(Asrama Providentia, Bandung)
RENUNGAN
Minggu, 10 Desember 2017HARI MINGGU ADVEN IIYes.
40:1-5,9-11; Mzm. 85:9ab-10,11-12,13-14; 2Ptr. 3:8-14; Mrk. 1:1-8
Pada masa saya bersekolah di SPG (Sekolah Pendidikan Guru)
di St. Angela, Bandungpada tahun 1980-an,
saya mengenal seorang
biarawati dari Ordo
Ursulin. Beliau bernama Sr.
Krisentia, OSU (almarhum). Saya sangat terkesan dengan Sr. Kris, begita para asramawati
memanggil beliau.
(Rumah St. Angela di Jl. Supratman, Bandung)
Mengapa saya terkesan
pada beliau? Sebagaiseorang warga
negri belanda, dia
rela menanggalkan kewarganegaraannya untuk menjadi WNI. Beliau pernah menyatakan,
“Tidak masalah saya makan dengan sambal saja. Asal saya bisa melayani di
Indonesia.” Beliau melayani sebagai suster Ursulin bukan di tempat mentereng
dengan sekian jabatan struktural. Beliau melayani di dapur,di kebun, dan di
kandang anjing. Namun, beliaulah yang akan dicarai para asramawati pada saat
kami galau dan menghadapi permasalahan kami. Beliau adalah ibu yang siap
memberikan seluruh dirinya bagi kami. Sr
Kris melayanai dengan kerendahan hati.
Hal ini juga yang dilakukan oleh tokoh kita pada minggu ini,
yaitu Yohanes atau Yahya Si Pembaptis. Perlu diketahui bahwa nama Yahya tercatat
juga dalam Al Quran. Inilahyang diberitakannya: "Sesudah aku akan datang
Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nyapun
aku tidak layak.Aku membaptis engkau dengan air, tetapi Ia akan membaptis kamu
dengan Roh Kudus (Mark. 1: 7-8). Yohanes adalah penyedia jalan bagi yang akan
hadir kemudian yaitu Yesus Kristus.
Yohanes dikenal dengan kesederhanaan, kejujuran, dan dan keberanian dalam pelayanannya.
Seorang penyair dan
apologet Kristen yang
bernama C.S. Lewis
pernah berkata,"Kerendahan hati
yang sejati bukanlah
merendahkan diri sendiri,
melainkan tidak memusatkan perhatian
pada diri.” Hal
ini pula yang
diperlihatkan oleh Yohanes Pembaptis. Kalau Yohanes mau, ia bisa saja membanggakan
diri atas keberhasilan dan ketenarannya. Namun ia tidak mengambil kemuliaan itu untuk dirinya. Ia
justrumengembalikan popularitas dan kemegahan itu kepada yang seharusnya
menerima. Ditengah popularitasnya, ia memberitahu kepada orang banyak bahwa ada
Pribadi lain yang jauh lebih
berkuasa dan
lebih mulia, sampai
membuka tali kasut-
Nya pun ia
tidak layak.
Ternyata
Yohanes Pembaptis bukan
hanya sederhana di
dalam penampilan, tetapi juga rendah hati dalam pelayanan. Hal ini disebabkan karena ia menyadari dengan
sunguh bahwa dirinya
bukanlah tokoh utama,
melainkan hanyautusan yang
mendahului kedatangan sang
tokoh utama, yaitu
Yesus Kristus. Dalam pelayanan, terkadang kita lupa
bahwa sesungguhnya diri kita hanyalah utusan. Kita seharusnya menunjukkan
kepada orang lain tentang siapakah Yesus yang adalah Juru Selamat kita. Yang
terjadi justru sebaliknya, yaitu kita menunjukkan keberhasilan pelayanan agar
kita mendapat pujian dari orang lain.
Ketika pelayanan kita berhasil dan dikenal banyak orang,
masih bisakah kita mengembalikan segala kemuliaan hanya untuk Tuhan?
Atau kejadian lain
adalah melayani untuk
tujuan mempromosikan dagangan
saya kepada umat lain. Tujuan yang mempunyai tendensi seperti itu kuranglayak. Seandainya
memang terjadi bahwa
nama seseorang jadi
besar karena pelayanan dan
dagangannya jadi laris karena dibeli oleh panitia acara di gereja atau umat lain,
itu merupakan berkat.
Bukan tujuan. Nilai
spiritualnya berbeda.
Bila pelayanan tujuannya
untuk hal yang duniawi, maka kita akan hanya dapat itu saja. Namun, ketika
tujuannya yang spiritual,
maka segalanya akan
ditambahkan Tuhan untuk kita.
Karena itu, marilah
kita melayani dengan
rendah hati karena
Dia yang datang dari Bapa pun
melayani dunia dengan rendah hati sampai kesudahan-Nya.
(Ch Enung Martina)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar