PILIHAN
UNTUK MENJADI BERIMAN
Usia bertambah (menjadi
tua) itu pasti. Menjadi beriman itu pilihan. Tahapan perkembangan iman seseorang bisa berjalan sesuai usia,
tetapi bisa jadi, pertumbuhan iman seseorang tidak bertambah sesuai denagn usia
yang makin menua.
Iman yang dewasa dalam
agama apa pun adalah iman yang universal. Iman dalam tahapan ini orang mampu
merasakan kesatuan dalam Allah Sang Pencipta Semesta Alam. Ia mampu ke luar
dari dirinya sendiri, dari keegoisannya, dari pandangannya yang picik. Ia mampu
melihat segala sesuatu melampaui ajaran agamanya sendiri. Ia mempunyai
pandangan yang luas akan suatu permasalahan. Ia melihat orang lain, bahkan yang
tak seiman dengannya sebagai sesama ciptaan. Karena itu, ia mampu mencapai
orang lain (bahkan yang tak seiman dengannya) dengan perhatian dan cinta yang
tak pandang bulu.
Iman yang dewasa adalah
iman yang transformatif. Iman yang mampu membawa perubahan ke arah kebaikan
bagi dirinya, keluarganya, lingkungan kerjanya, lingkungan masyarakatnya. Arah
perkembangan iman seseorang dimulai dengan diri sendiri menuju kepada
kebersamaan hidup dengan saling berbagi.
Iman dimulai dengan
membereskan dulu hubungannya denagn dirinya sendiri. Ia sudah mampu menerima
dirinya dengan segala kelemahan dan kekuatannya. Penerimaan akan dirinya.
Mensyukuri keberadaannya. Menghayati bahwa ia berada di dunia untuk tujuan yang
baik. Sesudah ia beres dengan dirinya sendiri, ia baru bisa menyadari
keberadaan orang lain di sekitar dirinya. Ia hidup dengan perantaraan kedua
orang tua. Ia juga hidup bersama saudari-saudaranya. Di samping itu ia juga
sadar ada orang lain di samping keluarga intinya. Ada teman yang berbeda
dengannya. Ia tahu bahwa temannya berbeda peraturan dalam keluarganya. Ia juga
menyadari perbedaan latar belakang kebiasaan, budaya, agama yang dianut oleh
temannya. Ia menyadari bahwa berbeda itu bukan sesuatu masalah. Ia menyadari
bahwa berbeda itu baik. Bahwa orang tidak harus sama, seragam, mirip seperti
dirinya. ia akan toleran akan perbedaan. Ia akan melihat bahwa berbeda itu
indah.
Bila seseorang belum mengalami
dan menerima dirinya, ia akan sulit menerima orang lain. Ia akan sulit untuk
melihat kebaikan orang lain dan siap menerima kelemahan orang lain. Bahkan, ia
juga tidak siap menerima kelebihan orang lain. Ia akan selalu dengki dan iri
akan keberhasilan yang dimiliki orang lain. Bila perasaan ini tidak dibereskan
sejak kecil, maka emosi negatif ini terbawa hingga dia dewasa. Kita bisa
melihat begitu banyak contoh orang tidak siap menerima kelebihan orang lain. Akhirnya
orang tersebut melakukan perbuatan tercela untuk bisa mengalahkan kelebihan
orang lain dengan cara yang tidak terpuji.
Sering saya atau Anda
sebagai orang tua mengabaikan hal ini pada anak-anak kita. Sebaiknya, kita memperhatikan
emosi negatif anak-anak kita sejak dini. Biasakan mereka mampu mengatasi emosi
negatif mereka dengan cara yang positif. Biasakan mereka mampu menerima
kelemahan diri mereka. Biasakan mereka mampu menerima teman-temannya dengan
segala kekurangan dan kelebihannya. Ajari mereka untuk sportif saat temannya
lebih unggul dari mereka.
Niscaya anak-anak yang mempunyai emosi positif akan
tumbuh dengan lebih sehat, cerdas, dan berkarakter baik. Mereka juga kelak akan menjadi manusia dewasa yang
berkarakter, siap menerima kekalahan, tidak sombong kala dia mendapatkan
keberhasilan, percaya diri, dan yang pasti mampu merayakan perbedaan dengan
penuh syukur kepada Sang Pencipta. Wah, betapa indahnya itu!!!! Kalau bangsa Indonesia seperti itu, pasti
Indonesia dinobatkan menjadi negara berbahagia urutan pertama di dunia. Amin!
Iman yang dewasa adalah
iman yang mampu merayakan kasih dan perhatian Sang Pencipta yang menciptakan
kita lengkap dengan seperangkat alam semesta yang menjadi pendukung kehidupan kita. Dengan perangkat
segenap alam semesta yang khusus diberikan Sang Pencipta untuk kita, kita bisa
makin bertumbuh ke arah yang lebih baik. Bukan malah makin parah dan makin mundur
dalam pertumbuhan iman kita. Iman seseorang mempengaruhi karakter orang
tersebut. Iman yang saya maksud bukan kebiasaan liturgis (doa dan segala macam
upacara keagamaan). Iman yang saya maksud lebih kepada penghayatan dan praktik
dalam hidup nyata yang lebih mendalam dari sekedar hal yang sifatnya liturgis.
Ini juga tidak berarti bahwa hal yang liturgis itu buruk.
Dengan begitu
kedewasaan iman seseorang bisa dilihat dari indikasi bagaimana orang itu mamapu
semakin keluar membawa imannya menuju kepada kebersamaan hidup dengan orang
lain. Ia mampu berbagi yang dinyatakan dengan tindak nyata. Berbagi harta,
berbagi ilmu, berbagi tenaga, berbagi ide, berbagi kabar suka cita yang membuat
orang tertulari kebaikan.
Seseorang yang beriman
dewasa adalah orang yang mampu melihat perbedaan itu adalah anugrah Sang
Pencipta. Ia mampu menyadari dan menghayati imannya dengan merayakan perbedaan
itu. Orang yang beriman dewasa akan berhati-hati dengan segala pikiran,
perkataan, dan tindakannya.
Orang yang beriman
dewasa akhirnya akan menuju pada yang sifatnya universal. Mengapa universal?
karena Sang Pencipta juga universal. Dia tak membedakan ciptaan-Nya dari sisi
ras, agama, atau aliran, atau partai mana.
Jadi, saya dan Anda
jangan dulu mengaku beriman, apabila masih terbersit dalam diri saya dan Anda
bahwa tetanggamu itu adalah kafir!
(Ch. Enung
Martina)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar