Akhir-akhir ini saya melayat beberapa
orang yang saya kenal. Ada murid, ada teman gereja, dan ada teman di Pramuka. Natal
tahun 2017 lalu, seorang teman meninggal, ketika saya berada di Yogya sehingga
tidak sempat melayat. Dua tahun lalu, saya menghadiri pemakaman salah satu
teman yang usianya 10 tahun di atas saya.
Mbak Naning, begitu saya memanggil beliau. Ia sosok yang sederhana. Ia
seorang guru Bahasa Inggris di sebuah sekolah negri di bilangan Jakarta.
Saya mengenalnya sudah lama. Paskah
2015 dia mengalami kecelakaan terkena semburan api saat dia menyalakan kompor
ketika akan menghanagatkan sup untuk adiknya, Mbak Anik, yang tinggal serumah
dengannya. Sabtu, 4 Juni 2016 beliau dikabarkan meninggal.
Hari itu saya sedang sangat sibuk
karena kegiatan penjualan seragam dan buku di sekolah yang berlangsung hingga
pukul 16.00. Sepulang dari penjualan saya langsung ke gereja untuk mengikuti
Ekaristi karena hari minggunya saya bertugas bakti sosial di Jelupang. Sungguh
padat jadwal yang saya punyai. Saya memutuskan untuk hadir di pemakamannya di
Jelupang pada hari Minggu tanggal 5 Juni sesudah saya pulang baksos.
Pertemuan saya yang terakhir dengan
beliau pada bulan Maret 2016. Ia masih sehat. Kami mengobrol, makan siang
dengan lauk tempe goreng, sayur bening,
rebus pete, sambal ikan, sosis sapi goreng, dan kerupuk. Kami saling bercanda. Ada perasaan bahagia
bertemu dengan sahabat yang dipertemukan Tuhan sedemikian rupa. Relasi yang
indah yang memperkaya jiwa saya.
Kematian adalah salah satu episode
hidup seseorang yang tak bisa dihindari. Ketika itu tiba waktunya, tak satu pun
dapat mengelak. Namun, kala kita ditinggalkan mereka yang saatnya tiba untuk
menyongsong kematiannya, kita merasa berat. Ada beberapa penyesalan mungkin. Seperti
dengan Mbak Ning ini, saya juga mempunyai penyesalan karena saya belum menengok
lagi sesudah 3 bulan berlalu. Saya menyesali kenapa saya tidak menyempatkan
diri dari kesibukkan saya untuk barang sebentar menenegoknya.
Saya juga menyesalkan karena saya
tidak sempat bertemu dengan si A, si B, yang saya kenal dan akhirnya
terkabarkan meninggal. Penyesalan itu hal yang manusiawi. Namun, kita tahu
bahwa kematian tak bisa ditunda.
Penyesalan tak akan berujung dengan
kepuasan batin memang. Tiba saatnya saya sekarang melakukan untuk memberikan
perhatian saya dalam bentuk lain, yaitu dalam bentuk mendoakan mereka. Doa mengirimkan
cinta saya melalui kata-kata yang saya bisikkan untuk para sahabat, anak didik,
atau para saudara yang telah mendahului saya.
Sesudahnya saya berjanji pada diri
saya sendiri, saat hati saya menmanggil untuk datang menengok seseorang,
lakukan, tak usah tunggu waktu luang, tak usah tunggu hari baik, tak usah
berkilah sibuk, dan aneka alasan lain. Karena waktu ada yang memilikinya dan
ada yang merngaturnya dengan cara tersendiri yang tak pernah diberitahukan
kepada siapa pun.
Selain
kematian, ada hal lain yang tak bisa kita hindarkan dalam hidup kita, misalnya
kecelakaan atau situasi tertentu yang membuat tidak nyaman. Pada dasarnya hal tak terelakkan itu akan kita
temukan kapan saja. Tentunya hal tersebut ada yang bisa diprediksi, tetapi juga
ada yang jauh dari prediksi.
Ada beberapa
hal yang bisa kita lakukan dalam menghadapi hal yang tak bisa dihindarkan.
Pertama, mengatur waktu Anda secara efektif dan belajar
untuk fokus pada satu hal pada suatu waktu. Jika hal yang tak kita duga terjadi,
kita tidak terkejut berkepanjangan.
Dengan begitu kita bisa langsung menemukan cara apa yang harus kita lakukan
segera.
Kedua, Tidak khawatir
tentang hal-hal yang tak dapat kita ubah. Kita tak mampu mengubah sesuatu yang memang
harus terjadi. Sesuatu terjadi, meskipun itu buruk, pasti ada ujungnya, atau
ada akhirnya. Pada akhirnya kita bisa melihat ada kebaikan yang bisa dipetik.
Ketiga,
tidak bersembunyi dari yang tak terhindarkan. Hadapilah dengan gagah. Belajar
untuk memahami dan menemukan kebaikan di balik semuanya.
Keempat, berbicara
dengan seseorang. Masalah yang dibagi adalah masalah dibelah dua, tiga, atau
sekian. Berbicara dengan seseorang yang dipercayai akan membuat ringan
perasaan. Bahkan, bisa ditemukan solusi dari suatu masalah.
Kelima, Buat
batas-batas hidup kita. Kita mahluk yang terbatas. Mempunyai kekurangan,
sekaligus juga kelebihan. Baik, bila kita menyadari keterbatasan kita untuk
mengetahui bahwa kita memerlukan orang lain, juga sekaligus menggantungkan pada
kekuatan di luar diri kita, yaitu Sang Pencipta.
Dengan
demikian, hal-hal yang tak kita duga tiba-tiba datang, kita senantiasa mampu
untuk menerima, menghadapi, menjalani, dan menemukan makna dari semu itu.
Saya tahu,
berbicara itu mudah. Namun, menjalani? Itu perkara yang perlu keberanian. Saya
dan Anda adalah pembelajar dalam sekolah kehidupan ini. Maka, kita sebagai
murid senantiasa siap belajar.
(Ch. Enung
Martina)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar