Senin, 19 November 2018

CINTA DAN RASA AMAN




Ada sejenis pohon di Pulau Salomon untuk menebangnya tidak perlu gergaji atau peralatan lainnya. Warga cukup berkumpul lalu melakukan ritual memaki-maki pohon itu. Pada hari ketiga pohon itu layu dan warga tinggal menggunakannya.

Begitu dahsyatnya kata-kata. Sama dengan manusia ketika seorang anak terus dicaci maki, maka dia pun lama-kelamaan akan layu dan mati secara mental, bahkan fisiknya juga. Kata-kata berpengaruh terhadap pertumbuhan kepribadian seorang anak.

Pertumbuhan pribadi seorang anak dimulai ketika ia merasa dicintai dan merasa aman. Cinta dan rasa aman akan membawa anak apda rasa percaya diri dan juga tumbuh cinta adalam hatinya. Modal percaya diri dan rasa cinta ini akan menjadi investasi besar dalam pertumbuhan pribadi seorang anak. Dengan investasi dalam dirinya seorang anak kelak akan juga mampu mencintai dan menghargai orang lain dalam kehidupannya. Rasa empati akan tumbuh subur dalam diri mereka.

Saya memperhatikan pertumbuhan ketiga anak saya. Khususnya yang 2 anak yang bukan remaja lagi. Mereka sekarang sudah menjadi anak-anak dewasa yang sudah bekerja dan berkarya dalam dunia yang mereka pilih.  Saya mengalami tahun-tahun emas dalam pertumbuhan mereka. Senyatanya setiap  usia dalam kegidupan anak itu tahun emas karena tiap usia mempunyai tantngannya tersendiri dan memerlukan relasi yang pas untuk tiap usia.

Namun, tahun emas yang selalu diperbincangkan para ahli pertumbuhan anak adalah usia Antara 0-5 tahun sebagai tahapan pertama, lalu tahap berikutnya dari 5-11 tahun. Tahap ketiga tak kalah penting saat anak memasuki akil balig yaitu usia 12-15 tahun. Bukan berarti tahapan berikutnya tidak penting. Tahapan masa anak masuk ke SMA mereka sudah lebih bisa mandiri secara fisik juga mental mereka.

Ketiga tahapan itu memerlukan metode pendekatan yang berbeda pada diri anak. Tahap pertama orang tua akan direpotkan dengan hal-hal yang mendukung  pertumbuhan fisiknya seperti makan, minum, memerangi sakit ini-itu, imunisasi, kebersihan, dll. Pendekatan dari sisi relasi tak kalah penting dengan pertumbuhan fisiknya. Kehadiran kedua orang tua pada saat ini membuat anak merasa dicintai dan memiliki rasa aman. Maka, anak akan tumbuh dengan ceria dan sehat secara fisik dan mental.

Tahapan kedua adalah pada masa pertumbuhannya memasuki jenjang pendidikan dasar di Sekolah Dasar. Anak mulai meninggalkan masa kanak-kanaknya menuju masa anak-anak. Pada masa ini bekal cinta dan rasa aman yang besar akan membuat anak punya rasa percaya diri dan patuh pada orang dewasa yang mendampinginya.  Didikan yang diterapkan pada diri anak akan diterima dengan baik meskipun ada kalanya ia juga protes dan mengalami kesukaran untuk beberapa hal. Namun, dengan perasaan dicintai dan rasa aman yang dimilikinya membuat anak ini mempunyai pribadi yang PENUH. Kepenuhan inilah yang membuat anak mampu melalui tantangannya saat dia tidak bisa matematika, tidak mengerti bahasa Indonesia, menghadapi guru yang cerewet dan galak, menghadapi bully dari teman, dan banyak lagi tantangan dalam hidup dia.

Penerapan disiplin yang sesuai dengan usia akan membuat anak tumbuh menjadi pribadi yang makin kuat dalam hal tanggung jawab dan kemandiriannya. Nilai kepedulian pada orang di sekitarnya dan juga lingkungan diterapkan sesuai dengan porsinya sehingga sisi kepeduliannya dan penghargaannya juga tumbuh. Sangat penting juga pengembangan nilai religiusitas dari sejak dini diberikan. Buat anak mengandalkan dirinya pada yang transenden sehingga pada saat dia mengalami tekanan dia bisa tetap seimbang.

Pada pertumbuhan kedua tahapan emas ini peran orang tua, terutama ibu sangat dominan. Seorang ibu adalah sosok yang bisa memelihara, merawat, mengerti, mendidik, menerima, sekaligus juga sebagai polisi yang mengawasi dan mendisiplinkan anak. Bila anak merasa sedih, takut, dikucilkan, merasa tak mampu, marah, dan aneka emosi negatif lainnya; ia bisa mengandalkan orang tuanya, secara istimewa IBU.

Bisa dibayangkan seorang anak yang sedih, marah, atau terluka; tanpa sosok orang tua (ibu). Anak ini akan menghadapi emosi negatifnya sendirian tanpa ada orang yang memahami dan berpihak kepadanya. Emosi itu memang nampaknya berlalu pada keesokan harinya, tetapi emosi itu mengendap dari waktu ke waktu dan terbawa menjadi bagian bawah sadarnya. Hingga akhirnya kita menyadari bahwa perilaku pembenrontakan dan pembangkangan anak ini nampak pada saat dia memasuki masa akil balig. Anak menjadi sangat bengal dan susah diatur. Bahkan beberapa kasus orang tua kalah dengan anaknya karena anak sangat berani terhadap orang tuanya. Orang tua tak dihargai lagi oleh anak yang mengalami ketidakhadiran orang tua saat masa-masa sulit pada tahapan emas pertama dan kedua. Ada ruang kosong yang ‘jeglong’ pada mereka sehingga mereka tidak mengalami kepenuhan. Dan kekosongan ini sangat sukar untuk diisi kembali karena masanya sudah berlalu.

Masuk pada masa emas tahap ketiga, masa akil balig. Masa ini susah-susah gampang. Dikatakan mudah, bila dilihat dari kemandirian anak. Usia 12 tahun anak sudah mandiri untuk mengurus makan-minumnya, kebersihan dirinya, pakain,  dan juga urusan pelajarannya. Orang tua tidak perlu repot menyuapi, memandikan, atau mendandani anak. Namun, ada juga tantangan mengahadapi anak akil balig. Anak ini cesara fisik sudah besar, tetapi secara mental masih kekanak-kanakan. Mereka akan tersinggung bila dianggap masih anak kecil, tetapi di sisi lain untuk banyak hal dia masih perlu bimbingan, pendampingan dan kehadiran orang tua.

Masalah yang sering ditemukan pada usia ini berkaitan dengan relasi (dengan teman, guru, orang tua) juga kedisiplinan dalam belajar. Mereka sudah merasa menjadi anak besar dan menyepelekan beberapa hal. Hal ini tentu saja membuat orang tua dan guru yang melihatnya sangat geregetan. Maka akan terjadilah kesalahpahaman yang akan dilanjutkan dengan berbagai drama kehidupan remaja seperti pada adegan sinetron dan drama korea.

Drama keanehan masa akil balig ini tak akan terjadi bila ada relasi yang baik antara orang tua dan anak. Relasi yang baik adalah relasi yang sesuai dengan usianya. Jangan terlalu mendikte anak akrena dia akan memberontak merasa diperlalukan sebagai anak kecil. Namun, juga jangan terlalu dilepas karena ada beberapa yang bisa membahyakan dia. Dampingi layaknya seorang teman yang paham akan keadaanya. Beri kepercayaan dan jangan terlalu banyak mendikte dan melarang. Berbicara dan berdiskusi sebagai teman untuk meminta tanggapan dan pendapatnya. Biasakan terbuka dengan saling mempercayai. Lama kelamaan anak akan merasa aman dan nyaman sehingga dia terbuka pada orang tuanya untuk berbagai permasalahannya.

Penting untuk orang tua mengenali teman-temannya, kesukaannya, bintang idolanya, dan media sosial yang digunakannya. Orang tua yang terkesan ‘gaul’ akan banyak mengenal anaknya dengan dunianya yang tentunya akan membuat mereka merasakan kehadiran orang tua  pada masa akil balig mereka.

Juga tak kalah penting orang tua tidak memaksakan kehendak kepada anak pada usia ini. Cari cara agar apa tujuan yang ingin dicapai bisa diterima mereka dengan masuk akal. Mereka akan bisa menerima apa pun asal mereka paham dan melihat faedahnya bagi mereka.

Anak itu cerminan dari orang tuanya, begitu ungkapan yang sering kita dengar. Agar cermin itu jernih dan tak retak atau pecah, maka tugas kita menjaga, merawat, serta yang paling utama memberikan cinta dan rasa aman pada mereka. Dengan cinta dan rasa aman ini, mereka akan berselancar di dunia mereka dengan penuh rasa percaya diri dan ada di jalan yang benar. (Enung Martina)

3 komentar:

  1. Mbak Ursa Minor, saya adalah pembaca blog mbak ini :) Seorang teman yang memberitah saya link-nya. Saya boleh tau alamat email, atau nomer kontaknya? Terima kasih :)

    BalasHapus
  2. Oya, kalau berkenan, saya ada di email address: raynorkayla@gmail.com ya mbak, terima kasih

    BalasHapus
  3. Halo, Kak Winaya. Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya. Selamat berkarya dan beraktivitas.

    BalasHapus