Gambar oleh Abhimanyu
Bangsa yang Tinggal dalam Kegelapan, Kini Telah Melihat Terang
Pembicara : Romo Hendra Sutedja, SJ
Tak ada bangsa yang siap menghadapi Covid19. Demikian juga bangsa Indonesia. awal kemunculan Covid 19, semua panik. Saling menghujat di media menyalahkan pemerintah sebagai lembaga negara yang dianggap tak bisa menangani Covid dengan baik. Namun, Indonesia bergerak dengan cepat dan masif untuk menangani virus ini. Pemerintah berangsur mulai menyusun strategi untuk menghadapinya.
Covid mempunyai dampak mengerikan. Seluruh sendi kehidupan terdampak. Keadaan awal covid kita mengalami kurangnya alat-alat medis. RS kewalahan menerima pasien. Penggali kubur kewalahan untuk menyediakan kuburan. Perekonomian jatuh ke level paling bawah. Yang parah lagi adalah dampak psikologis kepada setiap warga.
Beberapa Dampak Pandemi dalam Dunia Pendidikan
Penutupan sementara lembaga pendidikan sebagai upaya menahan penyebaran pendemi covid-19 di seluruh dunia berdampak pada jutaan pelajar, tidak kecuali di Indonesia. Gangguan dalam proses belajar langsung antara siswa dan guru dan pembatalan penilaian belajar berdampak pada psikologis anak didik dan menurunnya kualitas keterampilan murid.
Beban itu merupakan tanggung jawab semua elemen pendidikan khususnya negara dalam memfasilitasi kelangsungan sekolah bagi semua steakholders pendidikan guna melakukan pembelajaran jarak jauh
Menjadi pertanyaan bagi kalangan pendidikan Bagaimana mestinya Indonesia merencanakan, mempersiapkan, dan mengatasi pemulihan covid 19, untuk menekan kerugian dunia pendidikan di masa mendatang.
Namun, negara tak tinggal diam. Presiden dengan jajarannya melakukan tugas dengan sangat baik. Berjuang mengupayakan agar bisa tertangani dengan baik. Negara kita menghadapi Covid dengan efektif. Sebelumnya Indonesia dilecehkan dengan cara penanganan covid.
Ada banyak negara yang kurang efektif masih masuk dalam tingkat cengkraman covid. Negara-negara maju secara teknologi juga masih berada dalam situasi perjuangan menghadapi keadaan ini.
Mengapa Indonesia mampu mengatasi Cocid 19 dengan efektif?
Punya cara pandang menginterpretasi situasi
Mempunyai pandangan pribadi yang dilandasi ideologi tentang kehidupan yang baik sebagai warga negara
Kita mempunyai budaya lokal yang luhur dan indah (meskipun kita sekarang sedang mengahdapi budaya tertentu mulai ingin menguasai negara kesatuan ini)
Muncul kreativitas untuk menghadapi Covid
Muncul orang-orang yang mempunyai keahlian dan peduli membantu yang lain
Kita juga mempunyai ekonomi kecil yang terus bergerak
Indonesia tak punya sikap tak percaya / meremehkan akan covid dan vaksin ( ada sedikit orang yang bersikap tidak percaya).
Indonesia punya banyak keuntungan -agama, iedeologi, budaya kokoh yang membangun dasar Indonesia.
Persatuan bangsa kokoh untuk menghadapi bencana bersama
Rasa senasib sebagai orang terdampak
Kita akan masuk ke dalam kesadaran diri bagaimana caranya kita sebagai pribadi menghadapi tantangan masa pandemi ini. Manusia mempunyai kemampuan untuk mengatasi kesulitan hidup. Kalau kita fokus pada kesulitan saja, maka keindahan berkat tak akan nampak. Kesulitan bisa menutupi anugrah Tuhan untuk tetap bergerak dengan kreatif. Kesulitan bisa menyelimuti hidup kita, yang membuat kita kehilangan terang yang merupakan orientasi hidup kita, bahkan lebih dari itu kita bisa lupa akan kemampuan-kemampuan kita, sebagai anugerah Tuhan, untuk tetap bergerak dengan kreatif di dalam segala kesulitan.
Kenyataannya, di dalam hati dan budi kita sekalian tentu bukan hanya ada “kekurangan, kendala, dan kesulitan” dalam proses belajar dan mengajar pada masa Covid-19 ini, tapi ada juga “inspirasi-inspirasi” dan ”terobosan baru” untuk mengatasi batas-batas yang dicipta Covid-19. Ini yang menjadi fokus kita.
Dalam rekoleksi tiga hari ini kita akan mencoba menemukan “inspirasi-inspirasi” dan ”terobosan baru” untuk mengatasi batas-batas yang dicipta Covid-19.
Mustahilkah? Pemerintah kita yang di wakili oleh Presiden Jokowi, para pembantunya, misalnya Ibu Sri Mulyani sebagai MenKeu, memakai seluruh kemampuan mereka untuk membawa Indonesia ke arah yang aman, dan berhasil. Bagaimana kita?
Iman adalah “Akar Kreatif” di Tengah Badai Bencana
Kita hidup sebagai umat Allah dalam kepercayaan kita akan kebenaran-kebenaran ilahi yang diwahyukan Tuhan, yang harus kita hayati dengan nyata bukan hanya pada masa damai, tetapi juga pada masa penuh gejolak.
Dari segala kebenaran, kebenaran-kebenaran ilahi yang paling penting adalah Sabda Tuhan (Kitab Suci), Sabda itu adalah pegangan kita bertindak.
Pada masa sulit seperti ini, iman kita diuji mutunya. Bisa terjadi karena hantaman mendadak dari malapetaka membuat kita fokus dalam menyelamatkan diri, maka kebenaran-kebenaran ilahi yang merupakan inspirasi dan kekuatan kita untuk bergerak dalam iman di tengah kegelapan bisa menjadi kabur.
Kita bisa mengumpulkan kesulitan, batasan-batasan, kegagalan-kegagalan. Semua itu untuk membantu kita dengan sadar akan masuk ke dalam detail tantangan yang harus dihadapi, menjadi realistis akan kesulitan.
Namun fokus pada kesulitan bisa membelokkan kita dari realita dasar, yaitu “kita adalah anak-anak terang”, kita membawa kekuatan dan daya kreasi ilahi yang luar biasa kuat dan besar.
Baca perikop-perikop di bawah ini dengan baik. Bawa Sabda itu di dalam hati, juga pada saat harus melakukan kegiatan di dalam rumah. Ada tiga perikop yang perlu direnungkan dalam seluruh hari pertama ini.
Perikop pertama: Yohanes 1:1-5
Siapa kita?
“Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.” (Yoh 1:1-5)
Sadari:
Kita dijadikan di dalam dan oleh “Firman” yaitu “Sang Sabda” (yang menjema menjadi manusia yang diberi nama Yesus),
Hidup yang ada pada-Nya itulah yang menghidupkan kita. Bawa dalam batin, bahwa kita membawa hidup Dia di dalam diri kita.
Hidup yang kita peroleh dari Firman, itu menghadirkan terang dalam diri kita. Ini kebenaran pewahyuan Tuhan, sebagai pengikut Yesus tidak mungkin kita ragu-ragu akan kebenaran Sabda-Nya ini.
Kebenaran ini nyata. Hidup kita membawa “terang”. Kebenaran ini harus bisa ditemukan dalam hidup Bapak/Ibu.
Maka dengarkan kebenaran Sabda itu dalam peristiwa hidup Bapak/Ibu. Bukan diada-adakan, tetapi menemukan kebenarannya di dalam diri dan hidup Bapak/Ibu selama ini. Mohon rahmat untuk bisa menemukan. Kalau berhasil menemukan, pegang itu sebagai butir keyakinan.
Perokop kedua: Matius 4:16-17
“Bangsa yang diam dalam kegelapan, telah melihat Terang yang besar dan bagi mereka yang diam di negeri yang dinaungi maut, telah terbit Terang.’ Sejak waktu itulah Yesus memberitakan: ‘Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!’” (Mat 4:16-17)
Terang tidak hanya hadir di dalam diri kita, tetapi juga di di negeri yang dinaungi maut… gambaran yang cukup cocok dengan suasana dunia kita yang dibungkus Covid-19.
Melihat “Terang yang besar”, “telah terbit Terang”. Perhatikan kata “terang” semua ditulis dengan “T” besar, itu menunjukkan bahwa terang itu bukan sekedar terang alami (matahari), tetapi “Terang Allah”. Terang itu “telah terbit”, artinya Terang itu hadir di antara manusia. Terang itu jelas menunjuk Kerajaan Allah, pada Yesus Tuhan kita.
Melihat ”Terang itu datang dan hadir”, manusia, kita semua diminta untuk bertobat: “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!”
Perlu pertobatan untuk bisa melihat terang. Apa arti “bertobat?” Pertama, percaya akan “Terang itu”, Kedua, percaya “Terang itu menyinari kita yang berada dalam naungan kegelapan maut.” Ketiga menerima “Terang” yang membuat manusia mampu bergerak dalam semangat dan cara baru.
Coba lihat apa yang harus berubah dalam hidup Bapak/Ibu? Cara pandang akan kehidupan. Cara berfikir. Cara bekerja, dll.
St. Paulus mengatakan pertobatan itu seperti ini: “Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang, karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran, dan ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan” (Ef 5:8-10)
Sadari kebenaran itu Sabda Tuhan dalam Efesus itu.
Dan bangun sikap hidup yang baru dalam lingkaran peran Bapak/Ibu dalam dunia pendidikan.
Perikop ketiga: Mazmur 23
“TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa.” (Maz 23)
Mazmur ini bisanya kita dengar atau nyanyikan pada misa requiem.
Padahal isi Mazmur ini jelas merupakan ungkapan sikap percaya akan Sang Gembala yang menuntun dombanya melewati jalan-jalan sulit dan bahaya, menuju tempat yang aman dan bahagia. Gembala punya peran, domba punya usaha mengikuti Gembala. Evaluasi gerak Bapa/Ibu.
Mazmur itu memuat pehayuwan akan sikap kita yang harus ada kalau kita percaya pada Yesus, sang Genbala kita, yaitu sikap yang berani berjalan di kehidupan ini dengan baik. Berjalan dalam sikap iman yang kreatif di bawah perlindungan dan penyeleggaraan sang Gembala.
Bagaiama aku hayati kebenaran Mazmur ini.
Rangkuman Rekoleksi Hari Pertama
Itulah Sabda yang menyangkut “jatidiri” kita dalam kaitannya dengan Tuhan.
Kesatuan dengan Tuhan itu membuat kita ambil bagian dalam kreasi Allah, membuat kita berani, membuat kita merasa aman dalam perlindungan dan penyelenggaraannya.
Dari kebenaran Sabda itu, apa yang sebenarnya yang harus lahir, memancar dari hidup Bapa/Ibu?
Sikap dan tindakan iman, yang membawa keselamatan bagi kita dan sesama.
Coba evaluasi diri, mulai hari ini, kreativitas kita di tengah himpitan Covid-19. Tidak berhenti pada kesulitan dan kendala. Tetapi menemukan inspirasi Tuhan.
Hal itu akan menjadi titik tolak “hari kedua” kita.
( Catatan oleh Ch Enung Martina )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar