Dari SAAT TUHAN TIADA karya A. Setyawan, SJ
Aku bebas, sebebas air hujan turun di bumi: di semak ia menumbuhkan duri, di kebun ia menumbuhkan bunga. Aku bebas sebebas air yang mengalir di gunung: di tempat curam ia mengalir deras, di tempat landai ia bisa membuat banjir. (Saat Tuhan Tiada, A. Setyawan, 1999, hal.73).
Bebas akan berarti benar-benar BEBAS kalau kita dalam keadaan sadar. Dalam kesadaran sempurna kita bisa bebas sebebas-bebasnya.
Seperti air, ia bebas. Air mengalir mengarah ke pusat gravitasi, pusat bumi. Kalau begitu dalam pribadi kita yang bebas ini, kita juga harus mempunyai pusat hidup agar bisa sebebas air. Tuhan adalah inti yang tidak berinti. Tuhan inti yang tak terbatas, yang sempurna. Suara hati menjadi titik temu anatar Tuhan dan manusia.
Seseorang yang bebas adalah ketika ia memiliki kekayaan tanpa takut kehilangan, ketika sehat tanpa takut sakit, ketika dipuji tanpa takut dicela, ketika dihormati tanpa takut dijelekkan. Namun beberbeda dengan ketika seseorang tidak bisa melihat hidup secara menyeluruh. Ketika ia terpaku pada barang, peristiwa, atau orang tertentu. Ketika kita hidup dalam tempurung tertentu, kita sungguh tak bisa menikmati hidup yang sangat kaya. Ia tidak bebas. Ia tidak bisa menikmati kehidupan.
Ketika seseorang menjadi manusia yang bebas, ia bisa melangkah menuju keutamaan yang lepas bebas dengan memilih sesuatu secara sederhana, ugahari. Berbeda dengan situasi demikian: menjadi kaya, sehat, dan terkenal, tetapi diwarnai oleh kesakitan. Itulah ilustrasi tentang: Memiliki seluruh dunia, tapi kehilangan nyawa.
Namun inti dari kebebasan sejati itu adalah KESADARAN. Kesadaran akan realitas yang ada di sini dan sekarang. Orang yang memiliki kesadaran tak akan pernah merasa terpaksa karena ia memiliki kebebasan memilih. Hal itulah yang akan membawa pada pengalaman rohani yang mendalam. Begitu katanya.
Wah,… mau sadar saja kok ya tidak mudah, ya. Selamat meraih kesadaran diri untuk bisa menggapai kebebasan sejati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar