Yudas
Iskariot diingat orang sebagai penghianat keji. Namun, betapa munafiknya kita
jika kita berpikir kisahnya tidak bisa menjadi kisah kita sendiri. Mari kita
mengenal Yudas Iskariot dan belajar dari kisahnya.
Wikipedia menulis: Yudas Iskariot" ditulis sebagai
Ιούδας Ισκάριωθ dan Ισκαριώτης. "Yudas" (ditulis "Ioudas"
dalam bahasa Yunani kuno, "Iudas" dalam bahasa Latin, dilafalkan yudas dalam kedua bahasa tersebut)
merupakan bentuk Yunani dari nama umum Ibrani Yehuda (יהודה, Yehûdâh, bahasa Ibrani yang artinya
"Allah dipuji.
Dalam
daftar nama 12 murid, yang dipanggil Yesus untuk menyertai Dia, yang terdapat dalam
Injil Sinoptik, nama Yudas selalu yang terakhir disebut, dan biasanya disertai
keterangan dengan kesan buruk. Kata 'Iskariot' ditambahkan pada namanya,
terutama dalam Injil Yohanes. Nama
Simon disebut sebagai ayah Yudas. Fakta-fakta
tambahan karya Yohanes ini mengukuhkan asal kata 'Iskariot' dari kata Ibrani
'isy qeriyot’, artinya 'orang Keriot'. Keriot terletak di Moab menurut Yer 48:24, 41; Am 2:2. Tapi ada kemungkinan tempat
lain, yaitu Keriot-Hezron (Yos 15:25), yang letaknya 18 km sebelah selatan
Hebron.
Dalam kelompok rasul Yudas adalah bendahara (Yoh 13:29), sementara
ayat yang lain menyebut dia pencuri (12:6), terutama, menurut dugaan, ia
'menggelapkan' uang yang dipercayakan kepadanya. Ia mencela
tindakan Maria meminyaki kaki Yesus dengan minyak yang sangat mahal (Yoh
12:3-5). Tulisan Yohanes ini menelanjangi ketamakan Yudas, yang tidak melihat
unsur spiritual dalam perbuatan Maria yang justru dipuji oleh Yesus (Mrk 14:6).
Yudas hanya melihat sesuatu yang material yaitu uang dapat menambah dana
rasul-rasul, dan dengan demikian menambah isi kantongnya sendiri. Bahkan
kepalsuan hatinya dipoles lagi dengan mengatakan bahwa uang itu
dapat diberikan untuk membantu orang miskin.
Segera sesudah peristiwa itu,
Yudas menghadap imam-imam kepala untuk
mengkhianati Tuhan Yesus (Mat 26:14-16; Mrk
14:10-11; Luk 22:3-6). Injil Markus
menyajikan fakta pengkhianatan itu, dan
menambahkan bahwa imam-imam berjanji akan memberikan uang kepadanya. Injil Lukas menyajikan arti
mendalam dari tindakan itu, dengan menceritakan bahwa Iblis masuk ke dalam hati
Yudas dan membisikkan dosanya itu. Keempat Injil sependapat bahwa
Yudas memutuskan untuk mencari kesempatan yang baik, kapan ia bisa menyerahkan
Yesus kepada musuh-musuh-Nya 'tanpa setahu orang banyak'.
Kesempatan
datang pada malam waktu Yesus bersama kedua belas murid berkumpul di ruang atas
untuk merayakan tradisi Paskah Yahudi. Kenyataan ini dilestarikan dalam tradisi
Perjamuan Kudus dalam Perayaan Ekaristi sekarang. Tuhan Yesus, dengan nalar keilahian-Nya,
mengtahui apa yg akan dilakukan Yudas. Dalam Yoh.13:21 Yesus bekata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang
diantara kamu akan menyerahkan Aku”.
Rencana yang
telah diatur untuk menangkap Tuhan Yesus sekarang dilaksanakan. Tempat yang
dirahasiakan Yudas untuk mengkhianati Yesus, ternyata adalah Getsemani tempat
Yesus dan murid-murid-Nya untuk berdoa malam itu. Dan saat Tuhan Yesus berdoa,
sepasukan tentara muncul dipimpin oleh Yudas (Mrk 14:43).
Dan siapa yang akan diciduk ditandai dengan perbuatan yang sangat ironis,
'Orang yang kucium, itulah Dia'. Dan dengan demikian tuntaslah tugas Yudas.
Saat-saat
akhir sisa hidup Yudas penuh kengerian. Alkitab melaporkan penyesalannya yang memilukan
itu. Dalam kondisi dikuasai penyesalan yang dalam , ia kembali kepada
orang-orang yang sudah bersekongkol dengannya dan berkata: “ Aku telah berdosa
karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah,” dan mendapat jawaban,”Apa
urusan kami dengan itu? Itu urusanmu sendiri!” (Mat.24:7). Yudas mencoba
mengembalikan uang itu, tetapi imam-imam kepala menolak untuk menerima 30
keping uang perak yang sudah mereka bayarkan. Pada akhir cerita Yudas ditemukan
mati dengan menggantung dirinya pada sebuah pohon yang ada di sebuah lereng.
Kisahnya
menimbulkan pertanyaan mengenai watak Yudas yang sesungguhnya. Timbul beberapa
pertanyaan yaitu: apakah yang mendorong dia ke jurusan dan nasib yang
mengerikan ini? Mengapa Yesus memilih dia, walaupun Yesus tahu bahwa Yudas akan
menyerahkan Dia?
Beberapa alasan
berikut pernah dikemukakan: keinginan untuk menjadi pahlawan bangsanya yang
membebaskan Israel dari penjajahan Romawi, cinta uang, cemburu kepada
murid-murid lain, ketakutan akan akhir pelayanan Guru-nya yang tak terelakkan,
niat yang membara untuk memaksa Yesus menyatakan diri-Nya Mesias. Juga alasan
hati yang sebal dan dendam, yang timbul sesudah harapan-harapan duniawinya
pudar; hati yang tidak senang menjurus kepada penyesalan mengikuti Yesus, dan
penyesalan ini berubah menjadi kebencian.
Namun,
kita sebagai umat beriman perlu melihat pedoman untuk menjawab pertanyaan
kritis tersebut. Pedoman tersebut adalah:
Pertama, kita tidak
boleh meragukan kesungguhan panggilan Tuhan Yesus. Pada mulanya Yesus memandang
Yudas sebagai murid dan pengikut berbakat. Tak ada pra dalil lain untuk menilai
benar tidaknya kebijakan Yesus, juga ajaran-Nya yang berulang-ulang kepada Yudas yang juga diterima oleh rasul
yang lain. Kedua, pengetahuan Tuhan Yesus sebelum bertemu dengan Yudas tidak
mencakup penentuan untuk menjadikannya murid, dan menentukan bahwa Yudas secara
tak terelakkan harus menjadi pengkhianat. Hal ketiga adalah Yudas tak pernah sungguh-sungguh menjadi murid
Kristus. Dia jatuh dari jabatan rasul, tetapi (sepanjang kita tahu) ia tak
pernah mempunyai persekutuan yang sungguh dengan Tuhan Yesus. Gelar Yesus yang
tertinggi bagi Yudas ialah 'Rabi' (Mat 26:25) bukan 'Tuhan'.
Dari sini kita
sebagai orang beriman belajar bahwa dalam arena Alkitab ia hidup sebagai peringatan yang
mengerikan bagi setiap pengikut Yesus yg tidak sungguh-sungguh pasrah terikat
kepada-Nya, kendati memang benar berada dalam persekutuan-Nya, tapi tidak
memiliki Roh-Nya. Yudas meninggal sebagai 'seorang ang bernasib malang dan yang
terkutuk', atas pilihannya sendiri.
Beberapa hal
yang saya pelajari dari Yudas adalah karena ia berasal dari kota Keriot, di
sebelah selatan Yudea, sementara sebagian besar murid-murid berasal dari
Galilea. Pada masa itu, orang Yudea memiliki kebanggaan sendiri karena merasa
diri lebih murni dan lebih elite daripada orang Galilea. Saya belajar tentang
rasa nasionalisme yang tinggi. Meskipun, nasionalisme yang berlebihan bisa
berakhir dengan kesombongan dan kepicikan.
Yudas
adalah pilihan Yesus. Jadi pilihan-NYA pasti tidak salah. Dan sebagai salah
satu dari ke-12 murid maka Yudas adalah kandidat Rasul yang akan memerintah
bersama Tuhan Yesus di sorga. Betapa mulianya kedudukan ini! Di antara
murid-murid-NYA, Yudas juga dipercaya untuk memegang kas keuangan (bendahara).
Ia juga merangkap sie sosial yang membagi-bagikan uang untuk orang-orang
miskin. Dengan demikian tentunya Yudas lebih dikenal dan dihormarti oleh banyak
orang daripada murid-murid yang lain. Sebagai murid dari “Tangan Pertama”,
Yudas memiliki banyak kesempatan yang luar biasa. Dia mendengar Firman TUHAN
yang keluar dari mulut Sang Firman, TUHAN itu sendiri, ia melihat bahkan
mengambil bagian dalam mujizat-mujizat Yesus Kristus yang luar biasa. Ini
adalah hal yang luar biasa meskipun akhirnya karena pilihannya ia
menyia-nyiakan karunia ini.
Yudas
menyimpan ketidakjujuran dalam dirinya. Ia tidak mengijinkan Firman TUHAN untuk
mengubahkan hidupnya. Parameter kejujuran seseorang dilihat dari bagaimana ia
menghandle keuangan. Jika seseorang jujur dalam keuangan, ia orang yang jujur,
jika tidak jujur dalam keuangan, ia seorang yang tidak jujur. Sikap terhadap
keuangan juga menunjukkan bagaimana kasih kita kepada Tuhan Yesus. Saya belajar
untuk bisa menghendel keuangan saya dan mengelolanya sebijak mungkin.
Yudas
mengikuti Yesus dengan ambisi tersembunyi. Saat ia melihat Tuhan Yesus
mendemonstrasikan kehebatan-Nya, pengikut makin bertambah, makin terkenal dan
mau menjadikan Yesus ristus bukan berjalan ke tahta melainkan menuju salib, ia
menjadi kecewa, ambisinya tidak terpenuhi. Terkadang saya juga mempunyai ambisi
tersembunyi untuk suatu pekerjaan yang saya lakukan yang nampaknya itu
pekerjaan sosial atau kebaikan. Kebaikan yang saya lakukan tak murni karena ada
tujuan yang ingin saya raih untuk kepentingan pribadi saya.
O,
ya perlu saya tegaskan bahwa bukan berarti kita tidak boleh memiliki “ambisi” ,
tetapi tujuan di balik semua itu sangat
menentukan. Di balik kebaikan yang kita lakukan, dibalik hal yang kita
kerjakan, di balik hal yang kita perjuangkan, adalah untuk mengenal Dia dan
memuliakan nama-Nya. Jangan sampai ambisi pribadi kita membawa kita kepada
kebinasaan seperti ambisi Yudas yang membawanya kepada kematian yang sia-sia.
(Ch. Enung Martina)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar