Saat lemah semangat dialami oleh semua orang. Untuk
menghadapi situasi tersebut kita memerlukan kepercayaan dasar. kalau kita fokus pada hal yang negatif, maka
yang positif tidak nampak. Ketika seseorang memiliki sikap penerimaan terhadap
keadaan dan hal yang dialaminya, ia akan mengalami kegembiraan bahkan
kebahagiaan. Ketika orang berani untuk menerima kenyataan maka di situlah ada
sikap iman.
Banyak orang bercita-cita untuk hidup kaya dan bahagia.
Kebanyakan orang memaknai kekayaan dari
sisi duniawi. Kaya berarti banyak harta. Kita mempunyai gambaran yang menipu
tentang kebahagiaan. Ilusi ini terkadang
membutakan kita sehingga kita mengejar hal yang sifatnya ilusi itu. Bila orang
memahami bahawa bahagia itu adalah nyata bukan sebuah ilusi maka orang kaya bisa
dimaknai sebagai orang yang tidak mempunyai keinginan lagi. Ia sudah sangat
cukup. Orang kaya dengan definisi ini tak mempunyai keinginan ini dan itu,
kecuali ingin menikmati hidup itu
sendiri. Dalam menikmati hidup, seseorang akan merasakan kedamaian.
Saat orang menikmati hidup, orang ini dengan sendirinya akan
menerima perbedaan. Perbedaan dianggap sebagai sebuah karunia yang patut
dirayakan. Perbedaan adalah hal yang harus disyukuri.
Hati-hati dengan kata ‘menerima’. Menerima bisa dilihat dari dua cara. Seseorang
menerima kenyataan hidup dengan cara
aktif, maka hal yang dilakukan orang itu bersyukur atas hidup yang dialaminya.
Dengan melalui proses pengolahan dalam perjalanan hidup
seseorang, akhirnya suatu saat orang bisa menemukan kesadarannya akan sesuatu
hal yang benar. Kesadaran itu dimulai dari pemahaman, kemudian orang membuka
diri, lalu ia tertarik, dan mempelajari, akhirnya membuat keputusan untuk
melakukan yang dianggap itu benar.
Seseorang sampai menemukan makna hidupnya karena ia terus
bersabar dalam menghadapi permasalahannya. Karena bersabar akhirnya seseorang
bisa bertahan dalam situasi yang menekan sekali pun.
Rancangan keselamatan dalam hidup seseorang sering tidak
tampak nyata karena yang dihadapi orang tersebut adalah penderitaan dalam
menghadapi permasalahan hidupnya. Bungkusnya nampaknya memang kehancuran,
penderitaan, kesengsaraan. Namun, ketika orang memandang lebih jauh dan lebih
dalam ternyata di sana ada rancangan
keselamatan di dalamnya.
Sebuah gambaran tentang hal itu kami dapatkan dalam sebuah
film yang berjudul After Shock yang
diputar dalam kegiatan retret kami. Cerita berlatar-belakang bencana gempa bumi yang terkenal
berkekuatan 7.8 richter melanda sebuah desa kecil bernama Tangshan di
Propinsi Hebei, Cina di tahun 1976 yang
menghancurkan kota kecil dan 240.000 penduduknya menjadi korban.
Film ini bercerita tentang kisah seorang ibu, Yuan Ni, dan
kedua anak kembarnya Zeng Fang dan Fang Da dan bagaimana hidup mereka berubah
selamanya oleh gempa di pagi hari bersejarah di awal tahun 1976 itu.
Ketika gempa terjadi Yuan Ni dan suaminya sedang berada di luar apartemennya.
Suami istri itu melihat dengan tangis bagaimana bangunan itu runtuh dan kedua
kembarnya terjebak di dalamnya. Gempa itu juga merenggut suaminya. Kedua anak umur tujuh tahun terkubur di bawah
reruntuhan gempa bumi dahsyat itu. Ketika Tim penyelamat bermaksud menjelaskan
kondisi kedua korban, Yuan Ni dihadapkan pada pilihan sulit, harus
menyelamatkan yang mana karena keduanya terhimpit reruntuhan bangunan
yang bisa mengorbankan salah satunya. Yuan Ni dihadapkan pada keputusan yang
paling sulit dalam hidupnya, ia akhirnya memilih untuk menyelamatkan anaknya
Fang Da, si kembar laki-laki. Keputusan yang kemudian mengubah kehidupan mereka
kelak.
Keputusan Ibunya yang memilih Fang Da menorehkan luka yang
berkepanjangan bagi Zeng Fang yang ternyata masih hidup. Dengan gambar
bersuasana buram, di antara mayat-mayat bergelimpangan dan di antara tumpahan
darah serta germis hujan, Zeng Fang bangun dan berjalan mencari sosok ibunya.
Zeng Fang yang terdampar di tempat penampungan sementara akhirnya diadopsi oleh sepasang
suami istri tentara yang hingga akhir hayatnya
tidak pernah dikaruniai seorang anak. Zeng Fang yang terluka akhirnya memilih
diam seribu bahasa dan berusaha untuk melupakan dan tidak pernah mau mengingat
pada kenangan buruk itu. Bukan saja karena bencana itu telah membuat banyak
orang mati termasuk ayahnya, tapi
keputusan Ibunya untuk menyelamatkan adik laki-lakinya adalah keputusan yang
sulit diterima oleh Zeng Fang.
Zeng Fang pun menjadi gadis introvert dan hidup dalam tekanan yang luar biasa. Sementara itu
Fang Da hidup bersama ibunya yang tetap memilih tinggal di kota itu. Meski
dihadapkan pada berbagai masalah menjadi orang tua tunggal dengan anak laki-laki
yang bermasalah di sekolahnya, Yuan Ni tetap
bertahan dan memelihara kenangan akan cinta terhadap mendiang suaminya dan
putrinya Zeng Fang. Ia hidup dengan
perasaan bersalah berkepanjangan karena suami dan anak perempuannya menjadi
korban gempa itu, sementara itu ia tak bisa melakukan apa pun untuk menolong
mereka.
Tiga puluh dua tahun
kemudian setelah kedua anak kembar tersebut menjalani kehidupannya
sendiri-sendiri, Zeng Fang sudah menjadi dokter dan hidup di Kanada bersama
suami bulenya dan putrinya. Sedangkan Fang Da sudah memiliki perusahaan dengan
banyak karyawan dan pindah ke kota besar.
Ia sudah mampu membelikan ibunya sebuah apartemen. Ketika kota Sichuan dilanda
gempa yang sama tahun 2008, keduanya tergerak datang untuk menolong mengingat
keduanya pernah menjadi korban gempa yang sama. Keduanya bergabung bersama para
relawan yang lain.
Fang Da bercerita pada teman sesama relawannya tentang
pengalamannya dimasa kecil yang juga mengalami menjadi korban bencana gempa. Ia
bercerita bahwa kakak dan ayahnya
menjadi korban dalam bencana di Desa Tangshan. Tak disangka kakak perempuannya,
Zeng Fang yang sudah 32 tahun tak pernah
bertemu bahkan disangka sudah meninggal berada diantara para relawan
mendengarkan percakapan kedua orang ini. Zeng Fang hanya bisa menangis
mendengar bagaimana ibunya begitu merasa bersalah berkepanjangan karena
peristiwa itu.
Singkat cerita, Zeng Fang dipertemukan dengan ibunya yang
tidak pernah berhenti menangisi kepergian anak peremuannya meski itu sudah 32 tahun
berlalu. Sungguh pertemuan yang sangat mengharukan. Yaun Ni yang merasakan
keputusannya adalah sebuah kekeliruan meminta Zeng Fang memaafkan atas
keputusan itu. Zeng Fang pun bercerita 32 tahun adalah waktu yang lama untuk
melupakan keputusan ibunya untuk mengabaikannya. Namun keputusan Tuhan memang
tidak diduga seperti apa akhrinya.
Keputusan Tuhan memang tak dapat diduga, tetapi keputusan-Nya selalu membawa manusia pada kebahagiaan dan kebaikan. Rancangan-Nya adalah rancangan kehidupan dan damai sejahtera.
(Ch. Enung Martina)