Sabtu, 18 Mei 2013

BERSERAH-SURRENDER


Prihal orang-orang yang menjalani hidup dengan berserah (surrender) , dalam kemalangannya muncul hikmah yang malah membawa mereka pada keberuntungan. Dalam peristiwa keberserahan muncul berkah tersembunyi (blessing in disguise). Orang orang sejenis ini adalah manusia yang tidak melonjak-lonjak lupa diri pada kala mereka beruntung, sebaliknya kala kemalangan, mereka tidak jatuh dalam kesedihan dalam dan depresi berat. Susah dan senang, kalah dan menang adalah bagian yang wajar dalam kehidupan. Kehidupan memang menyimpan sejumlah misteri yang tak terkenali. Mereka inilah yang orang tua sering menyebutnya eling lan waspada.

Berbicara tentang kata eling, saya teringat teman saya Mbak Fenny yang membuka usahanya dengan merek ELLING! (saya tidak promosi!) Hebat Mbak! Piye kabare? Salam untuk Mbak Fenny, di mana pun Anda berada! Semoga sukses dan selalu eling!

Menurut sebuah buku yang pernah saya baca, orang-orang yang agresif dalam kehidupan senantiasa ingin memaksakan kehendak, ide, dan kemauannya. Namun, kebalikannya, orang-orang besar yang bijak mengetahui bila mana ia harus memegang kendali yang ketat, dan mengetahui kapan harus membiarkan kendali lepas. Semuanya bukan demi dirinya, tapi demi kelangsungan hidup yang baik. Saya kira Paus Emiritus Benedictus VI adalah salah satu dari mereka orang besar yang bijak itu.

Kalau tali gitar dipetik terlalu keras, maka snarnya akan putus, lagunya akan hilang. Sebaliknya kalau senar dipetik terlalu kendur, maka ia tak akan mengeluarkan suara. Tarikan tak boleh terlalu keras atau terlalu lembut. Si pemainlah yang harus pandai menimbang dan bijak meraba. ( Wisdom of the Common People)

Menurut buku yang saya baca ada siklus dalam kehidupan ini. Siklus itu berlaku juga dalam hidup manusia. Mereka yang hidup dengan seimbang dan mampu menahan diri pada umumnya hidup sehat dan panjang umur. Kebalikannya, orang yang mengumbar habis hasrat,  energinya akan  cepat terkuras. Usia pun menjadi pendek dan kalau pun berumur panjang dia akan penuh dengan sakit dan penyakit.

Ternyata orang itu harus percaya diri, tetapi sekaligus tahu diri. Tahu kapan saatnya makan dan kapan harus berhenti makan. Kapan harus bekerja dan kapan harus beristirahat. Begitu pun Al Kitab berkata: ada saatnya menanam, ada saatnya menuai. Semua ada waktunya. Seseoarng menjadi orang besar karena dia mengetahui keterbatasannya.

Dalam hidup pasti ada perubahan. Perubahan linear adalah adalah perubahan yang digerakkan oleh kemauan keras manusia. Namun, kenyataannya perubahan itu hendaknya juga memperhatikan beberapa aspek, antara lain: siklus kehidupan manusia, situasi dan kondisi, pengaruh lingkungan alam, dan berbagai interaksi. Diharapkan dengan pemahaman akan berbagai perubahan itu, saya dan Anda dengan rendah hati dan penuh keterbukaan mengandalkan diri pada Sang Pencipta.

Dalam menghadapi perubahan itu diperlukan  kehidupan yang benar: memberi tahu tentang perlunya suatu cara hidup yang mendukung tujuan spiritual yang hendak dicapai. Untuk itu diperlukan ketetapan hati yang benar : ada niat memfokuskan pada tujuan yang akan membimbing seluruh tindakan maupun keyakinan. Selain itu memperhatikan perkataan yang benar: membawa kita pada disiplin untuk selalu berkata benar. Juga memerlukan pikiran yang benar: seluruh hidup kita adalah hasil dari apa yang kita pikirkan. Mempunyai pikiran yang benar sangat penting karena membawa pada pencapaian pencerahan. Dan untuk itu kita membutuhkan usaha yang benar: pencapaian pencerahan bukanlah sesuatu yang mudah, diperlukan usaha yang sungguh-sungguh. Karena itu betapa pentingnya kehendak sehingga akhirnya kita bisa melakukan perbuatan yang benar: perbuatan sesuai hukum agama/ ajaran spiritualitas. Akhirnya semua itu akan membawa kebahagiaan dan kedamaian bagi diri saya, diri Anda, juga bagi orang-orang di sekitar kita.

Keberpasrahan juga sering dilambangkan pada analogi alam, semisal air. Ada sebuah puisi klasik Cina yang melihat kebijaksanaan air:
Mereka yang bijak bagaikan air
Memberi manfaat kepada segala
Tidak bersaing dengan semua
Air mengalir ke bawah
Ke tempat yang dilihat sebelah mata
( Tao te Ching: Lao Tse, 500 SM)
Air mempunyai karakter asli yang lembut, lentur, dan mudah mengalir dengan leluasa tanpa beban. Ia membersihkan, menyegarkan, dan menyejukan. Ia bersifat adil kepada semuanya tanpa memilih, tanpa melihat perbedaan, tanpa pertimbangan. Ia senantiasa stia, tekun, dan bergerak tanpa henti, tanpa lelah, tanpa menyerah. Meskipun sisi lain ia juga responsif, di luar dugaan, dan tanpa perhitungan.
Keberpasrahan juga sering dilambangkan dengan bumi. Planet biru yang sudah tua, tetapi ia tetap setia. Apa pun yang terjadi dia berserah pada Penciptanya. 

Keberpasrahan bukan berarti menyerah. Juga tidak sama dengan mengalah. Keberpasrahan adalah surrender menyerahkan dan mempercayakan pada Sang Pencipta. Keberpasarahan juga bukan pasif. Karena seperti uraian di atas tadi: di dalamnya juga ada strategi. Dalam berpasrah ada setia tanpa kenal lelah seperti dilambangkan dengan air. Begitulah dalam keberserahan di dalamnya ada  iman yang kuat akan satu keyakinan bahwa Sang Pencipta sudah menyediakan segala yang terbaik. Rancangan-Nya adalah rancangan damai sejahtera.
(Ch. Enung Martina)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar