KESETIAAN MARIA PADA
SANG PUTRA
Picture: http://www.katolisitas.org/
“Ad Jesum per Mariam” (Menuju Yesus melalui Bunda Maria). Bagi saya, kata-kata itu tidak mudah untuk
dijalankan. Barangkali proses pemahaman tentang hal ini akan memakan waktu
sepanjang hidup saya, dan kiranya hari
demi hari Tuhan menambahkan kepada kita pemahaman yang semakin mendalam.
Dari kutipan itu, kita melihat bahwa Maria diberi kedudukan
tinggi oleh Sang Putra. Kita mengetahui bahwa bagaimana Sang Bunda dalam
seluruh hidupnya mengikuti Sang Putra. Sang Bunda adalah pengikut pertama Sang
Putra. Dalam setiap kehidupan Sang Putra,
bahkan sejak dalam rahimnya, Bunda selalu ada untuk Sang Putra. Karena
itu, Maria adalah tokoh historis dalam tradisi kekristenan, diakui atau tidak oleh
gereja-gereja di luar Gereja Katolik.
Bunda Maria adalah figure seorang ibu yang setia berada di
sisi perjalanan hidup Sang Putra. Refleksi kita tentang Sang Bunda adalah dari tokoh ini kita menemukan pesan seluruh hidupnya mengarah
pada Ilahi, juga tentang kesetiaan yang
dimilikinya dalam menjalankan perannya sebagai ibu sejak saat diberi kabar oleh
Malaikat Gabriel, kehamilannya yang menghebohkan, kelahirannya yang
bermasalah, pegasuhannya yang penuh
kesabaran, pendampingannya yang tiada tara, bahkan kesetiaan dan ketabahan saat
Sang Putra meregang nyawa.
Bunda Maria melakoni semuanya dengan penuh hikmat. Maria
tidak hanya menjalani perannya tersebut seperti kebanyakan perempuan lain
menjalankan perannya. Namun, beliau melakonimya dengan segenap jiwa dan
raganya. Saya sebagai perempuan yang sekaligus seorang ibu pun tak terbayangkan
bagaimana beliau melakoni semua dengan begitu tabah, setia, dan sangat
elegan. Saya dan juga para perempuan,
serta para ibu di dunia ini tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan
ketabahan dan kesetiaan beliau.
Bagi perempuan ini, Maria, kesetiaan sebagai sebuah harga
mati yang tak bisa ditawar dengan nilai-nilai apapun atau tak dapat
dikompromikan dengan pertimbangan-pertimbangan manusiawi apapun. Hal yang akan menjadi sangat istimewa ketika kita
merenungkan dan mrefleksikan kesetiaan tokoh ini. Kita akan merasakan betapa
ke-Ilahi-an ada pada dirinya. Betapa jiwa yang dalam dan luas ada padanya.
Betapa cinta yang besar bersemayam pada dirinya. Dan betapa iman yang tak
terukur mendasari semua yang dilakukannya.
Bila saya berbicara tentang
perempuan hebat ini, adanya hanya kekaguman yang tak terhingga untuk
Bunda Termulia. Rasa hormat dan cinta saya dapat saya rasakan di dalam dada
saya hingga air mata saya menggenang di pelupuk. Begitu pula para pelukis, para
penyair, para pujangga, dan para seniman melukiskan hormat dan kagum mereka
pada permepuan ini. Betapa banyak karya seni yang tercipta karena inspirasi
dari perempuan ini.
Adalah memahami apa itu kesetiaan, tak semudah mengatakannya.
Jika kesetiaan itu hanya sampai pada pengalaman untuk memilih satu nilai yang
dianggap lebih penting dari nilai yang lainnya dan keputusan untuk terus
berpegang pada nilai itu, tentu saja tidak ada yang istimewa pada figure Maria.
Lalu apakah kesetiaan itu?
Maria, Perawan yang
Setia
Seluruh perjalanan hidup Maria menampilkan seorang pribadi
yang memiliki di dalam dirinya teladan kesetiaan. Sejak kalimat yang diucapkan
di hadapan Malaikat Gabrie : Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku sesuai
kehendak Allah….. Jawaban hamba yang diberikan Maria kepada utusan Allah itu
merupakan sebuah uangkapan kesadaran dirinya untuk taat pada kehendak Allah dan
segala hal yang terjadi di dalam hidupnya sebagai konskuensi pilihan untuk taat.
Pilihan menjadi hamba Tuhan tidak hanya menuntut Maria untuk taat pada kehendak
Allah melainkan juga setia melakukan kehendak Tuhan di dalam hidupnya.
Kesetiaan Maria kepada kehendak Allah tidak hanya terungkapkan
dari jawaban kata-kata belaka. Seluruh hidup dan keputusan Maria merupakan
jawaban yang kuat untuk setia kepada kehendak Allah. Maria tidak hanya sampai
pada jawaban “YA” secara verbal, tetapi kemudian juga terungkap dari
ketaatannya untuk melahirkan putera Allah yang menjadi manusia dan kemudian
dengan setia pula memelihara dan membesarkannya. Menjadi seorang ibu pada usia
yang sangat muda bukanlah hal yang tidak memiliki tantangan. Namun tantangan
tidak menghalangi kesetiaan Maria untuk merawat, melahirkan dan membesarkan
Yesus.
Demikian pula ketika puteranya mulai berkarya, Maria dengan
setia datang menemui-Nya. Ia tidak memikirkan segala kesibukan dirinya. Saya
membayangkan, Maria juga ibu rumah tangga biasa yang punya setumpuk pekerjaan
di rumahnya. Namun, ia meninggalkan semuanya itu dengan lebih memilih
untuk mendampingi puteranya. Maria telah setia di sisi puteranya sejak kecil. Saat Sang Putra tertinggal di Bait Allah,
sebagai seorang ibu ia kuatir putranya hilang. Ia berpikir seperti para ibu
pada umumnya. Ke mana pun anaknya pergi selalu ada di bawah pengawasannya.
Apalagi dia sangat sadar bahwa putranya bukan anak sembarang anak. Namun, semua
itu dia simpan di dalam hatinya. Ia menyimpan segala perkara dalam hatinya.
Hidup Yesus bukan hanya untuk berkarya melalui pewartaan
melainkan juga melalui kerelaan mengambil bagian dalam penderitaan dan salib.
Pengalaman salib ini bukan hanya menjadi pengalaman Yesus melainkan juga
pengalaman Maria yang sejak awal telah memilih untuk setia. Bahkan di dalam
pengalaman ini pun, Maria tetap tampil sebagai ibu yang setia mendampingi Yesus
dalam pergulatan-Nya.
Kesetiaan Maria boleh saja dilihat sebagai salah satu
keutamaan yang ada pada dirinya dan membuat diamini sebagai wanita yang disebut
berbahagia oleh sekalian bangsa. Akan tetapi, lebih dari sekadar keutamaan yang
ada pada dirinya, kesetiaan menjadi bagian dari hidup Maria yang menemani
perjalanannya menjawab panggilan Allah.
Maria menjadi Bunda
Gereja
Tidak hanya berhenti sampai Yesus disalib. Kesetiaan Maria
hingga ketika Yesus bangkit mulia, dan naik ke Surga. Bahkan,dalam perjalanan
gereja dewasa ini, kesetiaan Maria bukan hanya menyangkut ketataan kepada
kehendak Allah melainkan juga kesediaan yang terus menerus untuk menjadi
pengantara rahmat Allah kepada anak-anak manusia. Manusia dari jaman ke jaman
masih saja menikmati rahmat Allah yang dikaruniakan dengan perantaraan Maria.
Maria menjadi wanita yang setia untuk menjadi pengantara setiap doa dan harapan
manusia.
Akhir dari perjalanan hidup Maria di dunia ini adalah dengan
pengangkatannya ke surga dengan jiwa dan raganya. Ini bukan pertama-tama
tentang fakta historis melainkan ungkapan iman yang mendalam tentang Maria.
Kehidupan wanita ini sunggguh sebuah kehidupan yang istimewa dan terluput dari
dosa duniawi.
Kekudusan Maria selama hidupnya, membuat dia diimani sebagai
wanita istimewa yang dikaruniai pengangkatan ke Surga. Selain itu juga
kesetiaannya sebagai bunda kepada Yesus di dunia ini tidak dapat dihentikan
begitu saja oleh persoalan-persoalan ataupun pengalaman-pengalaman duniawi
melainkan kesetiaan itu adalah kesetiaan untuk selama-selamanya. Kesetiaan
keduanya tidak lain adalah ungkapan cinta yang mendalama antara ibu dan anak.
Itu sebabnya juga, pengalaman-pengalaman duniawi bahkan tak mampu memisakan
cinta yang mesra antara ibu dan anak ini. Maka pengangkatan Maria ke surga juga
merupakan buah dari kesetiaannya kepada sang Putera.
Maria pada saat yang sama menerima tugas untuk menjadi ibu
bagi anggota-anggota gereja. Mengapa gereja? Sebagai mempelai Kristus tentu
saja Kristus sengat mengasihi gereja-Nya. Maka kehadiran Yohanes (murid yang
dikasihi Yesus) dan Maria di bawah salib tidak lain menjadi lambang kehadiran
Maria dan gereja di bawah salib.
Maka, di bawah salib, Maria mendapat tugas baru yakni
mendidik mempelai Kristus yang tak lain adalah Gereja itu sendiri agar oleh
keutamaan-keutamaan hidup seperti yang dimiliki Maria, Gereja juga mengalami
proses peng-Ilahi-an dirinya. Namun demikian, usaha itu hanya dapat tercapai manakala
setiap anggota Gereja mau terbuka menerima Maria dan menyerahkan diri untuk
dibimbing oleh keutamaan-keutamaan ibu yang setia ini. Kiranya kasih setia
Tuhan ada pada kita semua sehingga kita mampu meneladani kesetiaan dari Bunda
Gereja, Bunda Segala Bngsa. Bunda Maria doakanlah kami, anak-anakmu. (Disarikan oleh Ch. Enung Martina)
Pustaka:
Montfort, Louis Marie Grignion., Bakti Sejati Kepada Maria,
Bandung: SMM, 2009
_____ ., Rahasia Maria, Bandung: SMM, 2009
Stinissen, Wilfried., Maria Dalam Kitab Suci Dan Dalam Hidup
Kita, Malang: Dioma, 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar