak dengan keripik pisang dan mpek-mpek. Mengapa kalau pergi senang membeli oleh-oleh? Supaya ada bukti bahwa baru pergi dari suatu tempat, kata orang begitu. Bagasi juga jangan lupa diisi. Ayo… belanja, hitung-hitung bagi-bagi rejeki dengan saudara-saudara di Lampung. Lha, Bu Sylvi malah kerja dengan laptopnya, sementara yang lain belanja. Rupanya dia ditunggu satu kata: Deadline! Makanya cari kerjaan jangan jadi penulis, Bu! Mana tulisannya Mandarin lagi. Mumet, aku, Bu!
Hari sudah rembang petang. Matahari sudah condong ke barat. Badan lelah, tapi hati bahagia. Ci Ayung masih bertahan dalam posisinya. Ci Ayung adalah peserta yang paling hebat, selain Oma Lastuti my soulmate. Apa pasal? Ci ayung peserta ziarah yang menderita kelumpuhan. Hebat kan? Bisa sampai Lampung! Kalau Oma Lastuti, peserta yang paling tua. Itulah keragaman Presidium kami. Di bis masih bernyanyi lagu pujian dari lagu Bina Iman sampai lagu pop rohani. Dari terbit matahari, sampai pada masuknya… Dan akhirnya bis kami masuk di perut raksasa, yang bernama Kertanegara, sebuah ferry yang ketika bis kami masuk, pintunya langsung ditutup. Jam menunjukkan pukul 18.05 kala itu.
O…, Kertanegara kondisinya berbeda dengan Titian Nusantara. Di sini terasa begitu jorok dan kurang terawat. Pintu WC-nya jebol dan lantainya agak kehitaman. Angin berhembus kencang di geladak. Ombak pun mulai pasang. Kertanegara bergoncang agak kencang. Anjungannya tidak ber-AC, untuk yang gratis. Orang-orang berseliweran mencari tempat nyaman dan menghindar dari terpaan angin yang cukup kencang. Langit Sumatra di tepi laut sungguh menawan. Hitam, semburat jingga dan kuning bercahaya. Tak nampak bintang. Perlahan pulau yang dalam beberapa saat ini kami injak dan jelajahi, kami tinggalkan. Hamparan cahaya dari tepi pelabuhan berkelip bagaikan untaian permata yang aneka warna. Indah. ada rasa haru menelusup dalam hati, dan rasa syukur yang mengembang dalam dada. Terima kasih Tuhan, terima kasih Bunda Maria, atas keindahan yang aku saksikan dan cinta yang berlimpah dari teman-teman dan sahabat yang aku peroleh.
Di Sumatera aku terpana dan dalam buaian angin malam di geladak ini aku tercengang akan banyak hal yang aku peroleh dalam hidupku. Pertemuan – perpisahan, suka-duka, pahit-manis, emosi yang bergejolak, kerinduan, rasa syukur, perjuangan, kekalahan, harapan, dan yang paling utama adalah cinta. Dan hatiku bernyanyi dari potongan lagu yang sering didendangkan Delon pada Indonesian Idol; Dan bila aku berdiri tegak,
sampai hari ini, bukan karena kuat dan hebatku…
Semua karena cinta, Semua karena cinta
Tak mampu diriku dapat berdiri tegak.
Terima kasih cinta…
Dan hari ini, Minggu, 30 Novemver 2008,jam 22.00, Kaki kami sudah berpijak lagi di bumi Jawa. Sepenggal kisah perjalanan kami pun berakhir.
Penulis: Christina Enung Martina
Anggota Legio Presidium Putri Kerahiman Sejati
Selat Sunda, Sabtu, 29 November 2008, jam 07.00, pagi
Titian Nusantara, sebuah kapal fery yang sudah membuka pintunya lebar-lebar untuk dimasuki berbagai barang dan orang. Hiruk pikuk di pelabuhan. Penjaga pintu, satpam, petugas karcis, pedagang asongan, para sopir truk, bus, dan kendaraan pribadi. Semua bergegas dalam aktivitas. Bis kecil kami dengan Kang Yayan seagai driver, Kang Rustam sebagai asisten, juga antri dalam barisan menuju pintu Titian Nusantara. Dalam kehangatan mentari pagi, Titian Nusantara berdiri dengan anggunnya menyambut siapa pun dan apa pun yang dijejalkan di perutnya. Dalam diam, ia menjalankan tugasnya.
Laut biru, ombak tenang, mentari bersinar, langit terang. Sunguh perpaduan yang manis untuk hari ini. Lihatlah serombongan manusia berlalu-lalang di dalam Titian Nusantara. Mereka mencari tempat yang nyaman untuk menikmati perjalanan menyebrangi Selat Sunda. Kami, Laskar Maria, Putri Kerahiman Sejati (PKS) juga ikut dalam arus di dalam kesibukan Titian Nusantara. Kami terdiri dari oma-oma, ibu-ibu, bapak-bapak, dan para lajang, dan dua suster, juga sibuk mencari tempat yang nyaman untuk menikmati penyebrangan kami. Ada yang mejeng di geladak, yang memilih duduk di anjungan, dan ada juga yang memilih tinggal di bis.
Cuplikan kesibukan di Titian Nusantara kurekam dengan mata, telinga, dan catatan di tangan. Seorang lelaki separuh baya sedang menelepon dengan logat melayunya. Seorang lelaki lain sedang berbicara dengan perempuan yang mungkin kekasihnya dalam bahasa Jawa. Ada juga ibu-ibu sibuk menyuapi anak perempuannya yang gemuk dan lucu. Sementara itu lagu dangdut mengalun di tempat lain dari kios yang berjualan aneka panganan kecil dan minuman ringan. Betapa hidup itu indah. Ada gerak aneka dan suara beragam.
Sementara itu, laut yang biru, ombak yang tenang mengalun, dan sepoi angin bisa kita nikmati dari gladak. Angin laut yang bergaram terasa segar menembus paru-paru. Dua jam setengah, waktu untuk menyebrang Selat Sunda yang memisahkan dua pulau besar Jawa dan Sumatra. Kini kami sudah berada di Pulau Sumatra. Kami siap menuju perjalanan kami berziarah ke Gua Maria Laverna, Padang Bulan, Pring Sewu, Lampung.
Ziarah ke Gua Maria diawali denagn Jalan Salib dari perhentian satu sampai perhentian ke-14. Jalan Salib ini mengambil dari sudut pandang Bunda Maria sebagai ibu Yesus ang merasakan bagaimana penderitaan Sang Putra. Jalan salib dibawakan oleh Suster Evelyne, OSU dan Sr. Vivien, OSU. Setiap peserta mengikutinya dengan khidmat. Oma-oma yang sudah berusia lanjut seperti Oma Lastuti pun bisa mengikuti Jalan Salib ini dengan baik, meskipun jalan ada yang cukup terjal.
Gua Maria Laverna, yang asri dan teduh menambah kekhusukan para peserta untuk mendaraskan doa. Hari menjelang senja, matahari sudah condong ke barat. Udara dingin sudah terasa berhembus. Para peserta menyelesaikan doanya dan kembali ke bis untuk menuju penginapan di Wisma wulandari, Batu Keramat, Tenggamus, Lampung.
Makan malam di Wisma wulandari diawali dengan doa. Terasa nikmat makan nasi hangat dengan lauk pauk yang juga hangat sesudah seharian dalam perjalanan. Acara bincang rohani dengan tema Ziarah yang Senyatanya dibawakan oleh Bapak Alamsyah di aula Wisma Wulandari. Ziarah yang senyatanya itu adalah menjalani hidup ini dengan penuh syukur hingga kita siap ketikaTuhan membawa kita dari dunia ini. Kita hidup di dunia ini hanya sementara. Urip ming mampir ngumbe. Begitu orang Jawa membahasakannya. Hidup hanya mampir untuk minum
Udara yang dingin tak terasa karena peserta dihanyutkan dengan nyanyian dan juga perbincangan rohani. Namun, kala malam mulai merayap dan rasa penat tak bisa dihindarkan lagi, kantuk pun datang menyerang.
Sebelum tidur peserta dihangatkan dengan wedhang ronde, tahu isi, dan jagung bakar . Sebelum jam 24.00, para peserta sudah tak satu pun yang berkeliaran atau kongko di luar. Rupanya karena sudah kelelahan, akhirnya masuk ke peraduan masing-masing sebelum jam malam berakhir, yaitu am 24.00. Udara dingin mempercepat kantuk datang.
Jam 06.30 peserta sudah diharapkan menuju Kapel dekat penginapan untuk mengikuti perayaan Ekaristi. Pagi ini perayaan Ekaristi dipimpin oleh Romo Mario, Pr.Tema yang dibawakan saat itu sama dengan bacaan hari itu, Advent Minggu Pertama : Hati-hatilah dan berjaga-jagalah (Markus 13:33-37).
Ekaristi usai. Peserta menuju ruang makan menyantap sarapan pagi sebagai bekal energi untuk perjalanan menuju Katedral Kristus Raja, Jln. Kota Raja, Bandar Lampung ( Tanjung Karang nama lama). Makan siang sudah tersedia juga dalam bentuk nasi kotak. Bis mulai bergerak ke luar dari penginapan. Kang Yayan pengendara yang sangat lihai dengan cekatan bisa melalui kelokan-kelokan tajam dan naik turun dengan lihai. Hidup Kang Yayan! Lihat ia tambah keren dengan kacamata hitamnya! Wee…Bu Ani, paparazzi kami, siap mengabadikan gaya Kang Yayan.
Mulai di jalan dengan ngoceh-ngoceh kiri kanan dulu. Kemudian sepi sesaat, ngomong lagi, tertawa lagi. Ada juga yang melanjutkan ritualnya: tidur! Pasangan termesra dalam perjalanan Mega dan Manaek asyik berdua duduk berdampingan dan berdempetan sambil memandang ke kaca jendela. Sementara itu Sang Pparazzi, siap dengan kamera di tangan untuk mengabadikan gaya yang aduhai dari para peserta yang lengah. Rupanya paparazzi kita ini suka mencuri-curi mengambil pose orang yang menurut fotografi sangat nyeni. Misalnya yang lagi bengong, lagi ngowoh (mulut terbuka), lagi ngeces. Pokoknya yang heboh-heboh seperti itu. Sementara itu Sang Ketua PKS, Yulia, asyik meliukkan badannya mengikuti irama musik yang sengaja disetelkan musik dangdut. Wah, ini memang Laskar Maria yang sangat beraneka, seperti pelangi dong. Tapi, bukan Laskar Pelangi karena itu kan nama gengnya Andrea Hirata.
Tibalah kami di Katedral. Turun. Berdoa. Naik bis lagi menuju tempat oleh-oleh. Bis penuh sesak dengan keripik pisang dan mpek-mpek. Mengapa kalau pergi senang membeli oleh-oleh? Supaya ada bukti bahwa baru pergi dari suatu tempat, kata orang begitu. Bagasi juga jangan lupa diisi. Ayo… belanja, hitung-hitung bagi-bagi rejeki dengan saudara-saudara di Lampung. Lha, Bu Sylvi malah kerja dengan laptopnya, sementara yang lain belanja. Rupanya dia ditunggu satu kata: Deadline! Makanya cari kerjaan jangan jadi penulis, Bu! Mana tulisannya Mandarin lagi. Mumet, aku, Bu!
Hari sudah rembang petang. Matahari sudah condong ke barat. Badan lelah, tapi hati bahagia. Ci Ayung masih bertahan dalam posisinya. Ci Ayung adalah peserta yang paling hebat, selain Oma Lastuti my soulmate. Apa pasal? Ci ayung peserta ziarah yang menderita kelumpuhan. Hebat kan? Bisa sampai Lampung! Kalau Oma Lastuti, peserta yang paling tua. Itulah keragaman Presidium kami. Di bis masih bernyanyi lagu pujian dari lagu Bina Iman sampai lagu pop rohani. Dari terbit matahari, sampai pada masuknya… Dan akhirnya bis kami masuk di perut raksasa, yang bernama Kertanegara, sebuah ferry yang ketika bis kami masuk, pintunya langsung ditutup. Jam menunjukkan pukul 18.05 kala itu.
O…, Kertanegara kondisinya berbeda dengan Titian Nusantara. Di sini terasa begitu jorok dan kurang terawat. Pintu WC-nya jebol dan lantainya agak kehitaman. Angin berhembus kencang di geladak. Ombak pun mulai pasang. Kertanegara bergoncang agak kencang. Anjungannya tidak ber-AC, untuk yang gratis. Orang-orang berseliweran mencari tempat nyaman dan menghindar dari terpaan angin yang cukup kencang. Langit Sumatra di tepi laut sungguh menawan. Hitam, semburat jingga dan kuning bercahaya. Tak nampak bintang. Perlahan pulau yang dalam beberapa saat ini kami injak dan jelajahi, kami tinggalkan. Hamparan cahaya dari tepi pelabuhan berkelip bagaikan untaian permata yang aneka warna. Indah. ada rasa haru menelusup dalam hati, dan rasa syukur yang mengembang dalam dada. Terima kasih Tuhan, terima kasih Bunda Maria, atas keindahan yang aku saksikan dan cinta yang berlimpah dari teman-teman dan sahabat yang aku peroleh.
Di Sumatera aku terpana dan dalam buaian angin malam di geladak ini aku tercengang akan banyak hal yang aku peroleh dalam hidupku. Pertemuan – perpisahan, suka-duka, pahit-manis, emosi yang bergejolak, kerinduan, rasa syukur, perjuangan, kekalahan, harapan, dan yang paling utama adalah cinta. Dan hatiku bernyanyi dari potongan lagu yang sering didendangkan Delon pada Indonesian Idol; Dan bila aku berdiri tegak,
sampai hari ini, bukan karena kuat dan hebatku…
Semua karena cinta, Semua karena cinta
Tak mampu diriku dapat berdiri tegak.
Terima kasih cinta…
Dan hari ini, Minggu, 30 Novemver 2008,jam 22.00, Kaki kami sudah berpijak lagi di bumi Jawa. Sepenggal kisah perjalanan kami pun berakhir.
Penulis: Christina Enung Martina
Anggota Legio Presidium Putri Kerahiman Sejati
Minggu, 01 Februari 2009
KERJA - PERTEMUAN - LUKISAN
KERJA
Kerja adalah cinta yang dibuat tampak (Khalil Gibran)
Kalau kita sungguh-sungguh mencintai pekerjaan, kita tak akan terikat pada uang. Uang adalah permainan. Uang boleh kita hargai, namun dedikasi lebih penting. Dalam pekerjaan apa pun kita berkompetisi dengan orang-orang yang menyukai pekerjaan itu. Jika kita tidak suka, maka kita kalah dalam kompetisi. Selalu ada kesempatan bagi yang hebat.
Bila kita peduli pada pekerjaan maka rasa antusias akan muncul. Semangat menjadi pondasi dalam bekerja. Mengerjakan sesuatu yang disukai perlu latihan yang lama dan pengeluaran yang besar. Kesadaran seringali muncul dari musibah.
Kepuasan atau ketidakpuasan bekerja tergantung paad cara kita melayani orang. Yang penting bagaimana kita bekerja bukan pada pekerjaannya. Kegembiraan terasa ketika kita bekerja karena pekerjaan itulah yang kita pilih tanpa keterpaksaan.
Misi hidup kita bukan untuk mengenyahkan masalah, melainkan mendapat gairah. Cinta merupakan energi. Apa pun yang dikerjakan dengan cinta berarti menggunakan energi yang berkualitas.
ARBEIT MACHT FREI (kerja membuatmu bebas)
PERTEMUAN
Ketika kita bertemu seseorang, ingatlah pertemuan itu sebagai pertemuan suci. Ketika kita melihat orang itu, kita melihat diri kita. Ketika kita menanggapinya, kita menanggapi diri kita sendiri. Jangan lupakan orang itu karena dalam diri orang itu kita melihat diri kita.
Pernah terpikir dan merenungkan bahwa pertemuan kita dengan seseorang itu diatur oleh Tuhan? Kita pasti bertemu dengan banyak orang dengan kesan yang berbeda satu sama lain. Ada yang bisa-biasa saja, ada yang membuat jengkel, sebel, marah, dan perasaan negatif lain. Namun, ada juga pertemuan yang benar-benar membawa inspirasi dalam hidup kita. Aku sering bertemu dengan cara seperti itu. Bahkan, aku pernah bertemu dengan seeorang, sesudah itu orangnya meninggal. Namun, kesan yang ditinggalkan pertemuan itu masih terasa hingga sekarang.
Pertemuan yang kita anggap biasa saja ternyata kalau kita renungkan membawa makna dalam hidup kita.
LUKISAN
Setiap orang punya kisahnya sendiri. Hidup memberikan warna yang aneka, ada warna gelap, terang, norak, dan lembut. Semuanya menjadikan seseorang sempurna. Namun, terkadang kita tak menyadari bahwa Sang Pelukis Agung sedang melukis kita untuk dijadikan maha karya agung yang patut dikagumi karena kita karya seni besar yang diciptakan-Nya. Tanpa warna-warni lukisan itu tak akan menarik.
Kerja adalah cinta yang dibuat tampak (Khalil Gibran)
Kalau kita sungguh-sungguh mencintai pekerjaan, kita tak akan terikat pada uang. Uang adalah permainan. Uang boleh kita hargai, namun dedikasi lebih penting. Dalam pekerjaan apa pun kita berkompetisi dengan orang-orang yang menyukai pekerjaan itu. Jika kita tidak suka, maka kita kalah dalam kompetisi. Selalu ada kesempatan bagi yang hebat.
Bila kita peduli pada pekerjaan maka rasa antusias akan muncul. Semangat menjadi pondasi dalam bekerja. Mengerjakan sesuatu yang disukai perlu latihan yang lama dan pengeluaran yang besar. Kesadaran seringali muncul dari musibah.
Kepuasan atau ketidakpuasan bekerja tergantung paad cara kita melayani orang. Yang penting bagaimana kita bekerja bukan pada pekerjaannya. Kegembiraan terasa ketika kita bekerja karena pekerjaan itulah yang kita pilih tanpa keterpaksaan.
Misi hidup kita bukan untuk mengenyahkan masalah, melainkan mendapat gairah. Cinta merupakan energi. Apa pun yang dikerjakan dengan cinta berarti menggunakan energi yang berkualitas.
ARBEIT MACHT FREI (kerja membuatmu bebas)
PERTEMUAN
Ketika kita bertemu seseorang, ingatlah pertemuan itu sebagai pertemuan suci. Ketika kita melihat orang itu, kita melihat diri kita. Ketika kita menanggapinya, kita menanggapi diri kita sendiri. Jangan lupakan orang itu karena dalam diri orang itu kita melihat diri kita.
Pernah terpikir dan merenungkan bahwa pertemuan kita dengan seseorang itu diatur oleh Tuhan? Kita pasti bertemu dengan banyak orang dengan kesan yang berbeda satu sama lain. Ada yang bisa-biasa saja, ada yang membuat jengkel, sebel, marah, dan perasaan negatif lain. Namun, ada juga pertemuan yang benar-benar membawa inspirasi dalam hidup kita. Aku sering bertemu dengan cara seperti itu. Bahkan, aku pernah bertemu dengan seeorang, sesudah itu orangnya meninggal. Namun, kesan yang ditinggalkan pertemuan itu masih terasa hingga sekarang.
Pertemuan yang kita anggap biasa saja ternyata kalau kita renungkan membawa makna dalam hidup kita.
LUKISAN
Setiap orang punya kisahnya sendiri. Hidup memberikan warna yang aneka, ada warna gelap, terang, norak, dan lembut. Semuanya menjadikan seseorang sempurna. Namun, terkadang kita tak menyadari bahwa Sang Pelukis Agung sedang melukis kita untuk dijadikan maha karya agung yang patut dikagumi karena kita karya seni besar yang diciptakan-Nya. Tanpa warna-warni lukisan itu tak akan menarik.
Tambahan tentangku
Kamu cari tahu alamat rumahku dan seluk beluk tentang aku di internet kan? OK supaya tidak penasaran ini die, aku yang sekarang!
Nama masih Christina Enung Martina, panggilan Nung, Ibu Nung, Teh Nung, atau Teteh, ada juga yang memanggil Mbak Nung. Suka-sukalah orang panggil aku apa. Ada yan panggil Jeng Bob. Geli aku mendengarnya karena itu bukan namaku. Perempuan independent gitu lho!!!
Aku perempuan bersuami dan beranak dua. Ibuku masih ada, Maria Napti namanya. ayahku sudah pass way 12 tahun yang lalu. Adikku masih 2 semua sudah bersuami. Kampung halamanku masih di Ciamis.
Alamat rumahku sekarang Jalan Sirsak Blok A1/No.14 Griya Asri Jlupang, BSD Tangerang, Banten. Rumahku tipe 36 yang sudah direnovasi sedikit tambah kamar dan dapur. Rumahku cicilan BTN karena itu kami mampunya. Yes! Cicilannya sudah rampung. Cat rumahku putih dan hijau. Ada banyak pohon di halaman kami yang kecil. Maksudnya untuk menahan global warming yang semakin terasa di sini.
Kami punya anjing kesayangan namanya COPI singkatan dari coklat dan putih. Copi sangat mencintaiku melebihi ia mencintai ibunya. Ia akan menyerang siapa pun yang disangkanya akan menyerangku. Cinta Copi paling tulus di dunia. Ia mencintaiku karena aku yang paling rajin kasih makan.
Aku masih suka baca jenis bacaan sastra, psikologi, kerohanian, alam, petualangan, and ilmu pengetahuan. Pengarang yang sedang kugemari adalah Paulo Coelho, Andre Hirata, Dewi Lestari, Tri Utami, Sydney Sheldon, dll. Lagu yang sedang kugemari saat ini Laskar Pelangi dari Niji dan Bunga Seroja (lagu Melayu), lagu anak muda juga kusukai karena aku emak-emak yang gaul dengan mereka. Bahkan kadang harus ikut jijingkrakan bersama mereka. Lagu rohani yang saat ini sedang kusuka adalah Janjimu Seperti Fajar.
Tokoh idola sepanjang masaku adalah…: Isa Almasih, Bunda Maria, Yohanes Paulus II. Tokoh lain juga banyak bahkan bertambah terus kala ada refrensi baru tentang seeorang.
Teman-temanku banyak di kantor atau Gereja. Tapi sahabatku sepertinya aku… agak susah cari sahabat karena sahabat itu harus yang tahu persis aku ini siapa dengan segala kekurangan dan kelebihanku. Dulu waktu 19 tahun lalu aku punya sahabat meski aku tak pernah jumpa. Aku gampang berteman, tapi untuk menjatuhkan pilihan sahabat agak susah memang. Yang setia jadi sahabatku for ever ya… Yesus itu. pada sahabat aku bisa berbagi bahwa aku tuh sebel dengan ini itu, bahwa aku jatuh cinta, bahwa aku punya impian, bahkan yang paling rahasia yang siapa pun tak tahu aku bisa bagi padanya. Bob aku rasa ia suami yang baik, namun untuk sahabat … aku rasa belum. Ia suka terlalu melindungi. Banyak larangan. Tapi untung dia tidak membatasi gerak dan langkahku. Kalau membatasi bisa mati muda aku! Metta bisa dikatakan teman sekongkolku dan teman curhat, serta teman ngeceng, kita suka ngerumpi tentang apa pun termasuk cowok-cowok yang naksir dia, dan yang ia taksir, tetapi cowoknya nggak naksir. Termasuk tentang sexualitas pun kami berbicara.
Pekerjaanku menjadi seorang guru itu menyenangkan, tetapi aku tidak suka administrasinya yang jelimet. Aku punya pimpinan seorang suster Ursulin yang paling disiplin, paling pintar, dan paling terbuka. Tapi… paling menyeramkan! Aku kagum sama dia, tetapi kadang suka sebel dengan beberapa kebijakannya yang bagiku suka kurang memperhatikan perasaan dan hati. Aku sangat hormat pada beliau. Bagiku dia adalah guru terbaik yang mendidiku untuk selalu berjuang dalam hidup ini.
Aku bukan ibu rumah tangga yang baik dan benar. aku ceroboh, masak bisanya hanya yang praktis-praktis saja. Tapi untung anakku dan bojoku masih menggemari masakanku. Sejak zaman baheula aku paling tidak suka beres-beres. Tapi apa mau dikata harus kulakukan karena sekarang aku ibu rumah tangga. Aku tidak punya pembantu. Di rumah bekerja sendiri dibantu 3 orang crew. semua wajib mencuci piring dan beres-beres. Pasti aku cerewet karena aku adalah seorang ibu. Kalau aku terlalu cerewet gadis dan bujangku protes. Maka aku mulai mengerem agar tercipta perdamaian. Kalau tidak, bisa terjadi perang baratayudha. Begitulah tugas seorang ibu tak akan pernah habisnya.
Hingga sekarang aku masih belum bisa menerima tenang homosexualitas. Meskipun aku tahu tentang keberadaan mereka. Pandanganku kadang terlalu kolot dan konservatif untuk beberapa hal. Untuk hal lain aku juga bisa demokratis.
O, ya suamiku… Bob. Sang seniman yang kepadanya aku meyerahkan seluruh diriku. Aku rasa pertama kali jumpa aku biasa-biasa saja sama dia. Tapi satu saat aku benar-benar jatuh cinta sampai rasanya aku menggigil merindukan dia. Ketika aku muda dulu aku cemburu sama dia karena ia bergaul dengan banyak perempuan cantik. Sekarang cinta kami sudah meningkat dari eros menuju yang lebih tinggi dari itu, apalah itu aku gak ngerti. Dia seniman yang paling rapi yang pernah kukenal. sesudah aku kawin sama dia, aku banyak gaul dengan manusia yang menamakan dirinya seniman. Ya konco-konco dia itu. Hingga kini aku maih harus belajar memahamai pikiran seniman.
Nama masih Christina Enung Martina, panggilan Nung, Ibu Nung, Teh Nung, atau Teteh, ada juga yang memanggil Mbak Nung. Suka-sukalah orang panggil aku apa. Ada yan panggil Jeng Bob. Geli aku mendengarnya karena itu bukan namaku. Perempuan independent gitu lho!!!
Aku perempuan bersuami dan beranak dua. Ibuku masih ada, Maria Napti namanya. ayahku sudah pass way 12 tahun yang lalu. Adikku masih 2 semua sudah bersuami. Kampung halamanku masih di Ciamis.
Alamat rumahku sekarang Jalan Sirsak Blok A1/No.14 Griya Asri Jlupang, BSD Tangerang, Banten. Rumahku tipe 36 yang sudah direnovasi sedikit tambah kamar dan dapur. Rumahku cicilan BTN karena itu kami mampunya. Yes! Cicilannya sudah rampung. Cat rumahku putih dan hijau. Ada banyak pohon di halaman kami yang kecil. Maksudnya untuk menahan global warming yang semakin terasa di sini.
Kami punya anjing kesayangan namanya COPI singkatan dari coklat dan putih. Copi sangat mencintaiku melebihi ia mencintai ibunya. Ia akan menyerang siapa pun yang disangkanya akan menyerangku. Cinta Copi paling tulus di dunia. Ia mencintaiku karena aku yang paling rajin kasih makan.
Aku masih suka baca jenis bacaan sastra, psikologi, kerohanian, alam, petualangan, and ilmu pengetahuan. Pengarang yang sedang kugemari adalah Paulo Coelho, Andre Hirata, Dewi Lestari, Tri Utami, Sydney Sheldon, dll. Lagu yang sedang kugemari saat ini Laskar Pelangi dari Niji dan Bunga Seroja (lagu Melayu), lagu anak muda juga kusukai karena aku emak-emak yang gaul dengan mereka. Bahkan kadang harus ikut jijingkrakan bersama mereka. Lagu rohani yang saat ini sedang kusuka adalah Janjimu Seperti Fajar.
Tokoh idola sepanjang masaku adalah…: Isa Almasih, Bunda Maria, Yohanes Paulus II. Tokoh lain juga banyak bahkan bertambah terus kala ada refrensi baru tentang seeorang.
Teman-temanku banyak di kantor atau Gereja. Tapi sahabatku sepertinya aku… agak susah cari sahabat karena sahabat itu harus yang tahu persis aku ini siapa dengan segala kekurangan dan kelebihanku. Dulu waktu 19 tahun lalu aku punya sahabat meski aku tak pernah jumpa. Aku gampang berteman, tapi untuk menjatuhkan pilihan sahabat agak susah memang. Yang setia jadi sahabatku for ever ya… Yesus itu. pada sahabat aku bisa berbagi bahwa aku tuh sebel dengan ini itu, bahwa aku jatuh cinta, bahwa aku punya impian, bahkan yang paling rahasia yang siapa pun tak tahu aku bisa bagi padanya. Bob aku rasa ia suami yang baik, namun untuk sahabat … aku rasa belum. Ia suka terlalu melindungi. Banyak larangan. Tapi untung dia tidak membatasi gerak dan langkahku. Kalau membatasi bisa mati muda aku! Metta bisa dikatakan teman sekongkolku dan teman curhat, serta teman ngeceng, kita suka ngerumpi tentang apa pun termasuk cowok-cowok yang naksir dia, dan yang ia taksir, tetapi cowoknya nggak naksir. Termasuk tentang sexualitas pun kami berbicara.
Pekerjaanku menjadi seorang guru itu menyenangkan, tetapi aku tidak suka administrasinya yang jelimet. Aku punya pimpinan seorang suster Ursulin yang paling disiplin, paling pintar, dan paling terbuka. Tapi… paling menyeramkan! Aku kagum sama dia, tetapi kadang suka sebel dengan beberapa kebijakannya yang bagiku suka kurang memperhatikan perasaan dan hati. Aku sangat hormat pada beliau. Bagiku dia adalah guru terbaik yang mendidiku untuk selalu berjuang dalam hidup ini.
Aku bukan ibu rumah tangga yang baik dan benar. aku ceroboh, masak bisanya hanya yang praktis-praktis saja. Tapi untung anakku dan bojoku masih menggemari masakanku. Sejak zaman baheula aku paling tidak suka beres-beres. Tapi apa mau dikata harus kulakukan karena sekarang aku ibu rumah tangga. Aku tidak punya pembantu. Di rumah bekerja sendiri dibantu 3 orang crew. semua wajib mencuci piring dan beres-beres. Pasti aku cerewet karena aku adalah seorang ibu. Kalau aku terlalu cerewet gadis dan bujangku protes. Maka aku mulai mengerem agar tercipta perdamaian. Kalau tidak, bisa terjadi perang baratayudha. Begitulah tugas seorang ibu tak akan pernah habisnya.
Hingga sekarang aku masih belum bisa menerima tenang homosexualitas. Meskipun aku tahu tentang keberadaan mereka. Pandanganku kadang terlalu kolot dan konservatif untuk beberapa hal. Untuk hal lain aku juga bisa demokratis.
O, ya suamiku… Bob. Sang seniman yang kepadanya aku meyerahkan seluruh diriku. Aku rasa pertama kali jumpa aku biasa-biasa saja sama dia. Tapi satu saat aku benar-benar jatuh cinta sampai rasanya aku menggigil merindukan dia. Ketika aku muda dulu aku cemburu sama dia karena ia bergaul dengan banyak perempuan cantik. Sekarang cinta kami sudah meningkat dari eros menuju yang lebih tinggi dari itu, apalah itu aku gak ngerti. Dia seniman yang paling rapi yang pernah kukenal. sesudah aku kawin sama dia, aku banyak gaul dengan manusia yang menamakan dirinya seniman. Ya konco-konco dia itu. Hingga kini aku maih harus belajar memahamai pikiran seniman.
Langganan:
Postingan (Atom)