Minggu, 17 Mei 2015

NORWEGIAN WOOD

Saya mengakui  memang agak ketinggalan zaman saya membaca buku ini. Orang-orang sudah heboh sejak  28 tahun lalu (1987), tetapi saya baru saja selesai membacanya pada  12 Mei 2015.

       Judul aslinya dalam bahasa Jepang adalah Naruwei no Mori. Buku ini banyak mendapat pujian dan di Indonesia sendiri telah mencapai beberapa cetakan. Haruki Murakami, lahir di Kyoto, Jepang, 12 Januari 1949 merupakan penulis best-seller Jepang. Karyanya dalam tulisan fiksi dan non-fiksi telah menerima banyak klaim kritikus serta sejumlah penghargaan, baik di Jepang maupun di luar negeri. Karya fiksi Murakami, sering dikritik oleh Badang Literatur Jepang, sebagai karya yang surealistik dan nihilistik, yang ditandai dengan cara pembawaan Kafkaesque dengan tema kesendirian dan pengasingan. Haruki Murakami dipandang sebagai orang penting dalam literature modern. Haruki Murakami dipengaruhi dengan penulis barat.

I once had a girl
Or should I say she once had me
She showed me her room
Isn't it good Norwegian wood?
She asked me to stay
And she told me to sit anywhere
So I looked around
And I noticed there wasn't a chair
I sat on the rug biding my time
Drinking her wine
We talked until two and then she said
"It's time for bed"
She told me she worked
In the morning and started to laugh
I told her I didn't
And crawled off to sleep in the bath
And when I awoke I was alone
This bird had flown
So I lit a fire
Isn't it good Norwegian wood?
        Begitu kutipan lagu Norwegian Wood.  Ketika mendengar lagu karya Beatles, Toru Watanabe terkenang akan Naoko, gadis cinta pertamanya, yang kebetulan juga kekasih mendiang sahabat karibnya, Kizuki. Serta-merta ia merasa terlempar ke masa-masa kuliah di Tokyo, hampir 20 tahun silam, terhanyut dalam dunia pertemanan yang serba pelik, seks bebas, nafsu-nafsi, dan rasa hampa-hingga ke masa ketika ia bertemu seorang gadis badung, Midori memasuki kehidupannya, sehingga ia harus memilih antara masa depan dan masa silam.
           Alur ceritapun mundur kemasa-masa ia masih bersekolah dan dekat dengan Kizuki dan pacar Kizuki, Naoko. Namun Kizuki tanpa sebab yang pasti memilih untuk bunuh diri dan itu sangat mengguncang Toru dan Naoko. Satu hal lagi, Naoko akhirnya juga pergi entah ke mana dan bersikap aneh. Toru akhirnya pergi ke Tokyo dan masuk kesalah satu universitas di sana. Ia tinggal di asrama.

         Kehidupan Toru pun kembali berputar saat ia kembali bertemu dengan Naoko, Midori (seorang gadis badung, Reiko, Nagasawa, dan beberapa orang lainnya. Satu rahasianya adalah dia sangat mencintai Naoko, tapi ia tahu, sekalipun mereka pernah tidur bersama, Naoko sama sekali tidak mencintainya. Midori yang hadir dalam kehidupannya membuatnya merasa mencitai dua orang di dalam hatinya. Toru akhirnya tahu penyakit apa yang diderita Naoko yang misterius yang membuat Naoko harus menyingkir dari kehidupan normal dan pergi ke suatu tempat yang indah dan damai.

          Guartan buku ini tak ayal lagi begitu seru, sarat dengan pemberontakan mahasiswa, seks bebas, minuman keras, dan lagu-lagu pop 1960-an. Novel ini juga sungguh-sungguh memukau dan menggambarkan gejolak masa remaja. --- Independent on Sunday berhasil menggambarkan gelora cinta remaja. Kendati penuh dengan saat-saat memilukan dan kegelapan, banyak tokohnya yang tampak kesepian dan asyik dengan dunianya, novel ini sering kocak dan rinci dengan hal-hal yang serba ganjil. Tenang-tenang menghanyutkan dan akhirnya mengharukan.

         Gaya Murakami menulis memang sangat mempeson  sehingga apa saja yang dia lukiskan kaya makna. Dalam Norwegian Wood, penulis mengambarkan tokoh Toru Watanabe adalah tipe orang berteman hanya dengan beberapa orang, senang membaca buku, dan menjalani hidup seperti orang kebanyakan. Toru watanabe belajar di kampus di mana nilai-nilai ideal diperjuangkan mahasiswa, menuntut adanya revolusi. Toru sama sekali tidak tertarik semua itu. Karena ada yang lebih penting untuk dia pertanyakan, yaitu persahabatan, cinta, dan kematian.

         Karya ini termasuk karya yang realistik yang mudah untuk dibaca. Karya ini banyaknya bagian yang bercerita hubungan seks dengan rinci, lesbian, dan mastubasi yang mungkin  bagi beberapa pembaca  Indonesia agak jengah untuk membacanya. Novel ini tidak menampilkan tokoh antagonis, menyajikan misteri, dan misi yang diperjuangkan seperti banyak diceritakan di novel-novel lain. Bagi pembaca yang suka dengan akhir yang bahagia, jangan berharap membayangkan cerita yang  happy ending. Namun, kita belajar dari novel ini bahwa  setiap karakter utama yang mandiri menjadi manusia yang menghargai kebebasan dan kesendirian melebihi keakraban.
Ch. Enung Martina


Tidak ada komentar:

Posting Komentar