Selasa, 13 Maret 2018

Kiat Menghadapi Yang Tak Terhindarkan



Akhir-akhir ini saya melayat beberapa orang yang saya kenal. Ada murid, ada teman gereja, dan ada teman di Pramuka. Natal tahun 2017 lalu, seorang teman meninggal, ketika saya berada di Yogya sehingga tidak sempat melayat. Dua tahun lalu, saya menghadiri pemakaman salah satu teman yang usianya 10 tahun di atas saya.  Mbak Naning, begitu saya memanggil beliau. Ia sosok yang sederhana. Ia seorang guru Bahasa Inggris di sebuah sekolah negri di bilangan Jakarta.

Saya mengenalnya sudah lama. Paskah 2015 dia mengalami kecelakaan terkena semburan api saat dia menyalakan kompor ketika akan menghanagatkan sup untuk adiknya, Mbak Anik, yang tinggal serumah dengannya. Sabtu, 4 Juni 2016 beliau dikabarkan meninggal.

Hari itu saya sedang sangat sibuk karena kegiatan penjualan seragam dan buku di sekolah yang berlangsung hingga pukul 16.00. Sepulang dari penjualan saya langsung ke gereja untuk mengikuti Ekaristi karena hari minggunya saya bertugas bakti sosial di Jelupang. Sungguh padat jadwal yang saya punyai. Saya memutuskan untuk hadir di pemakamannya di Jelupang pada hari Minggu tanggal 5 Juni sesudah saya pulang baksos.

Pertemuan saya yang terakhir dengan beliau pada bulan Maret 2016. Ia masih sehat. Kami mengobrol, makan siang dengan lauk tempe goreng,  sayur bening, rebus pete, sambal ikan, sosis sapi goreng, dan kerupuk.  Kami saling bercanda. Ada perasaan bahagia bertemu dengan sahabat yang dipertemukan Tuhan sedemikian rupa. Relasi yang indah yang memperkaya jiwa saya.

Kematian adalah salah satu episode hidup seseorang yang tak bisa dihindari. Ketika itu tiba waktunya, tak satu pun dapat mengelak. Namun, kala kita ditinggalkan mereka yang saatnya tiba untuk menyongsong kematiannya, kita merasa berat. Ada beberapa penyesalan mungkin. Seperti dengan Mbak Ning ini, saya juga mempunyai penyesalan karena saya belum menengok lagi sesudah 3 bulan berlalu. Saya menyesali kenapa saya tidak menyempatkan diri dari kesibukkan saya untuk barang sebentar menenegoknya.

Saya juga menyesalkan karena saya tidak sempat bertemu dengan si A, si B, yang saya kenal dan akhirnya terkabarkan meninggal. Penyesalan itu hal yang manusiawi. Namun, kita tahu bahwa kematian tak bisa ditunda.

Penyesalan tak akan berujung dengan kepuasan batin memang. Tiba saatnya saya sekarang melakukan untuk memberikan perhatian saya dalam bentuk lain, yaitu dalam bentuk mendoakan mereka. Doa mengirimkan cinta saya melalui kata-kata yang saya bisikkan untuk para sahabat, anak didik, atau para saudara yang telah mendahului saya.  

Sesudahnya saya berjanji pada diri saya sendiri, saat hati saya menmanggil untuk datang menengok seseorang, lakukan, tak usah tunggu waktu luang, tak usah tunggu hari baik, tak usah berkilah sibuk, dan aneka alasan lain. Karena waktu ada yang memilikinya dan ada yang merngaturnya dengan cara tersendiri yang tak pernah diberitahukan kepada siapa pun.

Selain kematian, ada hal lain yang tak bisa kita hindarkan dalam hidup kita, misalnya kecelakaan atau situasi tertentu yang membuat tidak nyaman.  Pada dasarnya hal tak terelakkan itu akan kita temukan kapan saja. Tentunya hal tersebut ada yang bisa diprediksi, tetapi juga ada yang jauh dari prediksi.

Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan dalam menghadapi hal yang tak bisa dihindarkan.

Pertama, mengatur waktu Anda secara efektif dan belajar untuk fokus pada satu hal pada suatu waktu. Jika hal yang tak kita duga terjadi,  kita tidak terkejut berkepanjangan. Dengan begitu kita bisa langsung menemukan cara apa yang harus kita lakukan segera.

Kedua, Tidak khawatir tentang hal-hal yang tak dapat kita ubah.  Kita tak mampu mengubah sesuatu yang memang harus terjadi. Sesuatu terjadi, meskipun itu buruk, pasti ada ujungnya, atau ada akhirnya. Pada akhirnya kita bisa melihat ada kebaikan yang bisa dipetik.

Ketiga, tidak bersembunyi dari yang tak terhindarkan. Hadapilah dengan gagah. Belajar untuk memahami dan menemukan kebaikan di balik semuanya.

Keempat, berbicara dengan seseorang. Masalah yang dibagi adalah masalah dibelah dua, tiga, atau sekian. Berbicara dengan seseorang yang dipercayai akan membuat ringan perasaan. Bahkan, bisa ditemukan solusi dari suatu masalah.

Kelima, Buat batas-batas hidup kita. Kita mahluk yang terbatas. Mempunyai kekurangan, sekaligus juga kelebihan. Baik, bila kita menyadari keterbatasan kita untuk mengetahui bahwa kita memerlukan orang lain, juga sekaligus menggantungkan pada kekuatan di luar diri kita, yaitu Sang Pencipta.

Dengan demikian, hal-hal yang tak kita duga tiba-tiba datang, kita senantiasa mampu untuk menerima, menghadapi, menjalani, dan menemukan makna dari semu itu.

Saya tahu, berbicara itu mudah. Namun, menjalani? Itu perkara yang perlu keberanian. Saya dan Anda adalah pembelajar dalam sekolah kehidupan ini. Maka, kita sebagai murid senantiasa siap belajar.
(Ch. Enung Martina)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar