Dimuat di majalah KOMUNIKA edisi Agustus 2013
Pada tanggal
18 – 22 Juni 2013 ini, Tuhan memberikan kesempatan kepada saya untuk
berjalan-jalan di negri orang, Vietnam. Keberangkatan kali ini Tuhan memberikan
kesempatan melalui saluran berkat-Nya : Suster Francesco Maryanti, OSU sebagai
koordinator Sekolah Santa Ursula BSD.
Topik yang saya ambil adalah sebuah katedral yang indah
yang terletak di tengah kota Ho Chi Minh, yaitu St. Joseph's Cathedral (NhaTho Lon), dikenal juga
sebagai Da Lat Katedral, atau biasanya
dikenal dengan Notre Dame
Cathedral Vietnam, ada juga yang menyebutnya sebagai Nha Tho Con Ga
karena pada bagian atas menara ini ditempatkan ayam jantan perunggu (con ga) berupa baling-baling cuaca berukuran 66
cm. Mari kita mengenal lebih jauh katedral ini:
Bangunan megah
berkarakter ini terletak di kota Saigon (Ho Chi Minh) tepatnya di Jalan Tran Phu, dekat
Dong Khoi
Street letaknya di distrik 1 di bagian tengah kota. Katedral yang indah dan megah ini berasal dari dominasi Perancis pada abad ke-19. Gereja ini dibangun menyerupai Notre Dame de Paris sehingga kita bisa
menemukan beberapa kesamaan dengan Notre Dame aslinya di Prancis sono (ini sih kata
orang, karena saya belum pernah berkunjung ke yang asli. Semoga suatau saat
nanti, ya!) . Di depan bagunan neo-Romawi ini ada taman bunga dengan patung Bunda Maria besar di tengah-tengahnya. Menurut
beberapa kesaksian pernah terjadi peristiwa patung Bunda Maria menangis darah.
Dokumen
sejarah menunjukkan bahwa mimbar kecil dibangun pada situs ini oleh Perancis pada tahun 1920. Kemudian pada situs ini diukir tulisan yang merupakan singkatan Domus
est Dei, yang berarti "Ini adalah Rumah Kristus." Dua tahun kemudian bangunan gereja megah didirikan di sini. Gereja tersebut
berukuran panjang 26 meter dan lebar delapan meter, dengan menara lonceng setinggi 16 meter. Pada tahun 1931 dimulai pemugaran pada pada gereja ini. Pemugaran ini selesai pada tahun 1942. Akhirnya, bangunan gereja ini menjadi katedral
terbesar di kawasan ini. Katedral ini
sekarang panjangnya 65 meter , lebar 14 meter,
dan menjulang menara lonceng dengan ketinggian 47 meter. Katedral ini
dibangun dalam gaya arsitektur Eropa Gothic.
Pada masa penjajahan Prancis, Katedral ini
digunakan terutama oleh orang Prancis dan orang Eropa
lainnya
yang tinggal di Dalat. Karena itu bangunan ini sering pula
disebut Katedral Dalat. Dalat
dieja Đà Lạt dalam bahasa
Vietnam merupakan ibukota Provinsi
Lâm Đồng di Vietnam. Kota ini terletak 1500 m (4.920 kaki) di atas permukaan
laut di Dataran Tinggi Langbian di bagian selatan Tanah Tinggi Tengah (dalam bahasa Vietnam - Tây Nguyên). Menurut mitos dari masa penjajahan Perancis, nama itu diturunkan dari singkatan frasa Latin 'Dat Aliis Laetitiam Aliis Temperiem’ ("Memberi Kesenangan pada Beberapa Orang, Kesegaran pada yang
Lainnya).Pemerintah kolonial Perancis menggunakannya dalam lambang resmi Đà
Lạt. Nyatanya nama itu diturunkan dari kelompok
etnissetempat Lạt dan arti aslinya ialah "Aliran
Lạt". Di Vietnam, Đà Lạt ialah sebuah tujuan wisata terkenal dihargai
karena iklim sedangnya, pemandangan yang menarik seperti air terjun dan danau
dan melimpahnya bunga dan sayuran (sumber Wikipedia dengan perubahan).
Bila kita berkunjung ke kota suasana serba Perancis
melekat kuat di banyak tempat juga di tempat jejak langkah
Gereja Katolik hidup dan berada di Da Lat. Salah satunya tentu saja bangunan Ge Nha Tho Chanh Toa Da Lat yang lazim
kemudian disebut sebagai Gereja Katedral Da Lat. Katedral ini berdiri anggun ditengah-tengah kehidupan rakyat Vietnam.
Saya bersyukur bisa berada di
Katedral ini. Kami, rombongan guru dan tata usaha Sata Ursula BSD bisa masuk
dan berdoa di rumah Tuhan ini dengan sangat nyaman. Namun, ada yang
disayangkan, saya tak sempat berbincang dengan pengurus Katedral atau umat
setempat sehingga saya tak sempat tahu seperti apa kehidupan menggereja di
Vietnam. Ketika saya bertanya kepada tour
guide kami, Miss Mila, dia
menyatakan bahwa kehidupan keagamaan di Vietnam tidak semarak seperti di
Indonesia. Hal ini terjadi karena Vietnam negara komunis.
Di Vietnam, Buddha
Mahayana, Taoisme dan Konfusianisme mempunyai pengaruh kuat terhadap kehidupan berbudaya dan beragama
masyarakat Vietnam. Menurut sensus tahun 1999, 80.8% orang Vietnam tidak
beragama. Kristen diperkenalkan Perancis dan juga oleh kehadiran militer Amerika meskipun tidak banyak pengaruhnya. Cukup banyak penganut Katolik
Roma dan Protestan dikalangan komunitas Cao Dai dan Hoa Hao. Gereja Protestan terbesar adalah Evangelical Church
of Vietnam dan Montagnard
Evangelical Church. Keanggotan Islam Bashi dan Sunni biasanya ditujukan kepada etnis minoritas Cham, tetapi ada juga pengikut Islam lainnya di bagain Barat Daya Vietnam. Pemerintah Vietnam telah dikritik
atas kekerasan beragama. Tetapi, berkat perbaikan tentang kebebasan beragama
belakangan ini, pemerintah Amerika Serikat tidak lagi menganggap Vietnam
sebagai Country of
Particular Concern (negara yang ikut campur dalam bidang-bidang tertentu) seperti yang selama
ini dituduhkan (sumber Wikipedia.com dengan perubahan).
Ketika saya bertanya
tentang sekolah Katolik atau Kristen, Miss Mila mengatakan bahwa di Vietnam belum ada sekolah tersebut. Semua
sekolah dikelola pemerintah dan beberapa badan internasional. Vietnam memiliki jaringan sekolah dan univeristas negeri yang luas. Pendidikan umum
di Vietnam diberikan dalam 5 kategori:
TK,SD, SMP, SMA dan Universitas. Pelajaran-pelajaran sebagaian besar diajarkan dalam Bahasa
Vietnam. Sekolah negeri dalam jumlah besar telah dipersiapkan di
kota-kota besar dan kecil dan juga pedesaan untuk kepentingan menaikkan tingkat
melek huruf nasional. Ada banyak universitas spesialis yang didirikan untuk
mengembangkan tenaga kerja nasional yang luas dan terampil. Kebanyakan orang
Vietnam menempuh jalur univeristas di Kota
Ho Chi Minh dan Hanoi. Indonesia ternyata banyak memberi andil untuk pendidikan di sana dengan
cara memberikan beasiswa untuk mahasiswa Vietnam. Miss Mila, tour guide kami,
juga salah satu yang mendapatkan beasiswa di Universitas gajah mada.Karena itu
dia sangat mahir berbahasa Indonesia dan Jawa. Para mahasiswa ini menempuh
pendidikan di berbagai universitas negri di Indonesia, terutama di Pulau Jawa.
Begitulah sekilas
tentang perjalanan kami ke Vietnam. Yang
sangat berkesan bagi saya adalah kerja keras dan daya juang orang Vietnam.
Sepanjang perjalanan tour saya di
sana, saya tidak menemukan pengemis. Semua orang bekerja keras nampaknya. Sisa
penderitaan masa perang yang traumatis
masih nampak pada sikap mereka yang sulit untuk tersenyum. Sikap mereka
terhadap tamu tidak seramah orang Indonesia. Nampaknya orang Indonesia masih
boleh dikatakan bangsa yang ramah (catatan: kecuali pada saat kerusuhan, tawuran,
dan penjarahan).
Keragaman budaya, keindahan alam, dan
pertemuan dengan berbagai ragam orang dari aneka ras dan bangsa membuat saya
melek betapa karya agung Sang Pencipta luar bisa. Terpujilah Allah untuk
sepanjang segala masa.
Ch. Enung Martina