Pribadi
yang bertumbuh menjadi dewasa mengalami perkembangan menuju kesempurnaan. Seorang
dikatakan dewasa apabila ia dapat bertanggung jawab terhadap segala sesuatu
yang telah dipilihnya. Ia bertanggung jawab dan berkomitmen atas segala hal yang
telah dipilihnya.
Chili Davis,
seorang pelatih bisbol Amerika Serikat, pernah mengatakan, “Growing old is
mandatory; growing up is optional.” Dalam bahasa Indonesia ungkapan ini
dapat diterjemahkan demikian, “Bertambah umur sudah seharusnya terjadi. Namun
menjadi dewasa adalah pilihan.” Maksudnya, setiap orang pasti bertambah
usianya. Namun, kedewasaan belum tentu bertumbuh seiring usia. Ada orang juga mengatakan bahwa bertumbuh
menjadi seorang pribadi yang dewasa itu adalah sebuah pilihan. Menjadi tua itu
apsti, menjadi dewasa itu pilihan.
Setiap hari satu
langkah menuju pertumbuhan, satu langkah membawa berkat. Kita menjalani hari-hari dalam suka-duka,
susah-senang. Sementara hari terus berjalan, kita menjalaninya dengan
terseok-seok, tertatih, kadang-kadang jalan cepat, tak jarang pula jalan di tempat,
atau bahkan diam tak bergeming karena bingung langkah apa yang harus diambil. Namun,
kita tetap berusaha berdiri tegar untuk melaluinya, mencoba untuk mewujudkan
impian kita,
Kita mencoba
mencari dukungan dari orang-orang yang kita cintai dan mencintai kita: sahabat,
teman, saudara, pasangan kita, anak, orang tua kita, bahkan terkadang orang
yang tak dikenal-tapi kita mengenalnya karena mereka ada di dunia (maya), lewat
media massa yang terkadang banyak bombastisnya, mungkin juga binatang
peliharaan, juga burung-burung yang bercicit di pagi hari, bintang gemintang, langit yang biru, lautan,
dari gerimis yang perlahan turun, pelangi yang tiba-tiba terlukis, matahari,
langit senja, rumput liar, buih-biuh ombak yang hadir dalam ingatan kita, entahlah,
pokoknya kita mencari dukungan.
Dari waktu ke
waktu kita belajr bahwa hidup memang sebuah perjuangan dan memang layak
diperjuangkan.
Pada saat kita
terpuruk dan benar-benar kacau, disorientasi,
rasanya Tuhan tak bergeming meski diseru sampai putus urat leher. Kita berkeluh kesah,
menjerit sampai ke lapis langit yang
terujung, bahkan lorong surga yang entah di mana, rasanya semuanya sia-sia.
Kita berkata: aku sudah kalah. Tapi hati
kita mengatakan: aku tak ingin menyerah. Akhirnya kita berhenti dalam kelelahan
fisik dan mental. Kita sumeleh. Berpasrah. Bukan menyerah. Dan apa yang
terjadi? Percaya, pasti ada hal yang tak terduga datang, yang tak mungkin kita
pikirkan, rencanakan, atau bayangkan. Kita mengatakan kebetulan.
Kebetulan itu bentuknya dimulai dari
hal yang remeh temeh sampai hal yang tak masuk akal. Akhirnya hal itu
menghentikan kita pada sepersekian kesadaran kita bahwa hidup ini sudah ada
yang mengatur dan merencanakan. Asal kita kita mempercayai dan meyakini
keajaiban, maka akhirnya hidup merupakan rangakaian kejadian yang sungguh
ajaib.
Seseorang bisa
bertahan dalam kerasnya kehidupan karena mempunyai keyakinan akan satu harapan
untuk menjadi lebih baik. Karena di balik air mata pasti ada senyuman. Kita
belajar untuk memahami tak ada sesuatu pun yang abadi. Segalanya akan berlalu.
Bila suatu waktu kita tak tahan lagi dengan beban yang harus kita pikul,
lepaskan saja, biarkan malaikat-malaikat yang menanggung bebanmu untuk
sementara. Pada saatnya dan waktunya yang tepat semuanya akan beres.
Kita belajar
bahwa kita menghadapi banyak masalah, penderitaan, dan air mata. Semuanya itu
terjadi dalam hidup seseorang. Orang perlahan mampu melihat dan bahwa semua
penderitaan itu akan membawa pertumbuhan pada pribadinya. Membuat pribadinya
makin kuat, tegar, liat, dan bersinar. Namun, percayalah bahwa di balik air
mata selalu ada senyuman. Kadang-kadang kita memerlukan waktu lama untuk
menunggu senyuman itu, tetapi akhirnya ia datang juga.
Lihatlah sekarang kita bisa berdiri dan memandang
ke belakang dan berkata: Puji Tuhan! Aku sudah lewati masa-masa sulit itu.
Meski sekian rintangan dan sekian beban yang harus kita pikul, ternyata hingga
kini kita baik-baik saja. Bahkan sepertinya teramat baik.Lantas kita boleh
merasa : benarlah adanya bahwa sedetik pun Tuhan tak pernah beranjak dari
hidupku. Justru terkadang kita yang beranjak dan terlalu jauh melangkah
meninggalkannya.
Abraham
Lincoln, presiden Amerika Serikat yang terkenal itu, pernah mengatakan, “Yang
penting bukanlah tahun-tahun di dalam hidupmu, melainkan hidup yang kamu jalani
di dalam tahun-tahun usiamu itu.” Di sini kembali kita melihat bahwa bukan
panjangnya usia, atau sejauh mana umur kita sekarang, melainkan bagaimana kita
mengisi tahun-tahun usia itu dengan hal-hal yang bermanfaat bagi diri sendiri
maupun orang lain.
Mari kita belajar berjalan di jalan yang terjal
dan bersyukur kala mendapat jalan yang mulus. Mari kita menikmati setiap detik
hidup kita meski terkadang rongga dada terasa sesak dan bebanmu begitu
mencekung pundak. Toh satu waktu hari ini yang terasa berat akan menjadi masa
lalu. (Ch.
Enung Martina)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar