Minggu, 25 Januari 2009

Perjalananku: ZIARAH KE TANAH SUCI

Laporan Perjalanan bagian Pertama

LEGENDA PRIBADIKU, ZIARAH KE TANAH SUCI!

‘Saat seseorang benar-benar menginginkan sesuatu, segenap alam semesta akan membantu orang itu untuk mewujudkan mimpinya.’ (Paulo Coleho, Sang Alkemis)

Sebagai orang yang berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, saya tak pernah memimpikan pergi ke Yerusalem. Namun, keinginan untuk pergi ke Tanah Suci itu tetap ada meskipun terkubur dalam-dalam. Hingga pada suatu hari saya pergi ke toko buku dan membeli sebuah buku karya Paulo Coleho yang berjudul Alkemis. Saya baca habis buku yang sangat menginspirasi itu. Sejak itu, keinginan untuk pergi ke Tanah Suci menjadi berkobar dalam hati.
Mengapa begitu? Karena dalam buku tersebut dikisahkan seorang pemuda miskin bernama Santiago yang mempunyai mimpi ingin mendapatkan harta karun. Ia sangat yakin bahwa ia bisa meraih semua impiannya. Paulo Coleho menuliskan lewat kisah tersebut bahwa semua orang mempunyai legenda pribadi (impian) masing-masing. Legenda pribadi itu harus diraih dan akan teraih jika kita yakin dan berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkannya. Beliau menegaskan bahwa bila kita meyakini dan berusaha untuk meraih legenda pribadi kita maka seluruh jagat raya akan mendukungnya. Fantastic!
Dari situlah Legenda Pribadi saya untuk berziarah ke Tanah Suci mulai tumbuh. Tadinya saya beranggapan bahwa legenda pribadi tersebut hanya untuk penambah semangat saya dalam bekerja. Saya tak benar-benar membayangkan bahwa hal itu bisa tercapai.
Hingga suatu hari di tempat saya bekerja (SMP St. Ursula BSD) terdengar berita bahwa suster kami, Sr. Francesco, OSU akan mengajak guru-guru serta tata usahanya untuk berziarah ke Yerusalem.
Ternyata berita itu bukan hanya isapan jempol belaka, akhirnya setelah kami menabung dua tahun lebih, kami berangkat berziarah ke Yerusalem dengan dana dari yayasan dan juga ditambah hasil tabungan kami(yang dipotong dari uang tertib kerja/insentif).
Harinya, Rabu, tanggal 10 Oktober 2007, kami berangkat ke Yerusalem melalui Uni Emirat Arab dan Yordania. Setelah satu malam kami transit di Abudabi, kami melewati lagi perbatasan tiga negara (Uni Emirat, Yordania, dan Israel). Sungguh suatau pengalaman yang cukup menegangkan dan melelahkan ketika harus berurusan dengan masalah menyebrang perbatasan.
Akhirnya, Kamis, 11 Oktober 2007 jam 20.30 waktu Israel, kami benar-benar menginjakkan kaki kami di tanah Israel. Ada perasaan haru bercampur gembira ketika kami memasuki wilayah Israel. Inilah tanah air-Nya, tempat Dia, Yesus yang selama hidupku kukenal melalui cerita guru Agama dan Kitab Suci.
Kami menginap di Tiberias terlebih dulu sebelum melanjutkan perjalanan kami ke Yerusalem. Tiberias di kala malam, bertaburkan lampu sepanjang jalan. Dalam kegelapan malam nampak sayup Danau Galilea, atau danau Tiberias, atau Danau Genesareth di sepanjang jalan yang kami lewati. Dalam kantuk dan lelah masih kukenangkan Dia yang berkarya di wilayah Galilea sepanjang danau (sering disebut juga laut karena besarnya) ini.
Plaza Syallom, itulah penginapan kami di Tiberias. Penginapan yang sedang saja besarnya. Kalau di Indonesia penginapan ini tergolong kelas melati. Kecil, namun resik. Setelah menikmati makan malam kami, semangkuk sup dengan roti Israel yang masih hangat dan lezat, daging ikan dengan irisan tebal, serta aneka salad yang segar, akhirnya kami masuk ke peraduan untuk melepas lelah dan ketegangan selama perjalanan melewati perbatasan sepanjang siang hingga petang tadi. Persiapan energi untuk memulai ziarah kami pada hari pertama di wilayah Galilea.
Ziarah kami ini mengikuti alur dari kisah Injil yang ditulis oleh Lukas. Pembimbing rohani kami adalah Romo Roby Wowor, OFM. Bagi banyak umat Paroki Santa Monica, Romo Roby bukanlah nama yang asing saya kira, karena beliau sering memberikan pelajaran tentang Kitab Suci kepada umat di paroki kita ini.
Jumat, 12 Oktober 2007, ziarah kami dimulai dengan perayaan Ekaristi di Puncak Tabor.Tempat ini mengingatkan kita pada saat Yesus dimuliakan di atas gunung. Keheningan Puncak Tabor menambah khusuk suasana Ekaristi kami pagi itu. Panorama yang sangat indah terhampar dari puncak bukit ini. Seluruh Lembah Yesriel yang tersohor kesuburannya terhampar sepanjang mata memandang.
Para peziarah belum banyak yang datang, baru dua rombongan dari Itali dan kami dari Indonesia. Kami memang sengaja berangkat agak pagi agar bisa mendapat tempat yang enak dan tidak terlalu mengantri panjang di setiap tempat. O, ya bersamaan dengan kami berziarah, ada lima rombongan peziarah lain yang datang dari Indonesia.
Tempat kedua yang kami kunjungi adalah Gereja Sabda Bahagia, tempat ia menyampaikan kedelapan sabda bahagaia yang terkenal itu. Di sini kami mendengarkan sabda tersebut yang dibawakan dengan jelas dan lantang oleh suster kami tercinta, Sr. Francesco,OSU dan dilanjutkan pembahasan dan renungan oleh Romo Roby. Di sini dikenal sebagai Gereja bersudut delapan. Gereja ini pula yang menginspirasi Sr. Francesco untuk membangun Santa Ursula BSD yang juga bersegi delapan dalam penataannya.
Sungai Yordan, adalah tempat ketiga yang kami kunjungi. Di sungai ini Yohanes membaptis Yesus dengan air. Di sini pula Allah memaklumkan-Nya sebagai anak yang dikasihi-Nya dan kepada Dialah Bapa berkenan. Di sini kami mengulangi janji baptis kami. Tempat ini mengingatkan kita bahwa kita telah dimateraikan-Nya.
Perjalanan dilajutkan ke Kapernaum yang dahulunya sebuah kampung kecil di tepi Danau Galilea. Sebelumnya, kami makan siang di Kibutz Ein Gev dengan menu utama ikan petrus. Ikan petrus itu sejenis ikan mujair, mungkin lebih tepatnya ikan nila
Di kampung Kapernaum Yesus banyak berkarya, salah satunya menyembuhkan ibu mertua Petrus .Sepertinya Yesus punya ikatan emosi yang khusus dengan kampung ini karena di sini banyak tinggal sahabat dan kenalan-Nya. Di tempat ini sekarang didirikan Gereja dan juga masih ada beberapa peninggalan seperti batu penggilingan, bekas rumah, dan juga bekas sinagoga. Nampak di sana-sini dekat kompleks itu lubang-lubang penggalian untuk penelitian arkeologi.
Gereja primat Petrus adalah tempat yang terakhir hari ini kami kunjungi. Sebenarnya tempat ini sudah tutup karena jam sudah menunjukkan pukul 17.00 waktu Israel, kebetulan hari ini Jumat. Itu berarti jam lima sore sudah dimulai Sabath bagi orang Yahudi. Namun, kami membawa ‘kunci hidup’ untuk masuk ke gereja itu sehingga kami diizinkan masuk. ‘Kunci’ yang saya maksudkan adalah Romo Roby Wowor. Mengapa? Jawabannya karena beliau seorang Fransiskan. Ordo Fransiskanlah yang dipercaya untuk menjadi penjaga di setiap tempat suci di Israel. Selain itu, Romo Roby adalah perwakilan Holly Land untuk Indonesia. Ya…tentu saja rombongan kami diterima dengan sangat welcome karena pada kami ada ‘kunci’ itu tadi.

Hari kedua ziarah kami jatuh pada hari Sabath. Jalanan nampak lengang karena banyak umat Yahudi yang tidak bepergian hari ini. Agenda kami hari ini ke Gereja Kana, Nazareth, dan Gunung Karmel.
Di gereja Kana, saya dan suami (Bob) serta tiga pasutri lain mendapat berkat dengan mengucapkan ulang janji perkawinan. Perasaan kami kala itu tak terbayangkan. Ketika pemberkatan terjadi, seluruh gereja penuh dengan isak tangis haru dan bahagia. Beberapa teman yang pergi tanpa pasangannya menjadi teringat pasangan masing-masing di tanah air. Yang belum berkeluarga terharu karena melihat keagungan pemberkatan itu.Dalam khotbahnya, Romo Roby menekankan akan tugas panggilan kami sebagai guru. Bila kita melsayakan tugas kita dengan baik, hal yang biasa (air) akan berubah menjadi sesuatu yang bermutu (anggur). Itulah maknanya Yesus mengubah air menjadi anggur. Mijijat terjadi karena ada kerja sama anatara Allah dan manusia.
Sesudah Misa, kami masih sempat ber- shoping ria dulu mencari buah tangan, anggur kana. Kami diberi kesempatan untuk minum satu seloki anggur kana di salah satu toko cendera mata.
Perjalanan dilanjutkan ke Nazareth. Kami harus melalui pasar tradisional sebelum mencapai kompleks bekas desa Yesus. Ketika kami sampai di Nazareth sudah banyak rombongan lain yang lebih dulu tiba di sini karena memang hari sudah siang. Sesudah puas berkeliling dan berdoa, kami kembali ke bis. Sebelum sampai ke bis, kami harus berjalan kaki dulu melalui pertokoan. Di sini banyak pemilik toko berkebangsaan Arab dan mereka beragama Islam. Hari ini masih Idul Fitri, jadi kami melihat banyak anak-anak laki-laki mengenakan baju baru dengan pistol mainan di tangan mereka. Di perkampungan Arab Muslim rupanya mainan pistol-pistolan sangat digemari.
Sebelum makan siang kami mampir dulu ke tiruan perkampungan Yahudi zaman Yesus. Di sana kami melihat contoh rumah taradisional dengan perabotannya yang juga tradisional, penggilingan gandum, pemerasan zaitun, tenunan, bengkel tukang kayu, kandang ternak, dan sinagoga.Selain itu, kami juga diperkenalkan dengan penduduk desa seperti di zaman Yesus. Semua orang dan juga properti di perkampungan ini benar-benar dibuat seperti zaman Yesus.
Ziarah kami hari itu diakhiri dengan mengunjungi Gunung Karmel, tempat Nabi Elia mengalahkan para dukun-dukun Baal dan berhalanya dalam Kitab Perjanjian Lama. Di sini ada Gereja Stella Maris (Star of The Sea - Maria Bintang Samudra). Pantas saja diberi nama demikian karena dari puncak bukit ini kita bisa memandang Laut Mediterania yang biru menghampar di bawah kita. Dari puncak ini sayup terlihat negeri Libanon dan nun jauh di sebrang lautan itu kota Roma berada. Berbicara Libanon, saya jadi teringat pengarang besar yang saya kagumi Khalil Gibran. Di Puncak Karmel ini saya juga teringat sebuah kisah nabi Elia yang ditulis oleh Paulo Coleho dengan begitu indah dalam novelnya The Fifth Mountain (Gunung Kelima).
Dengan berakhirnya perjalanan kami hari ini, merupakan akhir dari rangkaian ziarah kami di wilayah Galilea. Sore ini kami akan melanjutkan penziarahan ke Yerusalem. Itu berarti kami tinggalkan tasik nan tenang yang menyimpan kisah keselamatan dan cinta Yesus di Tiberias. Ada segurat rasa haru ketika kutahu kami akan tinggalkan tempat yang bersejarah cinta kasih ini.
Hari menjelang petang. Matahari sudah masuk peraduannya. Lampu di sepanjang perjalanan sudah menyala. Kini kami sedang memasuki Yerusalem. Salah satu teman kami (Ibu Darpi) berdiri dan memimpin kami menyanyikan lagu tentang Yerusalem.Yerusalem, Yerusalem lihatlah Rajamu… kata-kata itu berkumandang penuh khidmat. Kami memasuki kota Daud ini. Meski badan lelah dan mata mengantuk, antusias kami mengalahkan semua itu.
(Ch. Enung Martina)





D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar