Kamis, 30 Desember 2021

BERIMAN DI ZONA AMAN-NYAMAN

 



Pagi ini pukul 5.29, pagi yang cerah di hari Jumat 31 desember 2021. Penghujung hari di tahun ini. Penulis kebelet ingin membuang air besar. Jadilah duduk manis di kloset sambil mengisi bak air yang kosong di kamar mandi atas yang langsung terhubung dengan tempat penjemuran pakaian. Sambil duduk manis menunggu sampah ekresi keluar dari tubuh, biasanya pikiran akan belayang ke mana-mana. 


Pembelayangan pikiran kala penulis duduk di kloset saat itu, teringat akan proyek membuat rumah sederhana di kampung untuk tempat tidur sanak keluarga saat mudik karena rumah induk sudah tak muat bila para anak dan cucu pulang. Proyek ini adalah  proyek nekat di masa pandemik yang bukan keadaan mudah. Ditambah lagi karena penulis sekarang sudah pensiun. Namun, puji Tuhan dipekerjakan kembali sebagai guru honor di tempat penulis mengajar. Benar-benar tantangan, bukan?


Kemarin Bayu, sang keponakan me-wa untuk melaporkan proyek tersebut. Yang menjadi anemer proyek itu adalah Mang Dadang, ayah Bayu, suami adik bungsu penulis. Ternyata masih memerlukan dana untuk penyelesaian: memasang ubin, memasang kaca, dan membereskan hal-hal kecil. Pastinya itu berarti upah tukang dan konsumsi tukang. Sementara itu, uang yang dianggarkan sudah tekor. Pembayaran untuk tukang minggu ini sudah mengambil tabungan sekolah si bontot  untuk menggenapinya. Akhirnya diinfokan ke Bayu untuk stop dulu proyeknya. Ditangguhkan sementara untuk menyusun strategi, menghimpun energi, dan mengupayakan dana. 


Penulis tak yakin akan mencari dana ke mana untuk menyelesaikannya. Pastinya tak akan pinjam dana ke pinjol. Pinjol bukan solusi yang cerdas, tapi solusi yang membunuh. Pinjam ke bank juga tak menolong karena usia penulis sudah bukan usia produktif lagi. Pinjam saudara? Yakin? No. Tidak! Koperasi kantor masih belum selesai pinjamannya untuk 13 bulan  ke depan. Credit Union gereja? Nama penulis sedang dipakai si kakak, anak sulung yang baru ambil dana untuk menggenapi dana rumah pertamanya. Pinjam Mas Aga, anak kedua penulis. Juga tidak karena baru masih belajar untuk usahanya. Nah, lo! Bingung kan? 


Keputusan menghentikan proyek adalah hal yang realistis. Maka itulah yang dilakukan penulis. Harapannya nanti tahun 2022 akan ada rejeki lain yang akan tiba.


Pembaca tahu bahwa penulis ini bukan tipe emak-emak yang duduk manis, atau tipe yang mengeluh panjang pendek, atau tipe yang pasrah pada keadaan. Meski sudah diputuskan untuk menghentikan proyek, otak tetap mencari cara dan solusi jalan keluarnya. 


Duduk di kloset sambil menyalakan air mengisi bak. Bak mulai terisi penuh. Air bening mengalir deras dari selang yang berasal dari toren besar bergambar pinguin dengan warna oranye ngejreng. 


Air terus mengisi bak yang berupa  ember besar seukuran 50 liter.  Selang dengan lancar mengalirkan air karena pompaan dari energi listrik yang dipasang. Karena air sudah setengah bak, maka penulis menghentikan aliran listrik untuk menarik air dari toren tersebut. selang masih terus terpasang. Air yang semula mengalir deras, tiba-tiba juga mengecil. Namun sesuai dengan ilmu fisika air yang mengalir dari toren melalui selang tadi, sama sekali tidak berhenti. Mengecil memang. Air di bak perlahan meninggi. Air di toren penampungan menyusut karena mengalir ke bak. Tiba-tiba terdengar bunyi: Tek!! Suara otomatis mesin pompa air menyala dan mengguyurlah air deras dari dalam bumi yang dihubungkan dengan pipa dengan bantuan mesin pompa listrik. Dua lelaki di rumah sudah menyetel pompa tersebut agar saat air di toren  surut pada ukuran tertentu dengan segera air akan mengalir. Asal mesin sedang dalam keadaan on. `


Pikiran saya yang lagi belayang pada proyek rumah sederhana di kampung, tiba-tiba tersadarkan. Tersadarkan akan aliran energi yang otomatis. Aliran air dari bawah bumi sana, ke toren penampungan, lalu ke bak penampungan. Pada kala air di toren itu surut, otomatis air mengalir mengisi toren kembali. Ada beberapa persyaratan agar air itu mengalir: airnya ada, ada alat pemicu (pompa listrik) untuk menariknya naik, ada pipa dan selang sebagai tempat jalannya air, ada knop listrik, ada energi listrik, pastinya juga ada wadah untuk menampung, dan syaratnya yang penting alat dalam keadaan on.  


Prosesnya mengalirnya air di rumah penulis menjadi analogi untuk mengalirnya rejeki, mengalirnya energi dalam hidup penulis. 


Energi (boleh sebut rejeki) akan mengalir-datang pada kita juga ketika persyaratannya terpenuhi. Rejeki akan selalu ada seperti bumi selalu menyediakan air. Menurut ilmu alam, air di bumi akan tetap ukurannya sekian, hanya nanti air itu akan ada yang berubah bentuk ke salju, es, uap, dan air mengalir. Air itu tetap segitu-gitu saja ukurannya dari sejak bumi dicipta. Rejeki juga begitu, akan tetap ada dan mencukupi semua orang yang hidup di bumi. Artinya jangan kuatir akan rejeki. namun, ada syaratnya untuk bisa mengalir. Syaratnya sama dengan air: ada daya yang mengalirkannya. Itu artinya ada upaya dari kita dengan bekerja (bukan dengan korupsi atau menipu). Kalau kita tak ada upaya ya tak akan ada rejeki itu. Jangan curang dengan cara menipu atau korupsi karena pasti di ujung akan berakhir tragis.Rejeki kecil, tapi halal, kudus.  Itu akan lebih bermanfaat daripada besar tapi haram. Becik setitik. Sedikit tapi kudus! Bersih!


Syarat yang lain bahwa ada wadah yang tersedia untuk menampungnya. Rejeki akan ada bila kita menyediakan diri untuk menerimanya, menggunakannya dengan benar, memakainya dengan bijak. Agar wadah kita kosong, dan siap diisi, kita juga berbagi  rejeki yang kita dapat kepada orang yang juga membutuhkan. Biar ‘wadah’ kita dalam keadaan siap diisi seperti toren yang surut airnya dan saat titik kesurutannya pas, maka mesin akan berbunyi: Tek! dan rejeki menggelontor mengisi toren kita. Tapi kalau torennya tak surut-surut, maka bunyi Tek! tak akan pernah ada. 


Analogi mesin air selalu on: Kita juga harus dalam keadaan on, terhubung dengan Sang Sumber rejeki, Sang Pemberi.  Mempercayai bahwa Sang Pemberi akan memberikan rejeki dengan murah kepada kita. Mengandalkan belas kasih Sang Pemberi. Mempercayai-Nya. 




Maka inspirasi kala duduk di kloset, membuat saya akan melanjutkan proyek rumah sederhana ini dengan sebentar meminjam dulu tabungan pendidikan si bontot. Saya yakin, ke depan toren saya akan terisi lagi, dan bak penampungan tabungan si bontot akan terisi lagi. Saya yakin dan percaya. Amin! Ya Tuhan dan Allah-ku. Memang kita dituntut untuk beriman di zona yang tak nyaman. Jangan hanya bermain dan beriman di zona aman dan nyaman!

(Ch. Enung Martina, Penghujung Tahun 2021)  

 


Selasa, 21 Desember 2021

Catatan Rekoleksi Sanur BSD 2021 (Hari Pertama)

Gambar  oleh Abhimanyu


Bangsa yang Tinggal dalam Kegelapan, Kini Telah Melihat Terang

Pembicara : Romo Hendra Sutedja, SJ


Tak ada bangsa yang siap menghadapi Covid19. Demikian juga bangsa Indonesia. awal kemunculan Covid 19, semua panik. Saling menghujat di media menyalahkan pemerintah sebagai lembaga negara yang dianggap tak bisa menangani Covid dengan baik. Namun, Indonesia bergerak dengan cepat dan masif untuk menangani virus ini. Pemerintah berangsur mulai menyusun strategi untuk menghadapinya. 


Covid mempunyai dampak mengerikan.  Seluruh sendi kehidupan terdampak. Keadaan awal covid kita mengalami kurangnya alat-alat medis. RS kewalahan menerima pasien. Penggali kubur kewalahan untuk menyediakan kuburan. Perekonomian jatuh ke level paling bawah. Yang parah lagi adalah dampak psikologis kepada setiap warga.


Beberapa Dampak Pandemi dalam Dunia Pendidikan

  • Penutupan sementara lembaga pendidikan sebagai upaya menahan penyebaran pendemi covid-19 di seluruh dunia berdampak pada jutaan pelajar, tidak kecuali di Indonesia. Gangguan dalam proses belajar langsung antara siswa dan guru dan pembatalan penilaian belajar berdampak pada psikologis anak didik dan menurunnya kualitas keterampilan murid.

  • Beban itu merupakan tanggung jawab semua elemen pendidikan khususnya negara dalam memfasilitasi kelangsungan sekolah bagi semua steakholders pendidikan guna melakukan pembelajaran jarak jauh

  • Menjadi pertanyaan bagi kalangan pendidikan Bagaimana mestinya Indonesia merencanakan, mempersiapkan, dan mengatasi pemulihan covid 19, untuk menekan kerugian dunia pendidikan di masa mendatang.


Namun, negara tak tinggal diam. Presiden dengan jajarannya melakukan tugas dengan sangat baik. Berjuang mengupayakan agar bisa tertangani dengan baik. Negara kita menghadapi Covid dengan efektif.  Sebelumnya Indonesia dilecehkan dengan cara penanganan covid. 

Ada banyak negara yang kurang  efektif masih masuk dalam tingkat cengkraman covid. Negara-negara  maju secara teknologi juga masih berada dalam situasi perjuangan menghadapi keadaan ini. 


Mengapa Indonesia mampu mengatasi Cocid 19 dengan efektif?

  • Punya cara pandang menginterpretasi situasi

  • Mempunyai pandangan pribadi yang dilandasi ideologi tentang kehidupan yang baik sebagai warga negara

  • Kita mempunyai budaya lokal yang luhur dan indah (meskipun kita sekarang sedang mengahdapi budaya tertentu mulai ingin menguasai negara kesatuan ini)

  • Muncul kreativitas untuk menghadapi Covid

  • Muncul orang-orang  yang mempunyai keahlian dan peduli membantu yang lain

  • Kita juga mempunyai ekonomi kecil yang terus bergerak

  • Indonesia tak punya sikap tak percaya / meremehkan akan covid dan vaksin ( ada sedikit orang yang bersikap tidak percaya). 

  • Indonesia punya banyak keuntungan -agama, iedeologi, budaya  kokoh yang membangun dasar Indonesia. 

  • Persatuan bangsa kokoh untuk menghadapi bencana bersama

  • Rasa senasib sebagai orang terdampak 


Kita akan masuk ke dalam kesadaran diri bagaimana caranya kita sebagai pribadi menghadapi tantangan masa pandemi ini.  Manusia mempunyai kemampuan untuk mengatasi kesulitan hidup. Kalau kita fokus pada kesulitan saja,  maka keindahan berkat tak akan nampak. Kesulitan bisa menutupi anugrah Tuhan untuk tetap bergerak dengan kreatif.  Kesulitan bisa menyelimuti hidup kita, yang membuat kita kehilangan terang yang merupakan orientasi hidup kita, bahkan lebih dari itu kita bisa lupa akan kemampuan-kemampuan kita, sebagai anugerah Tuhan, untuk tetap bergerak dengan kreatif di dalam segala kesulitan.


Kenyataannya, di dalam hati dan budi kita sekalian tentu bukan hanya ada “kekurangan, kendala,  dan kesulitan” dalam proses belajar dan mengajar pada masa Covid-19 ini, tapi ada juga “inspirasi-inspirasi” dan ”terobosan baru” untuk mengatasi batas-batas yang dicipta Covid-19. Ini yang menjadi fokus kita.

Dalam rekoleksi tiga hari ini kita akan mencoba menemukan “inspirasi-inspirasi” dan ”terobosan baru” untuk mengatasi batas-batas yang dicipta Covid-19.

Mustahilkah? Pemerintah kita yang di wakili oleh Presiden Jokowi, para pembantunya, misalnya Ibu Sri Mulyani sebagai MenKeu, memakai seluruh kemampuan mereka untuk membawa Indonesia ke arah yang aman, dan berhasil. Bagaimana kita?


Iman adalah “Akar Kreatif” di Tengah Badai Bencana


  • Kita hidup sebagai umat Allah dalam kepercayaan kita akan kebenaran-kebenaran ilahi yang diwahyukan Tuhan, yang harus kita hayati dengan nyata bukan hanya pada masa damai, tetapi juga pada masa penuh gejolak.

  • Dari segala kebenaran, kebenaran-kebenaran ilahi yang paling penting adalah Sabda Tuhan (Kitab Suci), Sabda itu adalah pegangan kita bertindak.

  • Pada masa sulit seperti ini, iman kita diuji mutunya. Bisa terjadi karena hantaman mendadak dari malapetaka membuat kita fokus dalam menyelamatkan diri, maka kebenaran-kebenaran ilahi yang merupakan inspirasi dan kekuatan kita untuk bergerak dalam iman di tengah kegelapan bisa menjadi kabur.


  • Kita bisa mengumpulkan kesulitan, batasan-batasan, kegagalan-kegagalan. Semua itu untuk membantu kita dengan sadar akan masuk ke dalam detail tantangan yang harus dihadapi, menjadi realistis akan kesulitan. 

  • Namun fokus pada kesulitan bisa membelokkan kita dari realita dasar, yaitu “kita adalah anak-anak terang”, kita membawa kekuatan dan daya kreasi ilahi yang luar biasa kuat dan besar.

  • Baca perikop-perikop di bawah ini dengan baik. Bawa Sabda itu di dalam hati, juga pada saat harus melakukan kegiatan di dalam rumah. Ada tiga perikop yang perlu direnungkan dalam seluruh hari pertama ini.  


Perikop pertama: Yohanes 1:1-5

  • Siapa kita?

Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.” (Yoh 1:1-5)

  • Sadari:

    • Kita dijadikan di dalam dan oleh “Firman” yaitu “Sang Sabda” (yang menjema menjadi manusia yang diberi nama Yesus),

  • Hidup yang ada pada-Nya itulah yang menghidupkan kita. Bawa dalam batin, bahwa kita membawa hidup Dia di dalam diri kita.

  • Hidup yang kita peroleh dari Firman, itu menghadirkan terang dalam diri kita. Ini kebenaran pewahyuan Tuhan, sebagai pengikut Yesus tidak mungkin kita ragu-ragu akan kebenaran Sabda-Nya ini.

  • Kebenaran ini nyata. Hidup kita membawa “terang”. Kebenaran ini harus bisa ditemukan dalam hidup Bapak/Ibu.

  • Maka dengarkan kebenaran Sabda itu dalam peristiwa hidup Bapak/Ibu. Bukan diada-adakan, tetapi menemukan kebenarannya di dalam diri dan hidup Bapak/Ibu selama ini. Mohon rahmat untuk bisa menemukan. Kalau berhasil menemukan, pegang itu sebagai butir keyakinan.


Perokop kedua: Matius 4:16-17


  • “Bangsa yang diam dalam kegelapan, telah melihat Terang yang besar dan bagi mereka yang diam di negeri yang dinaungi maut, telah terbit Terang.’ Sejak waktu itulah Yesus memberitakan: ‘Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!’” (Mat 4:16-17)

  • Terang tidak hanya hadir di dalam diri kita, tetapi juga di di negeri yang dinaungi maut… gambaran yang cukup cocok dengan suasana dunia kita yang dibungkus Covid-19.

  • Melihat “Terang yang besar”, “telah terbit Terang”. Perhatikan kata “terang” semua ditulis dengan “T” besar, itu menunjukkan bahwa terang itu bukan sekedar terang alami (matahari), tetapi “Terang Allah”. Terang itu “telah terbit”, artinya Terang itu hadir di antara manusia. Terang itu jelas menunjuk Kerajaan Allah, pada Yesus Tuhan kita.

  • Melihat ”Terang itu datang dan hadir”, manusia, kita  semua diminta untuk bertobat: “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!”

  • Perlu pertobatan untuk bisa melihat terang. Apa arti “bertobat?” Pertama, percaya akan “Terang itu”, Kedua, percaya “Terang itu menyinari kita yang berada dalam naungan kegelapan maut.” Ketiga menerima “Terang” yang membuat manusia mampu bergerak dalam semangat dan cara baru.

  • Coba lihat apa yang harus berubah dalam hidup Bapak/Ibu? Cara pandang akan kehidupan. Cara berfikir. Cara bekerja, dll.

  • St. Paulus mengatakan pertobatan itu seperti ini: “Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang, karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran, dan ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan” (Ef 5:8-10)

    • Sadari kebenaran itu Sabda Tuhan dalam Efesus itu.

    • Dan bangun sikap hidup yang baru dalam lingkaran peran Bapak/Ibu dalam dunia pendidikan.


Perikop ketiga: Mazmur 23

  • “TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa.” (Maz 23)


  • Mazmur ini bisanya kita dengar atau nyanyikan pada misa requiem.

  • Padahal isi Mazmur ini jelas merupakan ungkapan sikap percaya akan Sang Gembala yang menuntun dombanya melewati jalan-jalan sulit dan bahaya, menuju tempat yang aman dan bahagia. Gembala punya peran, domba punya usaha mengikuti Gembala. Evaluasi gerak Bapa/Ibu.

  • Mazmur itu memuat pehayuwan akan sikap kita yang harus ada kalau kita percaya pada Yesus, sang Genbala kita, yaitu sikap yang berani berjalan di kehidupan ini dengan baik. Berjalan dalam sikap iman yang kreatif di bawah perlindungan dan penyeleggaraan sang Gembala.

  • Bagaiama aku hayati kebenaran Mazmur ini.


Rangkuman Rekoleksi Hari Pertama


  • Itulah Sabda yang menyangkut “jatidiri” kita dalam kaitannya dengan Tuhan.

  • Kesatuan dengan Tuhan itu membuat kita ambil bagian dalam kreasi Allah, membuat kita berani, membuat kita merasa aman dalam perlindungan dan penyelenggaraannya.

  • Dari kebenaran Sabda itu, apa yang sebenarnya yang harus lahir, memancar dari hidup Bapa/Ibu?

    • Sikap dan tindakan iman, yang membawa keselamatan bagi kita dan sesama.

    • Coba evaluasi diri, mulai hari ini, kreativitas kita di tengah himpitan Covid-19. Tidak berhenti pada kesulitan dan kendala. Tetapi menemukan inspirasi Tuhan.

    • Hal itu akan menjadi titik tolak “hari kedua” kita.


( Catatan oleh Ch Enung Martina )






Selasa, 07 Desember 2021

Pusisi tentang Bunda Maria

 

                                    doc. pribadi. israel

Maria Immaculata


Salam hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau 

Engkau dipersiapkan Allah sejak awal

mengandung dan melahirkan Penebus

Segala sesuatu terjadi atas kehendak-Nya

Bebas dan membebaskan


Santa Perawan Maria tanpa noda: 

“ bahwa perawan tersuci Maria 

sejak saat pertama perkandungannya 

oleh rahmat yang luar biasa

oleh pilihan Allah yang mahakuasa 

karena pahala Yesus Kristus, Penebus umat manusia,

telah dibebaskan dari segala noda dosa asal”


Segala sesuatu yang adikodrati

Tak tersangkal dan abadi

“Akulah Perawan Maria yang terberkati

tak bercela dan suci muri

Bunda dari Penebus yang Ilahi

Allah yang benar dan sejati,

yang melalui-Nya segala sesuatu hidup dan diberkati…”


Belenggu ketidaktaatan Hawa

Telah engkau  retas oleh ketaatanmu

Apa yang diikat hawa lewat ketidaktaatannya 

Engkau lepaskan  dengan kepercayaanmu


Ya Bunda doakanlah kami anak-anakmu

Padamu kami ingin belajar

menerima rencana Allah agar tergenapi 

meski harus berjuang menghadapi tantangan

Melalui perkataanmu kami dikuatkan:

"Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan;

 jadilah padaku menurut perkataanmu itu." 


(Ch. Enung Martina, 8 Desember 2021: Hari Raya Maria Dikandung Tanpa Noda)


Selasa, 19 Oktober 2021

KEPULANGAN



 Abraham mencapai umur seratus tujuh puluh lima tahun, lalu ia meninggal. Ia mati pada waktu telah putih rambutnya, tua dan suntuk umur, maka ia dikumpulkan kepada kaum leluhurnya. (Kej 25:7-8)

Umur Ismael ialah seratus tiga puluh tujuh tahun. Sesudah itu ia meninggal. Ia mati dan dikumpulkan kepada kaum leluhurnya.(Kej 25:17)

Adapun umur Ishak seratus delapan puluh tahun. Lalu meninggallah Ishak, ia mati dan dikumpulkan kepada kaum leluhurnya; ia tua dan suntuk umur, maka Esau dan Yakub, anak-anaknya itu, menguburkan dia.(Kej 35:28-29)

Setelah Yakub selesai berpesan kepada anak-anaknya, ditariknyalah kakinya ke atas tempat berbaring dan meninggallah ia, maka ia dikumpulkan kepada kaum leluhurnya.(Kej 49:33)


Kutipan di atas merupakan ayat-ayat Al Kitab tentang kematian beberapa tokoh besar dalam  Al Kitab. Kisah ini abadi karena tercatat dalam Kitab Suci dan tetap akan tertulis demikian. 


Semua kisah kematian para tokoh berakhir dengan perkataan  dikumpulkan kepada kaum leluhurnya. 


Saya akan  membagikan kisah saya dan keluarga besar tentang kepulangan ibu saya tercinta, Maria Napti, yang berpulang berkumpul bersama kaum leluhurnya, pada hari Rabu, 15 September 2021. kalau dalam kalender liturgi Gereja Katolik, tanggal tersebut merupakan Hari Santa Maria Berduka Cita. Tanggal yang baik. dalam hidupnya Maria Napti selalu mengandalkan doa untuk peristiwa hidupnya. Juga peristiwa sedih, dia pun mengandalkan doa.


Kepulangan Ibu Maria Napti kepada kaum leluhurnya bagi kami tidak mengagetkan karena kami sudah mempunyai perkiraan dengan kepulangan beliau. Ibu Maria Napti, kami panggil Nenek, sudah 2 bulan sakit parah, penyempitan jantung. Kami menikmati hari-hari terakhir bersama dengan beliau. Meski saya tidak saban hari bersama beliau. Sebelum beliau berpulang, saya 3x pulang kampung.  Bahkan, kami memutuskan pulang kampung saat bulan April 2021. Setelah itu bulan Juni kami pulang lagi, lalu Agustus juga kami pulang lagi.


Dengan begitu, kami sudah sangat siap untuk kepulangan beliau. Sanak saudara dari yang jarak jauh pun berdatangan untuk menjenguknya. Puji Tuhan, masih dipertemukan dengan mereka. 


Ada banyak keluhan yang beliau sampaikan dan ungkapkan dengan monolognya. Monolog bersana Tuhan. Menceritakan kekesalannya, kecemasannya, juga kenangan manis dan pahit, pedih dan bahagia. Semua beliau sampaikan.  Menjadi kebiasaan  beliau akan duduk sendirian di teras sambil menikmati teh hangat pahit, menikmati udara pegunungan dan hijau rimbunnya pepohonan di halaman rumah kami. 


Bagi kami, kami sudah siap bahwa beliau akan kembali ke sajatining asalnya. Namun, meski saya sudah siap, tetapi saat dikabari bahwa ibu saya meninggal, kaki saya lemes, badan saya gemetar. Saya merasa ada satu energi dari tubuh saya yang dicabut. Saya tak kuat berdiri. Saya akhirnya duduk dalam gemetar.

 

Saya menyadari bahwa tubuh saya menerima berita itu bereaksi luar biasa. Padahal, saya sudah tahu bahwa hal ini akan terjadi. Namun, tubuh fisik saya tak kuat menahannya.


Dengan penuh kesadaran saya menerima moment ini. Saya merasakan getaran tubuh saya. Saya merasakan gerak pikiran dan hati saya. Saya tidak bersedih. Saya juga tak memangis. Saya bersyukur karena perempuan pejuang ini sampai pada kesudahannya. Hanya rasa kosong yang dalam pada dada saya. Kehampaan yang tak mungkin diisi oleh yang lain. Saya tahu satu waktu nanti, saat waktu saya tiba, saya akan berkumpul bersama dia lagi, ibuku tercinta.


Akhirnya, perempuan yang menjadi perantara saya hadir di dunia ini dikebumikan di pemakaman umum, Kampung Susuru, Desa Kertajaya, Panawangan, Ciamis. Kembali pada pangkuan Ibu Pertiwi dalam kerindangan dan kehijauan bukit. Terima kasih untuk cintamu, yang tak pernah lekang dimakan waktu.  (Ch. Enung Martina) 


 

Sumber: 

https://sabdaspace.org/




Jumat, 02 Juli 2021

PUISI DI MASA PANDEMIK

 


 Jean Puy "Marce a Sanary "      

NYATANYA KITA HARUS BERDAMAI


Masalah  adalah kenyataan

akan menjadi sulit bila kau menginginkannya

yang kutahu bahwa aku masih gagap

dengan kematian yang mengelilingiku


dia sangat nyata di hadapanku

sengatnya tajam membawa binasa

tiap saat angin mengabarkan kedatangannya

melalui polusi kota

juga media yang memajangnya


aku masih gugup dengan dia

rasanya dia masih beringas

atau aku yang masih menolaknya?


yang kutahu bahwa dia tak terhindarkan

datang dengan arogan tanpa permisi

melalui sederet nama virus dan bakteri

atau penyakit menahun dan dadakan


dia menebarkan kecemasan

berhasil melumpuhkan harapan

tanpa basa-basi membawa sangsi

pada tiap hati yang tak bernyali


maka kini akan kukibarkan

bendera perdamaian antara aku dan dia

aku katakan biar kuselesesaikan tugasku

hingga waktu yang ditentukan tiba

dan pada saatnya biar dia datang melaksanakan tugasnya


bagai saudara kandung kami berdamai

menikmati waktuku dan waktunya

sambil kuacungkan  gelas persaudaraan untuknya

di antara lalu lalangnya berita kematian di seluruh pelosok negri


( Christina Enung Martina: sedang belajar menerima kenyataan dan berdamai dengan keadaan di tengah kepungan Covid 19)


Kamis, 24 Juni 2021

PUISI KENANGAN UNTUK SUHU IWAN


 SAMPAI PADA YANG SEMPURNA


Jalanmu adalah prana, chi yang murni

Kau menapakinya dan menghayatinya sepanjang hari

Kegembiraan dan iklas adalah kunci menjalani waktu

Berbagi adalah piranti yang kau miliki


Bagimu Guru, aku tuliskan puisi ini

Kini kau kembali pada Sangkan Paran Dumadi

Sang Sumber dari segala sumber

Yang mengerti tentang seluk beluk masing-masing mahluk


Guru, kau berkata bahwa chi dalam tubuh 

Mengerti akan sejarah hidup kita

Mengetahui apa pun peristiwa diri dari awal penciptaan kita

Chi mengetahui sejarah hidup kita

Hingga kita kembali pada keabadian


Untukmu Guru, kenangan penghormatanku

Pada latihan yang kita jalani

Pada pertanyaan penuh perhatian untuk setiap sensasi tubuh 

Untuk setiap dorongan semangat yang kau pompakan bagi kami

Terima kasih Guru.

Tak kan kulupakan ajaranmu


Selamat jalan

Kini kau tiba di haribaan Sang Pencipta 

dalam hening nan bening 

menyatu dalam rahasia Semesta.


( Christina Enung Martina: Puisi Kenangan untuk Bapak  Iwan Sugiharto. Rest in Peace, Suhu Iwan.) 


Jumat, 12 Maret 2021

ARTIKEL KELUARGA: MENGHADAPI MASA TUA

 

MENGHADAPI MASA TUA



Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya (Pengkhotbah 3:1)

 Pada tahun 2021 ini, Emak (ibu saya) atau Nenek (anak-anak memanggil) berusia 85 tahun. Usia yang bukan muda lagi dan ada bonus umur yang luar biasa di dalamnya yang diberikan Tuhan kepada ibu saya. 


Pada usia ini, tentunya ada tantangan yang dihadapi Nenek, terutama terkait dengan kesehatan secara fisik juga psikologis. Perempuan Sunda yang selalu tak lelah berjuang dan selalu perkasa di depan anak-anaknya, secara perlahan berangsur layu dan jompo. Pastinya kami sebagai anak-anak melihat perubahan ini merasa secara perlahan ditinggalkannya. Namun, seperti kata Pengkhotbah tadi di atas bahwa segala sesuatu ada masanya. 

Ini bukan suatu penilaian moral, mana waktu yang bagus dan mana waktu yang buruk. Melainkan penilaian yang paling buruk ialah bahwa semua itu semua tak terhindarkan. Kelahiran dan kematian, menanam dan menuai, membunuh dan menyembuhkan, itu semua terus berlangsung tanpa peduli pada apa yang kita lakukan. Akhirnya sampailah pada alternatif-alternatif  di mana kita memihak: ada waktu untuk memgasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai. Itu seua terjadi begitu saja. 

Pengkhotbah juga sebenarnya hendak memperlihatkan kepada pembacanya kenyataan itu apa adanya, realitas yang sesungguhnya terjadi dalam kehidupan ini.  Semua orang pasti mati tetapi hidup setelah kematian pun adalah sebuah misteri yang tidak terpecahkan. Manusia tidak dapat mengetahui atau mengontrol kehidupan ini.

Manusia tidak dapat mengontrol segala sesuatu di luar dirinya. Segala usaha manusia untuk dapat meraihnyanya tidak akan berhasil. Sia-sia belaka. Siapa yang dapat mengontrol segala sesuatu? Hanya Tuhan sendiri. Jika semuanya itu sia-sia karena hanya Tuhan yang dapat mengaturnya, lalu apa yang harus dilakukan manusia? Pengkhotbah mengajak pembaca untuk menjalani hidup ini saja, karena hidup ini adalah anugerah Allah. menikmati hidup.

Manusia memang tidak bisa memilih kehidupan yang lain, hanya kehidupan inilah satu-satunya yang Allah berikan. Ada orang lain mengatakan bahwa hidup itu sedang memenuhi karmanya. Oleh karena itu yang bisa dilakukan adalah menerimanya dan memahaminya dalam kesadaran bahwa hidup ini adalah karunia (anugerah) Allah. Pengkhotbah mengajak orang untuk menikmati hidup pemberian Allah. 

Pada usia seperti Nenek dengan bonus tahun - tahun yang dialaminya menjadi sebuah berkat bagi kami dan keluarga besar. Khususnya memiliki dan membangun relasi yang baik dengan keluarga, terutama anak-anak adalah satu hal yang menjadi kunci menikmati pada masa tua dengan penuh bahagia. Hal utama lainnya adalah, memiliki mental dan kehidupan spiritual yang sehat. Memiliki relasi pribadi dengan Tuhan banyak berdoa dan bersyukur membuat hati lebih tegar menghadapi masa yang sukar di usia ini.

Masa tua memang tak mudah untuk siapa pun, tetapi tetap kita hadapi dengan penuh semangat. Bagi kita anak-anaknya, menjadi sebuah kewajiban untuk mengurus orang tua kita pada asa tuanya. Mereka layak menerima hormat dan kasih kita, lepas dari kekurangan mereka. Sebab merekalah sebagai jalan kita hadir di dunia ini. Mereka yang melahirkan dan mengasuh kita. Apalagi disertai janji-Nya, ada berkat khusus bagi anak yang tahu berbakti. Kasih dan perhatian kita pada orang tua akan dilihat anak-anak, dan itu pula kelak dia tiru saat kita menjadi tua.

Mejadi tua memang tak mudah, tetapi itu pasti terjadi pada siapa pun. Masa tua bukan masa akhir dari kebahagiaan seseorang. Masa tua justru akan menjadi masa untuk membuktikan cinta kasih keluarga pada orang yang telah menjadi perantara kita hadir di dunia ini. Diskusi internal dalam keluarga akan menjadi salah satu cara untuk membicarakan bagaimana perawatan, pelayanan, biaya, waktu, giliran dll. Mungkin ada yang anak tak bisa membantu biaya, tetapi punya waktu dan tenaga untuk merawat. Kebalikannya ada yang tak bisa memberi waktu, tetapi punya uang. Nah, hal ini akan menjadi pengikat antara anak-anak untuk memberikan bakti kepada orang tua.   

Demikian kita berharap para sepuh akan menjadi sangat manis bila masa tua dinikmati dan disyukuri dalam penerimaan dan kesiapsiagaan akan waktunya tiba untuk kembali pada Sang pencipta. Sehingga kita boleh berkata seperti Pemazmur: Ya Allah, Engkau telah mengajar aku sejak kecilku, dan sampai sekarang aku memberitakan perbuatan-Mu yang ajaib;  juga sampai masa tuaku dan putih rambutku, ya Allah, janganlah meninggalkan aku, supaya aku memberitakan kuasa-Mu kepada angkatan ini, keperkasaan-Mu kepada semua orang yang akan datang. (Mzm. 71:17-18)

Dari sini kita bisa menyadari bahwa hidup di dunia ini fana, hanya Sang Firman-lah yang kekal. Seperti apa yang dikatakan Kitab Suci : Sebab: “Semua yang hidup adalah seperti rumput dan segala kemuliaannya seperti bunga rumput, rumput menjadi kering, dan bunga gugur ,  tetapi firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya.” Inilah firman yang disampaikan Injil kepada kamu. (1Ptr. 1:24-25)

(Ch. Enung Martina sehari setelah menjenguk Emak)

SUMBER:

https://media.neliti.com/media/publications/275336-memahami-kesia-sian-dalam-kitab-pengkhot-b3604c0d.pdf

http://studibiblika.id/2020/11/03/ayat-ayat-alkitab-tentang-masa-tua/

https://lifestyle.kompas.com/read/2012/04/19/07161210/perilaku.orangtua.lansia.sebelum.meninggal?page=all.