Kamis, 18 April 2019

RENUNGAN PRIBADI PADA JUMAT SUCI 2019 (Matius 20:1-16)


Orang Upahan di Kebun Anggur


Sejak dulu saya sangat penasaran dengan cerita tentang orang upahan di kebun anggur. Setiap kali saya membaca, saya melihat memang tidak adil. Mata manusia saya tidak melihat keadilan. Memang hal ini didasarkan pada pengalaman pribadi sendiri sebagai orang upahan. Ada beberapa pengalaman pribadi yang mirip denagn cerita ini. Dengan pengalaman pribadi ini saya cenderung menjadi orang yang bersungut-sungut karena merasa tak adil juga. Bila dibandingkan dengan cerita tersebut, saya merupakan orang upahan yang bekerja dari pagi buta hingga matahari terbenam. Jelaslah, bahwa saya merasa diperlalkukan tak adil oleh majikan saya.

Namun, pada Tahun Hikmat ini, saya mendapat enlightment ‘pencerahan’ tentang cerita ini. Pencerahan ini saya dapatkan ketika saya mengikuti seminar Kitab Suci yang diberikan oleh Romo Josef Sutanto, Pr. di St. Ambrosius, Vila Melati Mas.

Mari kita lihat utuhnya cerita tentang orang upahan di kebun anggur di bawah ini:

“Adapun hal Kerajaan Allah sama seperti seorang pemilik kebun anggur yang  pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya.

Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar lagi dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar. Katanya kepada mereka: Pergilah juga kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan kepadamu. Lalu mereka pun pergi.

Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia keluar dan melakukan sama seperti tadi.

Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan melakukan sama seperti tadi. Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? Kata mereka kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku.

Ketika hari malam pemilik kebun itu berkata kepada mandornya: Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka, mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk pertama.

Lalu datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul kira-kira pukul lima dan mereka menerima masing-masing satu dinar. Kemudian datanglah mereka yang masuk pertama, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi mereka pun menerima masing-masing satu dinar juga.

Ketika mereka menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada pemilik kebun itu, katanya: Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari.

Tetapi pemilik kebun itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk gterakhir ini sama seperti kepadamu. Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?

Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang pertama dan yang pertama akan menjadi yang terakhir. (Mat 20:1-16) 

Untuk bisa memahami cerita ini kita harus lihat latar belakang pembagian waktu berdasarkan tradisi Yahudi. Pembagian waktu dalam tradisi Yahudi atau jadwal tradisional dalam tradisi Yahudi seperti berikut: Matins (12 PM) (tengah malam), Lauds (jam 3 AM/pagi), Prime (6-9 AM),  Underne (9-12AM), Sexte (12-3PM-siang), None (3-6 PM/sore), Vesper (3-6 PM – senja), Compline (9-12 PM/malam).

Dalam cerita dikatakan bahwa Pemilik Kebun Anggur pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. Diperkirakan itu sekitar pembagian waktu Prime ( 6-9 PM). Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya. Romo Josef menjelaskan bahwa saat itu adalah zaman susah. Kalau orang mendapatkan pekerjaan itu adalah hal yang dinanti-nantikan. Mereka adalah para buruh lepas yang bukan pegawai tetap. Jadi bisa dibayangkan bahwa ketika mendapat pekerjaan pada hari itu mereka sudah sangat beruntung sehingga bisa mendapat upah untuk hari itu, 1 dinar. Jika dirupiahkan setara dengan gaji buruh harian (UMR) kira-kira Rp 125.000.

Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar lagi dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar. Ini berarti Pemilik Kebun Anggu keluar lagi mencari pekerja pada pembagian waktu Underne. Romo Josef menjelaskan bahwa  kalau golongan pertama tadi para upahan ini beruntung karena mereka mendapat pekerjaan dari pagi. Semenatra orang-orang golongan kedua adalah para lelekai yang sedang kongko di pasar menantikan orang yang menawari pekerjaan. Mereka sudah merasa kuatir, takut tidak mendapat pekerjaan untuk hari itu. Begitu mendapat tawaran dari Pemilik Kebun Anggur, pasti mereka seneng. Hati mereka ayem karena mendapat upah untuk kari ini. Artinya anak istri di rumah tidak kelaparan.

Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia (pemilik kebun anggur)  keluar dan melakukan sama seperti tadi. Ini artinya pembagian waktu pada kuadran 3- Sexte. Itu berarti hari semakin siang. Para pekerja yang mendapat pekerjaan akan mengalami deg-degannya lebih daripada golongan 1 dan 2. Mereka membayangkan bahwa sudah siang mereka belum mendapat pekerjaan. Artinya  hari ini anak-istri bakal kelaparan. Tak ada tepung untuk membuat roti atau sayuran sekedarnya atau sedikit tetelan daging. Untuk makan malam nanti. Golongan pekerja yang mendapat pekerjaan pada kurun waktu ini, rasa syukurnya lebih banyak.

Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan melakukan sama seperti tadi. Jam kerja di sana berakhir pukul 6 sore. Kita bisa membayangkan bahwa pekerja dari kelompok yang keempat ini adalah buruh yang nyaris tak mendapat pekerjaan. Nyaris menganggur hari itu. Anak istri nyaris kelaparan karena kepala keluarga tak mendapat uang untuk hari itu. Kita membayangkan betapa mereka sudah berdoa dari pagi hingga siang. Mungkin kala matahari tergelincir ke barat, mereka sudah melepaskan harapan mereka untuk hari itu. Kita perhatikan bahwa mereka bukan orang malas. Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? Kata mereka kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Betapa mereka akan sangat bersyukur ketika Pemilik Kebun anggur menawarkan pekerjaan. Mungkin mereka akan mau ketika diminta untuk kerja lembur. Demi memberi nafkah anak istri, mereka akan sanggup melakukan pekerjaan hingga jauh malam sekali pun. Saya membayangkan kalau situasi itu diri saya, saya akan sujud syukur mendapat pekerjaan di penghujung hari.

Ketika saya mendapat pencerahan ini, rasa ketidakadilan yang selama ini saya rasakan ketika membaca cerita ini, seketika sirna. Dulu saya sebel banget ketika Si Pemilik Kebun Anggur berkata: Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati? Namun, ketika saya mendapatkan pengetahuan ini saya merasakan bahwa diri saya meleleh dan lumer oleh rasa yang sangat bersyukur. Saya bersyukur karena saya tergolong upahan tetap yang bekerja tanpa harus kuatir untuk tidak mendapat pekerjaan pada hari itu. Saya sangat bersyukur karena segalanya lebih dari cukup untuk saya dan keluarga. Saya berlimpah dengan berkat yang diberikan untuk saya.

Maka meneteslah air mata syukur di pelupuk mata saya.  

(Christina Enung Martina, Jelupang, Jumat Agung 2019)







Tidak ada komentar:

Posting Komentar