Selasa, 19 Juni 2012

KEMELUT HIDUP


Kita menghadapi kemelut hidup dimulai dari yang kecil hingga yang besar, dari tiada menjadi ada, dari mulai kita lahir, hidup, dan akhirnya mati. Hidup memberikan begitu banyak pengalaman yang tak pernah sama untuk semua orang.

Kita berbagi pengalaman dengan orang lain. Berbagi kesakitan yang dialami kita lalui untuk menuju pemulihan. Segala sesuatu berjalan menurut proses yang memang seharusnya dilewati. Kita menghadapi berbagai tantangan yang selalu dimulai dengan tanda tanya. Kita mencoba menuntaskan kemelut itu satu persatu. Ketika semuanya berlalu, barulah kita melihat dan tersadar betapa hidup ini penuh dengan warna.

Terkadang hidup begitu penuh ceria, bahagia, tawa riang. Di sisi lain, hidup penuh dengan derita, duka, nestapa,  dan air mata. Berbagai emosi bermunculan bagai gelombang,  pasang dan surut. Terkadang kita dengan gagah berani menghadapi kenyataan tetapi lain kali kita bersembunyi karena  sudah tak mampu lagi menghadapinya. Kita sekali waktu menjadi pahlawan, tetapi waktu lain kita menjadi pecundang. Saat tertentu kita bersinar karena semangat yang begitu prima memuncak, tetapi saat lain,  kita dalam keadaan lemah, letih, lesu, tak berdaya. Hati kita dicekcoki dengan pertanyaan mengapa orang begitu baik dan mengapa orang  begitu jahat. Ternyata berbagai pertanyaan itu jawabannya terdapat di relung hati. Kita hanya perlu menyibakkan tabirnya agar bisa tersenyum saat menerima jawaban dari semua pertanyaan kita. Jawaban-jawaban itu terkadang tidak nyata dan tak gamblang, atau ceto welo-welo (terbnaca mata). Akan tetapi, pastilah semua pertanyaan ada jawaban akhirnya. Apakah jawabannya  memuaskan atau tidak, itu tergantung pada kebutuhan kita. Alangkah indahnya bila jawaban itu dapat menciptakan suatu keajaiban yang membawa kepada perubahan yang baik.

Sebetulnya semua kemelut hidup akan mendidik kita untuk menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya. Namun, untuk menyadari hal itu memerlukan proses yang alot dan tidak mudah. Semua itu kembali kepada seberapa lebar kita menyibak hati. Kebahagiaan adalah sesuatu yang relatif bagi semua orang.Tidak ada ukuran yang pasti untuk menimbang kebahagiaan. Karena itu harta yang berlimpah dan materi yang berlebih tak bisa menjamin hidup seseorang bahagia.

Di bawah ini beberapa langkah untuk mengalihkan berbagai perasaan tertekan menurut beberapa sumber yang saya baca:
1. melupakan semua peristiwa yang menyakitkan dengan cara menggantungkan harapan dengan
    berdoa.
2.  Carilah kegiatan positif yang merasa kita lebih berguna.
3. Mengisi hari-hari dengan kegiatan yang banyak menggunakan otak kanan, misalnya kegiatan
    yang berkaitan dengan seni dan berbagai hobi positif yang lain.
4. Bergeraklah, berolahraga.
5. Masuk dalam sebuah komunitas yang positif: mendiskusikan berbagai hal, memperluas
    pengalaman, dan memperluas wawasan.
6. Mengungkapkan perasaan negatif  melalui media (buku harian, surat, blog, dll.) atau secara
    Langsung membicarakannya.
7. Membaca bacaan/buku-buku yang menginspirasi.
            Satu lagi yang menurut saya ini paling sukar untuk dijalani yaitu bersabar. Saya mengutip pendapat dari Ahmad Fuadi dalam novelnya Ranah 3 Warna tentang kesabaran:
“ Yang namanya dunia ada masa senang dan ada masa kurang senang. Di masa kurang senanglah kita harus aktif.Aktif untuk bersabar. Bersabar tidak pasif, tetapi aktif bertahan, aktif menahan cobaan, aktif mencari solusi. Aktif menjadi yang terbaik. Aktif untuk tidak menyerah pada keadaan. Kita punya pilihan untuk tidak menjadi pesakitan. Sabar adalah punggung bukit terakhir sebelum sampai di tujuan. Setelah ada di titik terbawah, ruang kosong hanyalah ke atas. Untuk lebih baik. Bersabar untuk menjadi lebih baik. Tuhan sudah berjanji bahwa sesungguhnya Dia berjalan dengan orang yang sabar,” (Ranah 3 Warna hal. 131).
            Demikianlah hidup dengan kemelutnya akhirnya membawa kepada satu titik kesadaran bahwa kita tidak bisa melangkah sendiri. Kita memerlukan bantuan orang lain. Tentunya yang paling utama kita tak akan pernah bisa lepas dari peran Tuhan dalam hidup kita. ( Posted by Ch. Enung Martina )

#   #   #